Gedung PKM mulai penuh sesak saat kepanitian orientasi mahasiswa baru tingkat fakultas mulai berkumpul. Tempat yang terbiasa lenggang di malam hari, sekarang terasa penuh sesak terisi aktivis yang bergelut dalam kegiatan yang bernuansa idealisme. Rapat yang semula direncanakan berada di gedung PKM beralih ke Gedung pertemuan yang memuat puluhan aktivis. Hiruk pikuk aktivis menggema di malam hari saat beberapa argumen saling menyerang. Masing-masing kukuh mempertahankan konsepnya untuk dijalankan saat kegiatan orientasi.
Beberapa pasang mata menatap tajam ke arah Roy saat keputusan rapat di ambil dengan sebelah pihak. Tak urung, beberapa aktivis sempat protes menentang konsep yang akan dijalankan. Konsep terkait atribut dan barang apa saja yang dibawa oleh peserta orientasi dirasa memberatkan mahasiswa baru mengingat ada pemberian tugas setiap hari yang harus dikumpulkan dihari selanjutnya. Namun, dukungan dari beberapa ketua himpunan jurusan dan ketua organisasi fakultas yang membeking Roy, tak elak memusnahkan pendapat aktivis yang menolak konsep yang disodorkan Roy. "Rian kamu lihat sekarang, betapa lihainya Roy mulai memplot orang dan mendominasi konsep," ucap Frans yang memilih netral diantara dua argumen. "Posisi Roy saat ini ketua panitia, otomatis dia menggunakan wewenangnya untuk mensabotase dan mengendalikan jalannya kegiatan ini, namun setidaknya ada beberapa konsep yang dia terima terkait alur pelaksanaan, dan memberikan beberapa akses sub kegiatan untuk dipegang pihakku dan tentunya monitoring dari tangan kanan Roy," seru Rian menyikapi pernyataan Frans "Kelompok kamu memang pandai bersilat lidah, lihat saja tahun ini yang menduduki presiden Mahasiswa dipegang siapa?" Bisik Roy disela-sela riuhnya aktivis yang break selepas keputusan dibacakan Roy. "Masing-masing punya konsep dan lini yang berbeda, terutama berpengaruh pada sudut pandang dalam pengambilan keputusan, namun setidaknya keputusan tersebut untuk kepentingan bersama bukan eksklusif untuk kelompok," jelas Rian menanggapi hasil keputusan Roy. "Kenapa Zeni tidak mengikuti kepanitian fakultas, banyak aktivis yang memainkan peran ganda dalam kepanitiaan," rasa penasaran Frans terhadap sikap Zeni "Menurutku dia punya ranah yang membatasi alur geraknya, mengingat dia kurang suka adu argumentasi dengan beberapa aktivis yang terjun di inti organisasi jurusan maupun fakultas." jelas Rian menanggapi pertanyaan Frans "Namun Zeni sering terlihat mengikuti seminar di tingkat fakultas, pernah terlihat dia mengikuti acara di kampus teknik. Terlihat dari penampilannya kalau Zeni terlihat pemilih saat berkiprah pada organisasi tertentu," selidik Frans "Tiap aktivis bebas memilih mau bergabung di organisasi manapun, yang penting sesuai dengan konsep diri. Menurutku Zeni lebih condong ke organisasi pendidikan, sosial dan kerohanian terlihat dia aktif di ketiga lini organisasi tersebut," "Aku kurang mengenal Zeni, jadi hanya sebatas mengetahui lewat sepak terjangnya di organisasi. Dan satu hal lagi Rian, kesemuanya bisa berubah terkait proses kehidupan. Jawaban Frans yang ambigu membuat Rian acuh, dan memilih fokus memfaatkan waktu breaknya menikmati snack yang tersedia. Rita berusaha mencari sosok Rian diantara kumpulan aktivis yang berada didalam gedung. Pola duduk lesehan peserta rapat yang tidak berkelompok sesuai divisi kepanitian, mengakibatkan Rita kesulitan mencari Rian. "Dimana Rian, aku mau memberikan kunci motornya," gumam Rita. Sorot matanya cemas melihat pesan untuk Rian belum mendapatkan balasan. Edo yang sedang duduk dekat jendela melihat gerak gerik Rita. Edo memang tidak satu divisi kepanitian dengan Rita, namun cukup akrab dengan Frans dan Rian. "Tap.... tap... tap .... terdengar suara langkah Edo yang berjalan menghampiri Rita. "Kamu sedang mencari siapa?" suara bariton Edo terdengar. "Aku mencari Rian," sahut Rita dengan mengulas senyum ramah Edo yang mengetahui Rita satu divisi kepanitian dengan Rian menunjukkan posisi duduk Rian baris kedua didepan podium. Edo merupakan tangan kanan Roy sehingga bertugas mengawasi aktivis yang vocal dan kritis seperti Rian. Perlahan Rita berjalan menuju podium, namun sosok Rian belum terlihat. "Apa Rian pindah posisi duduk ya?" pikir Rita. Frans mengernyitkan dahinya menyaksikan Rita berdiri di dekat podium, "Anak buah kamu apa mau menyampaikan hasil rapat malam ini?" Mendengar suara Frans, segera Rian melihat kearah podium dan menemukan Rita dengan raut wajah bingung. Rian berjalan menghampiri Rita "kamu mencari siapa," suara khas Rian membuyarkan konsentrasi Rita "Aku mencari kamu?" tangan Rita mengambil kunci motor disaku celananya dan menyerahkan kunci tersebut ke Rian " Sudah kamu antar Zeni sampai selamat di kosnya?" cecar Rian sembari menerima kunci motor dari Rita "Sudah Rian, aman?" Rita melihat Rian dengan curiga. "Apa ada hubungan antara Rian dan Zeni," batin Rita dalam hati "Terima kasih, nanti urutan ke-3 divisi humas akan memaparkan hasil kerjanya, sebaiknya kita duduk berkelompok untuk memudahkan koordinasi," tawar Rian yang mendapat persetujuan dari Rita "Aku akan menghubungi anggota lain," sembari membuka ponsel dan mengirim pesan ke grup chat kepanitiaan humas fakultas. Keduanya berjalan mencari tempat yang kosong untuk kesepuluh anggotanya. Waktu break sudah selesai. Satu persatu kepala divisi mulai memaparkan terkait pencapaian dan kendala selama persiapan kegiatan orientasi mahasiswa baru. Peserta rapat diperbolehkan mengkritisi terkait kinerja tiap divisi. Sampai akhirnya beberapa pertanyaan terkait divisi humas yang di naungui Rian sempat mengalami goncangan terkait surat kepanitiaan yang hilang dan kurang solidnya tim divisi humas. Dengan sigap Rian menjawab pertanyaan tersebut secara lugas dan rasional. Sejak awal Roy memantau setiap pemaparan oleh tiap divisi. Tiba dipenghujung rapat Roy mengambil alih acara. Roy selaku ketua panitia menekankan untuk bersikap profesional kepada seluruh aktivis yang menjalankan peran ganda dalam kepanitian orientasi fakultas dan jurusan. Meskipun pelaksanaan kegiatan berbeda namun terkadang waktu rapat berbenturan yang mengakibatkan terjadi beberapa hambatan. Diharapkan untuk lebih memprioritaskan hal yang urgen, kata-kata Roy disela-sela penutupan rapat malam ini. Disisi lain, Zeni masih sibuk dengan aktivitas rutinnya di kos. Masih terlihat beberapa tugas kuliah yang teronggok diatas meja belum tersentuh sama sekali. "Semangat .. Besok hari sibuk," gumam Zeni menyemangati diri sendiri. Bergegas Zeni mulai menata surat kepanitian sesuai urutan pendistribusian. Map plastik yang sudah terisi surat disimpan dengan rapi bersebelahan dengan tas. Jari jemari Zeni mulai menyusuri layar ponsel melihat ada notifikasi pesan masuk. "Jadwal pelaksanaan tugas pengabdian masyarakat akan diajukan dan informasi lebih lanjut bisa menghubungi pihak universitas di gedung auditorium lantai 1 bagian pengabdian masyarakat" pesan dari komting kelas yang berada di grup W******p. Zeni mengambil note didalam tas, dan mulai menulis jadwal untuk kegiatan besok. Terutama konsultasi pengajuan judul skripsi yang belum di ACC dosen pembimbing. Waktu menunjukkan pukul 10.00 malam, bergegas Zeni mulai mengerjakan deadline tugas kuliah untuk besok pagi. Satu persatu tugas mulai dikerjakan dengan sisa tenaga namun konsentrasi dan semangat masih menyala. Ditemani alunan musik instrumen yang mengalun di media player, Zeni mulai memainkan jari jemarinya di keyboard komputer memanfaatkan formula perhitungan angka dengan Microsoft Excel. Suara mesin printer ditengah malam menandakan Zeni sudah selesai mengerjakan tugas kuliahnya. Flashdisk yang terkoneksi dengan komputer dimanfaatkan untuk menyimpan soft file tugas. Print out mulai disusun berdasarkan halamannya dan siap disimpan didalam tas. Rasa penat datang bersamaan rasa kantuk yang tak tertahankan menandakan reaksi tubuh yang menginginkan istirahat. Zeni melangkah kakinya menuju kamar. Terlihat Lisa teman sekamarnya sudah tertidur pulas. Dengan pelan Zeni merebahkan tubuhnya di atas kasur, perlahan matanya menutup disertai hembusan nafas yang teratur menandakan sang pemilik sudah terbawa ke alam mimpi.Matahari pagi tersenyum hangat mengiringi langkah kaki Zeni memasuki ruang Tata Usaha Fakultas Ekonomi. "Permisi pak, apakah pak Seno sudah datang? Ini ada tiga surat untuk pak Seno terkait pelaksanaan kegiatan orientasi mahasiswa baru?" Sapa Zeni kepada pak Anto dengan menyerahkan tiga amplop beserta suratnya."Beliau sedang rapat saat ini, besok akan ada konfirmasi terkait surat ini" jelas pak anto dengan menerima surat dan mulai membaca perihal surat tersebut. "Baik pak Anto, terima kasih informasinya," senyum Zeni mengakhiri percakapan dengan pak Anto."Aku harus menyelesaikan distribusi surat kepanitian hari ini," pikir Zeni. Raut wajah Zeni terkejut melihat jam di ponsel menunjukkan pukul 08.30 pagi, sebentar lagi kelas Analisis Laporan Keuangan (ALK). Segera Zeni berjalan menuju ruang jurusan. Terlihat Rian sedang berkumpul dengan beberapa mahasiswa didepanvruang kepala jurusan. Zeni menghampiri Rian dan mahasiswa lainnya, "Apakah pak Pramono berada di ruangan?" "Beliau ada
Zeni sedang menunggu antrian untuk melengkapi berkas persyaratan tugas pengabdian masyarakat. Vilia masih bersikeras belum ingin pulang, dan masih setia menemani Zeni. "Terima kasih Vilia mau menemanku, aku masih antri dua mahasiswa lagi, ini rasanya enak kamu beli dimana? Seru Zeni sambil memakan snack yang tersedia. "Dikantin dekat perpus pusat, jam segini masih buka, biasanya sudah tutup ya? Apa ini karena pengumuman di Auditorium ya?" "Mungkin mengikuti kondisi sekarang, dimana masih banyak mahasiswa di gedung auditorium, aku merasa aneh Vil, memang ada berkas persyaratan untuk mengikuti tugas pengabdian masyarakat ya? kamu keliatan tidak mengurus berkas apapun Vil? Aku cuma isi RKS saat ambil tugas pengabdian masyarakat," tegas Zeni "Iya, Zen, aku tadi sempat tanya Rian dan Giant mereka juga sama sepertiku cuma isi KRS saja beserta SKS?" Mungkin ada kebijakan terbaru Zen?" "Semoga saja dipermudah ya Vil. Rian dan Giant apa masih sempat ketemu Pak Pramono?" Zeni melihat
Vilia tersenyum saat membaca pesan dari Giant. Saat ini Giant dan Rian masih antri menunggu pak Pramono. "Keren... luar biasa ... hari ini semua lembur termasuk KaJurnya," gumam Vilia. Dengan tergesa-gesa Zeni menghampiri Vilia. "Vilia kamu ada acara?" "Ada apa Zeni? kamu kelihatan khawatir?" Vilia mencoba menelisik raut wajah Zeni. "Aku minta tolong antar ke Stasiun ya?" pinta Zeni menunjukkan raut wajah yang memelas. "Kamu mau kemana? Ini sudah sore lho?" selidik Vilia. "Aku disuruh pulang sekarang, ada kepentingan mendesak?" Zeni berbicara dengan nada cemas. "Oke, kamu mau ke kos dulu atau terus ke stasiun?" tawar Vilia. "Terus ke stasiun saja Vil, ini aku sudah pesan tiket kereta secara online.""Oke," jawab Vilia. Keduanya segera berjalan menuju parkiran motor di depan gedung Auditorium.Sepeda motor metic membawa keduanya menuju stasiun yang terbesar di kota Surabaya. Lalu lintas sore ini macet sehingga membutuhkan waktu agak lama menuju ke stasiun. "Aku antar sampai dep
Zeni masih heran melihat reaksi berlebihan Frans. "Apa cuma perasaanku saja ya?" pikir Zeni. Keduanya hening sesaat, yang terdengar hanya helaan nafas lembut ditambah semilirnya angin malam. Dengan memasang ekspresi wajah setenang mungkin, dan menekan gejolak hati yang kacau, Frans memberanikan diri untuk mulai membuka percakapan kembali yang sesaat terhenti. " Ayo Zen, kita berangkat sekarang, nanti malam bertambah semakin larut," ajak Frans dengan nada suara setenang mungkin. "Oke, Frans." spontan jawaban keluar dari mulut Zeni. Keduanya pun berjalan beriringan menuju area parkir stasiun. Frans segera menghubungi supir yang menjemputnya. Area parkir stasiun cukup lenggang, yang terlihat hanya beberapa hilir mudik kendaraan yang lalu lalang. Pukul 23.00 malam hari, keduanya sudah meluncur meninggal stasiun menuju Rumah sakit kota. Supir dengan leluasa membawa mobil Pajero hitam dengan kecepatan tinggi melintasi area jalan yang sepi. Lobi rumah sakit cukup sepi. Hanya ter
Baskoro masih diam membisu, pikirannya dibiarkan bebas berkelana, lebih memilih memanjakan matanya untuk menikmati nuansa malam di apartemen miliknya. Dengan posisi duduk di balkon, ditemani semilir angin malam, belum mampu membius kedua matanya untuk terlelap. Waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari, namun perasaannya masih gusar. Informasinya dari kaki tangannya terkait ledakan di sebuah proyek masih mengganggunya. "Aneh, kenapa proyek seperti itu bisa meledak? Dan sepertinya polisi angkat tangan terhadap kasus tersebut." pikir Baskoro. "Profil pemiliknya juga misterius, Ayyas! Apa dia pemain baru di bisnis ini." gumam Baskoro. Bunyi ponsel di atas nakasnya terdengar, segera Baskoro melangkahkan kakinya menuju sumber suara tersebut. Terlihat sebuah nama Garvin muncul di layar ponselnya. Segera dia meraih benda pipih tersebut dan menekan tombol berlogo telepon warna hijau. Terdengar suara familiar diseberang telepon. "Hallo Bas, kamu besok ada agenda? Aku rencana besok t
Zeni berlari-lari kecil menuju ruang ICU. Hampir sepuluh menit dia menghabiskan waktu menuju ruangan tersebut. Jarak tempuh yang agak jauh dari Musholla, saat Zeni menghabiskan waktu pagi harinya disana. Terlihat Tante Denti sedang duduk didepan ruang ICU. Zeni segera menghampiri dan memposisikan duduk bersebelahan dengannya. "Tante, apa yang terjadi." Terlihat raut wajah cemas di wajahnya, perlahan tangan Zeni menggenggam tangan Tante Denti. Nafas Tante Denti tersengal-sengal setelah menangis. Dia berusaha mengatur nafasnya sebaik mungkin untuk menjawab pertanyaan dari Zeni. "Tadi kedua orangtuamu sempat kritis, patient monitor tidak menunjukkan detak jantung. Sekarang sedang dilakukan tindakan oleh perawat." Mendengar jawaban dari Tante Denti, Zeni hanya beristighfar didalam hati. Dia sudah mulai menata hati, pikiran, jiwa dan raga untuk tetap tegar mengatasi kemungkinan terburuk. "Kita pasrah saja Tante, yang penting sudah berikhtiar semaksimal mungkin." ucapan dari Zeni m
Pagi ini aktivitas padat mahasiswa terlihat di kampus, terutama di depan Ruang Kajur Akuntansi sudah terdapat beberapa mahasiswa. Rian masih menunggu satu giliran untuk masuk ke dalam ruangan tersebut. Giant keluar dari ruangan, dan tersenyum melihat Rian. "Sekarang giliranmu. Aku tunggu kamu ya? pinta Giant. "Nanti kita ada kelas pagi." "Iya, Giant. Aku konsultasi sebentar mau urus nilai." tegas Rian sembari memasuki ruang kajur. Desain ruang kajur yang berciri khas ruang kantor bertambah semakin terlihat menawan dengan ornamen lukisan dan logo jurusan yang menempel di dinding. Segera Rian berkonsultasi terkait nilai yang belum keluar sampai semester ini. Dengan ramah Pak Pramono mulai menjelaskan dan memberi instruksi kepada Rian untuk segera membawa surat keterangan yang dibubuhi tanda tangannya, meminta TU jurusan untuk mengeluarkan nilai mata kuliah sesuai jumlah SKS serta Dosen pengampu yang tertera di surat tersebut. Setelah selesai berkonsultasi, Rian keluar dari
"Tante!" Pekik Zeni. Dia terkejut melihat tubuh Tante Denti sudah berada diatas lantai ruang ICU. Dia segera berlari ke arah Tante Denti. Pekikan suara Zeni terdengar oleh perawat yang berjaga di ruang ICU. Dua orang perawat yang bertugas di ruangan ini, segera datang menuju sumber suara. Terlihat Zeni sedang menggerakkan tubuh Tante Denti berusaha memulihkan kesadarannya. Perawat segera mendekat dan memberi pertolongan pertama pada Tante Denti. "Kita bawa segera perempuan ini ke ruang emergency." seru salah satu perawat. Zeni shock mendengar perkataan dari perawat tersebut. "Bagaimana keadaan Tante saya?" tanya Zeni dengan khawatir. "Denyut nadinya lemah serta mengalami kesulitan saat bernafas." Segera perawat tersebut mengangkat tubuh Tante Denti dan memindahkannya ke atas brankar kosong pasien. Brankar tersebut di dorong perawat menuju ke ruang emergency. Tubuh Zeni terasa lemas, melihat perlahan brankar yang digunakan Tante Denti menghilang dari pandangannya. Pikirann
Zeni mengambil ponselnya dan menghubungi Baskoro. Sesaat panggilan mulai terhubung.“Hallo Zeni. Apakah kamu sudah bertemu dengan driver?” tanya Baskoro melalui sambungan telepon.“Aku sudah bertemu dengan driver dan saat ini sedang dalam perjalanan. Baskoro, aku akan pergi ke kantor sebentar untuk melakukan absensi online dan bertemu dengan pak Leon. Apakah kamu tidak keberatan?”“Tentu saja aku tidak keberatan. Driver akan mengantarkanmu ke kantor sebelum pergi ke rumah sakit.”“Baiklah… Bagaimana kondisi bapak Hutama?”“Keadaannya jauh lebih baik dibandingkan tadi malam. Saat ini bapak sedang sarapan pagi ditemani oleh Ibu dan Om Laksana.”“Syukurlah jika kondisi pak Hutama semakin baik. Sebentar lagi aku akan sampai di kantor, aku tutup teleponnya sekarang Baskoro.”“Siapa yang meneleponmu Baskoro?” tanya Galuh tepat berada didepan Baskoro.“Tante!” kata Baskoro dengan terkejut. “Kapan tante Galuh datang ke balkon ini? Kenapa aku tidak menyadari kedatangan tante?”“Aku baru saja d
Laksana dan Galuh masuk ke dalam ruang perawatan. Dia melihat Baskoro sedang berbicara dengan seorang perawat yang berdiri tak jauh dari Hutama. Galuh segera duduk disamping Indraswari.“Kak, bersabarlah! Aku yakin kak Hutama segera sembuh. Jika kak Indraswari sudah lelah, istirahatlah! Biarkan aku dan Laksana yang menjaga kak Hutama.”“Aku belum lelah Galuh. Nanti saja sekalian aku menunggu Ardiansyah.” ucapnya dengan sedih.“Kak Hutama memiliki semangat hidup yang tinggi, tentu dia akan lekas sembuh. Kak Indraswari tidak perlu larut dalam kesedihan.”“Benar apa yang kamu katakan Laksana, Hutama memang tipe orang yang bersemangat dan memilki optimis yang tinggi. Aku hanya merasa shock atas kesehatan Hutama yang tiba-tiba jatuh sakit. Selama aku hidup berumah tangga dengannya dia tidak pernah sakit parah. Ini adalah pertama kalinnya.”“Kak Hutama sudah tidak muda lagi, tentu energinya tidak seperti dulu. Yang sama hanyalah semangat hidupnya yang masih berjiwa muda. Kemarin dia sakit s
“Tidak tante Galuh. Aku hanya terkejut saja atas pertanyaan yang tiba-tiba menyudutkanku untuk segera menikah. Aku benar-benar belum memilki teman dekat laki-laki yang cocok dan sesuai dengan kriteriaku.”“Apakah kamu memiliki masalah? Tante berpikir jika kamu memiliki pergaulan yang luas, sehingga tidaklah sulit untuk mendapatkan pasangan hidup.”“Itu tidak semudah yang tante lihat. Aku merasa belum waktunya untuk menikah, usiaku juga belum memasuki kepala tiga, jadi aku masih memiliki waktu untuk menikmati masa lajangku.”“Tidak seperti itu Adiratna, kamu adalah anak perempuan satu-satunya dari kak Hutama, jadi kedua orang tuamu tentu lebih memperhatikan masa depanmu. Mungkin tante dan om Laksana bisa membantumu untuk mengenalkan beberapa lelaki yang pantas untukmu.”“Lakukan saja Galuh! Aku juga pernah memikirkan hal tersebut dengan Hutama, namun karena kami jarang bertemu ditambah dengan kesibukan masing-masing, rencana kami belum terlaksana sampai saat ini.”“Apakah kak Indraswar
Baskoro dan pak Archery segera berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Mereka segera menuju ke lift yang membawanya menuju ke lantai dua.“Apakah kamu sudah mengetahui di ruang mana Hutama menjalani perawatan?” “Sudah pak Archery, prof. Jack telah mengirim pesan mengenai ruangan yang digunakan untuk perawatan bapak.”“Oh… benar! Aku hampir lupa. Kamu adalah calon dokter. Apakah kamu sebentar lagi akan menuntaskan kuliahmu?”“Kemungkinan tahun ini aku akan wisuda. Bulan depan aku akan menjalani sidang skripsi.”“Aku salut kepadamu Baskoro. Hutama dan Indraswari pandai mendidik kamu. Selain kamu kuliah saya dengar kamu juga sudah memiliki bisnis. Di usiamu yang cukup muda kamu sudah mendulang kesuksesan.” “Apa yang pak Archery katakan itu sungguh berlebihan. Aku merasa posisiku masih stagnan dan belum ada perkembangan apapun. Bisnis yang aku geluti pun belum berkembang dengan pesat dan masih berskala nasional.”“Apa kamu pikir aku tidak mengetahui bisnismu Baskoro? Kamu telah bekerjasama
Ibu Indraswari mulai menguraikan pelukannya. Perlahan dia mengusap bulir air mata yang mengalir di kedua pipinya.“Ibu tidak tahu mengapa tiba-tiba bapakmu sakit. Tadi saat sedang minum teh di ruang tengah ibu meninggalkan bapakmu sebentar untuk mengambil kudapan di dapur. Saat itu dia masih sehat, kami memang sedang menunggu kerabat dari keluarga bapak yang akan berkunjung ke rumah. Ibu terkejut melihat bapakmu sudah pingsan sekembali dari dapur. Segera ibu memanggil pelayan untuk membawanya menuju ke kamar.”“Setahuku bapak sehat selama ini. Apa ibu menyembunyikan sesuatu dari ku? Apa bapak menderita penyakit tertentu? Tidak mungkin bapak pingan secara tiba-tiba.”“Sudahlah Baskoro! Kamu jangan menyudutkan ibu dengan berbagai pertanyaanmu. Ibu juga tidak tahu sama seperti kita. Sebaiknya kita menunggu dokter memeriksa bapak.” kata Ardiansyah.Om Laksana yang baru saja masuk ke dalam kamar, melihat sedikit keributan yang muncul antara Baskoro dan Ardiansyah. Dia segera berjalan mende
Sesampainya di kamar kos, Lisa mengajak Zeni duduk. “Sebentar mba Zeni, tunggulah disini. Aku menaruh barangnya di motor.” Lisa bergegas keluar dari kamar.Tak lama kemudian Lisa kembali dengan membawa satu buah paper bag dan meletakkannya di atas meja.“Ini mba Zeni, terimalah. Aku tadi sempat mampir ke butik dan aku lihat ini cocok untuk mba Zeni. Cobalah!”“Aku tidak mau merepotkanmu Lisa. Kenapa kamu membelikan ini untukku? Apakah ini kado pernikahan darimu?” kata Zeni sembari membuka paper bag tersebut.Lisa segera duduk disamping Zeni. “Itu bukan kado pernikahan untuk mba Zeni, tapi kenang-kenangan dariku. Mba Zeni sebentar lagi akan melakukan tugas pengabdian masyarakat selama satu bulan dan setelah itu pasti mba sibuk untuk mempersiapkan pernikahan dan tentunya akan mengambil libur kuliah beberapa hari kan? Setelah itu kita pasti jarang bertemu, apalagi fakultas kita berbeda. Aku pasti merindukan mba Zeni.”“Apa yang kamu katakan Lisa? Kamu jangan lebay seperti Lintang, seol
Siang hari Zeni masih berkutik didepan laptop sampai suara nada dering ponsel membuyarkan konsentrasi Zeni. Dia segera mengambil ponselnya dan menjawab panggilan telepon dari Lintang.“Assalamu’alaikum Lintang? Bagaimana kabarmu?” “Wa’alaikumussalam Zeni. Apakah kamu saat ini berada di kos? Aku sekarang sedang di kampus, rencananya aku mau menemuimu karena kamu tidak berangkat ke kampus?”“Iya Lintang, aku ingin rehat sebentar. Aku tunggu kamu di kos. Datanglah sekarang!”“Oke Zeni. Aku akan segera ke kosmu sekarang.” Tak berapa lama kemudian Lintang sudah berada didepan kos. Dia mengetuk pintu kos Zeni sembari mengucapkan salam. Zeni segera berjalan menuju ke ruang tamu saat mendengar ucapan salam. Dibukanya pintu kos, dia tersenyum melihat Lintang sudah berada didepannya.“Masuklah! Aku senang akhirnya kamu datang ke kos?”Lintang segera masuk ke dalam kos. Zeni menutup pintu kos dan menguncinya. Dia memandu Lintang untuk berjalan menuju ke kamarnya.“Kenapa kosmu sepi sekali? Dim
Tepat pukul 20:30 malam Zeni sampai di kos. Dia segera masuk ke dalam kamar dan meletakkan paper bag di atas meja. Diambilnya baju didalam lemari dan segera melangkahkah kakinya berjalan keluar dari dalam kamar menuju ke kamar mandi.Lisa masuk ke dalam kamar. Dia melihat kamarnya kosong tidak menemukan Zeni.Dia bergumam : “Kemana mba Zeni? Sepertinya tadi mba Zeni sudah pulang ke kos?” sesaat pandangan matanya tertuju pada paper bag di atas meja.“Berarti benar jika mba Zeni sudah pulang.” bisiknya lirih.Zeni muncul dari balik pintu. Dia melihat Lisa sudah duduk di depan meja.“Dari mana kamu Lisa? Kenapa aku baru melihatmu?” tanya Zeni sembari masuk ke dalam kamar.“Tadi aku baru menemani Nina untuk memfotokopi beberapa tugas kelompok. Aku tadi melihat ada mobil yang keluar dari halaman kos kita. Berarti benar, tadi mba Zeni diantar oleh Baskoro?”“Benar Lisa. Apakah kamu melihat Baskoro?”Lisa menggelengkan kepalanya.“Tidak mba. Saat itu mobilnya melaju dengan cepat, aku tidak s
“Hallo Baskoro! Ibu sekarang sudah berada di depan café. Keluarlah! Ibu mau bertemu dengan kamu dan Zeni. Ibu tunggu sekarang!” kata Ibu Indraswari melalui sambungan telepon.“Baiklah ibu. Aku dan Zeni akan segera menemui ibu.” Baskoro segera menutup panggilan telepon.“Kami akan pulang terlebih dahulu, ibu sudah menunggu kami di depan Café. Bill nya biar aku yang bayar.” ucap BaskoroBaskoro segera melambaikan tangannya kepada pelayan café. Seorang pelayan café datang.Dia berkata : “Ada yang perlu aku bantu Tuan?”“Tolong berikan bill untuk seluruh pesanan pada meja ini?” “Baiklah Tuan. Tunggu sebentar aku akan ke kasir untuk mengambilkan catatan billnya.” pelayan segera berlalu dari hadapan Baskoro. Sesaat kemudian pelayan datang sembari menyerahkan kertas bill kepada Baskoro.Baskoro segera mengelurkan sejumlah uang untuk membayar pesanan makanan tersebut.“Aku akan pulang nanti Baskoro. Ada hal yang masih ingin aku bicarakan dengan Frans. Berhati-hatilah selama dalam perjalanan