Dareen, Esa dan Anna tiba di kediaman mereka, rumah yang pernah Anna tinggalkan 16 tahun lalu sekaligus rumah yang menjadi tempat hadirnya Esa serta bayi yang ada dalam kandungannya sekarang.
Anna menghela nafas berat, bagaimanapun rumah ini menyimpan terlalu banyak kenangan untuknya. Dan terakhir kali dia kemari, dia harus menanggung resiko memiliki bayi. Tentu ingatan tersebut juga menjadi salah satu bagian yang membuatnya terasa berat untuk menginjakkan kaki disini lagi. Namun saat ini Anna tidak punya pilihan, jika dia egois terhadap perasaannya lagi, dia mungkin akan berakhir sama seperti 16 tahun lalu. Dan tentu saja Anna tidak ingin itu. Meski dia belum bisa sepenuhnya menerima Dareen dan juga berdamai dengan perasannya, namun kali ini dia akan lebih dulu mengutamakan anak-anak nya.
Dengan langkah berat, Anna menyusuri setiap sudut ruangan di dalam rumah tersebut. Saat mengantar Dareen mabuk, Anna menang tidak sempat untuk melihat-lihat. Namun sekarang dia menya
Raiden pulang dengan wajah tertunduk. Pertemuannya dengan Jane memberi pengaruh yang buruk untuk kesehatan mentalnya. Setelah 17 tahun berlalu tanpa pernah bertemu ataupun tahu kabar perempuan yang pernah menyandang nama belakang yang sama dengannya.Dengan langkah yang berat, Raiden memasuki kamar miliknya. Disana, ada Wenda yang tengah duduk dengan santai namun wajahnya tampak tidak bersahabat."Kau baru pulang?" Tanya Wenda yang menyadari kehadiran suaminya."Hm," Sementara Raiden hanya menjawab dengan gumaman."Kenapa telat? Jinu tadi menunggumu untuk makan,""Aku makan bersama Dareen dan keluarganya." Jawab Raiden tanpa minat. Pikirannya sekarang sungguh berat."Keluarganya?" Wenda melirik tak suka."Anna dan Esa.""Oh. Apa mereka baik-baik saja?" Tanya Wenda penasaran."Ya." Jawab Raiden singkat. Kemudian dia duduk diatas tempat tidur. "Dan sebaiknya berhenti bertanya. Aku lelah." Kemudian Raiden memilih memejamkan
Daniel, Wendy dan Jessica kini tengah berkumpul di ruang keluarga kediaman Daniel. Sebelumnya mereka memang sudah sepakat untuk bertemu dan membahas pekerjaan. Beberapa hari ini Wendy memang disibukkan dengan pekerjaan sama seperti Daniel karena mereka memang menyadari akan adanya hal yang berbahaya."Aku tidak tahu mereka akan semakin berani." ucap Wendy yang sejak tadi sebenarnya sudah geram."Ini salahku, karena membawa Esa terlalu cepat kemari." sesal Daniel. "Sehingga dia harus mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan.""Sebenarnya kedatangan Esa sudah tepat, hanya saja kehamilan Anna diluar prediksi." keluh Jessica yang kini memijat keningnya."Kupikir mereka akan menghabiskan waktu lebih lama untuk baku hantam, dengan begitu W
Pagi-pagi sekali Esa sudah dijemput oleh Daniel dengan alasan kakek neneknya itu kesepian dan meminta Esa untuk menemani. Padahal sebenarnya Esa dijemput untuk bekerja. Tanpa menaruh curiga sedikitpun, Anna dan Dareen mengijinkan putra mereka pergi, selain kondisi Esa yang sudah membaik, mereka juga percaya sepenuhnya jika bersama Daniel dan Jessica, Esa akan baik-baik saja.Dareen sendiri masih belum masuk kantor secara resmi, dia hanya bekerja di rumah sambil menemani Anna. Raiden juga tidak keberatan untuk mengantar dokumen-dokumen penting ke rumah Dareen, dia malah menyarankan Dareen agar lebih lama bekerja dari rumah.Anna pagi ini juga sangat manja. Setelah bolak-balik dari kamar mandi akibat morning sickness, tidak sedikitpun dia mau bergerak. Tubuhnya terus menempel pada Dareen. Dareen sih tidak kebera
Jane menghela nafas kasar bekali-kali. Raiden, pria di depannya itu tidak mau pergi sama sekali padahal Jane sudah dengan keras memintanya untuk pergi.Acara beres-beres rumah sudah selesai sejak satu jam yang lalu, namun Raiden malah memilih untuk duduk di sofa ruang tamu milik Jane dengan santai. Tidak hanya duduk biasa, dia juga menjulurkan kakinya di atas sofa tersebut."Kau benar-benar tidak tahu malu," ketus Jane lalu meninggalkan Raiden ke dapur. Dia sudah lelah dan menyerah untuk meminta mantan suaminya itu pergi.Raiden bukannya tidak menyadari raut kesal yang dengan jelas Jane tunjukkan, namun dia memilih untuk mengabaikannya sebelum Jane bersedia untuk diajak bicara.Setelah menunggu 15 menit lamanya, Jane tak kunjung kembali ke ruang tengah. Raiden yang merasa bosan akhirnya memilih untuk menyusul perempuan mungil tersebut.Begitu sampai di dapur, Raiden tersenyum keci
"Yakk Mark, berhenti mencium pipi Hila!" teriak seorang perempuan cempreng dari arah dapur saat mendapati anak sulungnya tengah menciumi sang bayi yang sedang tertidur di box nya.Sedangkan yang dipanggil namanya hanya tersenyum tanpa dosa. "Hila menggemaskan mom." sebuah cengiran ditunjukkan oleh anak laki-laki tampan berusia 5 tahun tersebut."No Markeu jangan menyentuh Hila terlalu sering, nanti kulitnya bisa iritasi." keluh sang ibu yang kini sedang menghapus bekas ciuman Mark di pipi gembul putri bungsunya.Track yang baru saja pulang dari kantor pun hanya mampu mendesah pelan. Pasalnya semenjak istrinya melahirkan anak kedua, sang istri menjadi lebih sering bertengkar dengan anak sulungnya. Bukan pertengkaran serius
Anna, Esa dan Dareen tengah menikmati acara keluarga dengan menonton film bersama. Anna menyandarkan kepalanya di pundak Dareen sementara Esa tidur di paha ibunya. Film yang mereka tonton adalah film horor.Esa terus memejamkan matanya karena dia memang takut pada film horor, sementara Dareen memilih untuk acuh dan tidak terlalu memperhatikan film karena dia sendiri tidak menyukai film horor sama seperti Esa. Tapi apa daya, mereka tidak bisa menolak untuk menonton karena ini permintaan Anna. Sekali lagi ini permintaan Anna."Ada apa dengan kalian?" Anna berdecak malas. Kepalanya menoleh ke kiri dan melihat Esa yang sama sekali tidak membuka mata. Kemudian menoleh ke kanan, dan hasilnya sama saja Dareen malah so sibuk sendiri dengan pura-pura fokus pada majalah bisnis di tangannya.Dengan kesal Anna menarik majalah tersebut dan langsung dihadiahi desahan pelan oleh Dareen. "Anna, kembalikan," pinta Dareen dengan pelan.
Esa menikmati teh yang disajikan oleh Jane. Konsultasi mereka baru selesai beberapa menit yang lalu. Tadinya Esa berniat pulang bersama sang ibu namun niatnya dia urungkan. Dan disinilah mereka. Di halaman belakang rumah perempuan mungil nan manis tersebut. Mengobrol dan menikmati suasana halaman belakang yang cukup sejuk. "Sepertinya semua sudah baik-baik saja Sa," ucap Jane yang masih memeriksa beberapa dokumen perkembangan kesehatan mental Esa selama ini. "Baguslah jika begitu," jawab Esa dengan senyuman tulusnya. "Terima kasih untuk semuanya dok."Jane menghela nafas. "Aku tahu kau bisa mengendalikan dirimu sendiri. Trauma mu tidak seserius yang Dareen khawatirkan."
Esa tengah sibuk memainkan handphone sambil sesekali bersenandung. Tidak ada hal menarik sebenarnya, ia hanya membuka beberapa fitur media sosial secara acak tanpa jelas apa yang sedang ingin dia lihat. Wajahnya sesekali tampak mengernyit, lalu kemudian cerah kembali dan begitulah seterusnya. Sementara seseorang lainnya hanya menatap Esa dengan tatapan bosan. Sudah hampir satu jam mereka dengan posisi seperti itu. Esa yang tiduran di pahanya namun atensinya sepenuhnya tertuju pada handphone. "Bukan kencan seperti ini yang aku harapkan," dengus nya. "Benarkah?" tanya Esa tanpa minat. Dia bahkan tidak menolehkan sedikitpun kepala kepada lawan bicaranya. "Ayolah Sa, ini su
Brenda membolak-balikan kertas yang ada di tangannya untuk membaca secara berulang kali informasi yang tertulis diatasnya. Sudah hampir satu jam Brenda bertahan dengan posisi tersebut dan mengabaikan lawan bicaranya yang duduk bersebrangan dengannya di sofa. Kerutan di kening Brenda tidak hilang sama sekali sejak pertama ia membaca kertas tersebut sampai akhirnya sebuah desahan keras terdengar. "Oke, cukup! Aku rasa aku tidak akan pernah mengerti meski aku baca sampai kertas ini robek sekalipun." Brenda menjatuhkan tubuhnya dan memijat keningnya yang mulai pusing. "Lalu apa yang akan dr. lakukan sekarang?" tanya lawan bicara Brenda yang masih duduk anteng dan memaklumi rasa frustasi yang di perlihatkan oleh seniornya itu.
Wenda menatap punggung Raiden yang sedang membuat sarapan. Tatapan matanya begitu fokus seolah ada sesuatu yang menarik dari punggung lebar milik suami nya itu. Ekspresi Wenda pun berubah-ubah, terkadang dia terlihat bahagia, namun sesaat kemudian berubah menjadi kecewa, sedih, dingin bahkan tidak terbaca sama sekali. Sudah 2 minggu Wenda dan Raiden kembali tinggal bersama. Kondisi kejiwaan Wenda juga mulai stabil, setidaknya dirinya tidak pernah lagi mencoba untuk bunuh diri. Tapi walaupun begitu hubungan mereka tidak membaik seperti yang diharapakan karena Raiden tidak pernah benar-benar menganggap keberadaan Wenda meski mereka tinggal bersama. "Makanlah," ujar Raiden dingin saat menyodorkan sepiring sandwich dihadapan Wenda. Wenda
Dona menatap lekat sebuah album foto yang dia temukan di ruang baca milik keluarga Tucker. Tatapannya begitu fokus saat lembar demi lembar dia buka secara perlahan. Namun semakin lama, semakin banyak lembaran yang terbuka, ekspresi wajahnya justru semakin tidak terbaca. Ada kerutan di keningnya yang menandakan sebuah kebingungan. "Kak Dareen?" gumamnya penuh tanya. "Tapi kenapa fotonya di simpan di akhir, tidak berurutan seperti yang sebelumnya?" Dona mengambil salah satu foto yang tersimpan di bagian akhir album. Album foto yang sedang Dona lihat adalah album yang berisi foto-foto masa kecil Dareen. Mulai dari foto bayi hingga foto saat Dareen memasuki sekolah dasar. Semua tersusun dengan rapi dan berurutan di dalam album tersebut. Tapi ada satu foto ya
Edwin membolak-balik berkas-berkas yang akan dia gunakan untuk menuntut Wenda. Sudah berhari-hari dirinya disibukkan dengan hal yang sama, tapi tidak sedikitpun dia merasa lelah atau putus asa. Wenda memang masih dalam perawatan medis akibat depresi berat, tapi Edwin akan tetap memastikan perempuan tersebut masuk kedalam penjara dan menerima semua balasan dari perbuatannya. "Hah, aku benar-benar tidak mengerti," desah Edwin pelan. "Kali ini apa?" tanya Hanna yang setia mendampingi suaminya di ruang kerja. "Zayn Boseman dan Richard Clay.""Bukankah sudah jelas kenapa mereka saling serang, lalu bagian mana yang membuatmu ma
Dona keluar dari rumah sakit dengan wajah lelah. Sudah beberapa hari ini dia memiliki banyak jadwal operasi. Selain itu, dirinya juga disibukkan dengan pemikiran tentang Jesfer, Jeffrey dan kabar Jeno yang masih abu-abu.Hari ini Dona meminta ijin untuk pulang lebih cepat karena ingin mencari informasi tentang keberadaan Ten, sahabatnya dan satu-satunya orang yang ingin dia mintai penjelasan.Sebelum pergi menuju tempat parkiran mobil, Dona memilih untuk membeli minuman kaleng dan meneguk nya dengan kasar di bangku yang tidak jauh dari parkiran.Dona mendesah kasar begitu cairan tersebut melewati tenggorokannya. "Aku benar-benar bisa gila," desisnya pelan sambil meremat kaleng yang tidak berdosa tersebut hingga tidak berbentuk lagi dan membuangnya asal."Kenapa mereka mempermainkan ku? Siapa yang harus aku percaya sekarang?!" tanyanya pada dirinya sendiri."Maaf tante, ini sampahnya," seor
Ten berlari bagai orang kesetanan. Semua mata para penjaga rumahnya menatap bingung kearah majikannya yang tiba-tiba saja masuk rumah dengan terus berteriak."Mark!" panggil Ten dengan panik."Mark!" lagi Ten memanggil nama putranya.Para maid yang sedang bekerja pun segera menuju sumber suara untuk mengetahui apa yang sedang terjadi."Dimana Mark?" tanya Ten masih dengan nada panik."Mohon maaf nyonya, tuan muda Mark tidak berada di rumah," jawab salah satu Maid yang menunduk takut."What? Lalu dimana Mark? Siapa yang mengijinkan dia keluar?"emosi Ten seketika naik."Maaf nyonya, sepertinya tuan besar Track yang mengijinkan.""Ten, ada apa?" Track keluar dari ruang kerjanya dan menghampiri Ten yang tengah menatap para maid nya dengan tajam."Mana anakku?" desis Ten tajam.
Dareen mengerang frustasi saat menyaksikan layar laptop yang berada di meja sofa ruang rawat kamar Anna. Bagaimana tidak, di depannya sekarang tengah ada adegan live putra kesayangannya tengah berciuman dengan mesra di atas tempat tidur rumah sakit.Ya, dikamar Esa ada CCTV yang terhubung ke laptop yang sengaja dia letakkan dikamar Anna agar memudahkan Dareen untuk mengawasi keduanya sekaligus.Anna yang juga ikut menyaksikan adegan tersebut hanya bisa meringis. Bagaimanapun dirinyalah yang memberi ijin kepada Jenny untuk menemui Esa, dan sekarang dia harus mendengarkan omelan suaminya.Anna sendiri tidak pernah menyangka hal seperti ini akan terjadi dia bahkan masih tidak percaya jika putranya mampu melakukan hal berani seperti itu, oh Anna sepertinya lupa jika Esa dan Jenny pernah melakukan hal yang lebih berani dari pada itu.
Anna menatap kedua putranya dengan gemas. Sampai saat ini dia masih belum sepenuhnya percaya bahwa dirinya telah melahirkan dua orang bayi yang sangat menggemaskan ini dengan keadaan sehat dan sempurna tanpa kekurangan sesuatu apapun. Meski mereka lahir prematur, dan terkesan lahir karena 'paksaan' tapi beruntung keduanya bayi beserta ibunya sehat.Anna tersenyum lembut saat melihat salah satu putranya masih terjaga. Sepertinya Subin senang bertemu dengan ibunya sehingga dia memilih untuk tetap membuka mata setelah kenyang menyusu. Sementara Yuvin sedang tidur dengan nyenyak. "Subin kenapa belum bobo hm?" tanya Anna dengan gemas saat putranya begitu intens menatap kearahnya.Subin dan Yuvin masih dalam perawatan sehingga Anna hanya bisa menjenguk mereka sesekali saat akan menyusui saja selebihnya dia harus bersabar karena hanya mampu melihat kedua putranya melalui layar kaca."Apa Su
Dareen menatap Esa yang tengah tertidur pulas setelah meminum obatnya. Ada gurat kesedihan yang tampak jelas di wajah tampan pria yang baru saja siuman dari pingsan itu.Satu jam yang lalu Dareen siuman, begitu dia bangun hal pertama yang dia tanyakan adalah keadaan istri dan anak-anaknya terutama Esa yang belum sempat dia temui sama sekali.Lama menatap Esa dalam diam, Dareen kembali mendesah pelan untuk kesekian kalinya. Pembicaraannya dengan Henry beberapa waktu lalu membuatnya frustasi. Esa harus segera di operasi, tapi permasalahannya siapa yang akan menjadi donor untuk putranya itu. Saat ini satu-satunya orang yang belum melakukan pemeriksaan hanya Anna.Sebagai ibu kandung Esa, Anna memiliki persentase kecocokan yang lebih besar dengan Esa, tapi Dareen tidak mau berharap terlebih Anna baru saja melahirkan dan kondisinya sekarang bahkan masih belum sadar