"Aku tidak mau, aku mau kita bercerai, aku sudah tidak memcintaimu lagi!?" pekik Bella, seketika itu."Mmm ... Aku tahu kau akan melakukan ini padaku saat aku katakan kalau aku bangkrut. Aku inginnya juga tak mau lagi perduli padamu, tapi semua egoku harus aku singkirkan demi anakku," ujar lelaki bertampang bule itu dengan senyum smirk."Sekarang keputusannya ada padamu, kamu mau balik ke rumah denganku, atau tidak?! Tapi ingat setelah kau jatuhkan pilihan. Sikapku sesuai dengan pilihanmu nanti," ancam lelaki yang tak lain adalah suami Bella."Tidak, aku tidak mau kembali padamu! Aku tidak mau hidup sengsara!" jerit Bella, dengan kedua tangannya meremas sisi gaun yang dia pakai."Faris, di mana Faris?!" tanya Bella, matanya menyapu setiap sudut ruangan. "Fariiiis! Faris!"Seperti orang gila, Bella mencari Faris, Namun tak di temukannya. hingga kemudian dengan wajah penuh amarah, dia menaiki tangga menuju kamar lelakinya.Namun, di pertengahan tangga, ada Naya yang melarang langkah B
"Nay ...!"Faris yang ingin pinjam charger buat ponselnya yang kehabisan daya. Dengan terpaksa memasuki kamar Naya, adiknya.Faris langsung teriak teriak memanggil, Namun karena tak mendengar jawaban sang adik, Faris akhirnya berinisiatif mencari sendiri charger milik Naya, karena benar benar butuh. Saat matanya meneliti setiap inci dari kamar itu. Tiba tiba pandangannya terhenti dan tertarik membaca satu map berwarna kuning di meja hias milik Adiknya."Surat Akta lahir!" Faris membaca tulisan di sampul map. Entah apa yang membuat lelaki tampan itu sangat tertarik pada map, dia dengan sengaja, mengulurkan tangannya membuka map dan membaca lembaran kertas yang ada di dalamnya."Ya, Tuhan ....!"Sontak menegang badan Faris saat membaca isi map yang berisikan surat akta kelahiran dua nama anak dengan nama keterangan orang tua disebutkan Ivana dan dirinya. Dengan tangan yang gemeteran karena bahagia bercampur tak percaya. Segera diambilnya map itu, kemudian dengan melangkah cepat, Mas
"Kapan? Mau sekarang?" Naya lagi lagi balik bertanya bukannya menjawab."Ayo! Siapa takut!" Faris segera berdiri dan menatap mata adiknya dengan serius. "Ya udah, sana ganti baju, jangan lupa bawa Atm. Kita beli perlengkapan si kembar buat oleh oleh," usul Naya sambil berdiri pula dari duduknya dan melangkah menaiki tangga. "Nay ...! Kamu serius kan ngajak aku malam ini, jangan bercanda loo, ya?!"Faris tak percaya saat mendengar adiknya dengan begitu cepat mengiyakan permintaannya untuk bertemu baby twins. "Serius la, Mas. Ini aku mau ganti baju, walau kamu nggak ikut pun, aku harus ke sana malam ini," jawab Naya tanpa menghentikan langkahnya.Mendengar ucapan sang adik, Faris pun berlari menaiki tangga menuju ke kamarnya, hingga hampir menabrak Naya."Maaf, aku buru buru." ucapnya sambil terus melangkah cepat menaiki tangga dan masuk, kemudian menutup pintu kamarnya. Tak peduli dengan mata sang adik yang sudah melotot."Buru buru mau ke mana, perginya kan bareng aku juga?!" Na
"Nay, tolong kamu tidurkan Ghina."Faris memberikan bayi perempuan yang masih tidur pada Naya, untuk meletakkannya di box berwarna pink di kamar. Pintu yang di buka sudah dengan amat sangat dan sangat pelan itu, masih menimbulkan suara juga.Hingga menimbulkan suara kecil dari dalam box bayi berwarna biru. "Aduh ...." seru Faris yang kemudian melangkahkan kaki menuju ke box yang berisi anak lelakinya."Dia tampan, sangat tampan."Ada senyum yang menghiasi bibir Faris saat melihat anak lelakinya tertidur dengan pulas."Mas, anakmu ...."Terdengar suara Ghina yang nampaknya mau mulai menangis lagi. Hingga cepat cepat Naya mengangkat lagi Ghina dari boxnya dan segera meletakkan kembali ke tangan Faris. Ghina tak jadi menangis, hanya menggerakkan kaki dan badannya seperti sedang gelisah, tangan dan kakinya terus bergerak tak mau tenang."Nay, mungkin Ghina lapar, karena capek tadi habis nangis. Tolong siapkan susu dong, please," pinta mas Faris pada adiknya.Naya langsung bangkit ke ku
"Assalamualaikum"Sapaan Ivana saat membuka kamarnya, ketika baru saja pulang selesai dari piketnya di rumah sakit, tak ada jawaban. Namun tampak di hadapannya sebuah pandangan yang menyejukkan hati.Naya yang tertidur sambil memeluk box ranjang milik Ghani. Sedangkan Faris tertidur di kasurnya bersama Ghina.Takut kedatangannya mengganggu yang sedang tertidur, dengan berjingkat agar tak menimbulkan suara, Ivana melangkah kembali turun ke lantai bawah."Va ...!" sapa Nenek membuat langkahnya berbelok menuju dapur."Nenek ...." Ivana meraih dan menciumi punggung tangan Nenek."Kamu baru pulang, sudah sarapan belum? Rizalnya ke mana, kok nggak kelihatan?" cecar Nenek tanpa menoleh pada cucu perempuannya itu."Belum, tadi lepas piket langsung pulang, Rizal langsung balik lagi, ada pasiennya yang mau di operasi, jadi harus stand by." Ivana menjawab sambil memperhatikan apa yang di lakukan Nenek."Kalau gitu, bantu Nenek masak, yuk! Buat sarapan, lagian kita kan ada tamu, Faris dan Naya
"Mas ...! Di sini!" Rizal melambaikan tangannya pada Mas Faris yang sedang celingak celinguk mencari sosoknya. Resto depan rumah sakit memang terkenal ramai bila di jam jam istirahat kantor. Jadi tak heran kalau tadi Faris sempat bingung mencari keberadaan Rizal yang tertutup oleh ramainya pengunjung."Apa kabar, Mas?" Rizal berdiri dan mengulurkan telapak tangannya, menyalami Mas Faris yang sudah berdiri di depannya."Baik, terima kasih, Rizal. Maaf kalau aku ganggu waktu kamu, sedang tak terikat pasien kan?" ujar Faris sambil menerima ajakan jabatan tangan Rizal."Untuk dua jam ke depan aku bebas. Mas mau aku pesankan makanan atau minuman?" tawar Rizal ramah. Sambil kembali duduk berhadapan dengan Faris.Mas Faris kemudian memesan yang dia inginkan pada seorang pelayan yang kebetulan sudah berdiri di sampingnya menunggu pesanan Faris."Rizal, sebelumnya, aku mau berterima kasih, karena kamu sudah bersedia, siap siaga menjaga anakku dan Ivana saat sedang hamil. Aku bersyukur akhir
Ada yang berbeda dari penampilan panti saat ini, halaman depannya yang luas kini terpasang tenda berwarna hijau dengan berhiaskan pita berwarna warni di setiap sudut dan dia antara sudut ke sudut. Beberapa mobil dan pick up seliweran tak berhenti menaikkan dan menurunkan barang.Ya! Besok adalah hari pernikahan antara Ivana dan Rizal. Wajar bila dirayakan dengan meriah.Tampak pula mobil Papa Adi yang baru datang bersama Mama Via, membawa serta tiga orang wanita dan satu lelaki yang turut bersamanya."Dam! Ivana di mana?" tanya Papa Adi pada Ayah Damar yang sedang berkomunikasi di telpon dengan arah membelakanginya. Di teras rumah.Ayah Damar yang juga telah menyelesaikan hubungan ponselnya segera berbalik arah begitu mendengar Papa Adi bertanya keberadaan Ivana.Akan tetapi Ayah Damar sejenak termangu saat tahu siapa yang sedang berdiri bersama Mama Via. "Mak ...!" panggil Ayah Damar yang melangkah mendekati wanita tua berkerudung seadanya itu. Tak peduli pada Papa AdiKemudian me
"Sah ....?!" tanya Ayah Damar yang sedang memegang erat tangan Rizal pada saksi yang berada di antara dua sisi meja yang berhadapan. Dengan memalingkan wajahnya ke kanan dan ke kiri, secara bergantian."Sah ...!" sahut beberapa orang yang hadir di acara ijab kabul antara Rizal dan Ivana. Dengan semangat karena bahagia."Alhamdulillah ...!" seru para tetamu undangan dan sanak saudara."Aamiin, aamiin ...!" Kembali terdengar saling bersahutan saat seorang ulama yang sengaja di undang membacakan doa atas pernikahan Rizal dan Ivana yang baru saja terjadi. Dengan khidmat, yang di ikuti para undangan.Setelah selesai dengan doanya. Kemudian Ulama tersebut memberikan tanda pada Ayah Damar, untuk memanggil pengantin perempuannya agar mendampingi pengantin pria. Ayah Damar memberikan tanda juga pada Naya yang berada di ujung tangga.Dengan di jemput Mama Via dan Bulek Tina, Ivana tampak manglingi sekali, sangat cantik walau pun dengan menggunakan make up sederhana di balut gaun pengantin hi
“Sebelum kamu tanyakan itu pada Ivana, kita berandai andai dulu, apa jawabanmu kalau kamu berada di posisi Ivana?" Faris terdiam saat mendengar apa yang di katakan oleh mama, pertanyaan yang di balik kini ke dirinya sendiri."Aku memilih tidak mau berhenti?!" jawab Faris, terdengar lemah tak bersemangat.Bukan tanpa alasan Faris memilih tidak menerima, karena dia sendiri tahu bagaimana keras dan gigihnya Ivana saat berusaha menyelesaikan kuliah yang pada saat itu dalam kondisi sakit hati, karena proses bercerai dengan dirinya dan dalam kondisi hamil."Lalu apa yang membuatmu hingga bisa yakin atau berharap Ivana mau menuruti ucapanmu untuk berhenti menjadi Dokter? Apakah karena kamu sekarang mempunyai status sebagai CA-LON suami?!" tanya mama Via, terdengar penuh dengan tekanan."Aku -""Ada apa denganmu? Kenapa tiba tiba menjadi seorang lelaki yang suka mengikat istrimu? Wanita bekerja bukan hanya karena uang tapi juga agar bisa bersosialisasi."Mama Via kembali melontarkan pertanya
Triiiiing!Mama Via yang baru saja menjejakkan kakinya di kamar setelah menemani Naya hingga terlelap di kamarnya, segera mencari di mana tadi sumber suara berada. Sudah lama dirinya tak mendengar bunyi ponsel sejak kepergian almarhum.Di ambilnya benda pipih berwarna emas yang tadi lupa ia letakkan di nakas dekat kamar mandi, dan membawanya menuju ke balkon di depan kamarnya, walau pun sudah tak bersuara lagi.Seakan ingin berlama lama di balkon, mama Via sengaja memakaikan minyak seree untuk obat anti nyamuk, juga sebagai minyak penghangat pengganti, penghalau rasa dingin.Damar! Nama yang tertera di pesan aplikasi warna hijau, membuatnya kembali tersenyum dengan arti yang tak mungkin di jelaskan.Namun dia tidak segera merta membuka pesan itu, malah membuka pesan dengan foto profil pernikahan dirinya dengan almarhum.Air matanya basah seketika itu pula, saat membaca pesan pesan yang ada, lengkap dengan emoji emoji dan stiker yang dulu sangat almarhum sukai.“Apakah kamu sungguh
Faris seketika terdiam saat melihat di meja sebelah kiri dekat etalase sana, Ivana duduk berhadap hadapan dengan Dokter Mark, Dokter yang dia anggap sebagai saingan berat dalam menaklukan hati bekas bininya sampai saat ini. Setelah menimbang sebentar, Faris melangkahkan kaki ke arah kasir, tidak langsung mendatangi meja Ivana dan Dokter itu."Mbak, pesan kopi hitam tanpa gula, tolong dijadikan satu dengan bill dokter Ivana, biar sekalian saya bayar," ujarnya pada seorang perempuan yang menggunakan seragam di balik mesin penghitung."Baik, silahkan di tunggu sebentar." Perempuan di balik kasir itu pun memberikan kertas yang entah apa isinya kepada temannya yang menggunakan seragam sama corak beda warna.Faris sesekali terlihat mencuri pandang pada Ivana dan Dokter yang terlihat sangat akrab, dengan sesekali di iringi tawa oleh keduanya."Terima kasih," kata Faris, sesaat kemudian dirinya sudah menerima cup kopi dengan menggunakan tangan kanan, dan tangan kiri menerima kertas bukti
“Apa yang sebenarnya membuatmu berat, Via?” tanya Damar saat ini mereka ada di teras, di temani seorang maid yang duduk di kursi yang diletakkan agak jauh, Namun masih bisa mendengar apa yang tamu dan nyonya sedang bicarakan.“Aku hanya heran kenapa kamu seperti sangat ingin agar aku mau menerima pernikahan ini, apakah kamu tak ingin bertemu dengan istrimu lagi nantinya di akhirat, karena aku pernah mendengar jika kita menikah lagi, maka kita tak akan bertemu nantinya dengan pasangan kita yang pertama.”Damar menghela napas panjang, memandangi perempuan yang semakin terlihat cantik karena dalam bingkaian kerudung berwarna pastel saat ini “Kamu itu aneh, Vi … pikiranmu itu terlalu jauh menurutku, sebaiknya saat ini yang kita pikirkan adalah apakah amalan kita bisa menuntun kita masuk ke surganya, nanti saat di surga Allah akan mengabulkan apa yang kita inginkan, bukan? Jadi kita bisa minta untuk dikumpulkan lagi seperti dulu, ada Ana, Adi, kita dan seluruh keluarga kita.”Damar terdi
“Sayaaang, apa yang kau dapatkan dari riadohmu selama ini?” tanya ayah Damar pada Ivana setelah hampir sepuluh hari melebihi dari target yang anaknya janjikan kepada Naya, Dimas, dan Faris.“Aku hanya bermimpi Faris bersama Rizal yang tersenyum kepadaku, Ayah,” ujar Ivana, pagi itu saat sedang sarapan bersama.pp0⅔“Alhamdulillah, aku yakin itu adalah tanda bagus kalau Tuhan menyetujui apa yang Rizal amanatkan kepadamu dan Faris,” seru Nenek dengan mata binar terlihat sangat bahagia.Melihat sang Nenek, Ivana datang mendekat dan mengusap wajah yang masih terlihat cantik di usianya yang sudah banyak itu dengan perlahan, dari saking bahagianya sang Nenek sampai membuat basah kedua matanya.“Terima kasih … Sayang.” Nenek berkata lembut, dua perempuan cantik berbeda generasi itu saling tatap dalam arti yang sama pula.“Lalu bagaimana dengan Via, Damar? Apakah kamu juga mendapatkan hal yang sama seperti yang di impikan oleh anakmu.”Damar hanya tersenyum, tak menjawab apa yang di tanyakan
“Aku tak menyangka kalau mantannya Farislah yang ternyata berasal dari keluarga Kamandaka, aku jadi tak heran, pantas saja lelaki itu tidak mau lepas begitu saja, apalagi melihat kedekatan antara dua keluarga itu sudah terjalin dnegan sangat baik sekali, pasti mereka juga sedang mengincar kekayaan kamandaka yang tak habis habis itu!” ujar Papi Yunus dengan sesekali memukul pahanya sendiri dengan tangannya yang terkepal, pelan.“Andai kita tahu kalau yang kaya ternyata mantan istrinya, nggaklah mungkin aku akan bersusah payah membelikan tas dan beramah tamah dengan keluarga Faris.”Mendengar apa yang dikatakan oleh kedua orang tuanya, Rika hanya bisa tersenyum dalam tangis, tak menyangka hidupnya bakalan se rumit itu, padahal di kelilingi oleh orang terdekat Namun entah kenapa tidak pernah dirasa tulus mencintainya.“Kenapa kamu malah tersenyum seperti itu? Kamu senang ya, karena apa yang di lakukan oleh mami dan papi kali ini ternyata salah besar?!” tanya Mami dengan wajah tak mengen
“Umroh?!” Dengan wajah yang terlihat tak percaya dan hampir bersamaan, Ayah Damar dan mama Via mengucapkan satu pertanyaan yang sama.Dimas dan Faris bukannya menjawab, mereka berdua hanya tersenyum saja, melihat ayah Damar dan mama Via yang tampak salah tingkah.“Bagaimana kamu bisa tahu tentang hal itu? Apakah Ivana yang menceritakan padamu tentang mimpi yang aku alami selama beberapa malam ini?!” tanya ayah Damar setelah dia berhasil menenangkan dirinya.“tidak …. Bukan hanya Ivana yang cerita tapi Naya juga, mereka bilang kalau mama tidak bisa tidur karena mimpi yang sama berulang kali, begitu juga dengan ayah Damar. Jadi sekarang apa yang membuat kalian ragu untuk melaksanakan apa yang papa adi inginkan?!” "Via, apakah benar kamu mengalami mimpi yang sama denganku, mimpi bertemu dengan adi di Mekah?" tanya ayah Damar dengan wajah membias bahagia dan penuh harap. Senyum Damar kini terlihat berbeda saat anggukan kepala mama Via terlihat berulang kali tadi sebagai jawaban dari pe
Seorang lelaki yang baru saja masuk, segera memotong ucapan Faris, dan membuat kaget karena kedatangannya yang mendadak, Namun mampu membuat Faris, mama Via, Dimas dan Ivana tesenyum.“Pak Kamandaka!!” seru pak Yunus dengan wajah senang sekaligus bimbang, sehingga tanpa sadar dia berdiri dan menyambut ketika melihat lelaki yang baru saja datang yang nyatanya nanti akan menjadi pengacara keluarga Faris untuk melawan dirinya.“Pak Kamandaka, saya dan istri ingin meminta maaf atas kejadian saat di kantor anda, kami berdua tidak tahu kalau lelaki yang kami usir ternyata anda,” ujar Pak yunus dengan kedua tangan yang tergenggam. Tentu saja ini membuat Rika mengerutkan keningnya, dia menatap Papi dengan mata tak percaya. “Mengusir? Mami dan Papi berani mengusir pak Kamandaka dari kantornya?” Rika yang sedang bermonolog lirih, mengulang apa yang dikatakan oleh Papinya tadi. “Ooo … ini alasan kenapa Papi dan Mami berubah sebaik manusia."Mendengar ucapan Rika, Bu Yunus menepuk bahu anakn
“Minta maap?” Faris mengulang apa yang dikatakan oleh tamunya dengan senyum yang terlihat seperti seringai jahat dan kejam.“Apa saya tidak salah dengar?” ujar Faris, kini dengan wajah datar tanpa ekpresi. Kedua matanya menatap tajam ke ketiga tamunya silih berganti.“Tentu saja, dan lihatlah ini, sengaja aku belikan ini untuk mamamu, agar kamu dapat melihat ketulusan kami,” ujar Nyonya Yunus, dengan kedua tangan yang sedang memegang paper bag dengan tulisan sebuah merk dunia, terulur ke arah Faris.“Apa yang membuat sikap anda menjadi sangat manusia seperti ini?” tanya Faris yang terlihat sudah bisa membaca ada maksud tertentu dari sikap baik dari orang yang kemarin sangat menghina keluarganya.“Faris, kenapa tamunya tidak di persilahkan duduk lebih dulu, Nak?” Faris yang mendengar suara yang sangat dia kenal dari belakang punggungnya, seketika itu juga menolehkan kepalanya ke arah sumber suara.“Mama, kok sudah keluar dari kamar? Apakah ada yang mengganggumu?” tanya Faris dengan si