Jaydan melirik sebentar pada Angel yang masih menatap lurus ke depan, lelaki itu kemudian kembali menaut rembulan dengan matanya.
"Iya, kau memang aneh, sulit dimengerti. Maksudku, bagaimana bisa kau datang ke sini sendirian, malam-malam, di saat kau belum tahu jalur tempat ini seperti apa. Bagaimana kalau ada binatang buas yang menerkammu?"
"Aku sudah biasa dikelilingi binatang berkedok manusia. Jadi ancaman itu tidak berlaku untukku. Kalau boleh memilih, lebih baik mati dimakan binatang buas daripada hidup di antara manusia yang sifatnya seperti hewan."
"Tetap saja, kau itu perempuan, kau harus memiliki rasa takut sebagai alarm keamananmu. Kau harus menyimpan rasa itu agar hatimu tidak lupa bagaimana caranya meminta pertolongan saat kau dalam bahaya. Rasa berani yang berlebihan bisa menyeretmu pada sesuatu yang mengerikan."
Para peserta pelatihan berangsur-angsur memasuki bus yang akan membawanya pulang ke kampus. Setelah menempuh perjalanan sekitar setengah jam dari titik perkemahan, mereka tampak senang dan antusias. Tidak sabar rasanya bersantai, duduk manis sambil ngemil, atau tidur dalam bus sepanjang perjalanan yang lumayan memakan banyak waktu. Wajah lelah dan kurang tidur terpeta jelas di masing-masing peserta dan panitia namun hal itu tak mengurangi semangat dan kebahagiaan karena akhirnya mereka berhasil melewati dua malam yang penuh cerita di sana. Momen ini tidak akan terlupakan sepanjang hidup mereka, menjadi kenangan yang akan terasa menyenangkan walaupun saat mengalaminya terasa penuh siksaan. Bisa dibilang Jaydan adalah orang yang paling bahagia melihat pemandangan ini. Dia bersyukur karena acara yang selama kurang lebih satu bulan ia rencanakan ini akhirnya berhasil. Semuanya berkat kekompakan dan kerja sama anggota BEM yang bahu membahu mengerahkan seluruh tenaga demi
Jaydan tersenyum geli melihat tingkah gila teman-temannya, ada perasaan senang ketika melihat para anggota baru BEM bisa melebur akrab bersama seniornya. Memang itu yang ia harapkan, kebersamaan sesama anggota adalah kunci paling penting dalam sebuah organisasi. Meskipun aksi teman-temannya itu sedikit mengusik kegiatan Jaydan yang sedang mendengarkan musik pilihannya, dia tidak kesal sama sekali. Dilihatnya Angel yang menampakkan raut terganggu dengan kehebohan yang ada. "Kau mau ikut menyumbang suara?" tanya Jaydan yang langsung dibalas delikan sebal Angel. "Jangan harap!" "Eh, benar juga, sebaiknya jangan. Suasana bus ini akan mendadak seperti kuburan kalau kau bernyanyi." "Tidak usah bicara padaku, nikmati saja kegiatanmu." Angel melipat kedua tangannya di atas perut,
Angel mengembuskan napas berat beberapa kali, tak peduli seberapa sering otaknya berputar mencari solusi, jawaban dari permasalahannya hari ini tak kunjung menemui titik terang. Dia mengeluarkan dompet, hanya tersisa beberapa lembar uang yang cukup untuk uang sakunya selama satu minggu ke depan sebelum uang saku berikutnya cair. Dia memerlukan uang tambahan untuk membayar biaya inap Moca di tempat penitipan hewan. Karena peraturan asrama kampus yang tak mengizinkan Angel membawa hewan peliharaan ke sana maka ia terpaksa menitipkan kucing kesayangannya itu. Selayaknya layanan akomodasi untuk manusia, biaya yang diperlukan untuk penginapan Moca tentu tidak sedikit. Meski sudah jatuh miskin, ia tetap ingin menjaga kucing pemberian ayahnya itu dengan baik karena hanya Moca satu-satunya hadiah dari sang ayah yang Angel miliki sekarang. Sebenarnya ia bisa saja menitipkan kucing itu di kediaman pamannya, tapi Angel khawatir
Beberapa saat kemudian, langkah cepat Angel membawanya tiba di tempat tujuan dalam waktu singkat. Begitu pun dengan Alessa yang kini sudah tahu apa tujuan Angel datang ke tempat yang didominasi para lelaki itu. "Kamu yakin mau menitipkannya pada Jaydan?" "Sebenarnya tidak yakin, tapi kurasa dia lebih baik daripada Renata dan Hena. Moca juga pernah bertemu dengannya dan kelihatannya kucing ini menyukai Jaydan." "Bagaimana kalau dia menolak?" "Coba saja dulu, siapa tahu dia mau." "Ya, sudah, sana kamu panggil Jaydannya." "Temani aku," pinta Angel mulai ragu untuk mendatangi Jaydan sendirian. Bukan apa-apa, saat ini Jaydan sedang berkumpul dengan teman-temannya di gazebo dekat ruang sekretariat BEM. Lelaki itu tampak sibuk berkutat dengan laptopnya, ada juga Karel, Brian, dan Gerry yang sedang asyik bernyanyi bersama diiringi gitar yang dimainkan Karel. Selain pandai mengoleksi kekasih, rupanya Karel juga cukup lihai dalam memaink
"Pulang, Vin, pulang. Main futsalnya belum tapi otakmu sudah bergeser jauh sekali dari tempatnya," komentar Karel jengah, ia mengusir Kevin dengan tangannya mengibas-ibas agar lelaki itu segera pergi dari hadapannya sebelum emosi Karel semakin meledak. Brian dan Gerry hanya tertawa melihat Kevin yang kebingungan mendapati Karel yang kesal. Kedua lelaki itu akhirnya merangkul Kevin bersama-sama lantas menyeretnya menjauh dari gazebo. Karel mendesah berat setelah kepergian teman-temannya. Sesaat kemudian dia sadar bahwa sejak tadi ada seseorang yang memperhatikan perdebatannya dengan Brian, Kevin, dan Gerry. Alessa masih di tempat semula, berdiri sambil memegangi sebuah kandang yang menyerupai keranjang. "Hei, duduk!" kata Karel pada Alessa. Gadis berambut pendek dan berkacamata bulat itu celingukan setelah mendengar perintah Karel. "Aku?" tanya Alessa sambil menunjuk dirinya sendiri. "Kau pikir ada orang lain di sini?" Alessa sontak men
"Kau mau mematung semalaman?" tanya Jaydan akhirnya karena Angel tak kunjung mengutarakan maksud dan tujuannya minta bertemu. Lima menit mereka mengasingkan diri dari Karel dan kawan-kawan, selama itu pula Jaydan berdiri menanti Angel membuka percakapan namun yang dilakukan gadis itu hanya melamun, menatap Moca, lalu melirik Jaydan sekilas setelahnya ia melenguh panjang. Begitu terus selama lima menit. Jaydan tidak keberatan diajak bicara empat mata karena ia pikir memang ada hal mendesak yang ingin gadis itu katakan padanya. Jika dia tahu Angel mengajaknya ke sana hanya untuk saling bersahutan napas, lebih baik Jaydan menyelesaikan tugas kuliahnya untuk besok. "Aku ... aku mau ... mau ..." "Mau jadi kekasihku lagi? Sudah kubilang aku belum—." "Bukan itu!" sungut Angel lantang ketika Jaydan mulai menyinggung hal memalukan itu lagi di depan Angel, lelaki itu menarik sudut bibirnya tipis. "Lalu mau apa?" "Di keluargamu ada yang alergi bu
Hari-hari terus berlalu, Angel semakin terbiasa dengan kehidupannya yang sekarang. Serba pas-pasan namun penuh kedamaian. Hinaan dan hujatan masih sering dia terima, baik yang terang-terangan, yang diam-diam, atau yang gamblang di dunia maya. Tak peduli sebanyak apa prestasi yang dia gapai, bayang-bayang kasus korupsi dan pencucian uang ayahnya begitu melekat pada Angel. Gadis itu lelah? Ya, jujur dia lelah tapi bukan lelah mendengar hinaan orang. Dia hanya lelah berjuang sendiri untuk mendoakan kebahagiaan ayahnya di atas sana. Hanya dia yang mengharapkan kebaikan bagi pria itu sementara orang lain terus menerus menghujatnya dan mencapnya sebagai orang jahat. Angel merasa bersalah untuk itu. Dia ingin membersihkan nama ayahnya tapi bingung harus melakukan apa. Dia tidak lagi memiliki kuasa, tidak lagi memiliki uang, tidak lagi memiliki jaringan pada orang-orang hebat yang bisa membantunya menyelesaikan masalah hukum ini. Semua pengacara keluarganya mundur teratur, t
Seluruh anggota BEM sedang melakukan rapat untuk perayaan hari jadi organisasi mereka tahun ini. Acara tentunya akan diadakan secara formal dengan dihadiri perwakilan petinggi lembaga. Jaydan sedang memimpin rapat pembagian tugas bagi anggotanya. Rapat itu sudah berlangsung sekitar tiga puluh menit, setelah penentuan posisi maka pembahasan berikutnya akan dilanjutkan untuk penentuan isi acara. Rencananya perayaan ulang tahun kali ini akan dibuat lebih spesial dibanding tahun-tahun sebelumnya. Usia BEM Nethern University sudah memasuki tahun ke-25. Usia emas, produktif, dan matang. Semua anggota berharap di usia ke-25 ini, organisasi mereka bisa semakin berjaya dan menjadi organisasi yang benar-benar bisa menjembatani mahasiswa dan lembaga untuk saling bekerja sama mencapai tujuan dengan upaya yang maksimal. "Ada lagi usulan untuk susunan acara nanti?" tanya Jaydan setelah menghimpun beberapa pendapat anggota. Naina mengangkat tangan, izin menyampaikan pendapa
Semuanya masih terasa seperti mimpi bagi Angel. Ujian hidupnya sungguh berat dan dia takjub pada dirinya sendiri karena bisa kuat dan bertahan sampai detik ini. Detik di mana ia bisa mengulang semua adegan demi adegan kehidupannya yang tak menyenangkan hanya dalam ingatan dan kenangan. Mendapat penolakan Jaydan di awal cerita, kehilangan sang ayah, dibenci semesta, berseteru dengan sahabat dan keluarga, bahkan sampai mendapat teror pembunuhan oleh dua orang gila yang dibutakan obsesi dan dendam kesumat.Ujian-ujian itu sungguh berat ketika dijalani namun ketika Angel berhasil melewatinya hanya tersisa perasaan lega terlepas dari hasilnya yang baik atau sebaliknya Angel tidak peduli. Dari semua kejadian yang menimpanya, Angel belajar banyak hal baru. Tentang rasa saling menghargai, pentingnya mempercayai seseorang, persahabatan yang tulus, pentingnya dukungan keluarga. Hal-hal sederhana yang tanpa sadar mampu menjadi penangkal berbagai masalah buruk dalam hidup.Memang
Tubuh Angel menghantam lemari sampai bergetar. Punggungnya terluka terkena pecahan kaca. Gerry terus melakukan serangan bahkan ketika Angel sudah tak berdaya karena lemas. Darah keluar sari telapak tangannya yang tersayat pecahan kaca.“Mati kau Angel Lee!” teriak Gerry siap menginjak bagian dada Angel.Sayang, sebelum aksinya berhasil sebuah tendangan mendarat di punggungnya dan Gerry pun tersungkur. Jaydan pelakunya, dia datang di momen yang tepat.“Angel,” cicit Jaydan khawatir, ia membantu kekasihnya untuk berdiri.Sementara Karel langsung melepaskan jaketnya dan menutupi bagian atas Alessa yang compang-camping. Amarah Karel mendidih, dia ingin melenyapkan Gerry dengan segera namun sekarang yang terpenting adalah Alessa. Lelaki itu ingin memberikan ketenangan dan kenyamanan untuk sang kekasih.“Kamu tunggu di sini,” kata Jaydan lagi setelah menyisihkan Angel ke tempat yang aman.Tatapan nyalang tak ter
Di tangan Naina ada sebuah boneka beruang yang cukup lucu. Ia mendekati Angel seraya memamerkan senyum mengerikan ala psikopat yang ada di film-film thriler. Tangan satunya lagi memegang belati yang masih berlumuran darah Moca. Darah Angel mendidih detik itu juga, ia ingin berontak tapi waswas Naina menyerangnya dengan benda tajam itu."Kak Angel, kau mau tahu tidak bagaimana caraku menganiaya kucing kesayanganmu?" tanya Naina dengan suara dibuat seramah mungkin."Pertama, aku tangkap dia seperti ini," katanya sambil mencekik leher boneka beruang."Lalu dia mengeong kesakitan, aku yakin kau pasti menangis guling-guling kalau melihatnya. Setelah itu, aku sayat lehernya begini!"Sret!Suara robekan terdengar begitu nyata, Angel membayangkan boneka itu adalah Moca. Napasnya tiba-tiba sesak, dia tidak sanggup mendengar kelanjutan cerita Naina."Setelah itu aku tusuk bagian perutnya sampai seluruh jeroannya keluar seperti ini."Naina mengh
Tangan kanan Gerry menangkup pipi Angel sekuat mungkin, “Tidak usah berlaga bodoh, Angel Lee. Aku muak melihatnya! Ayo jawab, di mana kau melihat Antonio mati, hm?”“Apa urusanmu? Kenapa kau ingin tahu hal itu?”“Aku? Aku bukan siapa-siapa, hanya seorang anak malang yang harus kehilangan ayah terkasihnya karena monster kejam seperti ibumu. Antonio itu ayahku, Angel Lee, dan ibumu merenggut nyawanya dengan sadis tepat di depan matamu. Kau ingat sekarang, hah?!”Gerry mendorong kepala Angel sampai membentur lantai, Alessa memekik—ingin membantunya tapi tak bisa karena kedua tangannya terikat. Alhasil Alessa hanya bisa menangis sambil memohon ampun pada Gerry.“Kau dan ibumu sama-sama perempuan monster, Angel Lee! Kenapa kau masih hidup, hah? Akan lebih baik jika orang-orang seperti keluargamu mati cepat dan berkumpul di neraka! Tebus semua dosa kalian selamanya!”Angel menangis, dia ingat kejadian
Penculikan ini terjadi beberapa saat lalu, tepatnya saat senja menghilang dan langit menggelap. Angel dan keluarga Alessa tengah bersiap menutup kedai. Para pengawal pun terlihat masih setia menanti nonanya di depan sana. Tepat pukul delapan persiapan untuk pulang sudah selesai. Ibu dan adik Alessa naik ke mobil lebih dulu sedangkan Alessa dan Angel keluar terakhir karena harus mengunci kedai terlebih dahulu.Tersisa dua pengawal yang masih menunggu Angel, tiba-tiba gerombolan pria berpakaian hitam berdatangan. Jumlahnya cukup banyak, mungkin ada sepuluh sampai lima belas orang. mereka memukuli pengawal Angel dan langsung menyeret Angel dan Alessa ke mobil. Pengawal yang sebelumnya sudah masuk mobil mencoba melawan namun mereka kalah jumlah dari kumpulan gangster itu.Sepanjang perjalanan Angel dan Alessa berontak, mereka baru diam ketika sang penculik membius keduanya sampai tak sadarkan diri. begitu membuka mata Angel sudah berada di sebuah bangunan yang membawa memo
“Di mana Angel?” tanya Jaydan berusaha mengatur napas dan amarahnya, dia tidak ingin terlihat terpancing oleh Naina.“Dia ada di depanku bersama si cupu, temannya yang sangat loyal. Kakak ingin mendengar suara mereka?”“Argh, sakit ...,” ringis Alessa, Karel yakin itu suara kekasihnya.Dia mendekat pada Jaydan—langsung memaki tindakan Naina.“Berengsek! Kau apakan kekasihku, hah?!”Karel lebih emosional dibanding Jaydan, hatinya sakit mendengar jerit kesakitan Alessa di sana.“Aw, rupanya kau sudah jadi kekasih si Cupu, kak Karel. Aku tidak melukainya kok, kau tenang saja. kami hanya sedikit bermain-main. Di depanku sekarang sudah ada tali tambang, bensin, dan pisau tajam yang kugunakan untuk mencabik tubuh kucing kesayangan Angel. Kira-kira kau dan kak Jaydan ingin kami memainkan benda yang mana?”“Sekali kau sentuh Alessa, kau akan mati di tang
Karel tidak mengerti mengapa Jaydan mengajaknya pergi ke kampus malam-malam di saat suasana dan aktivitas penghuninya mulai berkurang. Jelas saja, ini malam hari dan sedang dalam masa libur semester juga. Sudah pasti suasana malamnya tidak akan seramai malam-malam masa sebelum liburan. Karena penjaga sekolah sudah sangat dekat dengan Jaydan, ditambah ayah lelaki itu adalah rektor di sana jadi penjaga pun mengizinkan Jaydan dan Karel untuk mengakses sekretariat BEM dengan mudah. Jaydan memeriksa loker anggota yang tidak dikunci dan laci-laci di lemari tempat menyimpan berkas.“Sebenarnya apa yang kau cari, Jay? Katakan padaku agar aku bisa membantumu. Kalau begini kan aku bingung harus mencari apa.”“Buku catatan milik Gerry, aku ingat pernah melihatnya di ruangan ini,” jawab Jaydan sambil terus mencari tanpa henti.“Buku catatan Gerry? Kenapa kau mencarinya?”Jaydan menjeda aksinya sejenak, Karel ini memang tipika
Angel menghubungi beberapa pengacara keluarganya untuk mengurus kasus teror yang kemarin dia dapat. Laporan terhadap pihak kepolisian pun sudah dilakukan sebagai bentuk kewaspadaan. Ditakutkan ada serangan lain yang Angel dapatkan, alhasil kini kediaman Angel benar-benar dilindungi oleh beberapa petugas polisi dan ada pengawal pribadi juga yang dia sewa.Gadis itu akan memastikan keselamatan dirinya dan keluarga Alessa terjamin selama mereka tinggal bersama di kediaman mendiang Adam Lee. Cukup hanya Moca saja yang menjadi korban, Angel tidak ingin kehilangan sesuatu atau sosok yang dia sayangi lagi. Dia bersumpah tidak akan memaafkan manusia biadab itu siapa pun pelakunya.“Bagaimana Al, kamu sudah menemukan tanda-tanda orang mencurigakan yang terekam kamera cctv?” tanya Angel, ia dan Alessa sedang sibuk memeriksa hasil rekaman cctv dan black box mobil yang terparkir di sekitar kediamannya ketika kejadian pembantaian terhadap Moca terjadi.Sejauh ini
Di sebuah ruangan gelap dan lembap seseorang tengah tersenyum puas mengingat hasil kerjanya yang pasti berhasil membuat geger di rumah Angel. Orang itu duduk di sebuah sofa sambil menyelonjorkan kakinya ke atas meja. Semua rencana yang dia atur benar-benar berjalan dengan baik. Tidak ada satu pun yang mencurigai dirinya sebagai pelaku kejahatan terhadap Angel. Berbulan-bulan dia membuat hidup Angel menderita dan rasanya itu belum cukup. Orang itu tidak akan berhenti sebelum Angel benar-benar mati seperti orang yang dia sayang dulu. Kalau bukan karena ibu gadis iblis itu, mungkin dia tidak akan kehilangan ayah tercintanya.Clek!Suara pintu yang terbuka terdengar begitu nyaring di ruangan kedap suara itu. Gadis berhoodie hitam masuk sambil melepas topi dan maskernya. Dua barang itu dilempar tepat ke tong sampah yang ada di sudut ruangan. Dia duduk di samping sang lelaki setelah saling