Anna, Esa dan Dareen tengah menikmati acara keluarga dengan menonton film bersama. Anna menyandarkan kepalanya di pundak Dareen sementara Esa tidur di paha ibunya. Film yang mereka tonton adalah film horor.
Esa terus memejamkan matanya karena dia memang takut pada film horor, sementara Dareen memilih untuk acuh dan tidak terlalu memperhatikan film karena dia sendiri tidak menyukai film horor sama seperti Esa. Tapi apa daya, mereka tidak bisa menolak untuk menonton karena ini permintaan Anna. Sekali lagi ini permintaan Anna.
"Ada apa dengan kalian?" Anna berdecak malas. Kepalanya menoleh ke kiri dan melihat Esa yang sama sekali tidak membuka mata. Kemudian menoleh ke kanan, dan hasilnya sama saja Dareen malah so sibuk sendiri dengan pura-pura fokus pada majalah bisnis di tangannya.
Dengan kesal Anna menarik majalah tersebut dan langsung dihadiahi desahan pelan oleh Dareen. "Anna, kembalikan," pinta Dareen dengan pelan.
Esa menikmati teh yang disajikan oleh Jane. Konsultasi mereka baru selesai beberapa menit yang lalu. Tadinya Esa berniat pulang bersama sang ibu namun niatnya dia urungkan. Dan disinilah mereka. Di halaman belakang rumah perempuan mungil nan manis tersebut. Mengobrol dan menikmati suasana halaman belakang yang cukup sejuk. "Sepertinya semua sudah baik-baik saja Sa," ucap Jane yang masih memeriksa beberapa dokumen perkembangan kesehatan mental Esa selama ini. "Baguslah jika begitu," jawab Esa dengan senyuman tulusnya. "Terima kasih untuk semuanya dok."Jane menghela nafas. "Aku tahu kau bisa mengendalikan dirimu sendiri. Trauma mu tidak seserius yang Dareen khawatirkan."
Esa tengah sibuk memainkan handphone sambil sesekali bersenandung. Tidak ada hal menarik sebenarnya, ia hanya membuka beberapa fitur media sosial secara acak tanpa jelas apa yang sedang ingin dia lihat. Wajahnya sesekali tampak mengernyit, lalu kemudian cerah kembali dan begitulah seterusnya. Sementara seseorang lainnya hanya menatap Esa dengan tatapan bosan. Sudah hampir satu jam mereka dengan posisi seperti itu. Esa yang tiduran di pahanya namun atensinya sepenuhnya tertuju pada handphone. "Bukan kencan seperti ini yang aku harapkan," dengus nya. "Benarkah?" tanya Esa tanpa minat. Dia bahkan tidak menolehkan sedikitpun kepala kepada lawan bicaranya. "Ayolah Sa, ini su
Track terbangun dari tidurnya, lagi-lagi dia bermimpi buruk. Mimpi yang sudah bertahun-tahun menemaninya. Selama beberapa tahun terakhir mimpi itu tidak pernah hadir terutama sejak kelahiran Mark. Tapi, setelah Dareen datang dan menanyakan semua tentang ayahnya, mimpi buruknya kembali datang.Ten yang ikut terbangun segera mengambil air minum dan memberikannya kepada Track. "Mimpi buruk itu lagi?" tanya Ten dengan raut wajah khawatir.Track tersenyum lembut. "Maaf aku membangunkan mu dan membuatmu khawatir."Ten menggeleng. "Tidak apa, aku mengerti. Sekiranya semua hal ini kembali mengganggumu, aku akan minta Dareen untuk tidak pernah bertanya apapun lagi padamu.""Aku tidak tahu. Tiba-tiba saja mimpi itu kembali. Mimpi saat aku melepas kepergian ibu. Hari dimana semua kehidupanku dan ayah berubah. Jujur sekarang aku mengkhawatirkan ayah. Dia mungkin jahat, tapi dia tidak pernah&
Jane baru saja akan memejamkan mata namun bel rumahnya tiba-tiba berbunyi. Tidak hanya sekali, tapi berulang-ulang bahkan terdengar tidak sabaran. Awalnya Jane berniat mengabaikan karena ini sudah mendekati tengah malam namun suara bel yang tidak kunjung berhenti membuatnya lama-lama menjadi jengkel juga.Jane sedikit mengernyit bingung karena tidak banyak yang tahu tentang alamat rumahnya. Dan yang sering berkunjung hanya keluarga Dareen dan juga Raiden. Jane pikir Dareen atau keluarganya tidak mungkin berkunjung karena Anna sedang sakit sedangkan Raiden? Laki-laki itu bahkan sejam lalu baru menghubunginya dan tentu saja dia masih berada diluar kota.Dengan langkah gontai dan malas, akhirnya Jane memutuskan untuk melihat siapa tamu tak diundang yang tidak punya sopan santun sama sekali itu.Mata Jane memicing tajam saat melihat siapa tamunya. Jane berdiri di
Esa memeluk Anna dengan erat. Hari ini dia merasa sangat lelah dan ingin bermanja-manja dengan ibunya. Sudah lama rasanya sejak terakhir kali dia menempeli sang ibu. Sejak ibu dan ayahnya rujuk, kesempatan Esa untuk bersama sang ibu juga berkurang terutama karena dia sendiri jarang di rumah untuk beberapa alasan penting.Anna yang memang sedang bedrest hanya menghabiskan kesehariannya di tempat tidur, dan kali ini ada Esa di sampingnya yang memeluknya dengan erat. Sedangkan Dareen berada diruang kerja."Mama--" panggil Esa yang kini menelusupkan kepalanya di depan dada Anna. Sementara Anna mengusap punggungnya dengan lembut."Hmm, kenapa sayang?" tanya Anna yang sedang menikmati cuddling bersama sang anak."Aku sangat menyayangi mama.""Mama juga," jawab Anna disertai senyuman hangat."Mama, sekarang aku tenang karena ada papa dan adik bayi. Jadi kalau aku pergi, aku tidak perlu mengkhawatirkan mama lag
Tiba dimana hari Dareen mengantarkan Esa ke sekolah. Meski dengan berat hati, namun demi memenuhi keinginan sang anak akhirnya Dareen rela mengalah.Begitu mereka sampai, Dareen tidak lantas membiarkan Esa pergi begitu saja, namun dia memberikan sejumlah aturan yang harus dan tidak boleh Esa lakukan. Bukan bermaksud mengekang kebebasan anaknya, hal ini Dareen lakukan justru untuk melindungi sang putra."Dengarkan papa baik-baik. Semua yang papa katakan tadi demi kebaikanmu." Dareen memegang kedua sisi lengan Esa."Aku tahu papa. Tapi bukankah itu berlebihan? Aku bukan Dara, setidaknya aku sehat dan baik-baik saja."Dareen menghela nafas, sepertinya Esa belum paham situasinya. Dia melarang putranya jelas karena Dareen tahu kon
Esa memang sudah mulai kembali sekolah seperti biasa, namun semua tidak lagi sama untuknya. Terlalu banyak perubahan, baik dari teman-teman nya maupun lingkungan sekolahnya.Tidak ada Edo dan Minie yang selalu bertengkar dimana pun mereka bertemu. Semua teman-teman sekelasnya tampak menjauhi Esa, karena sekarang bukan hanya Jenny yang diawasi oleh Bodyguard tapi juga dirinya.Esa mendesah pelan saat pandangannya bersama Jenny tidak sengaja bertemu satu sama lain. Esa segera memutus kontak mata tersebut, sementara Jenny justru menatapnya semakin intens seolah ada yang sedang coba dia sampaikan melalui pandangan tersebut.Terhitung tiga hari semenjak Esa kembali ke sekolah, dan selama itu juga mereka berdua belum sempat terlibat dalam sebuah pembicaraan. Bahkan bertegur sapa pun tidak. E
Dareen tengah sibuk membolak-balik kertas yang berada di ruang kerjanya. Sudah beberapa hari ini, dia kembali pindah membawa pekerjaannya ke rumah, tetapi bukan rumahnya bersama Anna, melainkan rumah yang dulu dia tempati bersama Dara dan tanpa sepengetahuan siapapun kecuali Edwin.Bukan tanpa alasan mengapa Dareen melakukan semua ini, karena yang dia lakukan disini bukan bekerja melainkan sibuk mempelajari semua berkas riwayat hidup milik anaknya. Jika Dareen melakukannya di kantor atau di rumah, kemungkinan besar orang-orang di sekitarnya akan tahu dan Dareen belum siap untuk itu karena bagaimanapun Esa sendiri belum terbuka padanya, terutama jika semua itu diketahui oleh Anna.Anna sedang dalam kondisi lemah, baik secara fisik maupun mental. Beberapa hari y