Sesuai dengan apa yang di katakan Dokter Mark semalam kalau kondisi Faris stabil maka siang ini sudah boleh pulang.Mama sedang me- ngepaki semua barang barang pribadi milik Faris ke dalam tas, sedangkan Naya yang baru saja datang karena harus menyelesaikan tugas malam, segera melangkah ke tempat administrasi. Menyelesaikan dan menembus resep untuk sang kakak, sementara Dimas tak tampak karena harus dinas pagi."Ma, aku sudah membayar semua tagihan, tinggal pulang," ujar Naya yang tiba tiba masuk ke dalam kamar membuat Mama yang sedang rehat karena baru selesai merapikan barang Faris ke dalam tas, kaget bukan kepalang."Maap, Ma .... Aku nggak nyangka mama bisa sekaget itu!" ujar Naya dengan tersenyum nakal, tangan kanannya menyodorkan bukti bukti pembayaran atas nama Mas Faris."Mas Faris masih tidur, Ma?" tanyanya lagi, kemudian.Saat melihat kakak lelakinya masih bergulung dengan selimut, tangannya pun sudah tak lagi tersambung infus, itu pertanda kalau mas Faris benar benar su
"Selamat siang!"Hampir saja Dimas menabrak seseorang yang akan masuk ke dalam ruangan. "Maap!" ujar Dimas sesaat setelah berhasil menghindari.Tak ada jawaban dari orang yang tadinya hampir di tabrak Dimas. Hanya menoleh, mendengus kesal kemudian kembali melanjutkan langkahnya"Kalau jalan matanya dipakai, untung saja tadi badanmu belum sempat menyentuh baju suami saya. Bisa ketularan miskin nanti!" Seorang perempuan separuh baya dengan penampilan sangat modis masuk sambil terus menggerutu. Membuntuti lelaki yang tadi hampir menabrak Dimas."Eh, kalau ngomong-""Sudah sayang, tidak usah diladeni," potong Dimas dengan suara teramat pelan pada Naya yang terlihat sangat emosi. "Apa kabar Faris, bagaimana? Apakah kamu sudah sehat?"tanya lelaki yang hanya berdiri saja di sebelah pembaringan Faris."Saya sehat, Pak Yunus. Alhamdulillah." Faris menjawab dengan raut wajah yang berbeda mungkin dirinya ikut merasa sangat kesal karena lelaki yang di hadapannya memperlakukan Dimas dengan sa
“Bagaimana dengan Naya?" tanya Faris pada ayah Damar yang menyambut dirinya saat menyusul ke ruang ICU."Siapa mereka Faris? Ada masalah apa hingga terjadi hal yang bahaya seperti ini." tanya ayah Damar, bukannya menjawab apa yang Faris tanyakan, malah balik bertanya tentang orang yang menyebabkan Naya celaka di depan matanya."Mereka adalah kedua orang tua Rika, Ayah." Faris menjawab dengan wajah penuh sesal bercampur kesal, tak menyangka dua orang tua yang dulunya pernah sangat dia hormati, kini malah bersikap keterlaluan pada keluarganya."Mereka menjengukmu ataukah ada hal yang lain yang sedang kamu sembunyikan dariku?!" Ayah Damar kembali bertanya dengan tatapan penuh selidik, apalagi dia sempat melihat bagaimana sikap kedua orang yang sudah membuat begitu kerasnya Naya terhempas ke tembok. Faris terlihat menarik napas panjang, dan tak mempunyai pilihan selain berkata yang jujur pada lelaki yang sudah dia anggap sebagai pengganti sang Papa.Tak menunggu lama kemudian Faris pun
“Papiiii …. Mamiiiii …!!”Dengan sangat antusias, Rika menyambut kedua orangtuanya yang melangkah masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut.“Bagaimana, papi pasti bisa membujuk mas Faris kan? Dia pasti langsung mau ‘kan balik denganku? apakah persyaratannya juga sudah Papi sebutkan? Dia harus tahu kalau aku bukanlah perempuan yang bisa dibuat main main.”Dengan penuh percaya diri, Rika menanyakan beberapa pertanyaan dalam satu kali hentakan napas. “Tidak, Papi belum mengatakan apapun tentang persyratan yang kau pinta, tapi Faris sudah tidak mau, dia menolak untuk kembali,” jawab perempuan separuh baya yang dipanggil Rika dengan sebutan Mami.“Hahahaha!!”Mendengar anak perempuannya tertawa saat mendengar jawaban dari sang Mami. Kedua pasangan yang tak muda lagi itu pun sontak menatap Rika dengan tatapan berbeda.“Kamu kenapa, Nak? Kenapa malah tertawa, kamu masih sehat kan?” Mami mendekat dan langsung menepuk pelan kedua pipi rika dengan tatapan penuh kasih sayang.“Mami itu kenapa
“Apa yang terjadi, bagaimana dengan Naya?” tanya Ivana, pagi itu dengan masih mengenakan jas putih dan tas besarnya. Ivana menerobos masuk ke dalam rumah milik mantan suaminya dengan wajah yang terlihat sangat khawatir.“Sayang …. Jangan berisik. Naya baru saja kembali rehat.”“Ayah di sini? Kenapa tidak mengabariku saat kejadian, bagaimana sekarang keadaannya? Siapa yang berani melakukan ini Ayah?”Banyak pertanyaan seketika terlontar dari mulut Ivana yang terlihat kecewa bercampur khawatir.“Hei, banyak benar pertanyaanmu, Sayang ….” Ayah Damar menjawab dengan senyum yang sepertinya bermaksud menggoda. Dan itu membuat Ivana hanya bisa menarik nafas kesal melihat sikap sang Ayah.“Sini duduklah, ayah akan menceritakan apa yang terjadi, kamu santai aja dulu, Naya sudah baik baik saja, kandungannya juga, hanya saja selama beberapa hari ke depan, dokter menganjurkan untuk bedrest saja, demi menjaga kandungannya yang masih rentan.”Mendengar apa yang dikatakan oleh Ayahnya, Ivana kemu
“Rika …!” teriak Mami saat mereka baru saja melangkahkan kaki di lantai atas, tempat kamar Rika berada.Rupanya Papi dan Mami langsung pulang saat tahu mereka sedang bermasalah dengan advokat terkenal, yang juga pewaris bisnis perusahaan terbesar ke dua di negri ini, yang kantor cabangnya sudah menggurita di berbagai negara.Dug …. dug ….!“Rika cepat buka pintunya, ada yang ingin mami dan papi mu bicarakan!”Suara ketukan di pintu bersamaan dengan suara pintu yang di ketuk membuat suasana rumah yang awalnya tenang menjadi bising seketika."Rika …!""Ada apa sih Mi, sampai segitunya ngetuk pintu sambil teriak teriak,” tanya Rika, sesaat setelah membuka pintu kamarnya lebar lebar.“Sini kamu!”Mami menarik tangan rika dan membawanya hingga ke lantai dasar, langsung menuju ke ruang makan, dan di dudukkan tepat di depan sang Papi yang sedang menunggunya.“Dengarkan dulu kami, kamu harus menyelesaikan masalah ini, karena kami hanya menuruti apa yang kamu.”Papi berkata sesaat setelah ke
“Ada apa Nay, kenapa mama kelihatannya sedang banyak pikiran?” tanya Ivana, Ketika Mama sudah kembali menutup pintu kamar milik sahabatnya itu dengan rapat.Siang itu, sepulang dari rumah sakit, sengaja Ivana mampir untuk menjenguk Tante dari kedua anak kembarnya yang harus istirarat total di kamar.“Mama sedang kepikiran amanat yang dari Papa, Va. Beliau bingung, apalagi akhir akhir ini ….”Naya terlihat sengaja tak melanjutkan ucapannya, mata mereka berdua saling tatap dengan arti yang berbeda."Ada apa dengan Mama, akhir akhir ini, Nay. Kenapa kamu malah berhenti yang bercerita?" tanya Ivana, penasaran. Mengingat wajah dan senyum wanita yang sudah dia anggap sebagai mama kandungnya sendiri, menyambutnya dengan senyum dan sikap yang berbeda.Naya diam, hanya menggelengkan kepalanya berulang kali, sembari membuang pandangan dari tatapan sahabatnya itu. “Mmm ….” Ivana menarik napas panjang, juga menyudahi saling pandang mereka dengan mengalihkan pandangan ke perut milik sahabatnya.
“Minta maap?” Faris mengulang apa yang dikatakan oleh tamunya dengan senyum yang terlihat seperti seringai jahat dan kejam.“Apa saya tidak salah dengar?” ujar Faris, kini dengan wajah datar tanpa ekpresi. Kedua matanya menatap tajam ke ketiga tamunya silih berganti.“Tentu saja, dan lihatlah ini, sengaja aku belikan ini untuk mamamu, agar kamu dapat melihat ketulusan kami,” ujar Nyonya Yunus, dengan kedua tangan yang sedang memegang paper bag dengan tulisan sebuah merk dunia, terulur ke arah Faris.“Apa yang membuat sikap anda menjadi sangat manusia seperti ini?” tanya Faris yang terlihat sudah bisa membaca ada maksud tertentu dari sikap baik dari orang yang kemarin sangat menghina keluarganya.“Faris, kenapa tamunya tidak di persilahkan duduk lebih dulu, Nak?” Faris yang mendengar suara yang sangat dia kenal dari belakang punggungnya, seketika itu juga menolehkan kepalanya ke arah sumber suara.“Mama, kok sudah keluar dari kamar? Apakah ada yang mengganggumu?” tanya Faris dengan si
“Sebelum kamu tanyakan itu pada Ivana, kita berandai andai dulu, apa jawabanmu kalau kamu berada di posisi Ivana?" Faris terdiam saat mendengar apa yang di katakan oleh mama, pertanyaan yang di balik kini ke dirinya sendiri."Aku memilih tidak mau berhenti?!" jawab Faris, terdengar lemah tak bersemangat.Bukan tanpa alasan Faris memilih tidak menerima, karena dia sendiri tahu bagaimana keras dan gigihnya Ivana saat berusaha menyelesaikan kuliah yang pada saat itu dalam kondisi sakit hati, karena proses bercerai dengan dirinya dan dalam kondisi hamil."Lalu apa yang membuatmu hingga bisa yakin atau berharap Ivana mau menuruti ucapanmu untuk berhenti menjadi Dokter? Apakah karena kamu sekarang mempunyai status sebagai CA-LON suami?!" tanya mama Via, terdengar penuh dengan tekanan."Aku -""Ada apa denganmu? Kenapa tiba tiba menjadi seorang lelaki yang suka mengikat istrimu? Wanita bekerja bukan hanya karena uang tapi juga agar bisa bersosialisasi."Mama Via kembali melontarkan pertanya
Triiiiing!Mama Via yang baru saja menjejakkan kakinya di kamar setelah menemani Naya hingga terlelap di kamarnya, segera mencari di mana tadi sumber suara berada. Sudah lama dirinya tak mendengar bunyi ponsel sejak kepergian almarhum.Di ambilnya benda pipih berwarna emas yang tadi lupa ia letakkan di nakas dekat kamar mandi, dan membawanya menuju ke balkon di depan kamarnya, walau pun sudah tak bersuara lagi.Seakan ingin berlama lama di balkon, mama Via sengaja memakaikan minyak seree untuk obat anti nyamuk, juga sebagai minyak penghangat pengganti, penghalau rasa dingin.Damar! Nama yang tertera di pesan aplikasi warna hijau, membuatnya kembali tersenyum dengan arti yang tak mungkin di jelaskan.Namun dia tidak segera merta membuka pesan itu, malah membuka pesan dengan foto profil pernikahan dirinya dengan almarhum.Air matanya basah seketika itu pula, saat membaca pesan pesan yang ada, lengkap dengan emoji emoji dan stiker yang dulu sangat almarhum sukai.“Apakah kamu sungguh
Faris seketika terdiam saat melihat di meja sebelah kiri dekat etalase sana, Ivana duduk berhadap hadapan dengan Dokter Mark, Dokter yang dia anggap sebagai saingan berat dalam menaklukan hati bekas bininya sampai saat ini. Setelah menimbang sebentar, Faris melangkahkan kaki ke arah kasir, tidak langsung mendatangi meja Ivana dan Dokter itu."Mbak, pesan kopi hitam tanpa gula, tolong dijadikan satu dengan bill dokter Ivana, biar sekalian saya bayar," ujarnya pada seorang perempuan yang menggunakan seragam di balik mesin penghitung."Baik, silahkan di tunggu sebentar." Perempuan di balik kasir itu pun memberikan kertas yang entah apa isinya kepada temannya yang menggunakan seragam sama corak beda warna.Faris sesekali terlihat mencuri pandang pada Ivana dan Dokter yang terlihat sangat akrab, dengan sesekali di iringi tawa oleh keduanya."Terima kasih," kata Faris, sesaat kemudian dirinya sudah menerima cup kopi dengan menggunakan tangan kanan, dan tangan kiri menerima kertas bukti
“Apa yang sebenarnya membuatmu berat, Via?” tanya Damar saat ini mereka ada di teras, di temani seorang maid yang duduk di kursi yang diletakkan agak jauh, Namun masih bisa mendengar apa yang tamu dan nyonya sedang bicarakan.“Aku hanya heran kenapa kamu seperti sangat ingin agar aku mau menerima pernikahan ini, apakah kamu tak ingin bertemu dengan istrimu lagi nantinya di akhirat, karena aku pernah mendengar jika kita menikah lagi, maka kita tak akan bertemu nantinya dengan pasangan kita yang pertama.”Damar menghela napas panjang, memandangi perempuan yang semakin terlihat cantik karena dalam bingkaian kerudung berwarna pastel saat ini “Kamu itu aneh, Vi … pikiranmu itu terlalu jauh menurutku, sebaiknya saat ini yang kita pikirkan adalah apakah amalan kita bisa menuntun kita masuk ke surganya, nanti saat di surga Allah akan mengabulkan apa yang kita inginkan, bukan? Jadi kita bisa minta untuk dikumpulkan lagi seperti dulu, ada Ana, Adi, kita dan seluruh keluarga kita.”Damar terdi
“Sayaaang, apa yang kau dapatkan dari riadohmu selama ini?” tanya ayah Damar pada Ivana setelah hampir sepuluh hari melebihi dari target yang anaknya janjikan kepada Naya, Dimas, dan Faris.“Aku hanya bermimpi Faris bersama Rizal yang tersenyum kepadaku, Ayah,” ujar Ivana, pagi itu saat sedang sarapan bersama.pp0⅔“Alhamdulillah, aku yakin itu adalah tanda bagus kalau Tuhan menyetujui apa yang Rizal amanatkan kepadamu dan Faris,” seru Nenek dengan mata binar terlihat sangat bahagia.Melihat sang Nenek, Ivana datang mendekat dan mengusap wajah yang masih terlihat cantik di usianya yang sudah banyak itu dengan perlahan, dari saking bahagianya sang Nenek sampai membuat basah kedua matanya.“Terima kasih … Sayang.” Nenek berkata lembut, dua perempuan cantik berbeda generasi itu saling tatap dalam arti yang sama pula.“Lalu bagaimana dengan Via, Damar? Apakah kamu juga mendapatkan hal yang sama seperti yang di impikan oleh anakmu.”Damar hanya tersenyum, tak menjawab apa yang di tanyakan
“Aku tak menyangka kalau mantannya Farislah yang ternyata berasal dari keluarga Kamandaka, aku jadi tak heran, pantas saja lelaki itu tidak mau lepas begitu saja, apalagi melihat kedekatan antara dua keluarga itu sudah terjalin dnegan sangat baik sekali, pasti mereka juga sedang mengincar kekayaan kamandaka yang tak habis habis itu!” ujar Papi Yunus dengan sesekali memukul pahanya sendiri dengan tangannya yang terkepal, pelan.“Andai kita tahu kalau yang kaya ternyata mantan istrinya, nggaklah mungkin aku akan bersusah payah membelikan tas dan beramah tamah dengan keluarga Faris.”Mendengar apa yang dikatakan oleh kedua orang tuanya, Rika hanya bisa tersenyum dalam tangis, tak menyangka hidupnya bakalan se rumit itu, padahal di kelilingi oleh orang terdekat Namun entah kenapa tidak pernah dirasa tulus mencintainya.“Kenapa kamu malah tersenyum seperti itu? Kamu senang ya, karena apa yang di lakukan oleh mami dan papi kali ini ternyata salah besar?!” tanya Mami dengan wajah tak mengen
“Umroh?!” Dengan wajah yang terlihat tak percaya dan hampir bersamaan, Ayah Damar dan mama Via mengucapkan satu pertanyaan yang sama.Dimas dan Faris bukannya menjawab, mereka berdua hanya tersenyum saja, melihat ayah Damar dan mama Via yang tampak salah tingkah.“Bagaimana kamu bisa tahu tentang hal itu? Apakah Ivana yang menceritakan padamu tentang mimpi yang aku alami selama beberapa malam ini?!” tanya ayah Damar setelah dia berhasil menenangkan dirinya.“tidak …. Bukan hanya Ivana yang cerita tapi Naya juga, mereka bilang kalau mama tidak bisa tidur karena mimpi yang sama berulang kali, begitu juga dengan ayah Damar. Jadi sekarang apa yang membuat kalian ragu untuk melaksanakan apa yang papa adi inginkan?!” "Via, apakah benar kamu mengalami mimpi yang sama denganku, mimpi bertemu dengan adi di Mekah?" tanya ayah Damar dengan wajah membias bahagia dan penuh harap. Senyum Damar kini terlihat berbeda saat anggukan kepala mama Via terlihat berulang kali tadi sebagai jawaban dari pe
Seorang lelaki yang baru saja masuk, segera memotong ucapan Faris, dan membuat kaget karena kedatangannya yang mendadak, Namun mampu membuat Faris, mama Via, Dimas dan Ivana tesenyum.“Pak Kamandaka!!” seru pak Yunus dengan wajah senang sekaligus bimbang, sehingga tanpa sadar dia berdiri dan menyambut ketika melihat lelaki yang baru saja datang yang nyatanya nanti akan menjadi pengacara keluarga Faris untuk melawan dirinya.“Pak Kamandaka, saya dan istri ingin meminta maaf atas kejadian saat di kantor anda, kami berdua tidak tahu kalau lelaki yang kami usir ternyata anda,” ujar Pak yunus dengan kedua tangan yang tergenggam. Tentu saja ini membuat Rika mengerutkan keningnya, dia menatap Papi dengan mata tak percaya. “Mengusir? Mami dan Papi berani mengusir pak Kamandaka dari kantornya?” Rika yang sedang bermonolog lirih, mengulang apa yang dikatakan oleh Papinya tadi. “Ooo … ini alasan kenapa Papi dan Mami berubah sebaik manusia."Mendengar ucapan Rika, Bu Yunus menepuk bahu anakn
“Minta maap?” Faris mengulang apa yang dikatakan oleh tamunya dengan senyum yang terlihat seperti seringai jahat dan kejam.“Apa saya tidak salah dengar?” ujar Faris, kini dengan wajah datar tanpa ekpresi. Kedua matanya menatap tajam ke ketiga tamunya silih berganti.“Tentu saja, dan lihatlah ini, sengaja aku belikan ini untuk mamamu, agar kamu dapat melihat ketulusan kami,” ujar Nyonya Yunus, dengan kedua tangan yang sedang memegang paper bag dengan tulisan sebuah merk dunia, terulur ke arah Faris.“Apa yang membuat sikap anda menjadi sangat manusia seperti ini?” tanya Faris yang terlihat sudah bisa membaca ada maksud tertentu dari sikap baik dari orang yang kemarin sangat menghina keluarganya.“Faris, kenapa tamunya tidak di persilahkan duduk lebih dulu, Nak?” Faris yang mendengar suara yang sangat dia kenal dari belakang punggungnya, seketika itu juga menolehkan kepalanya ke arah sumber suara.“Mama, kok sudah keluar dari kamar? Apakah ada yang mengganggumu?” tanya Faris dengan si