“Apa yang terjadi?” Gerardo duduk santai di mini bar miliknya, tempat yang hanya bisa dimasuki orang-orang tertentu.
“Seperti biasa,” jawab Dante, pria itu menyempatkan diri untuk menenggak minumannya. “Sky, Ros dan dua wanita lainnya membuat keributan,” lanjutnya santai. Dante merasa belum waktunya untuk memberitahu bagaimana kondisi Star saat ini, kecuali jika Gerardo sendiri yang bertanya.
Dante merasa ada yang salah dengan gadis itu. Dia, Starla, bukanlah gadis polos yang Dante lihat dulu. Ada kilatan amarah dan keangkuhan dalam sorot matanya. Bahkan dari segi pakaian yang melekat pada tubuh seksinya menjadi hal yang terlalu mencolok.
“Siapa bintang utamanya?”
DEG
Pada akhirnya Dante harus bicara bukan? Dan sekarang adalah waktunya.
“Mungkin kau tidak akan percaya,” jawab Dante dengan sedikit bertele-tele.
“Ck! Tidak perlu bertele-tele seperti, Dante. Kau tahu, aku
“Aku tidak tahu jika ternyata seorang Tuan Gerardo juga bisa terkulai tidak berdaya karena minuman,” cibir Rae saat melihat kelopak mata Gerardo bergerak.Apa yang terjadi pada mereka tadi malam sungguh tidak terduga. Bahkan Rae, untuk pertama kalinya harus disibukkan dengan mengurus Gerardo yang memiliki tubuh besar. Mabuk dan melakukan apa pun sesuka hatinya.“Jam berapa sekarang?” Suara parau Gerardo terasa menggelitik indra pendengaran Rae.“Buka matamu dan lihat sendiri.”“Kepalaku terasa seperti berputar, Nona Catalina. Lagi pula kau hanya perlu menyebutkan angka, bukan harus menghitung.”“Ini sudah tengah hari.”Dengan mengabaikan rasa sakit dan pusing di kepalanya, Gerardo memaksakan diri untuk melihat jam dinding. Benar saja, sekarang sudah pukul dua siang, entah berapa lama ia sudah tertidur. Hal yang terakhir Gerardo ingat adalah saat mendamaikan Sky dan Starla.&l
Rae menatap Gerardo dengan tajam. Sejak awal Rae tidak pernah suka jika Gerardo mengatakan jika ia adalah miliknya. Tidak ada yang bisa memilikinya, Rae adalah pemilik kehidupannya dan tidak ada yang bisa mengubah itu.“Tidak sampai kapan pun!” Rae menepis tangan Gerardo dengan kasar dan pergi begitu saja.Gerardo hanya bisa merelakan wanitanya itu pergi begitu saja, menahan diri untuk tidak mengejar dan membiarkannya sendiri. Selalu seperti itu saat mereka bisa lebih dekat. Rae lah penyebabnya, seolah ia berusaha untuk membentengi dirinya sendiri dari rasa yang bisa menghancurkan semua harapannya untuk bisa balas dendam.“Kau mungkin menghindariku, Nona Catalina, tapi hatimu tidak akan bisa berbohong jika kau bahagia.” Gerardo tersenyum dan beranjak menuju kamar mandi. Sangat tidak nyaman, setelah seharian ia sama sekali tidak bisa membersihkan tubuhnya karena sakit kepala dan pusing yang menderanya.Diam-diam, Rae memperhatikan p
Rae saat ini duduk termenung di depan cermin dalam kamarnya. Sejak kejadian siang itu, Rae merenungkan banyak hal. Ya, banyak sekali, sampai membuat selera makannya menurun drastis.Sejak siang itu pula, Gerardo tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya. Tidak ada kabar ataupun berita mengenai di mana keberadaan pria itu, membuat Rae merasa tidak tenang saat melewati tiga hari tanpa melihat wajah dan tingkah menyebalkan Gerardo.“Sejak kapan aku mulai memikirkannya?” Rae menyentuh dada kirinya, merasakan detak jantungnya. “Aku hanya kesepian, aku tidak merindukannya!” kilahnya sekua hati.Namun ternyata, semakin Rae berusaha keras untuk menyangkal semua rasa rindunya, maka ia semakin tersiksa. Dadanya terasa sesak, membuat Rae sadar jika terus menolak, maka rasanya akan semakin sakit.Untuk bisa melepaskan diri dari kekacauan hatinya, Rae akhirnya memutuskan untuk pergi menuju ruangan khusus, di mana biasanya Gerardo berolah r
Rae ingin pergi, namun kakinya memaksa wanita itu untuk kembali mendekati Gerardo, duduk dengan wajah tidak suka. Bukan wajah menggemaskan yang beberapa waktu pria itu lihat.“Aku tidak tahu jika kau bisa melakukan semua ini.” Gerardo melirik lengannya yang sudah terbalut dengan begitu rapih.“Siapa yang menyerangmu?” Rae duduk di samping Gerardo, memberikan beberapa obat Pereda rasa sakit. Andai saja dia tahu, Gerardo bahkan sudah merasakan sakitnya.“Tidak ada yang tahu, yang pasti mereka dari golongan terlatih. Cara mereka memegang senjata dan memburuku, semua terlihat jelas.”Sejak mendengar kbaar penyerangan tiba-tiba pada Gerardo, Rae berpikir jika itu adalah ulah Venosa. Tidak bisa dipungkiri jika Rae masih memiliki rasa kebersamaan dengan Venosa.“Apa mereka dari Venosa? Maksudku …”“Venosa tidak akan pernah menyerangku saat aku lengah, Nona Catalina. Jujur saja, aku salut
Gerardo menurunkan senjata miliknya dan menatap Rae penuh tanya. Tidak ada yang mencurigakan, namun napas dan keringat di keningnya menunjukkan hal yang berbeda. Bau amis yang menyeruak membuat Gerardo semakin curiga dengan istrinya.JIka dulu Rae bisa masuk dengan mudah ke Mansion Gerardo, bukan tidak mungkin jika Rae juga bisa keluar tanpa diketahui anak buahnya. Tapi untuk apa Rae keluar? Itulah yang saat ini mengusik pikiran Gerardo.“Apa yang kau lakukan di sini, dengan pakaian ini, Nona Catalina?” Gerardo menelisik istrinya dengan sorot mata tajam.“Tidak ada!”“Katakan padaku atau aku akan mencaritahu sendiri.”“Aku tidak peduli! Minggir dan jangan ganggu aku, Tuan Gerardo.”Rae berjalan melewati Gerardo, tidak peduli jika pria itu sudah memanggilnya dengan urat-urat leher yang sudah menyembul. Tempat pertama yang Rae tuju ada meja riasnya. Wanita itu mengambil kotak P3k dan bergegas men
“Kau di sini?” Dante menatap Gerardo tidak percaya. Harusnya Gerard beristirahat dalam kamar ditemani Rae dan keduanya bermesraan, setidaknya itulah yang Dante pikirkan.“Ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu!” jawab Gerardo santai. Hanya di tempat ini, Gerardo akan mengetahui apa yang Rae lakukan. Tidak peduli apa yang akan dikatakan wanita itu padanya, namun Gerard harus tahu kemana Rae pergi.Dante, pria itu saat ini hanya diam memperhatikan semua yang Gerardo lakukan dengan satu tangannya. Saat sebuah rekaman berhasil terbuka, Dante ikut memperhatikannya, namun tidak ada yang menarik di sana. Hanya video Rae dengan pakaian serba hitam yang membuka pintu balkon, menutupnya dan pintu itu tidak kembali terbuka.“Apa ada masalah?” Dante akhirnya kembali bicara.Gerardo memilih untuk tidak bicara dan fokus pada layar tab yang sama sekali tidak berubah, hanya menampilkan suasan kamar pribadi Gerardo yang sepi, tanpa a
Beberapa hari telah berlalu, luka pada lengan Gerardo dan Rae sudah sembuh. Meskipun belum sembuh total, namun keduanya bisa bergerak bebas. Tidak ada perbincangan yang terjadi antara keduanya. Bahkan hidup mereka kembali seperti semula, berjarak dan saling menyapa dengan sinis.“Jangan lakukan apa pun yang akan memancing kemarahanku, Nona Catalina! Selama aku pergi, aku tetap bisa mengawasimu.”Rae mengehentikan gerakan bibirnya dan menatap Gerardo singkat, sampai akhirnya sebuah rencana kembali tersusun apik dalam otaknya.“Apa yang bisa aku lakukan? Bahkan tidak ada satu orang pun yang akan bersedia untuk membantuku di sini.”“Tidak ada atau kau yang selalu menolak setiap bantuanku?” Gerardo menyoncongkan tubuhnya, menatap Rae dari jarak dekat. Ia selalu ingin bisa menatap Rae, rasa rindu dan sepi terasa setelah kejadian tempo hari.Bolehkah jika Gerardo berharap Rae bertanya kemana ia akan pergi? Hanya sekeda
Dengan menggunakan mantel tebal, saat ini Rae berjalan menyusuri jalanan yang begitu sepi. Ia tahu jika tidak akan banyak orang yang berlalu lalang saat cuaca dingin seperti ini. Namun bukan berarti tidak ada bahaya saat kesepian melanda.Rae menyadari sesuatu, sejak keluar dari Mansion Gerardo, ada seseorang yang terus memperhatikannya. Instingnya begitu kuat, bahkan telinga sudah mendengar beberapa derap langkah mulai mendekat padanya.Rae tiba-tiba saja menghentikan langkahnya, sudut bibirnya terangkat. Bukan jenis senyum yang mampu meluluhkan hati, namun sebuah senyum mengerikan yang memberikan hal mengerikan.“Ada kucing jalanan yang ingin bermain-main rupanya,” gumamnya pelan. Matanya bergerak cepat memperhatikan sekeliling, setelah itu Rae kembali melanjutkan perjalanannya, berbelok, memasuki sebuah gang dan menghilang.“Kemana wanita itu?” Dua orang pria mencari ke setiap sudut, namun mereka sama sekali tidak menemukan soso
Lagi, lagi dan lagi, Rae dibuat terkejut dengan kenyataan yang ia temukan malam ini. Bukan mengenai kemewahannya, namun karena jarak antara Mansion Gerardo dan kediaman di mana wanita itu berada tidaklah sejauh yang Rae bayangkan.“Jangan berusaha untuk mengecohku! Ini bukanlah tempat yang akan kau datangi bukan?” Rae menekan urat leher pria itu dengan senjata kecil. Sangat kecil, tapi dengan racun yang memastikan.“Ti-tidak! Ini adalah kediaman Nona dan aku memang diminta untuk membawamu ke tempat ini,” jelasnya. Tapi Rae tetap tidak percaya begitu saja.Diam-diam, pria itu meraih ponselnya dan berniat untuk mengabari Nona tetunya, namun Rae bukanlah wanita bodoh yang tidak mengerti mengenai trik murahan seperti ini.“Jadi kau ingin bermain-main denganku? Cepat hubungi dia dan loud speaker!”“Ba-baik …”Sikap pria di hadapannya ini sangat mencurigakan untuk sekelas penjahat. Ya, dia ter
“Gerard! Rae berlari mengejar sebuah mobil,” beritahu Dante.Tanpa berpikir Panjang, Gerardo bergegas keluar menggunakan mobil. Ia melaju dengan kecepatan tinggi dan setelah puluhan meter ia menemukan Rae yang sedang berjalan dengan langkah gontai.“Apa yang kau lakukan di sini, Nona Catalina? Apa kau sudah gila?” Gerardo berteriak, menghakimi Rae tanpa tahu apa yang membuatnya berlari begitu jauh seperti orang bodoh. Gerardo turun dan segera menopang tubuh Rae yang hampir saja jatuh.Rae dibawa ke dalam mobil dengan cepat, napasnya tersengal-sengal, ia lelah. “Kejar dia, Tuan Gerard! Dia orangnya. Wanita itu …”“Rae, tenangkan dirimu!” Gerardo menangkup wajah Rae, membuat istrinya itu sadar di mana mereka berada saat ini. “Tenang! Jangan terpancing,” bisiknya pelan.“Aku melihatnya! Di-dia adalah …”“Sstttt … Aku tahu dia adalah wanita itu.&rd
Dua hari telah berlalu, Rae terus saja mempersiapkan diri dengan segala senjatanya yang mematikan. Ia bahkan kembali melatih tubuhnya saat malam tiba dan terlelap saat menjelang pagi. Gerardo berusaha untuk membuat Rae istirahat, namun istrinya itu tidak pernah ingin diatur.“Jangan seperti ini, Nona Catalina! Kau bisa jatuh sakit,” Gerardo mencekal tangan Rae yang berniat ingin kembali memukul samsak, dan satu tangannya mencegah benda itu agar tidak mengayun pada tubuh Rae.“Cukup! Simpan tenagamu.” Gerardo kembali melunak. “Kita tidak tahu kapan, dari mana dan bagaimana mereka menyerang.”“Itulah alasan kenapa aku tetap seperti ini. Aku harus terjaga!”Gerardo mengerti apa yang Rae maksud, namun jika terus dibiarkan Rae bisa tumbang sebelum berperang.“Pergerakan mereka terhenti! Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi ini begitu mencurigakan,” jelasnya kemudian.Rae terdiam,
Dua pekan kepergian Alex masih menyimpan banyak luka untuk Gerardo dan Kalia. Ada dendam yang belum terbalaskan dan ini begitu menyiksa.Kemana, di mana dan pada siapa mereka harus meluapkan semunya? Tidak ada jawaban pasti.“Jaga Mansion ini, aku mungkin kembali satu pekan lagi,” ujar Gerardo pagi ini.“Tidak! Aku tidak ingin memikul beban yang berat. Jaga sendiri Ibumu!” Rae berkata ketus. Bukan tidak ingin, namun Rae takut jika harus menjaga Kalia. Apapun bisa terjadi dan Rae tidak bisa menduga itu.“Kau tidak ingin menolongku, Nona Catalina?” suara Gerardo terdengar marah, ini bukan masalah besar untuk Rae.“Ya! Aku takut jika terjadi sesuatu dan aku harus kembali kehilangan. Aku tidak bisa!”Gerardo menarik napas dalam, apa yang Rae katakan begitu mengusiknya. Rae Catalina sudah terlalu sering merasa kehilangan dalam hidupnya dan sekarang ia menolak, hatinya takut untuk mengalami hal yang
Panggilan itu terputus, lebih tepatnya Alex yang mengakhiri perbincangan dengan Kalia. Posisinya sudah terlalu terjepit, artinya Alex tidak memiliki banyak waktu sekarang.“Maafkan aku, Kalia, tapi ini yang terbaik untuk menebus semua dosa-dosaku.”Alex menaikan kecepatan mobilnya dan melesat meninggalkan dua mobil yang terus berusaha untuk mencelakainya. Sampai di sebuah jalanan sepi, Alex menghentikan mobilnya. Pria tua itu berdiri di depan mobil dengan membawa senjata laras Panjang. Ia menantang mereka.‘Inilah waktunya. Selamat tinggal, Kalia.’“Kau masih punya nyali yang besar ternyata,” cibir anak buah Nona.“Aku tidak akan pernah takut! Karena ini sudah waktunya bagiku berhenti dan mati.”“Ahaha … Jika itu yang kau mau, aku akan mengabulkannya dengan senang hati pak tua.”“Tunggu! Tanyakan dulu apa keinginan terakhirnya?” ujar salah satu dari anak bu
Gerardo menuruni tangga dengan wajah yang sedikit gelisah. Apa yang Rae katakan mengenai situasi yang tiba-tiba saja berubah sepi. Banyak kemungkinan yang bisa terjadi, termasuk penyerangan lebih besar dan menggila. Namun pikiran itu buyar seketika saat ia mendengar suara yang tidak asing di telinganya.“Apa kabarmu, anakku?” Alex berdiri, ia menatap putranya dengan mata yang berembun.“Aku baik-baik saja,” jawab Gerardo saat mereka berhadapan.“Gerard …” suara Alex tiba-tiba saja tertahan, rasa kecewa pada dirinya sendiri tiba-tiba menyeruak dan membuat pria tua itu sesak. “Maafkan ayah, Gerard.”Untuk pertama kalinya Gerard melihat sikap Alex selemah ini. Pria itu yang sejak lama mengajarkannya untuk selalu bersikap kuat tanpa mengenal kata lelah dan menyerah. Namun hari ini, pria yang sama bahkan mengucapkan kata maaf itu dengan suara begitu pelan.“Kenapa?” tanya Gerardo. &ldquo
“Apa yang kau lakukan pada mereka?” Kalia berdiri dengan wajah penuh amarah. Sejak awal, ia mencurigai jika suaminya terlibat dengan kasus penyerangan yang terjadi pada Gerardo. “Aku sudah memintamu untuk berhenti dan menjauh dari wanita itu, tapi kenapa kau kembali?” Lanjutnya lagi. “Kau tidak akan mengerti!” sahutnya dengan melangkah pergi. Sebagai seorang ibu, Kalia tidak ingin terjadi sesuatu pada putranya, meskipun ia tahu jika Gerardo bisa melindungi dirinya sendiri. Tapi ini sudah keterlaluan, Kalia tidak bisa diam saat melihat suaminya melakukan hal yang bisa menyakiti Gerrado dan menimbulkan perang keluarga. “Tunggu, Alex!” “Apa lagi, Kalia? Apa kau ingin aku berhenti dan membiarkan hidup Gerardo hancur dengan terus bersama wanita itu?” Alex menunjukkan sikapnya saat itu. “Rae bisa saja menghabisi putra kita kapan saja. Apa kau menginginkan itu, Kalia?” “Hah … Apa yang kau ketahui tentang mereka, Alex? Apa kau tahu jika mereka sudah s
Satu pekan telah berlalu dan Rae tetap menyimpan pesan yang tertulis dari surat kaleng itu. Namun tidak dapat dipungkiri jika Rae merasa gelisah. Ini adalah pertama kalinya ia melabuhkan hatinya pada seorang pria dan rintangan sudah lebih dulu datang mengusiknya.Tidak ada penyerangan atau teror apa pun lagi, semua berjalan seperti biasa. Bahkan gerbang utama telah selesai di perbaiki. Gerardo semakin memperketat keamanan dan memastikan jika tidak akan terjadi seperti hari itu. Saat melihat Rae terluka, Gerardo merasa separuh napasnya direnggut secara paksa dan ia tidak ingin melihat hal itu terjadi lagi.“Apa yang kau pikirkan, Nona Catalina?” Rae terkejut saat tangan kekar itu memegang pundaknya.“Kenapa mereka bisa ada di paviliun? Apa mereka pernah menikah denganmu?” Pertanyaan ini adalah hal penting untuknya, meski Rae yakin jika Gerardo sama sekali tidak memikirkan itu.Sudut bibir Gerardo sedikit terangkat, tangan kekarnya m
Gerardo berdiri di ambang pintu, tangannya bergerak menekan saklar dan menyalakan lampu utama kamarnya.“Keluarlah dari kegelapan, Nona Catalina.”“Aku tidak tahu cara untuk keluar dari kegelapan! Dan apa aku pantas memasuki dunia baru yang begitu terang?” Rae menatap nyalang Gerardo. Dia, pria yang ingin Rae habisi saat ini menjadi alasan terbesar baginya untuk tetap bisa bertahan.Dengan bantuan tongkat, Gerardo bisa terlihat lebih normal, meskipun seharusnya ia istirahat agar penyembuhan lukanya lebih cepat. Namun itulah Gerardo, ia tidak akan tennag sebelum memastikan jika Rae baik-baik saja.Gerardo melempar tongkatnya, duduk di tepian ranjang, tepat di samping istrinya. Tanpa memita ijin atau berbasa-basi, Gerardo menyentuh pipi Rae dan menghapus air mata yang tersisa di wajahnya.“Buka dirimu. Buka hatimu dan berdamailah dengan keadaan.”“Aku tidak bisa! A-aku, aku ….”Meli