Esa tengah sibuk memainkan handphone sambil sesekali bersenandung. Tidak ada hal menarik sebenarnya, ia hanya membuka beberapa fitur media sosial secara acak tanpa jelas apa yang sedang ingin dia lihat.
Wajahnya sesekali tampak mengernyit, lalu kemudian cerah kembali dan begitulah seterusnya. Sementara seseorang lainnya hanya menatap Esa dengan tatapan bosan. Sudah hampir satu jam mereka dengan posisi seperti itu. Esa yang tiduran di pahanya namun atensinya sepenuhnya tertuju pada handphone.
"Bukan kencan seperti ini yang aku harapkan," dengus nya.
"Benarkah?" tanya Esa tanpa minat. Dia bahkan tidak menolehkan sedikitpun kepala kepada lawan bicaranya.
"Ayolah Sa, ini su
Track terbangun dari tidurnya, lagi-lagi dia bermimpi buruk. Mimpi yang sudah bertahun-tahun menemaninya. Selama beberapa tahun terakhir mimpi itu tidak pernah hadir terutama sejak kelahiran Mark. Tapi, setelah Dareen datang dan menanyakan semua tentang ayahnya, mimpi buruknya kembali datang.Ten yang ikut terbangun segera mengambil air minum dan memberikannya kepada Track. "Mimpi buruk itu lagi?" tanya Ten dengan raut wajah khawatir.Track tersenyum lembut. "Maaf aku membangunkan mu dan membuatmu khawatir."Ten menggeleng. "Tidak apa, aku mengerti. Sekiranya semua hal ini kembali mengganggumu, aku akan minta Dareen untuk tidak pernah bertanya apapun lagi padamu.""Aku tidak tahu. Tiba-tiba saja mimpi itu kembali. Mimpi saat aku melepas kepergian ibu. Hari dimana semua kehidupanku dan ayah berubah. Jujur sekarang aku mengkhawatirkan ayah. Dia mungkin jahat, tapi dia tidak pernah&
Jane baru saja akan memejamkan mata namun bel rumahnya tiba-tiba berbunyi. Tidak hanya sekali, tapi berulang-ulang bahkan terdengar tidak sabaran. Awalnya Jane berniat mengabaikan karena ini sudah mendekati tengah malam namun suara bel yang tidak kunjung berhenti membuatnya lama-lama menjadi jengkel juga.Jane sedikit mengernyit bingung karena tidak banyak yang tahu tentang alamat rumahnya. Dan yang sering berkunjung hanya keluarga Dareen dan juga Raiden. Jane pikir Dareen atau keluarganya tidak mungkin berkunjung karena Anna sedang sakit sedangkan Raiden? Laki-laki itu bahkan sejam lalu baru menghubunginya dan tentu saja dia masih berada diluar kota.Dengan langkah gontai dan malas, akhirnya Jane memutuskan untuk melihat siapa tamu tak diundang yang tidak punya sopan santun sama sekali itu.Mata Jane memicing tajam saat melihat siapa tamunya. Jane berdiri di
Esa memeluk Anna dengan erat. Hari ini dia merasa sangat lelah dan ingin bermanja-manja dengan ibunya. Sudah lama rasanya sejak terakhir kali dia menempeli sang ibu. Sejak ibu dan ayahnya rujuk, kesempatan Esa untuk bersama sang ibu juga berkurang terutama karena dia sendiri jarang di rumah untuk beberapa alasan penting.Anna yang memang sedang bedrest hanya menghabiskan kesehariannya di tempat tidur, dan kali ini ada Esa di sampingnya yang memeluknya dengan erat. Sedangkan Dareen berada diruang kerja."Mama--" panggil Esa yang kini menelusupkan kepalanya di depan dada Anna. Sementara Anna mengusap punggungnya dengan lembut."Hmm, kenapa sayang?" tanya Anna yang sedang menikmati cuddling bersama sang anak."Aku sangat menyayangi mama.""Mama juga," jawab Anna disertai senyuman hangat."Mama, sekarang aku tenang karena ada papa dan adik bayi. Jadi kalau aku pergi, aku tidak perlu mengkhawatirkan mama lag
Tiba dimana hari Dareen mengantarkan Esa ke sekolah. Meski dengan berat hati, namun demi memenuhi keinginan sang anak akhirnya Dareen rela mengalah.Begitu mereka sampai, Dareen tidak lantas membiarkan Esa pergi begitu saja, namun dia memberikan sejumlah aturan yang harus dan tidak boleh Esa lakukan. Bukan bermaksud mengekang kebebasan anaknya, hal ini Dareen lakukan justru untuk melindungi sang putra."Dengarkan papa baik-baik. Semua yang papa katakan tadi demi kebaikanmu." Dareen memegang kedua sisi lengan Esa."Aku tahu papa. Tapi bukankah itu berlebihan? Aku bukan Dara, setidaknya aku sehat dan baik-baik saja."Dareen menghela nafas, sepertinya Esa belum paham situasinya. Dia melarang putranya jelas karena Dareen tahu kon
Esa memang sudah mulai kembali sekolah seperti biasa, namun semua tidak lagi sama untuknya. Terlalu banyak perubahan, baik dari teman-teman nya maupun lingkungan sekolahnya.Tidak ada Edo dan Minie yang selalu bertengkar dimana pun mereka bertemu. Semua teman-teman sekelasnya tampak menjauhi Esa, karena sekarang bukan hanya Jenny yang diawasi oleh Bodyguard tapi juga dirinya.Esa mendesah pelan saat pandangannya bersama Jenny tidak sengaja bertemu satu sama lain. Esa segera memutus kontak mata tersebut, sementara Jenny justru menatapnya semakin intens seolah ada yang sedang coba dia sampaikan melalui pandangan tersebut.Terhitung tiga hari semenjak Esa kembali ke sekolah, dan selama itu juga mereka berdua belum sempat terlibat dalam sebuah pembicaraan. Bahkan bertegur sapa pun tidak. E
Dareen tengah sibuk membolak-balik kertas yang berada di ruang kerjanya. Sudah beberapa hari ini, dia kembali pindah membawa pekerjaannya ke rumah, tetapi bukan rumahnya bersama Anna, melainkan rumah yang dulu dia tempati bersama Dara dan tanpa sepengetahuan siapapun kecuali Edwin.Bukan tanpa alasan mengapa Dareen melakukan semua ini, karena yang dia lakukan disini bukan bekerja melainkan sibuk mempelajari semua berkas riwayat hidup milik anaknya. Jika Dareen melakukannya di kantor atau di rumah, kemungkinan besar orang-orang di sekitarnya akan tahu dan Dareen belum siap untuk itu karena bagaimanapun Esa sendiri belum terbuka padanya, terutama jika semua itu diketahui oleh Anna.Anna sedang dalam kondisi lemah, baik secara fisik maupun mental. Beberapa hari y
Anna tengah menikmati usapan tangan Dareen di perutnya. Sudah hampir tengah malam, namun dia justru kesulitan untuk tidur sehingga Dareen terus mengelus perutnya agar segera terlelap."By, tidurlah. Kau pasti lelah setelah bekerja seharian," Anna menatap suaminya yang tampak mengantuk tapi masih bersedia menemaninya."Tidak apa sayang. Aku akan tidur saat kau sudah tidur," Dareen tersenyum dan mencium kening istrinya."Aku banyak tidur selama seharian ini, makanya sekarang aku tidak mengantuk. Sementara kau banyak bekerja jadi sekarang waktunya untuk istirahat.""Tidak apa-apa.""By," panggil Anna pelan."Hm, kenapa sayang? Kau ingin sesuatu?" tanya Dareen."Tadi siang ibu dan Dona menemaniku disini."
Sesuai dengan yang sudah direncanakan, Dareen dan Esa hari ini pergi ke rumah sakit tanpa sepengetahuan Anna. Mereka pamit untuk berangkat ke sekolah dan bekerja, tapi kenyataan di tengah jalan mereka mengubah tujuan dan pergi ke rumah sakit.Dareen tidak ingin menyia-nyiakan waktu dengan membiarkan penyakit Esa semakin bertambah parah. Dia tahu, penyakit putranya hanya soal waktu. Dan selagi masih ada yang bisa diusahakan, maka Dareen akan melakukan segala upaya untuk kesembuhan putranya itu. Dareen tidak akan membiarkan dirinya kehilangan seorang anak lagi.Begitu sampai di rumah sakit, Esa langsung melakukan serangkaian pemeriksaan bersama Henry untuk mengetahui kondisi perkembangan anak itu.
Brenda membolak-balikan kertas yang ada di tangannya untuk membaca secara berulang kali informasi yang tertulis diatasnya. Sudah hampir satu jam Brenda bertahan dengan posisi tersebut dan mengabaikan lawan bicaranya yang duduk bersebrangan dengannya di sofa. Kerutan di kening Brenda tidak hilang sama sekali sejak pertama ia membaca kertas tersebut sampai akhirnya sebuah desahan keras terdengar. "Oke, cukup! Aku rasa aku tidak akan pernah mengerti meski aku baca sampai kertas ini robek sekalipun." Brenda menjatuhkan tubuhnya dan memijat keningnya yang mulai pusing. "Lalu apa yang akan dr. lakukan sekarang?" tanya lawan bicara Brenda yang masih duduk anteng dan memaklumi rasa frustasi yang di perlihatkan oleh seniornya itu.
Wenda menatap punggung Raiden yang sedang membuat sarapan. Tatapan matanya begitu fokus seolah ada sesuatu yang menarik dari punggung lebar milik suami nya itu. Ekspresi Wenda pun berubah-ubah, terkadang dia terlihat bahagia, namun sesaat kemudian berubah menjadi kecewa, sedih, dingin bahkan tidak terbaca sama sekali. Sudah 2 minggu Wenda dan Raiden kembali tinggal bersama. Kondisi kejiwaan Wenda juga mulai stabil, setidaknya dirinya tidak pernah lagi mencoba untuk bunuh diri. Tapi walaupun begitu hubungan mereka tidak membaik seperti yang diharapakan karena Raiden tidak pernah benar-benar menganggap keberadaan Wenda meski mereka tinggal bersama. "Makanlah," ujar Raiden dingin saat menyodorkan sepiring sandwich dihadapan Wenda. Wenda
Dona menatap lekat sebuah album foto yang dia temukan di ruang baca milik keluarga Tucker. Tatapannya begitu fokus saat lembar demi lembar dia buka secara perlahan. Namun semakin lama, semakin banyak lembaran yang terbuka, ekspresi wajahnya justru semakin tidak terbaca. Ada kerutan di keningnya yang menandakan sebuah kebingungan. "Kak Dareen?" gumamnya penuh tanya. "Tapi kenapa fotonya di simpan di akhir, tidak berurutan seperti yang sebelumnya?" Dona mengambil salah satu foto yang tersimpan di bagian akhir album. Album foto yang sedang Dona lihat adalah album yang berisi foto-foto masa kecil Dareen. Mulai dari foto bayi hingga foto saat Dareen memasuki sekolah dasar. Semua tersusun dengan rapi dan berurutan di dalam album tersebut. Tapi ada satu foto ya
Edwin membolak-balik berkas-berkas yang akan dia gunakan untuk menuntut Wenda. Sudah berhari-hari dirinya disibukkan dengan hal yang sama, tapi tidak sedikitpun dia merasa lelah atau putus asa. Wenda memang masih dalam perawatan medis akibat depresi berat, tapi Edwin akan tetap memastikan perempuan tersebut masuk kedalam penjara dan menerima semua balasan dari perbuatannya. "Hah, aku benar-benar tidak mengerti," desah Edwin pelan. "Kali ini apa?" tanya Hanna yang setia mendampingi suaminya di ruang kerja. "Zayn Boseman dan Richard Clay.""Bukankah sudah jelas kenapa mereka saling serang, lalu bagian mana yang membuatmu ma
Dona keluar dari rumah sakit dengan wajah lelah. Sudah beberapa hari ini dia memiliki banyak jadwal operasi. Selain itu, dirinya juga disibukkan dengan pemikiran tentang Jesfer, Jeffrey dan kabar Jeno yang masih abu-abu.Hari ini Dona meminta ijin untuk pulang lebih cepat karena ingin mencari informasi tentang keberadaan Ten, sahabatnya dan satu-satunya orang yang ingin dia mintai penjelasan.Sebelum pergi menuju tempat parkiran mobil, Dona memilih untuk membeli minuman kaleng dan meneguk nya dengan kasar di bangku yang tidak jauh dari parkiran.Dona mendesah kasar begitu cairan tersebut melewati tenggorokannya. "Aku benar-benar bisa gila," desisnya pelan sambil meremat kaleng yang tidak berdosa tersebut hingga tidak berbentuk lagi dan membuangnya asal."Kenapa mereka mempermainkan ku? Siapa yang harus aku percaya sekarang?!" tanyanya pada dirinya sendiri."Maaf tante, ini sampahnya," seor
Ten berlari bagai orang kesetanan. Semua mata para penjaga rumahnya menatap bingung kearah majikannya yang tiba-tiba saja masuk rumah dengan terus berteriak."Mark!" panggil Ten dengan panik."Mark!" lagi Ten memanggil nama putranya.Para maid yang sedang bekerja pun segera menuju sumber suara untuk mengetahui apa yang sedang terjadi."Dimana Mark?" tanya Ten masih dengan nada panik."Mohon maaf nyonya, tuan muda Mark tidak berada di rumah," jawab salah satu Maid yang menunduk takut."What? Lalu dimana Mark? Siapa yang mengijinkan dia keluar?"emosi Ten seketika naik."Maaf nyonya, sepertinya tuan besar Track yang mengijinkan.""Ten, ada apa?" Track keluar dari ruang kerjanya dan menghampiri Ten yang tengah menatap para maid nya dengan tajam."Mana anakku?" desis Ten tajam.
Dareen mengerang frustasi saat menyaksikan layar laptop yang berada di meja sofa ruang rawat kamar Anna. Bagaimana tidak, di depannya sekarang tengah ada adegan live putra kesayangannya tengah berciuman dengan mesra di atas tempat tidur rumah sakit.Ya, dikamar Esa ada CCTV yang terhubung ke laptop yang sengaja dia letakkan dikamar Anna agar memudahkan Dareen untuk mengawasi keduanya sekaligus.Anna yang juga ikut menyaksikan adegan tersebut hanya bisa meringis. Bagaimanapun dirinyalah yang memberi ijin kepada Jenny untuk menemui Esa, dan sekarang dia harus mendengarkan omelan suaminya.Anna sendiri tidak pernah menyangka hal seperti ini akan terjadi dia bahkan masih tidak percaya jika putranya mampu melakukan hal berani seperti itu, oh Anna sepertinya lupa jika Esa dan Jenny pernah melakukan hal yang lebih berani dari pada itu.
Anna menatap kedua putranya dengan gemas. Sampai saat ini dia masih belum sepenuhnya percaya bahwa dirinya telah melahirkan dua orang bayi yang sangat menggemaskan ini dengan keadaan sehat dan sempurna tanpa kekurangan sesuatu apapun. Meski mereka lahir prematur, dan terkesan lahir karena 'paksaan' tapi beruntung keduanya bayi beserta ibunya sehat.Anna tersenyum lembut saat melihat salah satu putranya masih terjaga. Sepertinya Subin senang bertemu dengan ibunya sehingga dia memilih untuk tetap membuka mata setelah kenyang menyusu. Sementara Yuvin sedang tidur dengan nyenyak. "Subin kenapa belum bobo hm?" tanya Anna dengan gemas saat putranya begitu intens menatap kearahnya.Subin dan Yuvin masih dalam perawatan sehingga Anna hanya bisa menjenguk mereka sesekali saat akan menyusui saja selebihnya dia harus bersabar karena hanya mampu melihat kedua putranya melalui layar kaca."Apa Su
Dareen menatap Esa yang tengah tertidur pulas setelah meminum obatnya. Ada gurat kesedihan yang tampak jelas di wajah tampan pria yang baru saja siuman dari pingsan itu.Satu jam yang lalu Dareen siuman, begitu dia bangun hal pertama yang dia tanyakan adalah keadaan istri dan anak-anaknya terutama Esa yang belum sempat dia temui sama sekali.Lama menatap Esa dalam diam, Dareen kembali mendesah pelan untuk kesekian kalinya. Pembicaraannya dengan Henry beberapa waktu lalu membuatnya frustasi. Esa harus segera di operasi, tapi permasalahannya siapa yang akan menjadi donor untuk putranya itu. Saat ini satu-satunya orang yang belum melakukan pemeriksaan hanya Anna.Sebagai ibu kandung Esa, Anna memiliki persentase kecocokan yang lebih besar dengan Esa, tapi Dareen tidak mau berharap terlebih Anna baru saja melahirkan dan kondisinya sekarang bahkan masih belum sadar