Di suatu malam di musim hujan tepatnya dua tahun yang lalu, terdapat kasus pencurian besar yang membuat sebuah perusahaan dibuat kelimpungan. Perusahaan yang mengembangkan teknologi uang digital itu diserang perangkat pemeras tidak dikenal sehingga algoritma yang mereka buat terancam dihancurkan. Sebelum tengah malam uang sebesar setengah miliar harus diserahkan atau jika tidak, uang tebusan akan terus bertambah secara tidak masuk akal. Merasa tidak punya pilihan terlebih batas waktu penghancuran sistem perusahaan tidak lebih sampai fajar besok pagi, pihak perusahaan dengan terpaksa menyerahkan sejumlah uang yang diminta. Meskipun mengalami kerugian, setidaknya masih banyak yang harus mereka pertimbangkan mengenai bagaimana nasib para karyawan atau tanggapan para investor mengenai peretasan sehingga membuat mereka menarik investasi yang telah ditanam. Setidaknya pihak perusahaan masih bisa menutupi hal tersebut untuk sementara waktu hingga investigasi diam-diam yang dilakukan membuah
Sebagai salah seorang yang hidup di era modern dan juga berpendidikan, Alice yang selalu logis mulai mempertanyakan akal sehatnya saat melihat seseorang yang empat belas tahun lalu sudah dikabarkan meninggal kini tengah berdiri di depan mata. Ia bahkan sangat yakin masih sering mengunjungi makam Jessica dan tidak menemukan tanda-tanda bila temannya itu bangkit dari kubur. "Sampai kapan?" tanya Jessica dengan nada tinggi. Sadar bila dia sudah terlaku emosi, gadis itu mencoba menarik napas pelan guna memperpanjang kesabaran. "Mau sampai kapan elo lihat gue kayak lihat setan?" Jessica sadar keberadaannya yang muncul secara mendadak pasti sangat mengejutkan, namun ini sudah berlangsung selama hampir setengah jam semenjak gadis itu mulai bertingkah seperti melihat hantu jadi-jadian. Sudah terhitung lima kali gadis itu melirik ke bawah meja untuk memastikan kakinya masih menapak di tanah atau melayang. "Ini bukan mimpi, kan?" "Bukan." Sementara Jessica yang akhirnya bisa tenang menikmat
Saat remaja adalah saat di mana setiap orang sibuk mencari jati diri, saat di mana mereka sibuk bekerja keras untuk berusaha mewujudkan mimpi. Impian, sesuatu seperti itu yang membuat hidup jadi lebih berarti. Dalam setiap perjalanan kehidupan, setiap orang selalu memiliki lebih dari satu mimpi yang seiring waktu berlalu mimpi tersebut kerap kali menjadi samar dan tidak pasti."Kok makin dewasa gue makin bingung ya sama impian gue sendiri?" gumam Alan sendiri saat mereka tengah bersantai di taman belakang sekolah. "Jhonny elo mau jadi apa?" lanjut Alan bertanya."Nggak tahu."Tidak seperti orang lain yang mempunyai mimpi, Jhonny remaja tidak memiliki waktu untuk bermimpi di saat ada adik dan ibunya yang harus dia utamakan. Impian terkesan terlalu mahal untuk dirinya yang bahkan harus bertahan di tengah gempuran realita yang menyakitkan."Jangan terlalu serius, kita masih SMA jadi dinikmati saja prosesnya." sela Fariz buka suara. "Masa muda terlalu berharga untuk disia-siakan. Berteman
Pintu ruangan yang sebelumnya tertutup diketuk dari luar. Setelah mendapat persetujuan dari sang pemilik ruangan, sosok yang berdiri di balik pintu segera menunjukkan diri dengan informasi yang hendak di sampaikan. "Pak, ruang meeting sudah siap." ujar Ajun menyampaikan informasi. Mendengar hal tersebut Jhonny yang sebelumnya sibuk berjibaku dengan berkas kasus yang hendak dia presentasikan mengangguk paham sebagai jawaban. Namun pria itu tidak segera meninggalkan ruangan dan bergegas menuju ruang meeting seperti yang Ajun informasikan, Jhonny termenung sejenak memandangi foto pernikahannya yang terpajang di atas meja. Di sana mereka terlihat bahagia, baik Jessica maupun dirinya saat pertama kali mengikat janji suci pernikahan untuk setia sehidup semati bersama. Malam itu, setelah resepsi pesta pernikahan mereka selesai dilaksanakan, Jhonny sengaja meminta untuk menyetir sendiri dan menikmati waktu berkendara berdua menuju hotel tempat mereka beristirahat. Saat itu Jessica benar-ben
Manusia tidak bisa lepas dari kodratnya sebagai makhluk sosial, begitupun dengan Jhonny dan Jessica yang harus hidup membaur dan bersosialisasi dengan para tetangga yang juga tinggal di komplek yang sama. Komplek Indah Permai merupakan sebuah komplek perumahan di pinggir kota dengan para penghuninya yang memiliki berbagai macam karakter berbeda. Seperti yang sudah dijanjikan pada Jessica dengan menyanggupi permintaan sang istri untuk menjemput pulang, dengan wajah riang Jhonny bahkan tidak ragu untuk segera pulang tanpa menghiraukan sorot heran yang ditunjukkan beberapa orang. Beberapa sapaan dari rekan yang kebetulan berpapasan bahkan hanya dibalas sambil lalu oleh polisi itu. Sore itu terasa lebih istimewa dari pada hari lainnya, kerisauan tidak berdasar yang selama ini terus memenuhi pikirannya mengenai kemandirian Jessica yang berlebihan sedikit menemukan titik pencerahan. Mungkin sedari awal tidak pernah ada riak yang mengguncang rumah tangganya yang damai seperti danau, karena t
Pukul tujuh malam, hampir empat jam dia habiskan dengan terjebak bersama para suami di komplek Indah Permai. Empat jam yang seharusnya bisa dipakai dengan lebih baik dari pada sekedar mengobrol dengan topik mengeluhkan tingkah dari para istri yang kerap di luar nalar. Beruntungnya kebanyakan para istri yang juga ikut untuk menjenguk sudah lebih dulu pamit pulang, begitupun dengan Jessica yang tega meninggalkannya sendirian dan terjebak dengan para suami yang bergosip. “Baru pulang?” Memasuki ruang tengah, sebuah suara terdengar menyapa dengan kalimat pertanyaan retoris. Entahlah, sekalipun Jhonny tidak menyukai berbasa-basi dan menjawab pertanyaan yang sudah jelas jawabannya, hanya saja dia tetap menyukai saat Jessica yang bertanya. “Hmm…” balasnya bergumam dan memilih untuk duduk di sofa panjang. “Home sweet home. Memang nggak ada yang lebih nyaman dari rumah sendiri.” Melepas penat dengan bersantai sejenak membuat sang polisi tanpa sadar hampir terlelap dalam bunga tidur, sampai
Hari itu aktivitas di sebuah hotel dipusat kota tampak lebih sibuk dengan para staff-nya yang sibuk menyelesaikan pekerjaan untuk mempersiapkan sebuah acara perusahaan yang akan di helat di aula hotel tersebut. Di antara kesibukan para pegawai, seorang wanita yang barus saja turun dari taksi menyeret kopernya menuju meja resepsionis. Sapaan hangat dan keramahan didapatkan saat wanita tersebut berniat memesan kamar, namun tidak seperti pertanyaan standar seorang resepsionis yang melayani customer, gadis yang berjaga di belakang meja tersebut sedikit penasaran melihat salah satu atasan mereka berniat menginap dengan membawa koper besar. Jessica, sekalipun wanita itu mencoba mengelabuhi pegawai yang bekerja di tempat yang sama hanya dengan mengenakan kacamata besar yang membingkai matanya, lirikan penasaran yang di dapatkan sejak melangkahkan kaki ke lobby hotel sudah cukup untuk menjelaskan bahwa penyamarannya masih kurang. Namun menyamar dan menutupi identitas bukanlah tujuan utama, wa
Suara ketukan di pintu sukses membuat seorang di dalam ruangan langsung menunjukkan sosoknya dengan membuka pintu tersebut lebar-lebar. Senyum formalitas sudah terpatri dari seorang pria yang memakai seragam hotel untuk menyapa tamu yang tengah menginap di kamar tersebut. “Selamat malam, saya dari pihak pelayanan kamar menerima keluhan mengenai air panas shower kamar mandi yang tidak berfungsi?” tanya pria itu sopan. “Iya, Mas. Tolong segera diperbaiki, ya.” Sandy yang tengah melakukan penyamaran hanya mengangguk pelan, pemuda itu segera bergegas melakukan tugasnya setelah dipersilakan. Kamar hotel yang hanya ditinggali seorang wanita tanpa adanya tanda-tanda sosok lain, kerapian yang terjaga membuat Sandy lebih gampang melakukan pemindaian hingga mencapai satu kesimpulan bila kamar tersebut tidak terdapat aktivitas pengedaran narkoba. Tidak menunggu lebih lama, Sandy segera memeriksa sumber masalah yan membuat penghuni kamar tersebut menyampaikan keluhan. Tidak butuh usaha ekstra
Arti Hidup bagi anak yang tidak beruntung seperti Winda tiada beda artinya dengan penderitaan, itu karena dunia yang selalu bekerja cukup kejam tanpa memilih korban dengan latar belakang yang malang. Berjuang sebagai kakak sekaligus orang tua untuk sang adik membuat wanita itu harus terus men-sugesti diri untuk harus tetap bertahan. Namun pada satu titik gadis itu pernah benar-benar dibuat kehilangan akal sehat saat satu-satunya orang yang menjadi alasannya tetap bertahan harus merenggang nyawa di ranjang pesakitan. Segala hal sudah coba Winda lakukan untuk mengembalikan kesehatan sang adik, bahkan dia tak ragu untuk menghalalkan segala cara bahkan sekalipun itu mencuri hak milik orang.Antonio -sang kekasih- yang memiliki watak keras menjadi orang tidak beruntung karena harus kehilangan uang dalam jumlah besar dalam semalam. Winda sadar tindakannya bisa mengundang hal yang tidak dinginkan, namun gadis itu tidak menyangka bila dia bisa tertangkap basah secepat itu ditambah de
Cahaya lembayung senja menembus dinding kaca sebuah kamar hotel di lantai yang cukup tinggi, sementara itu seorang wanita baru saja keluar dari pintu dengan bathrobe yang masih dikenakan dan rambut yang terbalut handuk. Langkahnya melambat mencoba menikmati pemandangan senja di tengah padatnya gedung-gedung bangunan kota metropolitan, sinar yang menghiasi langit menciptakan gradasi indah saat berpadu dengan warna biru cerah dan awan yang indah. Namun tidak untuk waktu yang lama sosok tersebut menikmati keindahan karya ciptaan tuhan tersebut, perhatiannya harus teralihkan saat suara pintu yang diketuk dari luar begitu menyita perhatian.Seorang wanita muda dengan seragam staff hotel menjadi sosok dibalik ketukan pintu. “Maaf mengganggu waktunya, Bu. Saya diminta menyerahkan barang yang dititipkan untuk diserahkan kepada Bu Jessica.” Ungkap gadis itu lalu menyerahkan beberapa paper bag berisi barang-barang.Jessica hanya menganggukkan kepala sekilas dan mener
Semua rencana sudah tersusun rapi, dan Jhonny yakin anggota timnya dapat bekerja dengan optimal memerankan setiap penyamaran. Sekalipun tidak mengantongi identitas dari target yang mereka kejar, dia tidak bisa berdiam diri saat seorang bandar besar yang sering menyuplai narkotika berkemungkinan tengah melakukan pertemuan. Sudah sedari lama mereka mengincar sang bandar namun pergerakan yang dilakukan bahkan tidak bisa diendus oleh pihak kepolisian. Si Hantu merupakan satu-satunya pengedar yang diharapkan memiliki cukup informasi mengenai dari mana asal-usul barang haram tersebut datang, meski yang bisa mereka dapatkan hanya informasi rancu terkait keberadaan sang penyuplai.Tidak seperti ambisinya yang membara untuk menangkap sang pengedar, saat ini polisi tersebut justru harus menundukkan kepala menerima setiap umpatan dan sumpah serapah dari seorang pria berjas hitam karena mendapati bumper mobilnya hancur berantakan. Kerah seragam yang dikenakan bahkan sudah di cengkeram se
Sebagaimana perintah sang ketua tim yang memintanya untuk menyelidiki keberadaan pria mencurigakan yang dikawal beberapa orang, Ajun melaksanakan perintah tersebut dengan sigap. Sekalipun sang polisi yang tengah melakukan penyamaran sebagai staf keamanan tidak melihat orang yang dimaksud kepala timnya, namun Ajun tidak kehabisan akal untuk mencari jejak sosok tersebut melalui rekaman CCTV. Ruang kendali keamanan tampak senggang dengan hanya diisi seorang pria sebelum Ajun ikut bergabung di dalamnya dan menyapa.“Malam, Bang.” Sapa sang polisi ramah.“Hah? Oh malam. Elo…?”“Saya Ajun, pegawai baru di sini.” Ucap pemuda itu memperkenalkan diri.“Gue Septa, semoga betah kerja disini ya.” balas sang pria menyambut jabat tangan. “Omong-omong ada urusan apa ke sini?”“Saya dapat keluhan perihal orang mencurigakan, jadi diminta buat lihat CCTV.”“Oh, ya? Perasaan d
Hidup dengan golden spon sejak lahir membuat Tio terbiasa dengan kebiasaan kehidupan mewah, ada saat dalam fase hidupnya dimana Tio menjadi sosok yang menyebalkan dengan mengagungkan uang dan ketenaran di atas segala-gala hal. Hingga di satu titik pemuda itu menemukan titik pencerahan yang membuatnya berubah menjadi pemuda bertanggung jawab dan tentunya tampan. Entah berkah atau kesialan, Tio yang sibuk mengantarkan minuman ke berbagai orang dengan mata yang sibuk melakukan pengawasan tanpa sengaja menemukan satu sosok yang menjadi penyebab seorang Tio remaja berubah hingga jadi seperti sekarang. Anatasya, entah apa yang gadis itu lakukan di tempat seperti ini dengan seragam yang sama dengan yang tengah Tio kenakan. Sekalipun ada pepatah jodoh tidak akan ke mana dan pakaian mereka yang terkesan couple sekalipun tanpa terencana, hanya saja Tio tetap tidak menyukai melihat gadis itu harus sibuk bersusah payah mengantarkan minuman dan camilan sebagai pramusaji. Tio bersyukur bisa dipert
Suara ketukan di pintu sukses membuat seorang di dalam ruangan langsung menunjukkan sosoknya dengan membuka pintu tersebut lebar-lebar. Senyum formalitas sudah terpatri dari seorang pria yang memakai seragam hotel untuk menyapa tamu yang tengah menginap di kamar tersebut. “Selamat malam, saya dari pihak pelayanan kamar menerima keluhan mengenai air panas shower kamar mandi yang tidak berfungsi?” tanya pria itu sopan. “Iya, Mas. Tolong segera diperbaiki, ya.” Sandy yang tengah melakukan penyamaran hanya mengangguk pelan, pemuda itu segera bergegas melakukan tugasnya setelah dipersilakan. Kamar hotel yang hanya ditinggali seorang wanita tanpa adanya tanda-tanda sosok lain, kerapian yang terjaga membuat Sandy lebih gampang melakukan pemindaian hingga mencapai satu kesimpulan bila kamar tersebut tidak terdapat aktivitas pengedaran narkoba. Tidak menunggu lebih lama, Sandy segera memeriksa sumber masalah yan membuat penghuni kamar tersebut menyampaikan keluhan. Tidak butuh usaha ekstra
Hari itu aktivitas di sebuah hotel dipusat kota tampak lebih sibuk dengan para staff-nya yang sibuk menyelesaikan pekerjaan untuk mempersiapkan sebuah acara perusahaan yang akan di helat di aula hotel tersebut. Di antara kesibukan para pegawai, seorang wanita yang barus saja turun dari taksi menyeret kopernya menuju meja resepsionis. Sapaan hangat dan keramahan didapatkan saat wanita tersebut berniat memesan kamar, namun tidak seperti pertanyaan standar seorang resepsionis yang melayani customer, gadis yang berjaga di belakang meja tersebut sedikit penasaran melihat salah satu atasan mereka berniat menginap dengan membawa koper besar. Jessica, sekalipun wanita itu mencoba mengelabuhi pegawai yang bekerja di tempat yang sama hanya dengan mengenakan kacamata besar yang membingkai matanya, lirikan penasaran yang di dapatkan sejak melangkahkan kaki ke lobby hotel sudah cukup untuk menjelaskan bahwa penyamarannya masih kurang. Namun menyamar dan menutupi identitas bukanlah tujuan utama, wa
Pukul tujuh malam, hampir empat jam dia habiskan dengan terjebak bersama para suami di komplek Indah Permai. Empat jam yang seharusnya bisa dipakai dengan lebih baik dari pada sekedar mengobrol dengan topik mengeluhkan tingkah dari para istri yang kerap di luar nalar. Beruntungnya kebanyakan para istri yang juga ikut untuk menjenguk sudah lebih dulu pamit pulang, begitupun dengan Jessica yang tega meninggalkannya sendirian dan terjebak dengan para suami yang bergosip. “Baru pulang?” Memasuki ruang tengah, sebuah suara terdengar menyapa dengan kalimat pertanyaan retoris. Entahlah, sekalipun Jhonny tidak menyukai berbasa-basi dan menjawab pertanyaan yang sudah jelas jawabannya, hanya saja dia tetap menyukai saat Jessica yang bertanya. “Hmm…” balasnya bergumam dan memilih untuk duduk di sofa panjang. “Home sweet home. Memang nggak ada yang lebih nyaman dari rumah sendiri.” Melepas penat dengan bersantai sejenak membuat sang polisi tanpa sadar hampir terlelap dalam bunga tidur, sampai
Manusia tidak bisa lepas dari kodratnya sebagai makhluk sosial, begitupun dengan Jhonny dan Jessica yang harus hidup membaur dan bersosialisasi dengan para tetangga yang juga tinggal di komplek yang sama. Komplek Indah Permai merupakan sebuah komplek perumahan di pinggir kota dengan para penghuninya yang memiliki berbagai macam karakter berbeda. Seperti yang sudah dijanjikan pada Jessica dengan menyanggupi permintaan sang istri untuk menjemput pulang, dengan wajah riang Jhonny bahkan tidak ragu untuk segera pulang tanpa menghiraukan sorot heran yang ditunjukkan beberapa orang. Beberapa sapaan dari rekan yang kebetulan berpapasan bahkan hanya dibalas sambil lalu oleh polisi itu. Sore itu terasa lebih istimewa dari pada hari lainnya, kerisauan tidak berdasar yang selama ini terus memenuhi pikirannya mengenai kemandirian Jessica yang berlebihan sedikit menemukan titik pencerahan. Mungkin sedari awal tidak pernah ada riak yang mengguncang rumah tangganya yang damai seperti danau, karena t