Berdiri disana, Damian yang menatap tajam ke arah Drupadi dan juga Kendra. Tapi, walau menatap tajam, tetap saja ia melemparkan senyum yang teramat manis untuk Drupadi. Damian berjalan ke arah bandar, membisikkan sesuatu yang dibalas anggukan.Bandar terlihat berjalan ke arah Drupadi dan membisikkan sesuatu. Kedua mata Drupadi seketika melotot. "Katakan padanya, bos ku tidak ingin bertarung, demikian hal nya dengan diriku. Aku akan bertarung dengan yang lain !" ucap Drupadi tegas, pada pria botak dengan tato di leher tersebut."Ada apa ?" Kendra yang mendengar kalimat Bos ku disebut tampak tertarik.Drupadi tidak ingin mengatakan apapun. Tapi Bandar pertarungan liar tersebut, malah menyampaikan tantangan Damian pada Kendra. Bugh !Drupadi langsung melayangkan bogem mentah pada si botak bertato, yang hanya tersenyum senang pada amukan Drupadi. Hanya saja ia takut untuk membalas, dia tahu siapa Drupadi."Dru ... !" Kendra cepat menarik Drupadi yang hendak menghajar si botak lagi."Ke
Drupadi benar-benar kewalahan menghadapi serangan hanya bersama supir saja. Sedangkan Bodyguard Damian yang tadi menaiki kuda besi milik Drupadi, sudah menghilang mencari keberadaan Damian."Kita bisa mati konyol kalau seperti ini !" Ucap Supir Damian yang juga merupakan bodyguard terlatih."Terus bertahan hingga mereka keluar dari persembunyian, kita harus mengulur waktu hingga bantuan datang," ucap Drupadi pada si supir yang mengangguk mengiyakan , walau tidak mengenal baik Drupadi. Sementara itu, Damian yang membawa Zia untuk kabur, tampak terluka di bagian lengan. Tidak sengaja ia terkena serempetan timah panas saat berlari dan menggunakan tubuhnya sebagai tameng untuk menyelamatkan Zia."Sial !" Maki Damian, karena ia tidak pernah menyelamatkan seseorang hingga terluka seperti ini. Tapi membiarkan wanita cantik yang berada di sampingnya ini terluka, malah akan membuat Drupadi membencinya.Darah segar mengalir dari lengan Damian, yang saat ini bersembunyi dari kejaran dua orang m
Sementara Itu, Drupadi yang terluka, telah kembali ke kediaman keluarga Tanaka. Kedatangannya disambut Kendra dengan raut khawatir. Walau sedang sakit, nyatanya Kendra mengkhawatirkan Drupadi yang tidak kunjung kembali, sehingga sedari tadi mondar-mandir bak gasing, tidak peduli pada lukanya sendiri yang masih terasa nyeri. Begitu melihat Drupadi rasanya bak menang lotere."Apa yang terjadi ?" Tanya Kendra pada Drupadi yang terlihat tenang, tapi menahan sakit pada punggungnya."Kami diserang, tapi Dokter Zia sudah aman bersama Damian," ucap Drupadi, lalu tiba-tiba terjatuh dan dengan sigap ditahan oleh Kendra sambil meringis menahan sakitnya yang belum sembuh.Drupadi terlalu lelah, dengan perkelahian tadi. Dan juga rasa sakit pada punggungnya makin menjadi-jadi.Kendra memapah Drupadi menuju kamar milik bodyguardnya tersebut. Membantu Drupadi untuk duduk, tapi tidak bisa bersandar, karena punggungnya masih terasa sangat sakit.Beruntung saja, kedua orang tua, kakak serta keponakanny
Pagi kembali menyapa bumi dengan kicauan burung dan hangat mentari.Kendra mengulurkan tangan, mencari bantal guling di sampingnya. Saat menemukannya, ia segera memeluknya erat. Terasa berbeda, lebih hangat. Ia makin mengeratkan pelukannya."Ahhh ...Ken ... punggungku sakit." Kendra cepat membuka mata menyadari jika bukan bantal guling yang ia peluk, melainkan Drupadi. "Maaf," ucap Kendra lalu segera melepaskan pelukannya."Apa masih sakit ?" Tanya Kendra yang dibalas anggukan Drupadi."Aku mau kembali ke kamar, mungkin pak Dokter sudah pergi." Drupadi hendak beranjak, tapi Kendra dengan cepat menahan tangannya."Sarapan pagi bersamaku dulu, baru kembali ke kamar," pinta Kendra yang masih belum rela jika Drupadi kembali ke kamarnya sendiri."Baiklah, tapi aku mau cuci muka dan sikat gigi dulu, kamu juga. Mulutmu bau bangkai," ucap Drupadi yang membuat Kendra segera meniup telapak tangannya sendiri untuk mengetes seberapa bau nafasnya. Setelahnya, ia tersenyum lucu. Kenda memberikan
Drupadi teringat pesan masuk pada ponselnya, saat Kendra sudah terlelap dan ia masih terjaga."Apa harus ? kamu sekarang bodyguardku, apa harus pergi juga ! kamu sedang terluka, sedang sakit ! Kendra tidak rela jika Dru harus pergi."Walau bodyguard mu, tapi aku tetap milik organisasi." Drupadi berbicara dengan sangat tenang. Ketenangan yang membuat Kendra frustasi."Kembalilah ke kamarmu," ucap Kendra menyuruh Drupadi untuk kembali ke kamarnya sendiri. Ia frustasi sendiri akan perasaannya, dan juga ketidak sanggupannya untuk menahan Drupadi. Drupadi segera pergi sedangkan Kendra tampak menutup mata dan menarik nafas kasar. Mengapa ia harus jatuh hati pada Drupadi ? Malam kembali menyapa.Kendra masuk ke dalam kamar Drupadi tanpa mengetuk. Tampak Drupadi yang masih mengenakan handuk karena baru selesai mandi."Kenapa tidak mengetuk ? bagaimana kalau aku tidak mengenakan apapun !" Drupadi memarahi Kendra yang selalu seenak udelnya sendiri.Tapi Kendra tidak menanggapinya, ia malah me
Sementara itu di tempat lain, tampak Damian yang masih belum mengantarkan Dokter Zia kembali pulang ke rumah."Nona, makanlah, kalau tidak makan, nanti tuan Damian akan marah pada bibi." Maid yang sudah berumur tersebut terlihat membujuk Zia. Kalau Zia taksir, usinya sama dengan Mamanya atau mungkin satu atau dua tahun lebih tua dari Mamanya."Kemana pria menyebalkan itu, bik ?" Tanya Zia tidak menanggapi ucapan bibi."Maksud Non, tuan muda Damian ?" Tanya Bibi sambil tersenyum, yang dibalas anggukan Zia."Tuan muda keluar, tapi kemana nya bibi tidak tahu, karena itu bukan wewenang bibi," jawab Bibi dengan sangat sopan."Makanlah sedikit, biar ada tenaga kalau mau marah-marah nanti," ucap Bibi lagi dengan bercanda yang akhirnya membuat Zia tertawa kecil. "Baru kali ini Tuan muda membawa seorang gadis pulang. Selama ini tidak ada yang datang kemari, karena ini adalah tempat peristitirahatan tuan muda selain rumah utama." Bibi menatap gadis cantik di depannya sambil bercerita."Tapi sa
Malam menyapa dengan suasana yang lebih tenang. Tampak Zia yang bersantai di kamar, sedangkan Nat telah pergi sedari tadi.Ponsel sudah ada di tangannya. Ia juga sudah memeriksa pesan masuk. Salah satu pesan adalah kemarahan Mamanya, karena ia kabur dari acara pertunangan yang sudah diatur sedemikian rapi.Zia hanya tersenyum tanpa membalas. Ada baiknya juga ia disini, sehingga bisa lepas dari pertunangan yang sangat tidak diinginkannya.Brak !Pintu kamar Zia dibuka dan dibanting dengan begitu kuat."Gadis keras kepala ! bisa-bisanya memanfatkan anak kecil untuk mendapatkan apa yang kau mau !" Damian yang baru saja datang, membanting pintu kamar Zia dengan sangat kencang.Zia tampak ketakutan melihat wajah Damian yang terlihat penuh kemarahan.Damian mencengkram kerah baju Zia dengan sangat kuat."Sudah aku katakan ! jika keadaan aman, aku akan mengantarkanmu pulang ! dengan mengambil ponsel dan menghubungi keluargamu, maka keberadaanmu akan diketahui dengan mudah !" Damian benar-be
Hari berganti, sudah tiga hari lamanya Dru menghilang tanpa kabar. Selama itu juga Yuki terus saja bertanya pada Kendra mengenai keberadaan Drupadi. Makanpun harus dibujuk Yuri dan juga Nara. Kendra memberikan alasan pada Yuki, jika Dru sedang ada tugas keluar negeri. Berusaha menenangkan Yuki, sambil menenangkan hatinya sendiri.Kendra gelisah, sangat gelisah tanpa Drupadi. Lebih baik mendengarkan omelan dan juga larangan dari Drupadi daripada harus tanpanya.Berdiri di balkon, menyalakan rokok, menghisapnya dalam sambil menatap langit malam yang ditaburi bintang. Hal yang dua hari ini dilakukannya sepulang dari kantor. Teman-temannya mengajak pesta malam seperti biasa, tapi hal itu tidak mendinginkan perasaannya yang ingin tahu bagaimana keadaan Drupadi."Dru ... kamu dimana ? kenapa tanpa kabar ?" gumam Kendra lalu kembali menghisap rokoknya sehingga tidak menyadari seseorang yang berdiri di belakangnya.Greb !Pelukan hangat membuatnya kaget."Lepaskan aku Retha, jangan seper
Setelah sadar, Kendra segera mengejar Drupadi. Tapi cewek androgini tersebut sudah tidak kelihatan. Kendra kembali ke ruangannya, duduk kembali dan merenungi tiap ucapan Drupadi. Tidak ingin mempercayai, tapi kedua mata Drupadi tidak menunjukkan kebohongan.Apakah ia harus menyerah dan tidak mengejar Drupadi lagi ? Karena rintangan restu yang akan dihadapi dua kali lipat lebih sulit.Bukan tidak mungkin, kedua orang tuanya akan mencarikan pendamping hidup untuknya. Seperti hal nya Nara, yang menikah dengan Ezi kareja perjodohan. Tapi hal baiknya adalah, Nara pada akhirnya jatuh cinta pada Suaminya tersebut. Tapi ini Drupadi, Bodyguard dengan latar belakang keluarga yang belum diketahui. Ditambah pengakuan tentang Drupadi yang tidak bisa hamil, akan makin mempersulit jalannya untuk mendapat restu.Kendra duduk diam, memijat keningnya yang terasa pening.Drupadi PovAku pergi, setelah mengatakan kebenaran yang harus Kendra ketahui, sebelum ia melangkah lebih jauh untuk meminta hatiku.
Memejamkan mata tanpa melihat yang terkasih, itu sangat sulit. Demikianlah yang sedang dialami Kendra.Akhirnya ia memutuskan untuk ke kamar Drupadi. Tanpa perlu mengetuk, ia hendak membukanya. Tapi sayang, pintu tertutup rapat. Akhirnya Kendra mencoba mengetuk pintu kamar Drupadi.Toook ... Toook !"Dru ...," panggil Kendra sambil mengetuk pintu kamar bodyguard spesial di hatinya tersebut. Tapi sayang, tidak ada jawaban dari dalam. Akhirnya Kendra kembali ke kamarnya. Tapi rasanya tetap saja gelisah karena belum melihat dan mendengar suara Drupadi. Kena pelet apa kamu,Kendra ?Beda Kendra beda juga yang sedang melanda Drupadi. Tampak Drupadi yang sedang duduk di atas ranjang. Ketukan dan panggilan dari Kendra tadi, sengaja tidak dipedulikannya. Hatinya sedang kacau balau.Kendra mulai bucin akut, dan Drupadi takut jatuh cinta. Ingin rasanya pergi jauh, agar bisa menjaga hati, walau itu pasti mulai terasa sulit. Tapi, jika ia pergi sekarang, dalam keadaan mencurigai seseorang san
"Mama dan Pak Dokter ... jangan memaksa, kak Dru tidak suka kalau ada yang melihat badannya. Badan kakak banyak bekas luka." Ucapan Yuki sepertinya manjur untuk menyelamatkan Drupadi dari kekepoan Nara dan juga Dokter Tristan.Nara tidak bisa membantah perkataan Yuki. Anaknya ini kalau bicara datar dan juga dingin, persis sekali seperti Drupadi. "Baiklah." Dokter Tristan mengalah dan hanya mengobati wajah dan juga lengan Drupadi saja.Tampak Drupadi yang menatap ke arah Yuki dan tersenyum pada adik kesayangannya tersebut. Ahh ... jika seperti ini, bagaimana dia bisa jauh dari adiknya ini. Yuki sangat melindunginya, walau itu hanya perlindungan kecil.Dokter Tristan pamit setelah mengobati Kendra. Nara mengantar ke depan. Saat Nara mengantar Dokter Tristan, tampak Aretha yang masuk ke dalam kamar Kendra."Kendra ... kamu kenapa ? luka lagi ? bodyguard kamu ini sangat tidak becus menjaga kamu !" ucap Aretha judes, sambil memeluk Kendra yang tidak siap akan pelukan itu, sehingga tidak
"Kakak berisik," ucap Kendra sambil tersenyum pada Nara yang terlihat hendak mengeluarkan taring. "Ayah !" pekik Yuki dan yuri bersamaan melihat siapa yang baru keluar dari kamar Drupadi.Yuki sedikit mengerutkan keningnya melihat Kendra yang keluar dari kamar Drupadi. Tapi pertanyaan itu akan ditanyakan nya nanti pada sang kakak.Sedangkan Nara terlihat menatap Drupadi yang hanya bersikap biasa saja. Datar tanpa perlu takut, toh Nara tahunya Dru adalah seorang pria. Jadi tidak ada masalah bukan, jika Kendra tidur di kamarnya. "Hi ... anak-anak Ayah," ucap Kendra lalu menggendong kedua keponakannya,yang pastinya sangat berat."Uhh ... Ayah masih bau banget." Yuri menutup hidungnya, karena memang Kendra baru bangun dan belum mencuci muka.Kendra menurunkan Yuki dan Yuri lalu beralih pada kakaknya."Semalam tidur di sini ?" tanya Nara yang dibalas anggukan Kendra. Sepertinya bucin Kendra tingkat akut. Dia sudah tidak peduli lagi bagaimana tanggapan kakaknya mengetahui dirinya yang ber
Langit masih sedikit gelap dan sepi saat Kendra dan Drupadi tiba di rumah. Tapi sebentar lagi hampir masuk pagi.Para maid sudah sibuk di dapur, tapi tidak dengan keluarga Kendra yang pasti masih terlelap tidur.Drupadi membangunkan Kendra yang perlahan mengerjap, membuka netranya."Bangunlah, kita sudah sampai," ucap Drupadi yang membuat Kendra segera bangun dari posisi tidur tidak nyamannya, tapi sedikit ada rasa nyaman karena elusan lembut pada rambutnya.Drupadi mengucapkan terimakasih pada saudaranya sebelum keluar dari mobil.Kendra segera masuk ke dalam rumah bersama Drupadi yang menuntunnya. Bukan sekali ini Kendra terluka. Berkali-kali pria di sampingnya ini terluka saat bersamanya."Jangan kembali ke kamarmu, aku tidak bisa tidur kalau kamu kembali ke kamarmu sekarang," ucap Kendra menahan tangan Drupadi yang hendak pergi setelah membantunya masuk ke dalam kamar.Drupadi menepis tangan Kendra."Auch ... tanganku terluka, semua luka." Kendra mulai lagi dengan gaya lebay nya.
Drupadi dan Kendra diikat bersama di sebuah ruangan pengap dan juga gelap. "Ken .... kamu baik-baik saja ?" tanya Drupadi khawatir pada keselamatan Kendra."Aku baik-baik saja, kamu bagaimana. ?" tanya Kendra yang juga tidak kalah khawatirnya pada Drupadi. Apalagi lengan Drupadi masih terluka karena melindungi dirinya."Aku baik, tenanglah, semoga bantuan segera datang." Drupadi masih berharap, teman-temannya akan menemukan dirinya dan juga Kendra.Brak !Pintu ruangan terbuka, menampilkan para penculik yang menatap tajam ke arah Kendra dan Drupadi."Jika kalian hanya membutuhkan aku sebagai sandera, maka lepaskan temanku ini !" Teriak Kendra kesal ke arah penculik yang malah tertawa nyaring."Ini, tandatangani kertas ini, setelah itu kalian bisa bebas," ucap salah satu penculik yang berwajah lebih garang daripada teman-temannya."Apa ini ? aku tidak mungkin menandatangani kertas yang aku sendiri tidak tahu apa itu !" Kendra menolak untuk menandatangani kertas tersebut."Bugh !" Sat
Akhirnya setelah perjalanan yang cukup melelahkan, mereka tiba di kuil yang berada di perbukitan yang jauh dari pemukiman."Kamu capek ?" tanya Drupadi mengkhawatirkan Kendra."Selama sama kamu, capeknya hilang." Gombal Kendra, walau sebenarnya ia sangat capek. Tapi, demi menemani Drupadi, rasa lelah itu hilang. "Hadeh ... bagaimana aku bisa sebucin ini sama Drupadi,"batin Kendra sambil tersenyum.Tapi sayang, perjalanan jauh mereka harus menemui kesia-siaan, karena Biksu yang mereka cari, tidak ada di tempat. Beliau sedang pergi selama berbulan-bulan dan tidak bisa dipastikan kapan kembali.Drupadi duduk sambil menatap langit yang mulai gelap."Ayo kita kembali, apa kamu tidak merasa lapar ?" "Kamu lapar ?" Bukannya menjawab, Drupadi malah balik bertanya. Karena dia tahu, Kendra bertanya begitu bukan menanyakannya, tapi mengajaknya untuk makan. Kendra mengangguk malu-malu karena ketahuan menahan lapar."Ayo cari makan, setelah itu kita pulang." Drupadi tersenyum pada bos nya tersebu
"Ehmmm !" Satu deheman membuat Drupadi refleks mendorong Kendra."Eh Kakak !" Kendra menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dibawah tatapan mengintimidasi yang ditunjukkan oleh Nara."Kalian ?" tanya Nara dengan tatapan tajam.Drupadi tampak bingung, karena selama ini, Nara menganggap dirinya adalah seorang laki-laki. Jadi, pasti saat ini, Nara berpikir kemana-mana."Itu ... aku tadi mengucapkan terimakasih karena Dru memiliki rekaman saat Aretha mencoba menjebakku." Kendra akhirnya menceritakan masalah ancaman Aretha untuk mengalihkan tanda tanya besar yang saat ini bercokol di kepala Nara pada apa yang dilihat tadi. Nara tampak manggut-manggut sambil sesekali melirik ke arah pemuda yang telah menyelamatkan anaknya itu dengan tatapan menyelidik tapi disertai senyum manis. Nara selalu dan akan selalu merasa berhutang budi pada pemuda yang sekarang menjadi bodyguard adiknya itu. "Hmmm ... kamu harus hati-hati pada Aretha. Sejujurnya Kakak tidak menyukai tingkahnya. Atlana lebih sopan
Pagi sudah mulai beranjak siang. Tapi terlihat Kendra yang masih meringkuk nyaman. Ia malah menarik selimut agar menutupi tubuhnya. Tapi saat ingat sesuatu, Kendara segera bangun. Tentu saja mencari Drupadi. Tapi tidak ada sosok bodyguardnya itu di dalam kamar. Padahal, semalam ia tertidur dengan merebahkan kepala pada pangkuan Drupadi."Aish .... pergi kemana lagi dia ?" kesal Kendra lalu segera beranjak dari sofa, tempat ia tidur semalaman.Kendra keluar kamar untuk mencari sosok yang sangat dirindukannya itu.Tapi sampai mengobrak-abrik kamar Dru, juga tidak tampak batang hidungnya. Kendra benar-benar frustasi. Ia berjalan menuju tempat latihan dan juga taman belakang yang biasa digunakan Drupadi untuk berolahraga, juga nihil."Aku akan mengurungmu di kandang macan kalau ketemu !" monolog Kendra dengan hati yang sangat kesal sambil meremas rambutnya.Ia lalu kembali lagi ke kamar dan segera menghubungi bodyguardnya tersebut. Tapi nomor yang dihubungi tidak aktif. "Sial !" maki Ke