Di kediaman Cahyani. Adnan tengah turun dari tangga bersama August, tentu dia dibantu karena kepalanya masih sedikit pening, sebetulnya ... August menawarkan diri untuk membawakan bocah tersebut makanan, akan tetapi, Adnan terus menolak dengan mengatakan bahwa dia baik-baik saja walau kepalanya sedikit pening, tapi, lagi-lagi August menawarkan hingga adiknya itu merasa kesal sendiri dan menolak dengan kalimat, "Kalau lo tetap maksa, gue enggak mau makan, Bang." Pada akhirnya, August lah yang menyerah dan memilih untuk mengikuti kemauan sang adik.
Keluarga Cahyani makan bersama di ruang keluarga, dilengkapi oleh Pak Raden juga, mereka lebih memilih di sana karena bisa duduk di lantai dan areanya lebih luas, apalagi terdapat hiburan seperti menonton televisi, mengingatkan para putra Adibrata tersebut dengan masa kecilnya.
Setibanya Adnan di sana, Cahyani langsung tersenyum dan menghampiri putra bungsunya itu.
"Kamu keras kepala sekali
Di subuh hari Adibal berangkat dan meninggalkan Aristela sendiri di rumah, tapi sebelum itu, sang papah mengatakan bahwa jaga dirimu baik-baik dan jangan merepotkan orang-orang di rumahnya Cahyani, Aristela mendengar semua ucapan sang papah lalu memeluknya dengan erat disertai kalimat agar ayahnya selalu hati-hati agar pulang dengan selamat."Papah pergi dulu yah, inget pesan Papah, jangan nakal di rumahnya Cahyani, okey?""Siap, Pah," jawab Aristela sembari hormat ke sang papah yang akhirnya masuk ke mobil dan meninggalkan pekarangan rumah."Hati-hati," gumam Aristela yang memandang mobil Adibal yang semakin menjauh. Kini dirinya harus memersiapkan diri untuk bersih-bersih karena sekarang sudah setengah enam, lumayan Aristela memanfaatkan waktu tersebut untuk mandi lebih lama agar dapat merilekskan diri di air hangat.《☆☆》"Paling lambat semi
Hampir pukul tujuh pagi dan Adnan memicingkan matanya ketika abang-abangnya sedang bermalas-malasan, terutama Abraham yang sekarang sedang sibuk dengan ponselnya, begitupun Agam, August, dan Aderald."Sepertinya enggak biasa Bang Abraham sama Bang Agam terlambat kayak gini, pasti ada sesuatu nih," curiga Adnan yang tak tahan untuk menyahuti mereka."Gue cuti," balas Abraham singkat jelas dan padu, begitupun dengan Agam yang menambah, "gue lagi males kerja hari ini, lagi pula gue enggak ada jadwal ceklok juga."Adnan percaya kepada dua abangnya ini, tetapi tidak dengan August dan Aderald, di antara keduanya, Aderaldlah yang menjadi musuh bulan-bulanannya sang adik bungsu."Bang Rald, lo enggak kuliah lagi hari ini?""Mana ada gue kuliah jam tujuh pagi, hari ini lagi libur soalnya dosen lagi sakit.""Bang August?""Kepo amat lu, semuanya ditanyain, lo harus bersyuk
"Bang ketawa lo kek orang psikopat yang berhasil ngebunuh mangsanya, ngeri banget, tetapi untuk menyambut Aristela di luar sana, mohon maaf, takkan kubiarkan karena hati Aristela hanya milik Adnan seorang!"Adnan berusaha lepas dari cengkeraman kedua kakaknya ketika Abraham dan Agam lebih dulu keluar untuk menemui Aristela yang berada di ruang tamu."Bang, ayolah ... jangan giniin gue, pasti Kak Aristela rindu banget sama gue, tolong lepasin," ucap Adnan dengan nada yang mengajak kedua kakaknya ini untuk berdamai, tetapi tidak untuk August dan Aderald yang menggeleng sembari menunjukkan senyum jahatnya."Lo kan lagi sakit, cocoknya tuh ada di kamar, tenang aja ... nanti kami kasih tau ke Aristela kalau lo lagi sakit kepala, okey?""Licik lo, Bang!"Aderald dan August tertawa puas kemudian membawa sang adik ke kamarnya dan mengunci pria tersebut dari luar agar tidak bisa menemui Aristela, August
Aristela telah berada di kamar yang telah August tunjukkan padanya, kamar tamu yang begitu luas untuk satu orang dan dilengkapi oleh televisi pula yang membuat Aristela nyaman di sana nantinya."Bagaimana? Lo suka kamar ini, kan? Kalau enggak gue anter lagi di kamar lain," tanya August dan Aristela menggeleng karena kamar itu sudah lebih dari cukup dan membuatnya sangat suka."Terima kasih, kamar ini udah cukup banget," jawab Aristela lalu meletakkan kopernya di samping lemari, August masih memerhatikan gadis tersebut yang menggeser resleting koper dan mulai memilah-milah pakaiannya di atas ranjang."Eum ... nyusunnya nanti aja deh," gumam Aristela ketika risoles dan salad buahnya terlintas dalam pikiran gadis tersebut, Aristela pun menghampiri August lalu menarik tangan pria tersebut untuk kembali ke ruang tamu, di mana dirinya meletakkan makanan untuk Adnan di atas meja tempat tersebut.August tentu tidak me
Setelah bertanya, Aristela mengambil satu buah risoles dan memberikannya ke Abraham, Abraham menerima risoles tersebut lalu mengatakan terima kasih lalu meninggalkan Aristela yang menghela napas kecewa karena respon pria tersebut benar-benar cuek dan tampak biasa saja.Aristela tenggelam dalam ketermenungannya sehingga ia mendengar sesuatu dari belakang, di mana Adnan, Aderald, August, dan Agam sibuk menikmati risoles buatan Aristela, Aristela pun berbalik dan langsung memicingkan matanya, menatap empat pria dengan melekat disertai gelengan kepala karena tidak habis pikir jika mereka sesuap itu."Aduh ... jangan dihabisin, aku juga mau makan nantinya!" protes Aristela menghampiri mereka berempat dan Aristela mengembuskan napas lega karena ternyata, keempatnya telah memisahkan bagiannya ke atas piring."Eh, jangan salah paham Kakak cantik, kami udah misahin kok," ucap Adnan.Aristela menatap bagian yang sudah d
Aristela menatap Abraham dengan tidak enak hati karena dia ingin menolak tawaran dari pria di hadapannya, Abraham terlalu baik menawarkan hal tersebut, maka dari itu, dirinya memilih untuk ...."Maaf, Kak. Aristela enggak bisa lanjut kuliah, mending kerja aja deh atau bantu Papah supaya pekerj-""Mending jadi istri Adnan saja, Kak Aristela enggak perlu capek-capek kuliah, cukup jadi ibu rumah tangga dan nungguin Adnan pulang sekolah, sehabis pulang sekolah nanti Adnan manjain deh di kamar, eh maksudnya di rumah, he he," sambar Adnan memotong ucapan Aristela, di sisi lain Adnan begitu senang mendengar penolakan dari Aristela dan itu membuat hatinya bergejolak untuk mengejek sang abang."Hadeuh, bocil ... bocil, pikirannya cuma sebatas kelonan, nanti lo impoten baru tau rasa, bhaks, HA HA HA." Suara berasal dari Aderald yang sangat puas meledek Adnan yang menunjukkan kekesalannya."Heleh, ngejek gue impot
"Haish ... Mah apa salahnya Adnan nikah sama Aristela nanti? Kan saudara tiri juga," tanya Adnan yang tak mau menyerah dan membuat sang mamah nampak lebih malas lagi untuk meladeni pertanyaan putra bungsunya itu."Nikah, nikah, kamu ini masih sekolah malah mikir ke situ, nikah itu enggak segampang yang kamu pikirin Adnan, lagipula Nak Aristela juga belum tentu mau sama kamu, kalaupun memang berjodoh, palingan sama Abraham juga, Nak. Kamu harus mengerti ucapan Mamah yang barusan, okey?""Haduh Mamahku enggak ngasih restu, udah ah, ini kue enggak jadi enak, Adnan bohong doang," balas Adnan dengan wajah cemberut membuat Cahyani menjadi garang."Enggak enak katamu? Hooh kamu mulai bohong-bohongan sama Mamah yah, okey, Mamah juga bohongin kamu tadi," balas Cahyani pula dan wajah Adnan langsung tersenyum lebar."Beneran nih, Mah?""Yeay, kamu kena prank, Nak. Itu kameranya Mamah taruh di depa
Di sisi lain, Abraham seorang dosen, tentu dirinya tidak mengajar di satu kampus saja, tetapi ada dua, dan satunya itu memiliki pendidikan non formal, dan dia mengajar di mata kuliah public relation, sekarang ini dirinya berada di kampus non formal tersebut untuk memeriksa laporan para mahasiswa yang habis menjalankan Praktik Kerja Lapangan (PKL), Abraham tipe dosen idaman bagi para mahasiswa, tidak memberatkan dan tidak pula membuat mahasiswanya repot-repot untuk mengejar dirinya.Tempat berkumpul mereka adalah di salah satu kantin kampus, Abraham memilih tempat tersebut agar mahasiswanya peka untuk membelikannya sebuah cemilan, karena dia lupa membawa dompet hari ini, benar-benar dosen yang cerdas."Atas nama Suherman?""Benar, Pak."Abraham mulai meneliti laporan yang diberikan oleh Suherman, yang pertama adalah kertas konsultasi, di mana Abraham langsung menatap mahasiswanya itu."Hm, pertama ka
Aristela resmi akan menikah bersama Zahair, para saudaranya jelas mendukung terutama Adnan yang hampir menangis pula ketika melihat sang kakak terharu, di moment itu, August tak henti-hentinya ilfeel dengan sang adik."Lebay amat, lu.""Hadeuh, udah nikah nanti, pasti enggak ada Kak Aristela di sini, yang ada malah keempat orang jomlo yang sering gangguin gue," balas Adnan dan mendapatkan jitakan dari Agam."Kalau ngomong suka bener lo.""Iyalah," sebal Adnan.Abraham sendiri bagaimana? Dia juga ikut bahagia, selama ini banyak yang menyangkanya benar-benar cemburu karena menyukai Aristela, tidak! Setelah Abraham menutup hati, dia tidak tertarik ke lawan jenis pada Aristela, tetapi sudah menyukainya dalam artian adik yang sesungguhnya. Dia hanya cemburu jika Aristela lebih akrab ke saudaranya yang lain di bandingkan dia sendiri, dan kini, sang adiknya itu akan menikah, mendahului para kakak
Orang yang ditunggu-tunggu sudah tiba, Zeline senang sekali karena papahnya sudah datang, anak itu berlari dan menarik tangan sang papah untuk bergabung bersamanya juga bersama Aristela dalam acara makan buah."Mamah boleh kupasin apel ini buat Aristela?" pinta Zeline."Boleh," jawab Aristela, kemudian mengupaskan apel tersebut dengan cutter berukuran kecil, bukan hanya mengupasnya, tetapi juga memotongnya menjadi beberapa bagian, membuat Zeline semakin gembira.Ketika Aristela memberikan buah tersebut kepada Zeline, Zeline menolaknya, membuat dua orang menjadi keheranan."Kenapa Zeline?""Zeline enggak mau makan kalau Mamah enggak nyuapin Papah dulu," jawab Zeline cemberut dan Aristela hanya bisa menuruti permintaan anak kecil ini. Aristela mengambil satu bagian dari apel, kemudian menyuapi Zahair, walau ia sedikit malu karena Zahair terus menatapnya."Nah udah, sekarang
"Astaga Bapak!" Aristela mendorong Syahrul sekuat tenaga, matanya memerah dan sedikit berlinang karena kaget serta kecewa kepada pria itu, bukan hanya matanya, tetapi wajah Aristela pun memerah juga karena terlanjur emosi."Aristela saya ha-""Hanya apa? Memberikan tanda di leher saya? Apakah itu pantas dikatakan sebagai 'hanya?' jangan membuat saya terlihat murahan untuk yang kedua kalinya, Pak!" Aristela menatap tajam Syahrul."Aristela dengarkan aku, a-""Aku tidak peduli lagi, mau Bapak bunuh keluarga saya, saya enggak peduli! Saya sudah capek dengan semuanya dan saya akan memutuskan untuk mengakhiri hidup saya sendiri dan mumpung Bapak ada di sini, jadi Bapak bisa menyaksikannya secara langsung," potong Aristela dan berujar dengan nada yang tidak main-main lagi. Keseriusannya untuk mengakhiri semuanya sudah berada di ujung tanduk, karena dia ingin mengakhir semua masalah dalam hidup, sekalian nyawanya jug
Seminggu telah berlalu, seminggu pula Aristela menanti kepastian dari seorang Zahair dan seminggu juga harus diganggu oleh puluhan nomor asing yang selalu meneleponnya, sudah dapat ditebak bahwa pria yang menelepon adalah si Syahrul itu, dia masih saja mengejar Aristela dan tidak mau berhenti, Aristela heran dengan pria itu dan kali ini dia memutuskan untuk bertemu dengannya agar dapat menegaskan bahwa sudah jengah, kesal, dan marah pada pria pengganggu itu.Di mana Aristela akan bertemu dengannya? Di toko pria itu sendiri sekaligus memberi kejutan padanya di pagi hari pada jam 9.Aristela telah sampai di sana, disambut oleh Asma, Pita, dan teman-temannya yang lain."Maaf teman-teman, aku ada urusan penting dulu sama bos kalian, kalau sudah selesai aku akan bergabung untuk menuntaskan rasa rindu bareng-bareng," ujar Aristela begitu tidak enak hati ketika dia membalas pelukan mereka begitu singkat. Namun, semuanya mengerti karena aura Aristela kali ini berbeda di ba
Seminggu telah berlalu, seminggu pula Aristela menanti kepastian dari seorang Zahair dan seminggu juga harus diganggu oleh puluhan nomor asing yang selalu meneleponnya, sudah dapat ditebak bahwa pria yang menelepon adalah si Syahrul itu, dia masih saja mengejar Aristela dan tidak mau berhenti, Aristela heran dengan pria itu dan kali ini dia memutuskan untuk bertemu dengannya agar dapat menegaskan bahwa sudah jengah, kesal, dan marah pada pria pengganggu itu.Di mana Aristela akan bertemu dengannya? Di toko pria itu sendiri sekaligus memberi kejutan padanya di pagi hari pada jam 9.Aristela telah sampai di sana, disambut oleh Asma, Pita, dan teman-temannya yang lain."Maaf teman-teman, aku ada urusan penting dulu sama bos kalian, kalau sudah selesai aku akan bergabung untuk menuntaskan rasa rindu bareng-bareng," ujar Aristela begitu tidak enak hati ketika dia membalas pelukan mereka begitu singkat. Namun, semuanya mengerti karena aura Aristela kali ini berbeda di ba
Aristela telah pulang, dirinya mencari di mana keberadaan Adnan tetapi dia tidak menemukan pria itu, hanya ada Agam dan Abraham saja di rumah, dirinya pun menghampiri kakak tertua dan menanyakan keberadaan bocah itu."Kak Abraham, Adnan ke mana, yah?" tanyanya."Di rumah kamu, dia bermalam di sana sama Aderald dan August, juga mamah sama papah," jawab Abraham."Yah ... padahal mau kuajak nonton bareng malam ini," kecewa Aristela kemudian meninggalkan Abraham."Nonton bareng? Kenapa tidak mengajak kami berdua saja?" sahut Abraham tiba-tiba, mendengar kalimat itu membuat Aristela sedikit meragu, tidak biasanya sang kakak ingin menemaninya menonton film horor bersama, biasanya hanya August, Aderald, dan Adnan saja."Eum, boleh," jawab Aristela, bibirnya pun tersenyum gembira dan segera menyalakan televisi dan memutar flm yang telah ia download di telegram melalui smart tv agar ponselnya bisa terhu
Aristela kembali ke kamar untuk melanjutkan masa bermainnya bersama Zeline, tidak lama kemudian, Zahair pun ikut masuk untuk sekadar menanyakan, siapa pria yang menelepon gadis tersebut."Aristela, mohon maaf, bukannya saya menguping atau ingin tahu tadinya, hanya saja kebetulan saya mendengar percakapan kamu bersama seorang pria yang terdengar sedikit berdebat, kalau boleh tahu, siapa dia?" tanya Zahair.Sebenarnya, Aristela ogah membahas Syahrul, tetapi karena si duren yang bertanya, dia pun rela menjawabnya dengan pasrah. "Dia pria yang paling Aristela benci, Om. Karena dia, semuanya hancur, dan aku enggak mau membahas pria itu lagi, maafkan aku, Om." Sepertinya Aristela memang tidak bisa menjawabnya, walau sebelumnya dia ingin, tapi entah kenapa dia refleks menjawab seperti itu."Maafkan saya yang terlalu ingin tahu," balas Zahair. Zahair tentu ingin tahu siapa nama pria itu, hanya itu saja jika memang Aristela tidak ingin melebihkannya, karena dia sedikit tida
Happy Reading.Aristela membuat sebuah status di snap wa-nya dengan foto punggung Zahair yang menjauh lalu fotonya bersama Zeline."Aristela, itu anaknya si om-om ganteng itu, yah?" tanya teman Aristela menunjuk Zeline."Halo, Tante," sapa Zeline, memanggil teman Aristela yang seumuran dengan Aristela sendiri.Aristela mengangguk dan tertawa ketika mendengar panggilan tante untuk Cica yang merupakan salah satu karyawan tetap di toko bunga."Jangan Tante dong, panggil Kakak yah, Kakak masih muda, namanya siapa nih Adik cantik?" tanya Cica kemudian menyubit pipi Aristela dengan pelan."Zeline Kakak," jawab Zeline dan Cica tersenyum gemas dan ingin sekali membawa Zeline pulang ke rumahnya bersama ayah anak ini. Namun, Cica mengurungkan niatnya karena pasti si om-om itu jatuh hati pada Aristela, lalu dia? Sebelum jatuh hati, pria tampan itu akan mun
"Adnan, semongko ulangannya, yah!" teriak Aristela sebelum Adnan berangkat ke sekolah."Siap, Kak!" balas Adnan yang berada di mobil sembari melambaikan tangan seiring mobil mulai berjalan.Aristela pun siap ke bagasi untuk mengeluarkan motornya, dibantu oleh Agam yang juga ingin mengeluarkan kendaraan yang sama karena hari ini dia malas bermobil untuk berangkat kerja."Makasih Kak Agam gantengku.""Helleh, baru ngakuin kalau Abang memang ganteng, padahal dari dulu udah maksimal ganteng gue," balas Agam dan Aristela mengembuskan napasnya dan membalas pula perkataan kakaknya yang mulai narsis, "Mulai lagi, pasti tertular Adnan, bener, kan?""Enak aja, malah Adnan yang ngikutin gue, cuman gue enggak seaktif dia kalau ngomong, seperlunya aja mah, tapi enggak dingin kek Bang Abraham," jawab Agam dan nama yang disebut pun berbalik menatap mereka, Aristela tersenyum ketika tatapan mereka bertemu.