Share

Bab 65

Author: rara elhasan
last update Last Updated: 2022-02-16 09:23:14

       Pikiranku sedang merambang kemana-mana. Materi yang tengah disampaikan Pak Lurah pun berakhir masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Aku tertahan pada ingatan tadi pagi, di mana ular yang kutemui untuk kedua kalinya, menghilang tiba-tiba ketika memanggil Sahira dan yang lain.

"Mikirin apa?" Tepuk Sahira pada pahaku, pelan.

Aku tergeragap. Refleks menoleh padanya dan menggelengkan kepala.

"Yakin, kamu?" lirihnya.

"Yakin. Sudah dengarkan," pintaku.

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Bayi Bungkus (Aku Terlahir dengan Mata Batin) (INDONESIA)   Bab 66

    "Sah---" panggilku terbatah.Masih dengan kondisi tubuhnya yang mengejang, Sahira bergumam tak jelas. Matanya membelalak. Tangannya mengepal kuat. Sesaat kemudian dia diam. Mulutnya terkatup. Giginya mengerat sampai mengeluarkan suara gemeletuk."Sha?" panggilku sekali lagi. Aku mendekat perlahan. Sedikit merendahkan tubuh. Sahira telentang di lantai. Situasi yang berhasil meningkatkan adrenaliku. Takut. Aku sadar yang bersamaku bukanlah Sahira."Istigfar, Sah."Sahira mengamatiku. Biji matanya bergerak ke atas. Seakan sebagian dari isi netranya sepenuhnya sklera."Hmm ... hmmm ... ngaleh. Minggat!" teriaknya kencang.Aku terseok mundur. Terganjal kakiku sendiri, tubuhku kehilangan keseimbangan dan jatuh dengan posisi duduk.Sahira

    Last Updated : 2022-02-16
  • Bayi Bungkus (Aku Terlahir dengan Mata Batin) (INDONESIA)   Bab 67

    Sang perkasa siang hampir menyelupkan tubuhnya ke garis cakrawala saat kami berbelok ke kiri dari pertigaan jalan. Rumah yang kami duga milik Samarni berada tepat di sisi kanan dengan pembatas pagar besi hitam berkarat. Cat pagar itu menggelembung dan terkelupas. Rumahnya minimalis. Halamannya tak terlalu luas. Kanan dan kiri diapit lahan kosong. Terasing. Seolah berada dalam dimensi lain penuh jerit, luka dan keprihatinan."Ini rumahnya?" Nada suara Sahira antusias.Aku yang berdiri di belakang perempuan berjilbab hitam itu kian beringsut. Mengenggam erat ujung pakaiannya."Sepertinya begitu," jawab Haqi. Bola matanya menyisir area dalam. "Benar-benar nggak terawat." Kepalanya terdongak. "Atap bangunannya ringkih dan keropos di mana-mana.""Kalian bukan pemburu hantu, kan?" sergahku kesal, "B

    Last Updated : 2022-02-16
  • Bayi Bungkus (Aku Terlahir dengan Mata Batin) (INDONESIA)   Bab 68

    Majelis bernama evaluasi di bawah komando Subur itu sudah berjalan hampir dua jam. Sebagai ketua, seperti biasa dia bakal bercuat-cuit tanpa jeda. Tak ada hubungannya dengan proker. Lari sana lari sini. Timpal sana timpal sini. Endingnya, lelaki bertubuh jangkung itu bakal memamerkan diri----dialah penjilat ulung yang mampu memikat hati Pak Lurah.Sahira menempelkan pipinya di bahuku. Ya, tubuh bongsorku bisa jadi bantal dadakan. Dia menguap terus menerus. Skeleranya merah. Beberapa kali menggerutu karena rapat tak kunjung usai. Sesekali kutepok pahanya saat uap panas menerpa leherku. Sahira tertidur. Bangun, atau besok pagi dia akan berakhir mengisi tugas dadakan. Mendata kartu keluarga warga desa, program pribadi Subur untuk mempertajam kepercayaan Pak Lurah. Mengingat itu, Sahira mencoba bertahan pada sisa kesadarannya. Menarik ujung kedua kelopak mata den

    Last Updated : 2022-02-16
  • Bayi Bungkus (Aku Terlahir dengan Mata Batin) (INDONESIA)   Bab 69

    Pukul dua pagi. Insomnia mengakari mataku, mencengkeramnya kuat. Langit-langit berinternit embos bunga satu-satunya pemandangan yang dapat kunikmati. Kenyataannya, Insomnia ini akulah yang mengundangnya. Mataku terlalu takut untuk mengatup. Kegelapan seperti serdadu kejam yang bakal menguliti dan mengoyak tubuhku tanpa ampun.Ya, setiap kali netra terpejam, tubuhku seolah dilambungkan tinggi-tinggi. Seluruhnya ruang kosong nan luas. Lalu, ketika napasku tercekik----tak lagi dapat asupan oksigen----tubuhku dilepas. Terjun bebas. Saat menyentuh tanah, rasa sakit yang nyata itu membangunkanku. Membuat kerja jantung lebih berat dari sebelumnya. Mimpi seperti itu akan terus berulang, jika mencoba tidur.Kembali indra penglihatanku berpindah dari kotak internit satu ke yang lain. Sebagian bermotif sama. Sebagian lagi berbeda. Belah ketupat dengan sulur-sulur m

    Last Updated : 2022-02-16
  • Bayi Bungkus (Aku Terlahir dengan Mata Batin) (INDONESIA)   Bab 70

    Kenyataan jika teror menyeramkan akan menyerang kami mulai detik ini, membuatku menggigil ketakutan. Kalau itu Sahira atau pun Haqi, rasanya tak ganjil apabila makhluk-makhluk tak kasat mata menyasar mereka. Sahira memiliki indra keenam. Haqi pun sepertinya peka akan hal-hal berbau adikodrati. Lalu, aku? Yang notabene tak memiliki ilmu apapun terkait hal klenik atau pun gaib, mengapa jadi bulan-bulanan mereka.Sahira memperkecil volume suaranya. Mungkin dia takut obrolan tengah malam kami dapat membangunkan yang lain."Kukira tempat ini aman, Fi. Kukira ...," Dia mendongak. Menatapku lekat."Katanya tempat ini aman. Kamu 'kan, yang bilang begitu saat kita sampai?"Sahira mengangguk yakin. "Ya, Fi. Karena pada awalnya itu hanya sebentuk rambut tanpa penghuni. Sayangnya, semakin ke sini, kondisinya semakin nggak terbaca.

    Last Updated : 2022-02-16
  • Bayi Bungkus (Aku Terlahir dengan Mata Batin) (INDONESIA)   Bab 71

    Setelah menunaikan salat subuh, kami dikumpulkan di depan rumah oleh Subur. Apa tujuannya? Tak ada satu pun dari kami yang tahu. Faris, entah sudah berapa kali dia mengumpat karena kesal. Tidurnya terganggu. Biasanya, setelah salat laki-laki bertubuh tambun itu langganan meminjam kamar perempuan untuk melanjutkan mimpinya yang sempat tertunda. Sedang Rahmad kembaran tak serupa Faris, kelakuannya membuatku dan Sahira----yang kebetulan mengambil barisan di belakangnya---menahan tawa. Dia tertidur sembari berdiri. Tubuhnya bergoyang ke kanan dan ke kiri, persis telur yang berdiri tak seimbang.Tak menyalahkan juga, cuacanya memang cocok di pakai untuk tidur. Mendung dan dingin. Sangking dinginnya gigiku sampai sakit. Oh, bergumul dengan bantal, guling, dan selimut nyatanya menjadi isi otakku satu-satunya."Fi, ada apa, sih ... ada agenda yang aku nggak tahu, ya?"

    Last Updated : 2022-02-16
  • Bayi Bungkus (Aku Terlahir dengan Mata Batin) (INDONESIA)   Bab 72

    Seorang wanita kisaran usia tiga puluh tahun bersimbah air mata. Rona wajahnya memudar. Semangat hidup seolah tak lagi bersemayam dalam dirinya. Wanita itu menengadah, memandang langit-langit di mana melingkar sebuah tali. Kaki bergetarnya menaiki kursi plastik biru yang sudah tersedia di hadapannya.Perlahan. Namun pasti wanita itu naik. Jemari bergetarnya menguntai tali. Mengalungkannya melewati kepala. Mengetatkannya di area leher. Aku berteriak, memintanya turun. Kakiku mencoba mendekat, tetapi aku seperti terpasak ke bumi.Wanita itu memejamkan mata. Menarik napas dalam, kemudian menendang kursi penahan tubuhnya. Rasa sakit itu kuyakini mulai menyerang. Wajahnya merah pucat. Mulutnya menganga lebar. Pekikan suaranya yang tersendat-sendat, perlahan lenyap bersama napas yang tak lagi bersarang dalam raganya.Aku kehabisan napas, terseng

    Last Updated : 2022-02-16
  • Bayi Bungkus (Aku Terlahir dengan Mata Batin) (INDONESIA)   Bab 73

    Kejadian itu membuat ketenangan Nabila dan yang lain mengendur. Setelah satu jam, gadis cantik itu pun menghentikan tangisnya, bahkan sudah jauh lebih tenang. Ia bersandar padaku mencari perlindungan. Mencoba meyakinkan diri, selama bersama dia aman.Kami dikepung rasa cemas. Meninggalkan tempat menjadi satu-satunya hal yang tak dilakukan. Diam. Duduk melingkar dan saling pandang. Bermain-main dengan pikiran masing-masing menjadi pengalih perhatian paling tepat. Aku, Sahira, dah Haqi yang pastinya sudah terbiasa dengan kondisi ini, mulai mengkhawatirkan yang lain. Masa KKN masih panjang. Proker baru berjalan. Kami tak mungkin mengeluh pada dosen pendamping terkait kejadian mistis ini. Terlebih lagi pindah lokasi, tak ada opsi itu dalam daftar alternatif lain. Satu-satunya solusi yang bisa terealisikan saat ini, yaitu pindah tempat tidur. Baik aku maupun yang lain pasti tak ingin l

    Last Updated : 2022-02-16

Latest chapter

  • Bayi Bungkus (Aku Terlahir dengan Mata Batin) (INDONESIA)   Akhir Mata Batinku

    Tiara duduk di tepi ranjang mengusap perutnya yang kian membesar. Basri di sampingnya membuat racikan berupa spirtus dan jahe. Kaki Tiara mulai bengkak. Usia kehamilannya memasuki bulan ke delapan. Waktu menanti kelahiran sudah di depan mata. Dan, ramuan itulah yang dipercaya bisa mengempiskan bengkak kakinya. Selain bengkak rasanya sakit sekali. Tiara kesulitan berjalan dengan kaki seperti itu. Alas kaki tak ada yang muat. Menarik rambutnya ke belakang dan membuat sanggul kecil, lalu menyisipkan bulu landak untuk mengencangkan. Bulu landak penangkal makhluk halus. Pemberian ayah mertuanya. Seperti itu kepercayaan orang di sini. Tiara tak boleh meninggalkan bulu landak itu jika ingin berpergian kemanapun—kecuali ke kamar mandi. "Angkat kakinya," pinta Basri.Tiara mengangkat kedua kakinya yang bengkak ke atas ranjang. Sebelumnya Basri telah mengalasi kaki Tiara dengan kain yang tak dipakai. Basri mengoleskan ramuan itu di sekujur kaki Tiara. Rasanya dingin lalu hangat. Entah ini ber

  • Bayi Bungkus (Aku Terlahir dengan Mata Batin) (INDONESIA)   Bab 90

    Undangan dari sahabat baik Basrilah yang membuat Tiara dengan perut buncitnya karena hamil pergi di malam hari. Tradisi di sini, jika masih hamil muda, tidak diperbolehkan keluar malam tanpa perlindungan. Tiara tak memiliki bulu landak yang menjadi keyakinan orang di desa Basri. Bulu landak itulah yang menjadi penangkal dari gangguan sihir dan makhluk halus. Adzan isya telah bekumandang. Motor Basri berderu menembus kelengangan. Sesaat lalu baru saja turun hujan, saat Tiara berangkat rintik kecil masih tertinggal—tetapi tak begitu mengkhawatirkan. Hujan itu tidak akan menjadi besar lagi, karena bintang-bintang mulai bermunculan di langit.Berbekal jaket tebal yang membungkus tubuhnya, Tiara melindungi calon bayi dalam perutnya agar tetap hangat. Mantra doa dan dzikir yang dia lantunkan sebagai tameng pribadi. Banyak cerita yang beredar, jika wanita hamil tanpa bulu landak sama saja cari mati. Ada yang mengatakan bayi dalam perut akan lahir dengan membawa godaan da

  • Bayi Bungkus (Aku Terlahir dengan Mata Batin) (INDONESIA)   Bab 89

    Malam selanjutnya, setelah pembahasan tentang makhluk astral semalam, Basri jadi takut ke kamar mandi sendiri. Basri membangunkan Tiara yang lelah seharian bekerja rumah tangga, setelah mengajar di pagi harinya. "Kamu nggak mau ke kamar mandi?" tanya Basri langsung sesaat setelah Tiara terjaga dari tidur."Kan, tinggal ke kamar mandi?" Tiara tahu Basri takut. Saatnya balas dendam. Kemarin, saat Tiara meminta Basri mengantarkannya ke kamar mandi karena lampu kamar mandi sedang mati, Basri tak mau mengantarkan. Alasannya mengantuk. Tiara berakhir ke kamar mandi seorang diri. Hampir terpeleset karena tak ada penerangan sama sekali. Untung saja Tiara sigap, berpegangan pada pinggiran kamar mandi. Kalau sampai jatuh, kepala Tiara pasti berakhir membentur sumur.Sekarang giliran dia yang balas dendam. Tiara mendengar permintaan Basri itu, tetapi Tiara pura-pura tidak mendengar. Tetap memejamkan mata meski Basri memohon untuk diantar.

  • Bayi Bungkus (Aku Terlahir dengan Mata Batin) (INDONESIA)   Bab 87

    Tiara baru saja sampai rumah, ketika ada dua orang yang duduk di ruang tamu, bersama nenek Basri. Itu paman Basri bersama istrinya. Tiara bergabung dalam obrolan. Duduk di sofa. Nenek Basri pergi ke dapur untuk menyiapkan makan. Adat di sini, ketika ada tamu yang berkunjung, mereka akan dijamu bak raja. Diperlakukan dengan sangat baik.Dua teh masih mengepul—pertanda jika mereka baru saja duduk. Sepiring roti rasa durian menjadi peneman mengobrol sembari menyesap minuman. Paman Basri merokok. Tembakau. Ini pertama kalinya Tiara mengetahui jenis rokok seperti itu. Rokok tembakau yang sebelum dinikmati, harus dibuat sendiri. Kata Basri, karena Tiara banyak melihat penjual tembakau itu di jalan-jalan, harga tembakau lebih murah dibandingkan rokok produksi pabrik.Obrolan berlanjut. Terkait bagaimana Tiara. Apakah nyaman di kota barunya. Tiara menjawab dengan senyum. Belum terbiasa jauh dari orang tua. Merasa rindu. Ada rasa canggung. Sedikit rasa tak nyaman. S

  • Bayi Bungkus (Aku Terlahir dengan Mata Batin) (INDONESIA)   Bab 86

    B a y i B u n g k u s Makhluk di Tepi Jalan-------- ------- -------- -------------"Kita nggak mau pulang?" Pertanyaan itu Basri lontarkan pada Tiara yang masih asyik berkeliling alun-alun. Sudah beberapa kali Basri mengingatkan jika di sini berbeda dengan kota yang Tiara tinggali. Pulang terlalu malam akan sangat berbahaya. Jalanan sepi. Beberpa sudut jalan pun gelap.Tapi himbauan Basri itu tak Tiara gubris. Dia tetap saja asyik menikmati suasana yang baru yang dia jajaki. Hingga waktu menunjukkan pukul sebelas malam barulah Tiara meminta pulang. Dia sudah lelah bekeliling. Bahkan, matanya kini sudah mengantuk. Basri sempat mendumal dan terlihat kesal. Tak ada pilihan lain selain melewati jalan yang terkenal sepi. Coba Tiara bisa di

  • Bayi Bungkus (Aku Terlahir dengan Mata Batin) (INDONESIA)   Bab 85

    B a y i B u n g k u s Kehidupan Baru-------- ------- -------- -------------Bulan memangkas hari dengan cepat. Tahun berlalu tanpa menunggu siapapun. Tibalah pada hari yang sangat Tiara dambakan. Pernikahan. Satu jam lalu, Tiara resmi menjadi istri Basri. Pria yang telah bersamanya sejak semester pertama masa perkuliahan. Lika-liku percintaan, sampai drama kurang setuju keluarga Basri karena Tiara berasal dari kota, hampir saja membuat hubungan Tiara dan Basri kandas di tengah jalan.Pesta pernikahan dua hari dua malam selesai digelar. Tiara tinggal bersama keluarganya satu minggu lagi sebelum akhirnya ikut Basri pulang. Sesuai perjanjian awal, Tiara akan diboyong ke kota Basri untuk akhirnya tinggal di sana.

  • Bayi Bungkus (Aku Terlahir dengan Mata Batin) (INDONESIA)   Bab 84

    Motor Basri berbelok ke perempatan jalan. Tak jauh lagi mereka akhirnya sampai. Rumah Barada di tepi sungai. Halamannya luas. Ada surai dari anyaman bambu di depannya. Tiara disambut wanita muda dengan perawakan tambun dan berparas cantik. Dialah Airin, kakak Basri. Tak lama, keluar seorang nenek dengan jalan yang sedikit terseok, dialah pengganti orang Tua Basri. Dari kelas tiga sekolah dasar sampai sekarang, Basri tinggal dan dirawat oleh neneknya. Ibu Basri telah meninggal, sedangkan ayah Basri memilih menikah lagi. Besar jasa nenek Basri padanya. Biaya sekolah, mondok, sampai kuliah, neneknya-lah yang menanggung. Kedatangan Tiara telah ditunggu. Rasa cemas terpatri jelas. Tiara dan Basri pamit berangkat pagi, tetapi hampir pukul sepuluh malam mereka baru tiba di rumah.

  • Bayi Bungkus (Aku Terlahir dengan Mata Batin) (INDONESIA)   Bab 83

    B a y i B u n g k u s Suara AsingTiara dan Basri resmi bertunangan. Hari ini Basri meminta izin pada Sri dan Sapardi untuk membawa Tiara merayakan idul fitri di kotanya. Sekaligus mengenalkannya pada keluarga besar. Sri dan Sapardi memperbolehkan, tetapi dengan syarat tak boleh lebih dari satu minggu. Tiara dan Basri betangkat pukul tujuh pagi dengan mengendarai motor. Jarak yang ditempuh lumayan jauh. Kira-kira sekitar empat jam jika menggunakan motor dan bisa lebih dari enam jam ketika menggunakan bus. Basri menerangkan bahwa mereka tak akan langsung pulang, Basri akan mengajak Tiara jalan-jalan lebih dulu.

  • Bayi Bungkus (Aku Terlahir dengan Mata Batin) (INDONESIA)   Bab 82

    "Tiara, jaga rumah, ya?" Itu pesan Sri sebelum akhirnya meninggalkan Tiara seorang diri di rumah.Sri, Sapardi, dan Alif harus pulang ke desa karena salah satu kerabat ada yang meninggal dunia. Alhasil, Tiara jadi penunggu satu-satunya. Kumandang azan magrib terdengar. Setelah menunaikan salat, Tiara memasak mie instan untuk mengganjal perut yang seharian tak terisi nasi hanya camilan. Serial televisi favoritnya sudah masuk intro pembuka. Sembari mie instan matang, Tiara menikmati tayangan televisi. Sisa waktu sebelum isya itu dia habiskan bersantai.Kembali azan isya berkumandang. Tiara segera menunaikan salat. Di kamarnya. Televisi ada di ruang tamu. Rakaat pertama dan kedua berjalan mulus. Tak ada hal ganjil yang terjadi. Rakaat keempat, Tiara merasa ada tiupan angin tipis yang menerbangkan mukenah bagian belakang. Kondisi jendela kamar tertutup. Semua pintu tertutup. Pun cuaca tak sedang berangin. Dan anehnya, angin itu hanya di rasakan punggungnya.&nbs

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status