"Mas, sakit." Andara mengeluh saat suaminya yang pulang dalam kondisi mabuk menggagahinya dengan cara yang kasar."Diam!" Ray, terus memaksa. Dia menarik, menapar, mengguncang, dan melakukan banyak kejahatan lain pada Andara hanya untuk mendapatkan kepuasan. Tidak peduli air mata istrinya sudah mengalir, tetap dia berbuat seperti itu.Setelah puas, Ray akan tidur. Selalu saja begitu. Dia tidak pernah memedulikan Andara.Perempuan itu turun dari tempat tidur setelah berhasil menggeser suaminya. Berjalan terseok menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuh, setelah itu salat subuh.Ray jangan ditanya. Sudah jutaan kali Andara meminta suaminya untuk salat tidak pernah dituruti. Malah, kalau berani mengatakan sesuatu lagi soal urusan ibadahnya, Ray janji tidak akan sungkan untuk menampar Andara.*Pagi menjelang, perempuan itu membuatkan sarapan untuk mereka berdua. Ray bangun, mandi, lalu duduk di meja makan."Ini, Mas, sarapannya." Perempuan itu menyajikan nasi goreng."Selalu kamu kasih
"Kamu kenapa, Dara?"Maura, ibu mertuanya bertanya ketika Andara datang berkunjung untuk membawakan makanan.Andara memegang wajahnya sendiri. "Aku ... memangnya kenapa, Ma?"Maura menyuruh Andara untuk berhenti menyusun makanan yang baru saja dibawanya. Kemudian, perempuan itu memegang bahu sang menantu. Beberapa detik dia memperhatikan sangat lekat."Mama tahu ada sesuatu yang terjadi dengan kamu. Ada apa?" tanyanya. "Apa bundamu sakitnya semakin parah atau gimana?"Andara menghela napas. "Nggak ada apa-apa, Ma. Semuanya baik-baik saja."Maura memicing pada menantunya. "Kamu tahu kan, kalau mama ini sayang banget dengan kamu? Jangan pernah anggap kalau mama itu mama mertua. Bagi Mama, kamu tuh sama seperti anak perempuan satu-satunya yang paling berharga di rumah ini. Kalau ada masalah jangan ragu untuk bilang."Masalahnya, yang membuat Andara merasa gubdah gulana seperti ini adalah Ray. Putra semata wayang Maura yang selama ini selalu dibanggakan sebagai anak yang baik dan juga sel
"Taksi online?"Melihat pria itu mengerutkan alis, Andar jadi kikuk. Dia meminta maaf segera lalu segera turun. Sayangnya, lantaran terburu-buru membuat dia jadi kikuk, sampai kepalanya membentur atap mobil.Pria itu turun, lalu membantunya mengambil barang."Sorry, kalau saya bikin kamu kaget."Andara tersenyum kikuk. "Nggak apa-apa, Mas. Malah, saya yang minta maaf karena sudah sembarangan masuk ke mobil kamu.""Nggak apa-apa."Andara bisa sedikit lega karena pemilik mobil yang baru saja dia anakku tiba-tiba cinta marah padanya."Mobilmu kena belanjaanku, maaf jadi kotor."Sebelum mendapat teguran kembali Andara segera mengeluarkan sapu tangannya bersiap untuk membersihkan. "Biar aku lap.""Nggak usah." Tangan mereka bersentuhan saat Andara dilarang untuk mengelap mobilnya.Telepon wanita itu berdengung. Driver taksi online yang asli sudah menghubungi. Dia mengkonfirmasi kalau sudah lima menit menunggu dan belum muncul.juga."Mas maaf, taksi saya sudah datang. Kalau nggak keberatan
Air mata Andara mengalir membasahi wajahnya. Harapan untuk bertemu lagi dengan laki-laki asing tadi sudah semakin mustahil. Bisa jadi juga bukan ketinggalan di mobilnya. Mungkin sudah jatuh di jalan terbuang dan tidak bisa ditemukan lagi.Telur sudah hampir gosong, Andara menyadarkan diri buru-buru supaya dia tidak larut dalam perasaannya sendiri.Diangkatnya telur tadi lalu disajikan untuk Ray. Suaminya hanya mendengkus, meminum kopi menghabiskan sarapan tanpa mengajaknya bicara lalu pergi.Tinggal Andara sendiri di rumah. Hari ini rencananya dia akan ke rumah ibunya, membawakan beliau makanan dan juga vitamin.Sebenarnya, Anda tidak tega memenjarakan ibunya itu tinggal di rumah lama. Mereka hanya ditemani pembantu dan juga seorang suster. Meski keadaannya baik-baik saja, Andara ingin sekali membawa ibunya itu untuk tinggal bersamanya. Tapi, dia takut ibunya melihat apa yang Ray lakukan padanya dan itu malah akan membuat dia kepikiran.Sementara, Andara akan membiarkan keadaannya sep
Andara sudah menyiapkan semua berkas yang dibutuhkan. Kalau mau tahu apa yang paling menghebohkan dari semua ini adalah Karena.Perempuan itu sejak subuh tadi sudah sibuk mengirimkan pesan pada Andara bilang pada perempuan itu kalau bosnya ini termasuk tipe yang perfeksionis.Dia sedikit galak, tapi bukan atasan yang kejam yang suka sembarangan memerintah anak buah begitu katanya. Untuk kesan pertama Andara harus bisa menjawab semua pertanyaan dia dengan tenang, tidak gugup, juga pastikan jangan berlebihan saat menjelaskan tentang dirinya.Andara itu termasuk beruntung. Karena atasan mereka sedang butuh sekali staf pengganti. Makanya, saat menaruh berkas bisa langsung bertemu bos, untuk wawancara. Coba kalau orang lain, bisa jadi butuh waktu berbulan-bulan atau malah nggak akan dapat panggilan wawancara.Satu hal lagi yang paling penting di zam sekarang ini. Penampilan. Karena bilang Andara harus pastikan dirinya menggunakan pakaian Serapi dan sepantas mungkin. Juga harus dengan wajah
Sebenarnya saat Andara berjalan bersama Yugo beberapa orang di dalam sana membungkukkan badan memberi hormat padanya. Hanya saja karena Andara sedang mempersiapkan diri untuk bertemu dengan pimpinan sini, dia sampai tidak memperhatikan yang lain lagi.Irena meneleponnya, memberitahukan kalau pimpinan mereka sudah sampai kantor."Kamu sudah sampai, kan?""Iya, sudah." Andara bisik-bisik bicaranya karena tidak enak kalau sampai Yugo mendengar."Syukur deh, soalnya aku lihat mobil Pak Bos sudah di kantor."Andara juga tahu diri kok, yang namanya calon karyawan baru mana boleh datang terlambat."Ini kamu di mana?""Aku di lantai bawah." Andara menatap sekilas pada Yugo yang sekarang ada di depannya."Buruan kamu naik ke lantai atas. Jangan sampai malah keduluan bosku.""Iya." Andara memasukkan ponselnya ke tas, lalu mempercepat langkah.Yugo menoleh padanya, lalu bertanya, "Kamu ditelepon siapa?""Irena. Katanya, aku harus langsung ke atas."Yugo menipiskan bibir. Dia tertarik untuk mengg
Andara tidak tahu apakah dia harus bertahan di sini atau sebaiknya pergi saja. Rasanya, sudah tidak punya muka lagi untuk berhadapan dengan Yugo, sosok laki-laki yang ternyata adalah pimpinan utama di sini. Pertemuan pertama yang memalukan, pertemuan kedua yang tidak terlupakan dalam artian kesan yang sangat buruk, siapa coba yang masih berani diam di sini untuk meneruskan wawancara? "Kenapa kamu diam saja?" Yugo menegur Andara. Wajah gadis itu sudah pucat. Jika saja ini bukan ruangan ber-AC, pastilah keringat wanita itu akan memenuhi keningnya. Andara tergagap saat ditegur Yugo. Sepatah kata pun tidak sanggup keluar setelah dia tahu bahwa laki-laki ini adalah orang yang akan mewawancarainya. "Silakan duduk!" Yugo sampai menunjuk kursi kosong di depannya. Andara tidak bisa terlihat sedang mengatur napas, tapi perempuan itu sedang berusaha melakukannya sebaik mungkin supaya dia bisa kelihatan tenang saat duduk di depan Yugo. "Terima kasih, Pak." Andara duduk. Perempuan itu menegak
"Gimana kerjaan kamu?" Tidak pernah-pernahnya saat malam seperti ini, ketika mereka akan tidur, Ray bertanya tentang aktivitas yang Andara lakukan hari ini. Biasanya dia akan cuek saja. Bahkan, tidak mau diajak bicara. Meskipun tidak tahu apa niatan suaminya bertanya seperti itu, Andara tetap menjawabnya dengan senang hati. “Baik-baik saja, Mas. Lancar kok, tadi.” Meski sebetulnya ada banyak hal yang mau Andara ceritakan. Tentang kebodohannya, tentunya. Jangankan berpikir untuk bisa diterima. Tidak ditertawakan dan diolok-olok di sana saja, sudah sangat bersyukur. Sayangnya, Ray bukan orang yang akan dengan senang hati mendengarkan cerita itu. Jadi, Andara memilih untuk memendamnya sendiri. “Terus, apa keputusannya? Diterima atau enggak?” Sembari membaringkan tubuhnya, Ray kembali bertanya. “Belum tahu, masih harus menunggu lagi.” Ray tahu, meskipun menggunakan jalur orang dalam, tidak akan semudah itu bagi Andara untuk diterima bekerja. Di mata laki-laki itu, istrinya adalah wan
Angela yakin bahwa rencananya akan berjalan dengan sempurna. Dia telah merancang skenario yang cermat untuk memecah belah Yugo dan Andara, berharap bisa menghancurkan hubungan mereka. Tapi, realitas yang pahit harus dia hadapi. Angela gagal. Setelah segala usaha dan taktiknya, Angela harus mengakui bahwa dia tidak berhasil membuat Siena membenci Andara. Sebaliknya, Siena yang polos dan berhati baik, tetap menerima Andara dengan tangan terbuka. Siena, dengan kepolosannya, melihat Andara bukan sebagai musuh, tapi sebagai calon ibunya. Dia melihat kebaikan hati Andara dan cinta yang tulus dari Andara kepada ayahnya. Angela, yang selalu berusaha menanamkan keraguan dan kebencian pada hati Siena, harus menerima kenyataan bahwa dia tidak bisa mengubah pandangan Siena terhadap Andara. **** Hari itu, kantor tampak lebih sibuk dari biasanya. Telepon berdering tanpa henti, mesin fotokopi berbunyi keras, dan suara keyboard yang dipukul oleh jari-jari cepat menciptakan simfoni yang khas di r
Yugo mempersiapkan dirinya untuk menjemput Andara. Mobilnya, yang berkilauan bersih dan rapi, terasa seperti ekstensi dari dirinya sendiri, siap untuk mengambil peran penting dalam hari ini. Dia memeriksa jam tangan dan tersenyum puas. Tepat waktu.Dia memacu mobilnya melalui jalanan yang biasa dia lalui, tetapi kali ini dengan suasana hati yang berbeda. Dia menikmati setiap putaran, setiap lampu lalu lintas, dan setiap detik dalam perjalanan ini. Tiba di rumah Andara, dia melihat sosok yang sudah dinantikan berdiri di depan rumah, menunggu.Yugo memarkir mobilnya dengan hati-hati dan turun. Dia menutup pintu mobil dan berjalan menuju Andara. Dia menatapnya, membiarkan matanya meresap ke dalam kecantikan Andara yang mempesona. Sebuah pujian meluncur dari bibirnya, "Kamu cantik hari ini."Andara tersenyum, pipinya sedikit memerah. Dia berterima kasih dan membalas pujian Yugo, "Makasih, Mas Yugo. Kamu juga tampak tampan." Ada rona bahagia di wajahnya yang membuat Yugo merasa berharga.Y
Keramaian kantor dipenuhi oleh suara keyboard yang berdenting dan bisikan-bisikan dari rekan-rekan kerja yang saling berkomunikasi. Di tengah kebisingan itu, Andara mendengar suara lembut namanya dipanggil melalui sistem interkom. Yugo meminta Andara untuk datang ke ruangannya, ada hal penting yang ingin dibicarakannya.Andara berjalan menuju ruangan Yugo dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di kepalanya. Mungkinkah ada tugas tambahan yang harus dikerjakan? Atau mungkin ada proyek baru yang perlu dibahas? Namun, ketika dia membuka pintu ruangan Yugo, suasana yang ia temui tidak sesuai dengan apa yang ia perkirakan. Yugo, dengan serius, malah membicarakan soal kehidupan pribadi mereka."Umh, Siena ingin mengajakmu makan malam di rumah," kata Yugo tiba-tiba, tanpa adanya pembukaan pembicaraan.Andara tampak tercengang, merasa kikuk. Dia tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran dan sedikit bingung yang terpampang di wajahnya. "Kamu mau ajak aku makan malam?" tanyanya, dengan suara yan
Andara menatap Yugo dengan rasa penasaran yang mendalam. Matanya menyapu kontur wajah Yugo, mencari-cari sesuatu yang berbeda. Dia merasa ada yang tidak biasa tentang Yugo hari ini."Kamu kenapa?" tanya Yugo, mencoba meraba-raba apa yang mungkin terjadi.Andara menatap balik Yugo, matanya bersinar dengan semacam ketidaknyamanan yang sulit diartikulasikan. "Nggak kenapa-napa," jawabnya, seringai paksa menghiasi wajahnya.Yugo merasa seperti ada sesuatu yang disembunyikan Andara."Apa tempat ini kurang nyaman buatmu?" tanya Yugo, mencoba mencari tahu apa yang membuat Andara merasa tidak nyaman.Andara menatap sekeliling, memperhatikan suasana sekitar mereka. "Nyaman, kok, Pak," jawabnya, mencoba menenangkan Yugo. Sayangnya, dia menggunakan panggilan yang salah untuk kekasihnya itu hingga membuat dia memberengut.Sadar akan kesalahannya, Andara segera meralat panggilannya. "Oh, oke, akj nggak panggil 'Pak'. Aku akan panggil kamu Mas. Oke?" ujar Andara dengan nada yang lebih ringan, menco
Yugo hari ini mengantarkan Siena ke rumah Angela. Selain karena memang hari ini jatahnya untuk bersama ibunya, dia juga ada acara dengan Andara. Tidak enak kalau Siena diajak. Ini pasti akan membuat tidak nyaman baik antara Siena ataupun Andara."Aku titip Siena."Angela mendengkus. Yugo ini sungguh bersikap tidak pantas dengan berkata seperti itu pada sosok wanita yang merupakan ibu kandungnya Siena."Aku ini ibunya, kamu nggak perlu cemas." Angela merangkul pundak Siena, menunjukkan keakraban di antara mereka.Yugo merotasi mata. Angela itu bukan ibu yang bisa dipercaya. Buktinya saja, saat acara ulang tahun Siena, dia malah memilih untuk buru-buru pergi."Papa akan jemput nanti malam," ujar Yugo kepada Siena."Iya, Pa," jawab Siena dengan senyum manisnya. Yugo pergi meninggalkan rumah besar tersebut. Mobil hitamnya menghilang di belokan jalan, meninggalkan debu putih yang berterbangan di udara.Sementara itu, Angela mengajak Siena masuk ke dalam rumah dan menuju taman belakang yan
Hari ini adalah hari yang cukup sibuk bagi Yugo. Dia memiliki urusan di luar kantor yang harus diselesaikan. Untungnya, sekretarisnya, Irena, telah menyiapkan segalanya dengan baik. Dari jadwal pertemuan hingga dokumen-dokumen yang diperlukan. Sehingga, semua berjalan lancar dan tidak ada masalah yang muncul.Tapi, meski segala sesuatunya tampak berjalan baik-baik saja, Irena merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ekspresi wajah Yugo tampak berbeda dari biasanya. Biasanya dia tampak tenang dan percaya diri tetapi hari ini ada kerutan di dahi dan matanya terlihat lelah seolah-olah sedang memikirkan sesuatu yang serius.Irena merasa curiga dan mulai bertanya-tanya dalam hati apakah dia telah melakukan kesalahan atau ada sesuatu yang belum ia selesaikan dengan baik sehingga membuat bosnya itu tampak gelisah. "Pak," tanyanya ketika mereka dalam perjalanan kembali ke kantor setelah menyelesaikan urusan di luar tadi. Suaranya dipenuhi kekhawatiran.Yugo menoleh padanya, tanpa menjawab langsung
Pagi itu, Yugo terlihat terenyum sendiri. Cahaya matahari pagi yang hangat menyinari wajahnya yang tampak bersemu. Dia duduk di meja makan dengan secangkir kopi di tangannya, matanya menatap jauh ke luar jendela.Sementara itu, Siena, putri kecil Yugo, sedang memperhatikan ayahnya dari ujung meja. Matanya yang bulat besar tampak penuh rasa penasaran dan bingung. "Papa kenapa?" tanya Siena dengan nada polos. Yugo menoleh dan melihat Siena dengan senyum lembut di wajahnya. "Papa nggak kenapa-napa," jawabnya sambil mengelus kepala Siena lembut. "Tapi aku lihat Papa senyum terus dari tadi," sahut Siena sambil mengerucutkan bibirnya, seolah tidak percaya dengan jawaban ayahnya. Yugo hanya tertawa mendengar perkataan putrinya tersebut. "Itu cuma perasaanmu," balas Yugo sambil kembali menyeruput kopinya.Namun dalam hati, Yugo merasa bahagia, senyumannya adalah refleksi dari perasaan bahagianya karena Andara telah membalas cintanya. Setelah menyelesaikan kopinya, Yugo bangkit dari kurs
Yugo tidak bisa mengelak dari pertanyaan yang diajukan oleh Andara. Dia merasa terjepit dan sadar bahwa kebenaran harus dihadapi. Dengan senang hati Yugo mengangguk sebagai tanggapan atas pertanyaan Andara."Kamu menyadarinya?" tanya Yugo dengan suara yang lemah.Andara mengiyakan. Dia telah menyadari kebenaran yang tersembunyi sejak awal melihat fitur-fitur wajah anak itu dan langsung tahu kemiripannya dengan Yugo. "Sejak awal saya bertemu dengannya, wajah anak itu terlihat familiar, dan saya langsung sadar bahwa itu adalah fitur-fitur wajah Bapak."Yugo menipiskan bibirnya. Dia tahu bahwa masa lalu kelamnya telah mempengaruhi kehidupan orang-orang di sekitarnya, termasuk putra yang tidak pernah mengetahui hubungan biologis mereka."Itu masa lalu, Pak," kata Andara dengan lembut. Dia ingin Yugo tahu, meskipun masa lalu kelam itu ada di sana, Andara ingin memastikan bahwa mereka bisa melanjutkan hidup dan menciptakan masa depan yang lebih baik.Yugo tersenyum hangat saat mendengar ka
Andara merasakan wajahnya memerah, panas oleh rasa malu yang menghampiri. Dia membungkukkan badan, meminta maaf pada Yugo."Maaf, Pak." Andara merasa benar-benar kikuk dan napasnya juga tidak beraturan."Andara!" Yugo sedikit menyentak karena dia tidak mau wanita itu merasa bersalah. Yugo memegang bahunya, mencoba membuat dia tenang. "Tenanglah," ujarnya pelan.Andara merasa seolah-olah oksigen di sekitarnya semakin habis. Rasa cemas dan takutnya membuatnya sulit bernapas secara normal.Yugo menarik sudut bibirnya membentuk senyuman tipis. Dia berbahagia sekaligus mencoba mengerti dan simpati. Dia tahu betul bahwa Andara sedang mengalami tekanan emosional yang besar dan dia berusaha sebaik mungkin untuk menjadi penenang baginya."Jangan masuk dulu," ucap Yugo sambil bersandar di mobil, matanya menatap langit yang gelap. Ada sesuatu yang membuatnya terpesona dan terpikirkan. Andara merasa ragu, tapi dia memutuskan untuk mengikuti apa yang Yugo lakukan.Dia bergabung dengan Yugo, men