Beberapa hari telah berlalu, luka pada lengan Gerardo dan Rae sudah sembuh. Meskipun belum sembuh total, namun keduanya bisa bergerak bebas. Tidak ada perbincangan yang terjadi antara keduanya. Bahkan hidup mereka kembali seperti semula, berjarak dan saling menyapa dengan sinis.
“Jangan lakukan apa pun yang akan memancing kemarahanku, Nona Catalina! Selama aku pergi, aku tetap bisa mengawasimu.”
Rae mengehentikan gerakan bibirnya dan menatap Gerardo singkat, sampai akhirnya sebuah rencana kembali tersusun apik dalam otaknya.
“Apa yang bisa aku lakukan? Bahkan tidak ada satu orang pun yang akan bersedia untuk membantuku di sini.”
“Tidak ada atau kau yang selalu menolak setiap bantuanku?” Gerardo menyoncongkan tubuhnya, menatap Rae dari jarak dekat. Ia selalu ingin bisa menatap Rae, rasa rindu dan sepi terasa setelah kejadian tempo hari.
Bolehkah jika Gerardo berharap Rae bertanya kemana ia akan pergi? Hanya sekeda
Dengan menggunakan mantel tebal, saat ini Rae berjalan menyusuri jalanan yang begitu sepi. Ia tahu jika tidak akan banyak orang yang berlalu lalang saat cuaca dingin seperti ini. Namun bukan berarti tidak ada bahaya saat kesepian melanda.Rae menyadari sesuatu, sejak keluar dari Mansion Gerardo, ada seseorang yang terus memperhatikannya. Instingnya begitu kuat, bahkan telinga sudah mendengar beberapa derap langkah mulai mendekat padanya.Rae tiba-tiba saja menghentikan langkahnya, sudut bibirnya terangkat. Bukan jenis senyum yang mampu meluluhkan hati, namun sebuah senyum mengerikan yang memberikan hal mengerikan.“Ada kucing jalanan yang ingin bermain-main rupanya,” gumamnya pelan. Matanya bergerak cepat memperhatikan sekeliling, setelah itu Rae kembali melanjutkan perjalanannya, berbelok, memasuki sebuah gang dan menghilang.“Kemana wanita itu?” Dua orang pria mencari ke setiap sudut, namun mereka sama sekali tidak menemukan soso
“Kenapa Rae bisa sampai keluar dari Mansion ini? Apa kau bisa menjelaskannya padaku?” Gerardo duduk bertumpang kaki, berhadapan dengan Dante, hanya terhalang sebuah meja kaca.Dante tidak langsung menjawab, pria itu mendengus kasar dan menunjukkan kekesalannya dengan apa yang terjadi hari ini. Harusnya dia belajar bela diri, bukan hanya berkutat dalam ruangan dan bermain dengan banyaknya jenis penyakit.“Jangan mendengus seperti itu,” Gerardo terkekeh, ia tahu semua yang terjadi, namun versi Dante juga sangat ia butuhkan.Cerita berawal setelah Gerardo pergi dan berakhir dengan sebuah pukulan keras pada bagian belakangnya. Tidak terlalu keras, namun bisa membuat Dante tidak berdaya.“Aku tidak tahu apalagi yang terjadi setelah itu.”“Sampai detik ini aku tidak tahu bagaimana cara dia bisa keluar dari Mansion ini. Tapi yang pasti Rae bisa dalam masalah besar jika ia terus melakukan hal ini. Hari ini, bahkan
“Mami …”“Cukup sayang, hentikan semuanya sebelum terlambat. Kamu berhak bahagia seperti saat Mami dan Papi bersamamu.”“Tidak! Aku tidak akan berhenti sampai mereka mati!”Claretta berubah murung, gurat kesedihan jelas terlihat di wajah cantiknya. Tidak ada alasan lagi untuk wanita itu tersenyum, kebahagiaannya telah lenyap terbawa oleh dendam yang Rae miliki.“Mami harap kamu bisa berubah,” katanya sebelum Claretta memasuki sebuah cahaya yang begitu terang, membuat Rae hanya bisa berteriak memanggil sang Mami tanpa bisa mengejarnya. Cahaya itu begitu terang dan hilang dalam sekejap mata. Tempat asing itu berubah gelap gulita, membuat Rae gemetar ketakutan.“Mami ….” Rae bangun dari tidurnya dengan peluh yang sudah membasahi keningnya. Napasnya memburu, dan ia terus mencari di mana sosok Claretta berada, namun akhirnya Rae sadar jika saat ini ia ada dalam kamar milik Gerardo
Gerardo tidak boleh gegabah, ia bergegas melihat monitor dan memastikan semuanya aman dari CCTV. Ini bukan masalah menjadi takut atau pemberani, tapi mengenai strategi. Tidak ada yang tahu apa dan siapa, maka mereka harus lebih mempersiapkan diri.Dari atas ranjang Rae memperhatikan apa yang Gerardo lakukan. Tidak lama, akhirnya layar menyala dan menunjukkan beberapa tempat. Gerbang utama dan gerbang belakang yang sudah lama tidak terbuka.“Stop!” Rae tiba-tiba saja membulat sempurna saat melihat orang yang tidak asing untuknya. Duduk dalam sebuah mobil dan memperhatikan Mansion Gerardo dengan tatapan yang sulit untuk di artikan. Rae mengenal siapa dia.“Ada apa, Nona Catalina?”“Apa kau mengenal wanita dalam mobil itu?” Rae berdiri dan menunjuk sosok itu.“Aku tidak mengenal banyak wanita, Nona Catalina? Hanya kau dan penghuni paviliun yang aku kenal. Berhenti untuk cemburu.Rae mendelik kesal. Dala
“Nona Catalina …!” Gerardo meneriaki nama itu penuh amarah.Kemana istrinya yang begitu kuat? Kenapa tubuh itu masih tidak bergerak sama sekali. Keningnya terluka, melihat darah mulai menetes, Gerardo mengerahkan semua tenaganya. Ia tidak bisa berjalan, karena terlempar cukup jauh kaki kanan Gerardo membentur sangat keras. Entah retak atau semacamnya pria itu sama sekali tidak peduli. Yang ada dalam benaknya hanya keselamatan Rae.Gerardo berhasil mendekati Rae, ia duduk dan meluruskan kakinya. Dengan cepat Gerardo memindahkan kepala Rae ke pangkuannya, rasa sakit yang menjalar di kakinya sama sekali tidak dihiraukannya. Untuk pertama kalinya Gerardo terlihat sangat panik.“Nona Catalina, bangun!” Gerardo menepuk pelan kedua pipi Rae perlahan, namun Rae masih belum bisa membuka matanya.“Gerard, kau tidak apa-apa?” Dante yang baru saja keluar terkejut saat mendengar suara ledakan dari belakang Mansion.&ld
Rae tidak pernah menyangka jika akan begitu peduli pada orang yang hampir saja ia habisi. Untuk kedua kalinya Rae dipermainkan oleh takdir, membuat benci jadi cinta dan meredam dendam yang selama ini menyiksanya.“Apa kau tahu, Nona Catalina?” Gerardo tersenyum saat melihat Rae memasang infus padanya.“Tidak! Dan sampai kapanpun aku tidak ingin tahu.”“Apa kau yakin?” Gerardo tersenyum tipis. “Aku rasa kau akan menyesal karena menjawab tidak!”Gerakan tangan Rae terhenti, ia menatap Gerardo jengkel karena terus bicara dan membuatnya kehilangan focus. Bagaimana bisa Rae focus, jika pria itu terus saja menatap dan menggodanya. Dunia Rae benar-benar runtuh karena Gerardo sudah menjatuhkannya dalam cinta yang memuakkan.Entah sejak kapan cinta ini hadir, bahkan Rae tidak pernah menyadari itu. Rae bisa merasa tenang saat pria itu memeluknya erat, bahkan wangi tubuhnya membuat Rae merasa ingin ada dalam wak
Gerardo berdiri di ambang pintu, tangannya bergerak menekan saklar dan menyalakan lampu utama kamarnya.“Keluarlah dari kegelapan, Nona Catalina.”“Aku tidak tahu cara untuk keluar dari kegelapan! Dan apa aku pantas memasuki dunia baru yang begitu terang?” Rae menatap nyalang Gerardo. Dia, pria yang ingin Rae habisi saat ini menjadi alasan terbesar baginya untuk tetap bisa bertahan.Dengan bantuan tongkat, Gerardo bisa terlihat lebih normal, meskipun seharusnya ia istirahat agar penyembuhan lukanya lebih cepat. Namun itulah Gerardo, ia tidak akan tennag sebelum memastikan jika Rae baik-baik saja.Gerardo melempar tongkatnya, duduk di tepian ranjang, tepat di samping istrinya. Tanpa memita ijin atau berbasa-basi, Gerardo menyentuh pipi Rae dan menghapus air mata yang tersisa di wajahnya.“Buka dirimu. Buka hatimu dan berdamailah dengan keadaan.”“Aku tidak bisa! A-aku, aku ….”Meli
Satu pekan telah berlalu dan Rae tetap menyimpan pesan yang tertulis dari surat kaleng itu. Namun tidak dapat dipungkiri jika Rae merasa gelisah. Ini adalah pertama kalinya ia melabuhkan hatinya pada seorang pria dan rintangan sudah lebih dulu datang mengusiknya.Tidak ada penyerangan atau teror apa pun lagi, semua berjalan seperti biasa. Bahkan gerbang utama telah selesai di perbaiki. Gerardo semakin memperketat keamanan dan memastikan jika tidak akan terjadi seperti hari itu. Saat melihat Rae terluka, Gerardo merasa separuh napasnya direnggut secara paksa dan ia tidak ingin melihat hal itu terjadi lagi.“Apa yang kau pikirkan, Nona Catalina?” Rae terkejut saat tangan kekar itu memegang pundaknya.“Kenapa mereka bisa ada di paviliun? Apa mereka pernah menikah denganmu?” Pertanyaan ini adalah hal penting untuknya, meski Rae yakin jika Gerardo sama sekali tidak memikirkan itu.Sudut bibir Gerardo sedikit terangkat, tangan kekarnya m
Lagi, lagi dan lagi, Rae dibuat terkejut dengan kenyataan yang ia temukan malam ini. Bukan mengenai kemewahannya, namun karena jarak antara Mansion Gerardo dan kediaman di mana wanita itu berada tidaklah sejauh yang Rae bayangkan.“Jangan berusaha untuk mengecohku! Ini bukanlah tempat yang akan kau datangi bukan?” Rae menekan urat leher pria itu dengan senjata kecil. Sangat kecil, tapi dengan racun yang memastikan.“Ti-tidak! Ini adalah kediaman Nona dan aku memang diminta untuk membawamu ke tempat ini,” jelasnya. Tapi Rae tetap tidak percaya begitu saja.Diam-diam, pria itu meraih ponselnya dan berniat untuk mengabari Nona tetunya, namun Rae bukanlah wanita bodoh yang tidak mengerti mengenai trik murahan seperti ini.“Jadi kau ingin bermain-main denganku? Cepat hubungi dia dan loud speaker!”“Ba-baik …”Sikap pria di hadapannya ini sangat mencurigakan untuk sekelas penjahat. Ya, dia ter
“Gerard! Rae berlari mengejar sebuah mobil,” beritahu Dante.Tanpa berpikir Panjang, Gerardo bergegas keluar menggunakan mobil. Ia melaju dengan kecepatan tinggi dan setelah puluhan meter ia menemukan Rae yang sedang berjalan dengan langkah gontai.“Apa yang kau lakukan di sini, Nona Catalina? Apa kau sudah gila?” Gerardo berteriak, menghakimi Rae tanpa tahu apa yang membuatnya berlari begitu jauh seperti orang bodoh. Gerardo turun dan segera menopang tubuh Rae yang hampir saja jatuh.Rae dibawa ke dalam mobil dengan cepat, napasnya tersengal-sengal, ia lelah. “Kejar dia, Tuan Gerard! Dia orangnya. Wanita itu …”“Rae, tenangkan dirimu!” Gerardo menangkup wajah Rae, membuat istrinya itu sadar di mana mereka berada saat ini. “Tenang! Jangan terpancing,” bisiknya pelan.“Aku melihatnya! Di-dia adalah …”“Sstttt … Aku tahu dia adalah wanita itu.&rd
Dua hari telah berlalu, Rae terus saja mempersiapkan diri dengan segala senjatanya yang mematikan. Ia bahkan kembali melatih tubuhnya saat malam tiba dan terlelap saat menjelang pagi. Gerardo berusaha untuk membuat Rae istirahat, namun istrinya itu tidak pernah ingin diatur.“Jangan seperti ini, Nona Catalina! Kau bisa jatuh sakit,” Gerardo mencekal tangan Rae yang berniat ingin kembali memukul samsak, dan satu tangannya mencegah benda itu agar tidak mengayun pada tubuh Rae.“Cukup! Simpan tenagamu.” Gerardo kembali melunak. “Kita tidak tahu kapan, dari mana dan bagaimana mereka menyerang.”“Itulah alasan kenapa aku tetap seperti ini. Aku harus terjaga!”Gerardo mengerti apa yang Rae maksud, namun jika terus dibiarkan Rae bisa tumbang sebelum berperang.“Pergerakan mereka terhenti! Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi ini begitu mencurigakan,” jelasnya kemudian.Rae terdiam,
Dua pekan kepergian Alex masih menyimpan banyak luka untuk Gerardo dan Kalia. Ada dendam yang belum terbalaskan dan ini begitu menyiksa.Kemana, di mana dan pada siapa mereka harus meluapkan semunya? Tidak ada jawaban pasti.“Jaga Mansion ini, aku mungkin kembali satu pekan lagi,” ujar Gerardo pagi ini.“Tidak! Aku tidak ingin memikul beban yang berat. Jaga sendiri Ibumu!” Rae berkata ketus. Bukan tidak ingin, namun Rae takut jika harus menjaga Kalia. Apapun bisa terjadi dan Rae tidak bisa menduga itu.“Kau tidak ingin menolongku, Nona Catalina?” suara Gerardo terdengar marah, ini bukan masalah besar untuk Rae.“Ya! Aku takut jika terjadi sesuatu dan aku harus kembali kehilangan. Aku tidak bisa!”Gerardo menarik napas dalam, apa yang Rae katakan begitu mengusiknya. Rae Catalina sudah terlalu sering merasa kehilangan dalam hidupnya dan sekarang ia menolak, hatinya takut untuk mengalami hal yang
Panggilan itu terputus, lebih tepatnya Alex yang mengakhiri perbincangan dengan Kalia. Posisinya sudah terlalu terjepit, artinya Alex tidak memiliki banyak waktu sekarang.“Maafkan aku, Kalia, tapi ini yang terbaik untuk menebus semua dosa-dosaku.”Alex menaikan kecepatan mobilnya dan melesat meninggalkan dua mobil yang terus berusaha untuk mencelakainya. Sampai di sebuah jalanan sepi, Alex menghentikan mobilnya. Pria tua itu berdiri di depan mobil dengan membawa senjata laras Panjang. Ia menantang mereka.‘Inilah waktunya. Selamat tinggal, Kalia.’“Kau masih punya nyali yang besar ternyata,” cibir anak buah Nona.“Aku tidak akan pernah takut! Karena ini sudah waktunya bagiku berhenti dan mati.”“Ahaha … Jika itu yang kau mau, aku akan mengabulkannya dengan senang hati pak tua.”“Tunggu! Tanyakan dulu apa keinginan terakhirnya?” ujar salah satu dari anak bu
Gerardo menuruni tangga dengan wajah yang sedikit gelisah. Apa yang Rae katakan mengenai situasi yang tiba-tiba saja berubah sepi. Banyak kemungkinan yang bisa terjadi, termasuk penyerangan lebih besar dan menggila. Namun pikiran itu buyar seketika saat ia mendengar suara yang tidak asing di telinganya.“Apa kabarmu, anakku?” Alex berdiri, ia menatap putranya dengan mata yang berembun.“Aku baik-baik saja,” jawab Gerardo saat mereka berhadapan.“Gerard …” suara Alex tiba-tiba saja tertahan, rasa kecewa pada dirinya sendiri tiba-tiba menyeruak dan membuat pria tua itu sesak. “Maafkan ayah, Gerard.”Untuk pertama kalinya Gerard melihat sikap Alex selemah ini. Pria itu yang sejak lama mengajarkannya untuk selalu bersikap kuat tanpa mengenal kata lelah dan menyerah. Namun hari ini, pria yang sama bahkan mengucapkan kata maaf itu dengan suara begitu pelan.“Kenapa?” tanya Gerardo. &ldquo
“Apa yang kau lakukan pada mereka?” Kalia berdiri dengan wajah penuh amarah. Sejak awal, ia mencurigai jika suaminya terlibat dengan kasus penyerangan yang terjadi pada Gerardo. “Aku sudah memintamu untuk berhenti dan menjauh dari wanita itu, tapi kenapa kau kembali?” Lanjutnya lagi. “Kau tidak akan mengerti!” sahutnya dengan melangkah pergi. Sebagai seorang ibu, Kalia tidak ingin terjadi sesuatu pada putranya, meskipun ia tahu jika Gerardo bisa melindungi dirinya sendiri. Tapi ini sudah keterlaluan, Kalia tidak bisa diam saat melihat suaminya melakukan hal yang bisa menyakiti Gerrado dan menimbulkan perang keluarga. “Tunggu, Alex!” “Apa lagi, Kalia? Apa kau ingin aku berhenti dan membiarkan hidup Gerardo hancur dengan terus bersama wanita itu?” Alex menunjukkan sikapnya saat itu. “Rae bisa saja menghabisi putra kita kapan saja. Apa kau menginginkan itu, Kalia?” “Hah … Apa yang kau ketahui tentang mereka, Alex? Apa kau tahu jika mereka sudah s
Satu pekan telah berlalu dan Rae tetap menyimpan pesan yang tertulis dari surat kaleng itu. Namun tidak dapat dipungkiri jika Rae merasa gelisah. Ini adalah pertama kalinya ia melabuhkan hatinya pada seorang pria dan rintangan sudah lebih dulu datang mengusiknya.Tidak ada penyerangan atau teror apa pun lagi, semua berjalan seperti biasa. Bahkan gerbang utama telah selesai di perbaiki. Gerardo semakin memperketat keamanan dan memastikan jika tidak akan terjadi seperti hari itu. Saat melihat Rae terluka, Gerardo merasa separuh napasnya direnggut secara paksa dan ia tidak ingin melihat hal itu terjadi lagi.“Apa yang kau pikirkan, Nona Catalina?” Rae terkejut saat tangan kekar itu memegang pundaknya.“Kenapa mereka bisa ada di paviliun? Apa mereka pernah menikah denganmu?” Pertanyaan ini adalah hal penting untuknya, meski Rae yakin jika Gerardo sama sekali tidak memikirkan itu.Sudut bibir Gerardo sedikit terangkat, tangan kekarnya m
Gerardo berdiri di ambang pintu, tangannya bergerak menekan saklar dan menyalakan lampu utama kamarnya.“Keluarlah dari kegelapan, Nona Catalina.”“Aku tidak tahu cara untuk keluar dari kegelapan! Dan apa aku pantas memasuki dunia baru yang begitu terang?” Rae menatap nyalang Gerardo. Dia, pria yang ingin Rae habisi saat ini menjadi alasan terbesar baginya untuk tetap bisa bertahan.Dengan bantuan tongkat, Gerardo bisa terlihat lebih normal, meskipun seharusnya ia istirahat agar penyembuhan lukanya lebih cepat. Namun itulah Gerardo, ia tidak akan tennag sebelum memastikan jika Rae baik-baik saja.Gerardo melempar tongkatnya, duduk di tepian ranjang, tepat di samping istrinya. Tanpa memita ijin atau berbasa-basi, Gerardo menyentuh pipi Rae dan menghapus air mata yang tersisa di wajahnya.“Buka dirimu. Buka hatimu dan berdamailah dengan keadaan.”“Aku tidak bisa! A-aku, aku ….”Meli