Chapter 19
He Doesn't Deserve You
Sidney menghela napasnya dengan lega karena berhasil membuat Alva keluar dari mobilnya, ia kemudian mengemudikan mobilnya menuju kantornya dan mulai mengerjakan rutinitasnya seperti hari-hari sebelumnya.
Membaca detail laporan penjualan harus dilakukan dengan teliti dan tidak bisa dilakukan dengan terburu-buru, Sidney memerlukan secangkir kopi. Ia bangkit meninggalkan kursinya dan melangkah menuju pantri kantornya, di kantor yang tidak terlalu besar itu ia memang tidak memperkerjakan pegawai khusus di pantri, hanya ada bagian kebersihan yang datang setiap pagi untuk membersihkan ruangan.
Ketika hendak memasuki pantri, ia mendengar suara pegawainya yang mungkin sedang menyeduh kopi sembari mengobrol. Sidney memperlambat langkahnya karena jika ia memasuki pantri, dipastikan pegawainya akan membubarkan diri dan ia merasa menjadi bos yang men
Happy Reading and Enjoy!Chapter 20Please, AlvaSidney seolah merasakan tamparan di wajahnya mengingat pembicaraan Julie dan Kathleen tentang Melanie, model yang mengunggah wajah kekasihnya di media sosial dan menutupinya menggunakan stiker. Pria yang mereka bicarakan adalah tunangannya. Ya Tuhan, bagaimana jika nanti jati diri pria itu terungkap? Harga dirinya terasa menggelinding membentur lantai dan berserakan tidak berbentuk lagi.Kekecewaan terlalu sesak memenuhi rongga dadanya, Sidney merasa telah dipermainkan oleh Gerald dan pastinya akan sangat memalukan jika nanti orang lain mengetahui tunangannya berselingkuh dengan wanita lain. Apa lagi terkadang orang lain terlalu jahat membanding-bandingkan kecantikan satu wanita dengan wanita lain.Kenapa Gerald tidak menolak gagasannya untuk memulai hubungan jika pada malam yang sama Gerald juga
 Happy Reading and Enjoy Chapter 21 Friend on the Bed Sidney bersedia berjanji, apa pun itu asalkan Alva memenuhinya. Tetapi, meski gairah nyaris menguasai seluruh akal sehatnya, Sidney masih berupaya untuk menjaga harga dirinya. Setidaknya agar kesan bahwa ia sangat mendambakan Alva tidak terlalu terlihat. Namun, sayangnya ia tidak mampu menyembunyikan tatapannya yang mendamba, ia mengulurkan tangan untuk menyentuh cambang Alva. "Kau selalu mengajak bernegosiasi," ucapnya dengan nada nyaris menyerupai erangan. Alva tersenyum licik yang disembunyikan dibalik senyum manis seraya tangannya menuntun bagian tubuhnya yang keras dan bergairah, menggesekkannya ke bagian sensitif milik Sidney dengan gerakan pelan yang menggoda. "Ya, itu salah satu hobiku." Sidney mencengkeram pergelangan tangan Al
 Chapter 22 Football Player Alva membukakan pintu mobil untuk Sidney kemudian setelah Sidney duduk dengan anggun di bangku samping kemudi, ia menutup pintu mobil dengan hati-hati. Senyum tipis tersungging di bibir pria itu karena usahanya untuk mendekati Sidney berjalan dengan sangat mudah seolah Sidney adalah kado yang disiapkan Tuhan untuknya. Ia masih tidak menyangka jika pengejarannya berjalan tanpa hambatan yang berarti. Alva kemudian duduk di belakang kemudi dan perlahan-lahan menginjak pedal gas mobil, sesekali ia melirik Sidney yang sedang mengaplikasikan lipstik. Jika bukan karena harus pergi ke Glamour Entertainment demi keprofesionalan dalam pekerjaan, Alva bersumpah lipstik yang menghiasi bibir indah Sidney tidak akan ia biarkan bertahan lebih dari beberapa menit. Ia berdehem. "Untuk ukuran seorang Johanson, kurasa sebuah BMW terlalu seder
 Happy Reading and Enjoy! Chapter 23 Little Bit Privacy Sidney masih menyandarkan kepalanya di sandaran sofa sambil memejamkan mata saat pintu ruang kerja Leonel berderit, dengan enggan ia membuka matanya sedikit lalu memejamkannya kembali. "Kenapa kau memberitahu masalahku pada keluarga kita?" tanya Sidney ketika merasakan keningnya dikecup oleh Leonel. "Aku tidak," ujar Leonel sembari menghempaskan bokongnya di samping Sidney. Bahu Sidney terguncang karena tawa tertahan. "Jadi, Mommy, atau mungkin Sophia ada di dalam lingkaran close friends Melanie?" "Itu jelas mustahil." Sidney membuka matanya perlahan lalu menatap Leonel. "Gabe?" tanyanya seraya menaikkan alisnya. Leonel menatap saudari kembarnya seraya mengulurkan t
Happy Reading and Enjoy! Chapter 24 On New Deal "Dari mana saja kau?" tanya Gabe sembari menegakkan punggungnya. Sidney menelan ludah, tatapan dingin Gabe menciutkan sebagian nyalinya. Tetapi, ia tahu tidak akan terhindar dari cercaan pertanyaan yang akan didapatkan dari Gabe. "Aku ada urusan di Glamour Entertainment." Gabe menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. "Sejak tadi malam?" Sidney melangkah memasuki ruang kerjanya dan menutup pintu. "Aku menggantikan Leonel di pertemuan pagi seperti biasa dan kau tidak perlu bersikap seperti ayah dari gadis kecil yang baru saja mengalami puber, oke?" Gabe tampak tidak senang dengan jawaban Sidney, ia bangkit dari duduknya. "Di mana kau tadi malam?" Sidney mendengus pelan. "Gabe, tidak semu urusanku harus kau ketahui."
Happy reading and Enjoy!Chapter 25Palma and Beach"Kau yang menginginkan untuk mencoba hubungan serius."Menurut Sidney, membuat kesepakatan baru bersama Gerald adalah kesalahan besar. Ia menggelengkan kepala. "Tidak. Itu kesalahanku dan kau juga memiliki Melanie.""Aku akan mengatasi hubunganku dengan Melanie, dan aku telah menjelaskan pada orang tua kita.""Dan?" Sidney ingin tahu apa tanggapan keluarganya tentang apa yang telah terjadi pada Gerald."Orang tuamu....""Mereka tidak masalah jika aku ingin memutuskan pertunangan kita," potong Sidney dengan nada sangat yakin. "Aku tidak salah, 'kan?"Gerald mengangguk. "Ya."Sidney menghela napas lega. "Nah, aku hanya harus membicarakan hubungan kita secara pribadi denganmu kemudian ki
Happy reading and Enjoy!Chapter 26Listen to YouSidney mengakhiri panggilan Alva kemudian melompat turun dari tempat tidur dan berlari ke luar sari kamar. Ketika menuruni tangga, ia bertemu Alexander, ayah tirinya yang sedang duduk di kursi.Alexander tidak sendirian karena seorang balita memiliki rambut berwarna cokelat keemasan dengan mata berwarna biru bersamanya, balita itu duduk di atas meja bersama beberapa mainan yang berjajar di depannya dan tentunya mengoceh menggunakan bahasa yang hanya dimengerti oleh bayi itu.Sidney mendekati mereka. "Dad, selamat sore," sapanya kepada Alexander kemudian mengelus rambut balita bernama Dylan dengan lembut lalu membungkuk untuk mengecup pelipis anak itu. "Kau di sini rupanya, Sayang?"Balita itu memandang Sidney sekilas dan berucap, "Ney...." Ia mengambil satu potongan puzzle dan
Happy reading and enjoy!Chapter 27Is He a Good Father?Ia dengan cepat mendekati Leonel dan langsung melotot kepada saudara kembarnya. "Apa-apaan kau ini?""Hai, Dylan. Kau tampan seperti aku," ucap Leonel seraya mencubit pipi keponakannya.Sidney mendengus. "Kenapa kau membawa Alva ke sini?"Leonel melirik ke arah Alva. "Aku tidak ingin melewatkan kesempatan untuk menjamu makan malam salah satu pemain bola favoritku di rumah kita.""Kau ini!" ketus Sidney.Leonel terkekeh. "Kenapa kau sewot?"Benar. Kenapa Sidney harus sewot karena Leonel membawa Alva ke tempat tinggal mereka? Bukankah Leonel berhak membawa siapa pun? Dan lagi pula bukan pertama kali juga Leonel menjamu aktor maupun orang penting lainnya dengan mengadakan makan malam bergaya san
Epilogue Enam tahun rumah tangga Sidney dan Alva tidak terasa dilalui, mereka menikmati hubungan rumah tangga yang harmonis—nyaris tanpa kendala yang berarti kecuali pertengkaran kecil yang lumrah. Selama itu pula Sidney mengikuti ke mana pun suaminya pergi untuk bertanding, bukan karena ia takut ada wanita yang akan mengambil Alva. Melainkan dirinya tidak sanggup jauh dari hangatnya tatapan suaminya, begitu juga Alva yang tidak bisa jika Sidney terlepas dari pandangannya. Di tempat tinggal pribadi mereka yang berada di Palma, Sidney meringkuk di samping tubuh Alva yang hanya mengenakan celana pendek, lengannya melingkar di pinggang suaminya dengan posesif seolah enggan jika suaminya menjauh darinya meskipun hanya berbeda detik. Sidney tidak sedang tidur, ia hanya sedang merasakan kebahagiaan yang melampaui kebahagiaan lain karena setelah lebih dari enam tahun menikah akhirnya mereka akan memiliki buah hati. Suaminya memang tidak pernah mengungkapkan keinginan apa lagi menuntut adan
Happy reading and enjoy! Chapter 40 Belongs to the Player-End Satu persatu teman Alva mendekat, menyapa kemudian memberikan selamat atas hubungan mereka dan pastinya mereka juga menggoda Alva dengan pembicaraan khas pria. Untungnya mereka berbicara menggunakan bahasa Inggris sehingga Sidney tidak perlu merasa terkucilkan. Meski beberapa orang menggunakan bahasa Spanyol, tetapi Alva dan Aliyah dengan senang hati menerjemahkannya untuk Sidney. Sikap ramah dan santai teman-teman Alva membuat perasaan canggung yang menggelayuti pikirannya sejak Sidney memasuki tempat pesta sedikit memudar, bahkan beberapa orang wanita pasangan teman-teman Alva juga menyapa dan berusaha mengakrabkan diri kepada Sidney. Sidney tersenyum seraya mengeratkan tangannya yang berada di dalam genggaman tangan Alva, ia belum pernah merasa sebaik ini berada di tengah orang asing dan menjadi pusat perhatia
Happy reading and enjoy! Chapter 39 Marry Me Alva menghentikan langkahnya saat memasuki ruang ganti karena matanya terpaku pada sosok Sidney yang sedang berdiri membelakanginya di depan cermin. Wanita itu terlihat sempurna mengenakan barang-barang pilihnya, kecuali bra yang tidak dikenakan oleh Sidney karena gaun itu ternyata dirancang untuk dikenakan tanpa bra.Ia kemudian melangkah menghampiri Sidney dan lengannya langsung melingkari pinggang ramping kekasihnya dan berbisik, "Aku menyesal memilih gaun ini."Gaun itu seolah di desain khusus untuk Sidney, nyaris tanpa cela menonjolkan liukan tubuh Sidney.Sidney melirik cermin untuk memastikan riasan sederhananya dan juga tatanan rambut yang ia buat sendiri menggunakan kemampuan terbaiknya, khawatir jika riasannya terlihat payah karena di pesta nanti mungkin akan ada banyak wanita cantik yang mendampingi para pemain sepak bola. "Gaun yang indah dan aku tidak
Happy reading and enjoy! Chapter 38 I Love You Alva menggenggam telapak tangan Sidney menjauhi stadion dengan dikawal beberapa orang bodyguard karena wartawan dan beberapa penonton mengikuti mereka seolah haus akan berita percintaannya yang seketika mengguncang jagat sepak bola dan juga hiburan. Seorang Alvaro Leonard yang beberapa tahun belakangan ini tidak pernah terdengar memiliki kekasih tiba-tiba mencium seorang wanita di tribune dan diketahui wanita itu adalah salah satu putri keluarga Johanson, tentunya berita itu menjadi sangat menarik. Lebih menarik dari pada dua gol yang dicetaknya. "Sepertinya kita membuat kerusuhan," seringai Alva seraya mengeratkan genggamannya di telapak tangan Sidney. "Aku belum pernah dikejar wartawan seperti ini," ujar Sidney dengan polos dan diselingi tawa ringan. Bahu Alva terguncang pelan. "Mulai hari ini kau harus menghadapi mereka." Sidney merengut, tetapi wajahnya tetap merah meron
Happy reading and enjoy! Chapter 37 Never Surrender "Dua gol yang indah." Suara itu membuat Alva yang sedang memasang kancing kemejanya mengerutkan keningnya. Dengan gerakan santai berbalik dan mendongakkan kepalanya, bibirnya mengulas senyum tipis saat mendapati wanita di depannya. Dibandingkan enam tahun yang lalu, Jasmine jauh lebih terlihat matang dan pastinya banyak perubahan dari penampilannya yang tidak lagi kekanakan. "Jasmine?" sapanya seraya menyelesaikan mengancingkan kancing kemejanya. "Sepertinya aku selalu kehilangan momen yang tepat jika berurusan denganmu," ujar Jasmine dengan nada murung. Alva memiringkan kepalanya dan kembali mengerutkan keningnya. "Maksudmu?" "Kau selalu tidak memiliki ruang kosong untuk kutempati. "Jasmine mengedikkan bahunya kemudian menghela napasnya. "Mulai besok aku akan menjadi salah satu pengurus tim ini." Alva tersenyum seraya mengangkat sebelah le
Happy reading and enjoy! Chapter 36 Kept His Promise Pergi ke Madrid seorang diri mungkin lebih baik dibandingkan pergi bersama Gabe dan Leonel. Ia dan Gabe memang sudah sepakat untuk mengakhiri ganjalan dalam hubungan mereka, tetapi nyatanya ketegangan di antara mereka masih membentang.Keberadaan Leonel bahkan tidak mencairkan suasana karena saudara kembarnya sibuk dengan iPad-nya selama perjalanan, sedangkan Gabe tidak membuka mulutnya, pria itu bersandar dengan nyaman di kursinya dan memejamkan mata sembari mendengarkan musik dari earphone-nya. Sementara Sidney yang tidak bisa memejamkan matanya mulai dilanda kebosanan setelah tiga puluh menit pesawat lepas landas dan mulai merasakan kegelisahan yang sebenarnya telah lama bercokol di dalam benaknya.Bagaimana jika Alva gagal mencetak dua gol?Pemikiran itu telah menghantui Sidney sejak kesepakatannya bersama Alva bergulir, yang artinya hubungannya bersa
HAPPY READING AND ENJOY!Chapter 35The Empty Hopes Sidney bersenandung mengikuti suara penyanyi yang keluar dari speaker ponsel seraya mengaplikasikan maskara di bulu matanya, sesekali ia melirik ke arah jam di layar ponselnya yang diletakkan di atas meja rias. Ia sudah beberapa kali menonton pertandingan sepak bola di stadion, tetapi karena dulu ia tidak memiliki pemain bola yang diidolakan dan juga karena berada di stadion karena ajakan Gabe, rasanya menonton pertandingan menjadi biasa saja. Namun, hari ini sangat berbeda. Rasanya sangat mendebarkan, juga menyenangkan. Mendebarkan karena ia akan bertemu Alva dan menyenangkan karena akan menyaksikan sendiri perjuangan Alva untuk mendapatkannya. "Kau sudah siap?" Suara itu membuat Sidney mengalihkan pandangannya ke arah pintu di mana Gabe berdiri di sana dan seketika Sidney mengerutkan keningnya. "Gabe?" "Aku memutuskan ikut bersama kalian ke Madrid," ucap Gabe seraya mendekati Sidney. Si
Happy reading and enjoy! Chapter 34 No! "Apa ada acara di rumah ini dan aku tidak tahu?" tanya Leonel saat kakaknya muncul di tempat tinggalnya bersama istrinya dan kedua anaknya. "Apa mengunjungi kediaman orang tua harus menunggu ada acara?" William yang menuntun Mandy menaikkan sebelah alisnya kepada Leonel. Leonel mengedikkan bahu kemudian melangkah menyongsong Mandy dan menggendong gadis kecil itu lalu menghujaninya dengan kecupan bertubi-tubi di pipinya. "Aku dan Sidney berencana pergi," ujar Grace yang berdiri tidak jauh dari William seraya memegangi kereta dorong bayi. Di dalamnya, Dylan terlihat nyenyak tertidur dengan empeng di mulutnya. "Dan kau meninggalkan para pembuat onar kecil di sini?" Leonel menciumi perut Mandy dengan gemas hingga gadis kecil itu terkekeh-kekeh. "Tenang saja, kami akan mengganggumu sampai kau tidak memiliki waktu bersantai," cetus William seraya mengambil alih kereta
Happy reading and enjoy! Chapter 33 Obsession Jasmine Sinclair telah terbiasa dengan dunia sepak bola sejak ia berada di dalam kandungan ibunya. Ayahnya seorang pemain sepak bola dan ibunya seorang penari balet, keduanya dipertemukan dalam cerita yang menurut Jasmine unik dan mereka memutuskan untuk menikah. Jasmine mengira ayahnya akan menjadi pelatih di sebuah club sepak bola saat masa pensiunnya tiba, tetapi ayahnya justru mengambil langkah yang mengejutkan dengan menerima tawaran dari pemilik club yang ingin menjadikan dirinya salah satu petinggi club dan beberapa tahun kemudian ayahnya menduduki jabatan sebagai presiden club. Sebagai putri mantan pemain sepak bola yang sekarang menjabat sebagai presiden club, ia seringkali mengikuti ayahnya untuk sekedar turun ke tempat para pemain bola berkumpul ataupun berlatih, baik di lapangan dan di pusat kebugaran milik club dan di sana lah ia bertemu dengan Alvaro Leonard.Pria it