Satu bulan kemudian
__________________Kenedict berlari menyusuri lorong koridor rumah sakit. Jantungnya berdetak meningkat ketika langkah kakinya semakin dekat. Kent makin tak sabar, ia langsung mengayunkan tangannya menekan gagang pintu.“Ilona.”
Panggilan tersebut keluar disertai dengan embusan napas panjang yang menggema di ruangan VVIP rumah sakit ini.
Jantung Kenedict serasa berhenti berdetak selama beberapa detik kemudian datang memberikan hantaman yang kuat hingga suaranya menggema dalam kepala Kenedict.
Dag-dig-dug-dug-dag …
Hentakan keras di dada Kent membuat pria itu menelan ludah. Seakan-akan jika ia tidak melakukan itu, jantungnya akan melompat keluar.
Kent kembali mengambil langkah. Sambil tatapannya tidak lepas mematri tatapan pada sepasang manik berwarna cokelat yang terlihat tengah memandanginya dengan pandangan kosong.
Empat orang tim medis mengitari bangsal si gadis dan nampaknya mereka telah selesa
Jangan lupa mampir di The Bastard Wants Me akan dipublikasikan bab per babnya segera
Kenedict tersenyum sambil mendorong punggung Ilona untuk kembali bersandar ke headboard. Beberapa saat yang lalu seorang staff rumah sakit datang membawakan makanan untuk Ilona. “Kau pasti lapar. Sekarang kau makan, yah?” Walau sedari kemarin tak ada satu pun ucapannya yang dibalas oleh Ilona, Kenedict tetap konsisten mengajak Ilona berbicara. Semalam dia mendampingi Ilona. Menunggu gadis itu sadar, lalu kembali berbicara padanya. Kent tak akan menyerah sedikitpun. Dia sudah berjanji. Kali ini ia telah berhasil membuang perasaan emosional walau hatinya terkadang masih berkedut perih. Namun, sebisa mungkin, Kenedict tak ingin lagi menangis untuk Ilona. Sudah cukup. Gadis itu butuh seseorang yang kuat dan Kenedict bukan seseorang yang melankolis. Dia tangguh. Kent yakin itu. Melihat Ilona sudah siuman adalah hal terbaik yang patut disyukuri. Akhirnya doanya terkabul dan kekasihnya telah kembali. Kenedict juga sudah bersumpah tak akan mengulangi keburuka
“Ilona. Ayo ucapkan lagi Il-“ “Il – lo … na.” “Bagus.” Kenedict tersenyum. Ia mengusap puncak kepala Ilona dengan lembut. Sementara di samping mereka, Christian malah melongo. Ia masih tidak paham harus berbuat apa. Sedari tadi pria itu hanya mematri tatapan kepada dua orang di sampingnya. Seharian ini dia tidak bicara apa pun. Apa pun. Sungguh. Dia bisu seharian. Sejak semalam Christian tidak bisa memejamkan matanya. Terlebih, saat Kenedict menjelaskan keadaan Ilona, mendadak Christian jadi bisu. Bahkan tak ada selera untuk makan. “Chris, makan makananmu. Sialan kau membuatku harus mengurusimu. Lagi pula kenapa kau mengusir Hailey, hah?” Christian mendengkus. Ia memutar pandangannya kepada Kenedict. “Jangan sebut nama wanita itu,” desis Christian. “Oh, sekarang kau bicara? Kupikir kau bisu,” kata Kent sarkasme. “Kalau begitu makan. Kau menunggu aku menyuapimu.” “Diamlah, Kenedict, demi Tuhan!” Kali ini giliran
Kenedict membawa satu tangannya terlipat di depan dada, sementara satu tangannya lagi yang telah mengepal bergerak meninju pelan bibirnya. Sejak tadi ia mondar-mandir di depan sebuah ruang pemeriksaan. Lebih dari gelisah pria itu saat ini. “Kent, tidak bisakah kau duduk saja? Kau mulai membuatku pusing,” keluh Christian. Dia menegur Kenedict, padahal sedari tadi jantungnya terus bertalu dengan kencang dan duduknya semakin gelisah. Ilona telah dibawa ke sebuah ruangan kedap suara. Kent dan Christian sempat melihat ruangan tersebut. Sebuah ruangan dengan dinding berwarna putih. Kaca bentangan di dinding menghadap keluar. Sebuah kursi seperti ditempat relaksasi. Alat monitoring dan juga sebuah ventilator. Ilona di dudukkan di tempat tersebut lalu dipasangkan alat mirip earphone. Seorang pria bernama Charter merupakan teman dokter Anna dan ia seorang psikiater ternama di Inggris. Terakhir kali, mereka melihat Ilona diberi suntikan amobarbital sebelum akhi
Pada akhirnya aku hanya bisa memandang. Sepertinya takdir memang telah menggariskan dirinya untukmu. Menjadi pilihan terbaik. Dan aku telah berada pada posisi yang tepat di mana aku hanya bisa memandangimu dari jarak yang cukup jauh. Christian Archer~ _______________ “Satu suapan lagi, aaa … bagus.” Kent tersenyum lalu meletakan peralatan makan Ilona ke atas nakas. Pria itu memutar pandangannya pada bangsal di samping tempat tidur Ilona. Seketika ia mendengkus. “Chris, demi Tuhan, katakan padaku kau ingin makan apa, hah? Wellington? Rib eye? Lobster? Katakan!” kata Kent nyaris menyentak. Christian mendengkus. Ia memalingkan wajah ke samping sekadar untuk menghindari tatapan Kenedict. Sejurus kemudian tangan Christian mulai terangkat memasukkan makanan ke dalam mulut. Tidak ada pilihan lain. Ia benci terus diomeli oleh adiknya. Ya, walaupun Christian juga merasa senang, akhirnya Kent memerhatikannya. “Hari ini kau terapi, kan?”
Satu jam berada dalam pesawat pribadi milik Kenedict Archer, akhirnya mereka pun tiba di kota London. Sebelumnya, Kenedict sudah membeli sebuah aset real estate kelas dunia di jantung kota London. Penthouse seharga 241 juta dolar itu dibeli Kenedict pada seorang pengusaha asal Asia beberapa waktu yang lalu. Rencananya Kent akan menetap di sini setelah menikah. Ia tak menyangka jika dia dan Ilona akan kemari walau bukan sebagai pasangan suami istri. “Tuan, biar saya dan Jane yang bawakan barang-barangnya,” kata Massimo. Kenedict mengangguk. Sambil mendekap tubuh Ilona, mereka pun masuk ke apartemen luxury tersebut. Selain harganya yang fantastis, bangunan ini dilengkapi dengan jendela anti peluru dan selalu dijaga oleh petugas keamanan spesial yang sudah terlatih. Apartemen seluas 1579 m2 ini akan menjadi tempat tinggal Kenedict dan Ilona selama enam bulan kedepan. Sebagai tamu VVIP, Kent memiliki lift khusus yang hanya diperuntukkan un
Pagi hari yang indah di The King Tower Penthouse. Cahaya yang menyelusup lewat celah gorden yang tidak tertutup membuat tidur Ilona terganggu. Tampak kelopak matanya bergerak. Sedetik kemudian sepasang manik cokelat mulai terlihat. Ilona masih butuh beberapa detik sebelum akhirnya kelopak matanya terbuka sempurna. Senyum di wajah gadis itu ketika menatap suguhan pemandangan indah di hadapannya. Ada sepasang manik berwarna hijau yang kilatannya bak batu zamrud menyambut pemandangan pertamanya. “Good morning.” Dan suara bariton berat barusan menjadi nada termedu yang ingin ia dengar setiap saat. “Good morning,” balas Ilona dengan suara serak. Suara yang mampu membangunkan Kenedict dari kegelapan yang panjang. Suara yang tak akan pernah rela dilupakannya bahkan walau hanya sedetik. “Bagaimana tidurmu, Tuan putri?” Sambil menahan wajah dengan tangan yang bertumpu di atas bantal, Kenedict mulai menggerakkan tangan kanannya.
Cinta itu adalah sebuah ketulusan. Kau tidak perlu mengerti arti kata cinta. Karena cinta hadir untuk dirasakan. Kenedict Archer~ _______________Bethlem Royal – London10.09 AM________Sambil berpegangan tangan dengan erat, Kenedict dan Ilona memasuki lift. Sebelumnya, Kent telah menghubungi asisten dokter Charter dan mereka sepakat bertemu pagi ini. Setibanya di lantai lima, Kent langsung menghampiri seorang staff rumah sakit yang telah berdiri saat melihat kedatangan mereka. “Dokter Charter,” ucap Kent. Wanita itu berjalan meninggalkan kubikelnya. Sambil menjulurkan tangan, ia menuntun Kenedict dan Ilona memasuki sebuah ruangan. Tampak seorang pria tengah duduk di kursi kerjanya. Kaca mata berwarna putih bertengger di wajahnya. Ia menoleh ketika mendengar suara pintu. Pria itu bangkit dari tempat duduknya. “Hai,” sapa dokter Charter saat melihat dua orang muda yang baru masuk. Kent dan Ilona komp
“LEPAS!” teriak Ilona. Gadis itu menepis tangan Kent yang hendak meraih pundaknya. “Ayolah … bukannya kau juga menikmatinya?” Kent menyeringai. Saat Ilona memutar pandangannya, pria itu pura-pura bersiul sembari membuang muka menghindari tatapan membunuh milik Ilona. “It’s not funny!” gerutu Ilona nyaris membentak. “But you enjoyed, right?” Ilona kembali mendengkus. Gadis itu mengentakkan kedua kaki sambil berjalan menuju mobil. Massimo sedari tadi telah berdiri dan ia sedang menantikan kedua majikannya. Kenedict kembali mengembuskan napas panjang seraya berdecak dan menggelengkan kepalanya. Pria itu melangkah menuju mobil. “Massimo kita kembali.” “Baik, Tuan.” “TIDAK!” Ilona berteriak dari dalam mobil. “Kau bilang kita ke karnaval,” ucap gadis itu sambil menatap Kent dengan wajah marah. Kent tersenyum. Dia menaruh satu tangan ke atas pundak Ilona. Pria itu mendekat. Embusan napas darinya menyapu sebelah
Enam kemudian ><__________________San Diego – California USA Archer’s Mansion 07.23 PM_________ Ilona dan Jane begitu sibuk menata meja makan. Gadis itu sengaja turun ke dapur untuk membantu para pelayan mansion. Turun dari tangga, seorang pria bermata hijau dalam balutan sweater panjang berwarna abu-abu. Ia mengambil langkah panjang menghampiri dining room. Kedua kaki berhenti tepat saat tubuhnya tiba di pintu. “Katanya sup ayam mampu meningkatkan kekebalan tubuh saat hamil?” tanya Ilona. Ia membawa sesendok kuah ke mulutnya. Di sampingnya, Jane mengangguk. “Bagaimana rasanya?” Ilona menarik kedua sudut bibirnya ketika kelopak matanya melebar. “Mmmm …,” gumam gadis itu. Ia mengacungkan jempol. “Masakanmu selalu yang tebaik, Jane.” Jane tertawa. “Aku senang kau menyukainya, Nyonya.” “Em, em, em, em!” Hailey menggoyangkan telunjuk di depan wajahnya. “Sudah berkali-kali kubilang jangan pern
“Kalau begitu ayo kita mulai.” Hailey tersenyum penuh kemenangan. Melihat bagaimana manik berwarna biru milik suaminya kini berubah gelap membuat sesuatu dalam pangkal paha Hailey berkedut makin kencang. Embusan napas berat dari Christian menyapu kulit dadanya. Ditatapnya sang pria yang kini tengah melucuti bagian atas gaunnya dengan gerakan pelan. Seakan-akan tengah membuka kado spesial, Christian membukanya sepenuh hati. “Damn it,” gumam Christian ketika menatap bagian padat dan kenyal milik sang istri. Christian mendongak menatap Hailey lalu dilumatnya bibir istrinya dengan kasar. Hailey menghela napas di dalam mulut Christian lalu dengan cepat pria itu menarik bibirnya lagi. Tubuh Hailey menggeliat gelisah ketika Christian menempelkan lingualnya di leher wanita itu. “Oh, Chris. Mmmptthhh ....” Hailey mendesah. Kelopak matanya menutup sebagian manik berwarna cokelat itu. Tangan Hailey terangkat melepaskan jepit rambut. Membiarkan rambutnya
Christian menggendong pengantinnya dengan begitu lembut memasuki salah satu kamar mewah di hotel termegah kota ini. Desain serba putih dengan taburan bunga mawar merah di atas tempat tidur. Sementara sang pengantin wanita mengalungkan tangan ke leher Christian. Hailey memandang lelakinya lekat-lekat lantas ia menarik kedua sudut bibirnya. Hailey tersenyum. Hatinya dipenuhi bunga-bunga yang bermekaran. Betapa tidak menyangkanya wanita itu mendapatkan Christian sebagai suaminya. Sepertinya ia harus sering berterimakasih kepada Kenedict yang telah mengirim Hailey kepada kakaknya. Walaupun pertemuan mereka dibilang tragedy, tetapi Hailey sungguh bersyukur. Ia tak menginginkan hal yang lain selain pria bermata biru yang kini sedang mendekapnya mesra. Christian menaruh tubuh istrinya dengan begitu lembut di atas ranjang. Sambil mengunci tatapan pada Hailey, Christian bergerak menudungi tubuh sang istri. Ia tetap menjaga bobot tubuhnya dengan kedua lutut dan satu ta
Hallo :)Dengan berakhirnya kisah romansa dewasa ini, aku mau mengucapkan terima kasih untuk seluruh pembacaku yang sudah mengikuti kisah ini dari awal sampai akhir. Terima kasih juga untuk kalian yang telah berbaik hati memberikan VOTE & RIVIEW untuk novel ini. Mohon maaf apabila Novel ini kurang memuaskan. Sekali lagi, novel ini hanyalah sebuah karangan yang datang dari imajinasi penulis. Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata dan tidak ada maksud untuk menyinggung satu dan atau beberapa pihak/golongan. Apa pun yang tersuguhkan dalam novel ini, niatnya hanyalah untuk menghibur. Semoga ada pesan moral yang bisa diambil dari kisah Kenedict, Christian, Ilona dan Hailey. Sampai bertemu di karya-karyaku selanjutnya, yah :)Sehat terus. Jaga kesehatan dan semoga TUHAN MEMBERKATI :)Your lovely Author : DREAMER QUEEN
London – England09.23 AM________Kenedict mondar-mandir di dalam ruang ganti. Sementara di sudut ruangan terdengar embusan napas panjang dari Christian yang sedang duduk di kursi tunggal berwarna putih.“Kent, apa kau butuh popok?” cibir Christian. Pria itu gemas melihat tingkah Kent.“Sial!” Kent mendesis sambil menatap kakaknya dengan nyalang.Wajahnya pucat. Benar-benar pucat, tapi telinganya merah. Ia kembali berlari ke kamar mandi dan datang setelah sepuluh detik. Christian menggelengkan kepalanya. Pria itu akhirnya berdiri lalu mengambil jas berwarna hitam yang disampirkan ke sandaran kursi.TOK TOKKeduanya kompak menengok ke arah pintu. Hailey muncul dengan senyum sumringah.“Mempelai wanita telah siap,” kata Hailey.Christian tersenyum. Ia menjulurkan tangan saat Hailey berjalan cepat menghampirinya. Pria itu mendekap tubuh Ha
Dan sekarang aku sadar, jika sebenarnya ada tempat di mana seharusnya aku berada di sana. Berlari ke sana. Tempat yang pernah kuanggap sebagai sebuah kengerian. Kini berdiri di depanku sebagai penyembuhku.Christian Archer~______________Restoran di hotel mewah ini sedikit ramai, oleh karena para eksekutif global company memilih untuk makan siang di Ritz Carlton.Terdengar gelak tawa dari suara bass berat milik tuan Dune. Diikuti kekehan dari beberapa teman sebayanya. Mereka menikmati makan siang dengan santai. Berusaha menghilangkan formalitas yang mengikat.Namun, ada satu tempat dekat jendela yang suasananya sangat canggung. Dua orang muda memilih untuk duduk di tempat tersudut. Seolah-olah yang lain memang memberikan ruang bagi mereka. Sesekali mereka memandang pada pemandangan di luar jendela. Namun, semua itu sekadar untuk melepaskan gugup yang sedari tadi membalut suasana makan siang mereka.&ldq
Dua jam lebih duduk dalam posisi tegang. Gelisah. Gugup. Terus terdengar suara deheman berbalas-balasan.Sesekali saling mencuri pandangan lalu membuang muka saat tak sengaja bertabrak pandang . Seperti seorang pencuri yang sudah tahu akan tertangkap, tapi tetap ke sana.“Bagaimana dengan Anda, Mr. Chris?”Christian akhirnya bergeming. Pria itu menoleh ke samping. Ia bergumam lalu menaikkan kedua alis.“Apakah Anda punya ide lain?” tanya seorang pria pertengahan tiga puluh.Christian berdehem. Sejujurnya pria itu tak bisa berkonsentrasi. Ia telah berusaha selama dua jam penuh untuk membentuk konsentrasi di otaknya, akan tetapi Christian gagal. Otaknya berhenti berpikir. Terpusat pada bagaimana seorang Hailey McAvoy bisa berada satu ruangan dengannya. Dan kenapa dia sangat sialan cantik.“Ehem!”Entah Christian sadar atau tidak, wajah Adonisnya kini sedang berubah warna. Bagai udang yang terken
Christian menatap dirinya di depan cermin. Kameja berwarna putih dengan dasi hitam metalik tampak begitu gagah membalut tubuh kekarnya. Namun, wajah pria itu terlihat suram. Terdengar dari embusan napas panjang yang menggema di dalam deluxe room hotel mewah ini. “Sepertinya aku memang harus diet,” gumam Christian. Sekali lagi ia menatap dirinya dari pantulan cermin. Oke, Chris tak menyangka jika dirinya akan termakan ucapan manipulative adiknya sendiri. Akhirnya semalam Christian ke salon yang berada di dalam hotel ini. Dalam semalam, Chris bisa mengembalikan tampilannya. Dia terlihat makin tampan dengan tatanan rambut klasik yang telah menjadi ciri khasnya selama ini. Pria itu tak pernah mengganti gaya rambut sama sekali. Terlalu betah dengan potongan rambut crew cut. Tak lupa Christian juga mencukur kumis. Ah! Ini sungguh tidak adil. Sejauh ini Christian memang tak pernah memerhatikan dan memedulikan penampilannya. Hanya saja … entah mengapa
Milan – Lombardia, Italia. _____________________“Semua sudah siap, Tuan.” Seorang pria dalam balutan sweater rajut berwarna hitam dan celana jins berwarna biru bangkit dari atas bangsal rumah sakit yang telah selama enam bulan ini menjadi tempat tinggalnya. “Terima kasih, Theo.” Dia berucap setelah asistennya memberikan over coat berwarna cokelat. Mereka bersiap meninggalkan rumah sakit ini. Setelah dokter ortopedi mengatakan jika Christian Archer telah sembuh dari cedera kakinya seminggu yang lalu. Tidak mudah. Selama enam bulan ini, Christian Archer menahan rasa sakit. Mengikuti fisio terapi bukanlah hal yang gampang bagi seseorang yang memiliki cedera kaki parah. “Tuan,” panggil Theo. Ia memberikan kruk kepada Christian. “Aku tidak membutuhkannya,” kata Christian. Asistennya tak dapat membantah. Melihat tuannya mampu berdiri dengan kedua kaki, membuat ia senang. Perjuangan sang tuan akhirnya