Arum didorong ke tepi kali dan terbatuk beberapa kali.
"Kamu gak apa-apa?" tanya laki-laki bermata cokelat dengan nada khawatir.
"Ndak apa-apa, Om," jawabnya.
Arum memandang sang penolong dengan lekat dan memperhatikan setiap inci wajahnya. Rasanya dia pernah bertemu, tapi lupa entah di mana. Laki-laki di hadapannya itu memiliki wajah blasteran dan sepertinya sudah berumur. Itu terlihat dari beberapa helai uban yang terselip di rambutnya.
"Syukurlah. Lain kali hati-hati."
"Tapi baju saya hilang," sesal Arum.
"Biarkan aja daripada nyawa kamu yang hilang."
"Kalau begitu, saya permisi, Om," kata Arum sambil berdiri dan menormalkan detak jantung. Kejadian tadi membuatnya sedikit trauma. Baju Ayu entah di mana berada. Dia sendiri sudah pasrah jika dimarahi ibunya nanti.
"Ya."
Arjuna menatap gadis remaja itu hingga menghilang dari pandangan. Tiba-tiba saja ada debaran halus yang menyusup di dadanya saat melihat wajah lugu dan polos itu. Laki-laki itu mengulum senyum dan menggelengkan kepala karena merasa lucu dengan apa yang dipikirkannya barusan.
"Pak! Pak Arjuna!" Sebuah teriakan memanggilnya.
"Ya, di sini."
"Ya, ampun, Bapak basah semua."
"Ambilkan baju ganti saya di mobil," titah Arjuna.
"Baik, Pak. Tapi nanti dilanjut lagi surveinya. Bapak bikin khawatir aja pas lari tadi. Kami jadi ikutan panik."
"Ada yang hanyut, tapi sudah saya tolong," kata laki-laki itu tenang.
"Siapa?"
"Ya, saya gak kenallah. Mana hafal wajah penduduk sini."
Arjuna memeras ujung baju lalu mengibaskan rambut yang basah. Tubuhnya mulai menggigil, perut juga sudah berbunyi tanda minta diisi.
"Kalau gitu Bapak tunggu di saung saja, nanti biar saya ambilkan baju ganti."
Arjuna mengangguk lalu berjalan menuju saung di dekat desa untuk berganti pakaian dan makan siang.
Hari ini tim mereka melakukan survei di daerah sekitar sungai yang akan dibangun. Kampung itu sudah menjadi langganan banjir setiap tahunnya, sehingga pemerintah memutuskan untuk membuat tanggul.
Dulu, tiga tahun yang lalu, dia pernah mengerjakan proyek perumahan di daerah tersebut dan perusahaannya ikut membantu warga korban banjir dengan memberikan bantuan. Kini, dia kembali dan akan mengerjakan proyek tanggul untuk beberapa waktu ke depan.
"Siapa yang hanyut tadi, Pak?" tanya salah seorang tim saat mereka sudah duduk bersila di depan sajian. Ada ayam dan ikan mas goreng dengan lalapan juga sambal.
"Cewek," jawab Arjuna sambil menyendok nasi ke piring.
"Cantik, Pak?"
"Yah, lumayan."
"Wah, Bapak bisa dapat pacar selama di sini," canda yang lain.
"Masih kecil," jawabnya asal.
Mendengar itu, semua orang tergelak. Mereka makan sambil bercerita mengenai persiapan selama tinggal tempat itu. Proyek ini akan memakan waktu yang cukup lama, sehingga para pekerja diputuskan harus menetap sampai kontrak selesai.
"Bapak sudah dapat tempat tinggal yang cocok?"
"Ada beberapa PILIHAN. Informasi yang paling baru ada rumah kontrakan kecil di dekat sekolah. Habis ini saya mau ke sana. Kalau cocok, ya ambil." Arjuna meneguk segelas teh hangat setelah selesai melahap nasi sepiring penuh.
"Kami boleh ikut, Pak?"
"Ya, bisa aja. Kita lihat sama-sama."
Setelah selesai makan, mereka melanjutkan peninjauan lokasi. Arjuna berjalan mengelilingi beberapa bagian sungai, lalu matanya tertuju pada sebuah benda putih yang mengapung di air.
"Itu! Tolong ambil," tunjuknya pada benda tadi yang ternyata sebuah baju.
"Buat apa, Pak?" tanya salah satu timnya.
"Ambil aja sekarang. Cepat!" titahnya.
Salah seorang yang diminta tolong langsung mencari alat untuk mengambil kain itu sebelum hanyut lebih jauh. Akhirnya dengan susah payah, baju itu berhasil diambil.
"Masukkan ke dalam plastik, nanti mau saya bawa pulang," katanya.
Seingat Arjuna, gadis itu berkata hendak mengambil kain yang hanyut. Namun, dia tak sempat meraihnya karena nyawa lebih berharga. Dia melanjutkan survei dan memastikan bahwa pembangunan akan segera dimulai.
***
Arum berhenti di tengah jalan karena kakinya pegal. Sejak tadi menunggu tapi belum ada yang bisa ditumpangi. Baju yang tadinya basah, kini kering di badan. Untunglah, cucian sekeranjang sudah dibawakan oleh bapaknya Ratih tadi.
Dia terduduk di pinggir jalan sambil memijat kaki. Mungkin dengan menunggu, sebentar lagi akan ada kendaraan yang lewat.
Suara klakson motor mengagetkan Arum. Tampaklah seorang laki-laki-laki paruh baya seumuran mendiang bapaknya berhenti di depan.
"Ayo, Pakde antar pulang."
"Yang bener?" tanya Arum ragu.
"Iya, ayo! Kasihan kamu kayak gitu. Tadi habis nyuci?"
"Iya."
"Mana cucianmu?"
"Dibawakan Bapaknya Ratih, Pakde."
"Ya, sudah, ayo!"
Sepanjang perjalanan Arum hanya terdiam, merasa kedinginan kerena embusan angin yang cukup kencang.
"Kamu kelas berapa sekarang?"
"Tiga, Pakde."
"Selesai sekolah mau ke mana?"
"Pengen ke kota. Kerja," jawabnya.
"Jangan, Rum. Di kota itu kehidupan keras, lebih baik tinggal di kampung."
"Aku ndak tau mau kerja apa di sini."
"Kamu sudah punya pacar?"
"Belum, Pakde."
"Jadi istriku mau?"
Astagfirullah. Arum mengucap istigfar dalam hati. Dia memang ingin menikah dan memiliki keluarga, tapi mau juga menjadi istri Pakde itu.
"Sama ibuku mau?" tawarnya.
"Ibumu janda dua kali, Rum. Aku maunya perawan," katanya sambil membawa motor dengan pelan. Sengaja, biar waktu berduaan bisa lebih lama.
"Itu ada Ayu."
"Pakde ndak berani kalau sama saudaramu itu. Cantik soalnya."
Arum mengumpat dalam hati. Jadi maksudnya ... dia jelek, begitu?
"Di sini aja, Pakde," katanya meminta berhenti.
Seharian ini Arum benar-benar kesal dengan banyak hal. Perlakuan ibu sambungnya, Ayu, cucian hilang hingga terjatuh di sungai. Ditambah dengan ucapan Pakde barusan, rasanya dia ingin pergi sejauh-jauhnya dari kampung ini. Akan tetapi, kemana?
"Pertimbangkan saja, Rum. Aku ini duda ditinggal mati istri. Sawah sama ternakku banyak. Kalau kamu mau, nanti sekolah aku belikan motor biar ndak jalan kaki."
Arum membalikkan badan dan mengabaikan ucapan itu. Dia bahkan lupa mengucapkan terima kasih, malah langsung masuk ke pekarangan rumah.
"Dari mana saja kamu?" Lastri menatap putrinya dengan galak saat memasuki rumah.
"Nyari baju hanyut," jawab Arum jujur.
"Tadi Bapaknya Ratih ngantar baju basah sekeranjang. Kamu ini memalukan saja. Nitip barang ke orang lain, sendirinya malah main," omel Lastri.
"Aku ndak main, Bu. Aku nyari baju hanyut. Itu baju Ayu hilang satu," katanya membela diri.
"Apa? Bajuku hilang?" Tiba-tiba Ayu muncul dari dalam karena mendengar omongan itu.
"Iya. Maaf, Yu. Aku ndak sengaja," kata Arum menyesal.
"Makanya kerja yang bener. Nyuci baju aja sembarangan." Gadis itu berjalan ke belakang dan memeriksa keranjang. Lalu, terdengarlah teriakan dan isak tangis darinya.
Lastri yang mendengar itu, menyusul putrinya ke belakang.
"Ada apa, Nak?"
"Baju baruku, Bu. Warna putih."
"Sudah jangan sedih. Nanti kita beli yang baru ya. Ibu nagih setoran sama warga kampung dulu, ya" bujuk Lastri.
"Potong saja uang jajan Arum, Bu. Kalau perlu, ndak usah dikasih sama sekali, buat ganti bajuku," desaknya.
"Jangan begitu, Nak. Biar bagaimanapun, keluarga Arum banyak berjasa dengan kita," kata Lastri menghibur.
"Tapi, Bu."
"Sudah sana kamu istirahat. Besok masuk sekolah, kan? PR sudah dikerjakan?"
"Sudah."
Arum yang mendengar itu langsung masuk ke kamar dan menumpahkan tangis. Dia bahkan lupa mengganti baju karena sudah tak tahan.
"Bapak. Ibu," katanya sambil mengusap air mata dan memandang foto kedua orang tuanya di album. Jika rindu, dia akan membuka semua kenangan keluarga mereka.
Lalu, sebuah foto terjatuh di lantai. Arum mengambilnya dan melihat dengan teliti. Itu gambarnya tiga tahun lalu saat banjir dan mereka mendapatkan bantuan dari pengembang perumahan.
Wajah itu, kenapa mirip dengan orang yang tadi menolongnya saat jatuh ke sungai? Arum ingat, namanya kalau tidak salah Ar ... juna. Iya, benar Om Arjuna. Apa mungkin dia orang yang sama?
Arjuna membuka jendela rumah kontrakannya lebar-lebar dan membiarkan matahari masuk. Udara pagi terasa segara di Senin ini. Proyek baru akan dimulai dua hari ke depan, jadi dia masih punya waktu untuk bersantai sambil melihat sekitaran kampung.Tim inti dan para pekerja sudah datang lebih dahulu untuk melihat-lihat lokasi dan melakukan persiapan di barak. Rasanya dia sudah tak sabar ingin menyaksikan proses pembangunan tanggul, namun mereka harus mengikuti instruksi yang sudah ditetapkan.Arjuna berjalan keluar dan melihat sekeliling. Di jam segini, warga sudah sudah mulai beraktivitas dan banyak kendaraan yang berlalu-lalang. Dia berencana mencari sarapan di sekitar rumah.Ketika Arjuna hendak membuka pintu pagar, tampaklah seorang gadis yang berjalan kaki memakai seragam sekolah abu-abu dengan tas slempang di bahu. Matanya menatap intens kepada wajah yang semakin lama semakin mendekatinya."Hai!" sapanya saat menyadari bahwa gadis it
Setelah pertemuan kemarin, setiap pagi Arjuna akan keluar rumah sebelum jam tujuh, untuk menunggu Arum lewat dan melihatnya berjalan kaki dengan wajah yang ditekuk. Dia tahu, jarak rumah dan sekolah pasti cukup jauh, sehingga gadis itu tampak kelelahan. Setelah itu, barulah dia akan pergi ke lokasi untuk mengecek pekerjaan para tukang."Hai!" Begitulah sapanya. Lalu dia akan tertawa geli saat Arum berjalan lebih cepat untuk menghindar.Arjuna melirik wajahnya di kaca spion, apa ada yang salah sehingga Arum terlihat begitu takut setiap kali mereka bertemu?Dia tampan walaupun ya ... sudah berumur. Lalu, jika memang menyukai remaja yang masih berseragam, apa salahnya? Bukannya kebanyakan laki-laki memang menyukai daun muda? Dia termasuk salah satu di antara mereka."Aruuum!" teriak Arjuna, lalu tergelak dan menertawakan diri sendiri karena sudah bertingkah aneh.Arum MEMPERCEPAT langkah saat mendengar namanya dipanggil. Jika memang
"Apa ini?"Arum menatap Pak Darmo, si penjaga sekolah dengan bingung ketika sebuah kotak diserahkan kepadanya, saat akan memasuki gerbang."Untukmu. Ambil saja." Darmo kembali menyodorkan kotak itu karena Arum terlihat ragu untuk menerimanya."Dari siapa, Pak?""Bapak ndak tau, Rum. Mas itu datang terus bilang titip ini buat kamu."Arum menerimanya kemudian memasukkan kotak ke dalam tas. Jangan sampai terlihat siapa pun, bisa bahaya jika ada yang mengadu ke Ayu.Setelah berpamitan dengan Pak Darmo, Arum berjalan cepat memasuki kelas, karena hari ini jadwalnya piket.Om itu tidak ada saat dia lewat tadi, jadi hatinya tenang karena tidak ada yang menganggu. Ratih juga beberapa hari ini diantar jemput bapaknya. Sehingga, sudah satu minggu ini dia berjalan kaki sendirian.Setelah meletakkan tas, Arum berjalan ke belakang sekolah untuk mengambil ember dan kain pel. Keran diputar hingga airnya mengucur deras, lalu dia mem
Setelah mereka bertiga makan malam dan masuk ke kamar masing-masing, Arum membuka tasnya dan mengaktifkan ponsel pemberian Arjuna. Begitu lampunya menyala, terdengar bunyi getar tiada henti, tanda banyak pesan yang masuk. Arum membukanya satu per satu dan mulai membaca. Tadi di sekolah, Ratih sudah mengajari bagaimana cara menggunakan benda itu, jadi dia sudah tahu.'Rum. Malam minggu nanti, saya main ke rumahmu, ya.'Begitulah pesan pertama yang dia terima dari kontak bernama Arjuna, si pemberi ponsel.'Kenapa hape kamu gak aktif?''Kamu marah?''Atau takut?"Arum mengulum senyum saat membaca semua pesan dari laki-laki itu. Arjuna terlihat tampan di foto profil dengan latar belakang pegunungan salju. Pastilah laki-laki itu sangat kaya, sehingga bisa jalan-jalan ke luar negeri.Seandainya memang benar Arjuna menyukainya dan mereka ditakdirkan berjodoh, mungkin dia bisa merubah nasib. Namun, jika menging
Isak tangis seorang gadis terdengar di sebuah kamar setelah kepergian Arum dan Arjuna. Ternyata, sejak tadi Ayu merasa kesal kepada saudara tirinya karena disukai laki-laki kaya.Selama ini Ayu selalu mendapat semua yang terbaik melebihi Arum. Sehingga, jika ada sedikit saja kebahagiaan yang dirasakan saudara tirinya itu, dia tidak terima.Hati manusia, kadang memang begitu kotor, hingga tak bisa melihat kebahagiaan orang lain, sekalipun dirinya bergelimang segala harta dunia."Sudah. Jangan menangis begitu," bujuk Lastri sambil mengusap rambut putrinya. Dia sendiri tak menyangka jika ada laki-laki yang menyukai Arum."Ini memang ndak adil, Bu. Masa Arum yang wajahnya begitu dapat pacar sugih. Ganteng lagi," sungutnya.Dalam hati Ayu bertanya, apa mata Arjuna rabun sehingga gadis seperti Arum terlihat lebih menarik? Apa cantiknya dia, kurus seperti kurang makan. Wajahnya juga biasa dengan kulit kecokelatan. Berbeda dengan di
Setelah menghabiskan malam minggu berdua walaupun hanya sebentar, Arjuna semakin intens menghubungi Arum, terutama di malam hari setelah pulang bekerja.Kontrak yang sudah dia tanda-tangani selama setahun untuk mengawal proses pembuatan tanggul, akan membosankan jika hanya diisi dengan bekerja. Arjuna membutuhkan hiburan lain, salah satunya dengan berkenalan dengan gadis-gadis di kampung.Arum bukanlah gadis pertama yang ditemuinya, namun justru yang paling memikat hati. Mungkin karena dia secara terang-terangan menolak dan menghindar, sehingga Arjuna merasa tertantang untuk menaklukkannya.Setelah malam itu juga, sikap Lastri benar-benar berubah kepada Arum. Dia menjadi lebih perhatian dan jarang menyuruh putri sambungnya itu membereskan pekerjaan rumah. Hal itu membuat Ayu menjadi geram dan semakin iri hati.Seperti hari ini, Ayu TERBAKAR amarah saat melihat ibunya mencuci piring setelah mereka makan, juga menimba air di sumur. S
Lastri menatap Ibu Guru dengan malu sembari mengusap tangan untuk menghilangkan rasa gugup. Arum sudah mencoreng nama keluarga dengan hasil ujian yang rendah bahkan mendapat peringkat nomor tiga dari bawah. Siang ini, dia datang membawa surat yang tadi putrinya berikan sebelum berangkat sekolah.Saat Ibu Guru memberikan penjelasan dengan menunjukkan rekap nilai per semester, Lastri mendengarkan semua penuturan itu tanpa menyela."Sebenarnya Arum ini anak yang pandai, Bu. Hanya sulit berkonsentrasi. Dia juga suka mengantuk di kelas. Apa di rumah tidurnya kemalaman? Sepertinya dia terlihat kelelahan," jelas Ibu Guru sembari menatap Lastri dengan lekat.Sedikit banyak para guru harus tahu secara garis besar apa saja kegiatan para murid di rumah, jika memang itu mempengaruhi proses belajar di sekolah. Dengan demikian, maka bisa dicarikan jalan keluar untuk mengatasinya."Tidurnya seperti biasa, Bu. Jam sembilan malam semua sudah masuk
Sejak pernyataan cintanya diterima oleh sang pujaan hati walaupun karena terpaksa, Arjuna semakin giat bekerja. Arum menjadi penyemangat hidupnya walaupun mereka hanya bisa bertemu di hari libur dan itu hanya sebentar.Arum sendiri semakin giat belajar semenjak dibantu oleh Ayu, sekalipun saudaranya itu kerap kali marah atau mengucapkan kata-kata yang tidak enak didengar karena pemahamannya yang lambat."Pergi dulu, Bu." Arum mencium tangan Lastri dan berpamitan. Dia memang berangkat lebih awal karena harus berjalan kaki. Sementara Ayu akan dijemput oleh salah satu temannya dengan motor."Hati-hati. Belajar yang rajin."Arum berjalan melewati gang dan membalas sapaan para tetangga. Setelah Arjuna rutin menjemputnya setiap minggu, warga gang menjadi lebih ramah jika bertemu. Mereka mulai membandingnya dan Ayu, dan mengatakan bahwa dia lebih beruntung.Sesampainya di sekolah, Arum terkejut saat Ratih menarik tangannya da
"Saya terima nikahnya Arum Kinasih binti Darman Prabowo dengan mas kawin sebuah cincin emas dibayar tunai!""Sah?""Sah!"Alhamdulillah. Baarakallaahu laka, wa baarakallahu 'alaika, wa jama'a bainakuma fii khaiir.Doa untuk kedua mempelai dibacakan. Semua orang mengangkat tangan dan mendengarkan dengan khusyu'. Juga mengaminkan agar mereka berdua mendapat limpahan berkah, rumah tangga aman tentram, langgeng hingga kelak maut yang memisahkan, dan berkumpul kembali di surga.Arya, suamimya Ayu menepuk bahu Arjuna, setelah iparnya itu mengucapkan ijab kabul dengan lancar. Hanya dalam sekali ucap dan tarikan napas, lelaki itu melakukannya.Ajuna sudah berlatih seminggu ini, mengahafal sebaris kalimat yang pendek tapi sangat menengangkan sewaktu diucapkan. Syukurlah, ketika tiba saatnya, dia dapat mengucapkannya dengan fasih. Padahal dulu dia pernah melakukan ini saat menikah dengan Sasya, tapi tetap saja gugup.Sementara itu,
Hari berganti dan waktu pun terus berjalan. Setiap detiknya berpacu dengan kehidupan. Begitu pula dengan roda kehidupan yang terus berputar.Arum yang tadinya menjadi asisten, kini memegang toko sendiri. Kejujuran dan kerja kerasnya selama ini, membuat pemilik butik memberikan kepercayaan kepadanya untuk mengelola cabang baru.Lima tahun berjalan dengan cepat tanpa terasa. Arum begitu menikmati pekerjaannya yang kini mulai menghasilkan. Pemilik butik memberikannya modal untuk mengembangkan usaha, dengan catatan dia tak akan pergi karena desainnya begitu digemari.Kini, sebuah mobil sederhana menjadi teman Arum setiap berangkat kerja sekalipun dia masih tinggal di butik untuk menghemat biaya sewa. Rasa syukur tak hentinya dia ucapkan karena telah dipertemukan dengan begitu banyak orang baik, setelah badai menerpa.Arum, di usia yang masih muda ditempa menjadi sosok wanita kuat dan tangguh demi kehidupan yang lebih baik. Dia terlihat dewasa deng
Suasana di gudang menjadi riuh ketika pemilik butik masuk bersama dua orang karyawan laki-laki baru. Arum bersama tiga orang yang lain segera menyambut mereka dan mendengarkan pengarahan."Mulai hari ini, kalian semua pindah ke bagian depan, biar para laki-laki yang menjaga gudang," jelas pemilik butik yang langsung disambut antusias oleh Arum dan teman-temannya."Baik, Bu," jawab mereka serentak."Untuk sortir tetap kalian yang bantu karena yang laki-laki biasanya kurang paham. Jadi nanti saya akan memindahkan barang yang belum disortir ke ruangan sebelah. Jadi di sini khusus untuk barang yang sudah siap di display," jelas si pemilik butik lagi.Semua orang mendengarkan pengarahan dengan serius. Setelah selesai, pemilik butik meminta karyawan wanita untuk membereskan barang-barangnya dan pindah ke ruangan sebelah, di mana pakaian yang baru datang dari tempat produksi menumpuk untuk disortir kembali."Ini apa?" tanya pemilik butik
Arjuna menatap lekat wajah cantik itu dengan perasaan bersalah. Rasanya dia tak tega hendak menyampaikan maksud, karena Arum pasti akan kecewa.Hampir tiga bulan ini Arjuna berusaha untuk merebut kembali hati Arum dengan berbagai cara, salah satunya dengan mengunjungi butik setiap makan siang.Mereka akan menghabiskan waktu dengan berbagi cerita sembari makan siang di sekitaran lokasi butik. Setelahnya, Arjuna akan kembali ke kantor dan menghubungi Arum di malam hari saat pulang bekerja."Aku mau minta maaf atas apa yang pernah aku lakuin sama kamu dulu," katanya dengan tulus. Merusak masa depan seorang gadis sekalipun dengan alasan cinta tetap saja tak dibenarkan.Arum tertunduk sembari menatik tangan. Hatinya bisa goyah jika Arjuna merhayu kembali, sementara dia sudah ingin membuka hati untuk Erlangga."Ya, Mas.""Aku juga mau bilang kalau selama ini belum bisa jemput kamu karena papa gak kasih izin." Arjuna menatap wajah
Setelah pertemuan kemarin, esoknya Arjuna kembali menemui Arum di butik saat makan siang. Inilah kesempatannya untuk menjelaskan kesalah pahaman yang dibuat oleh Sasya."Arum ada?" Arjuna bertanya saat memasuki butik dan tak mendapati sang pujaan hati di sana."Di gudang," jawab salah seorang karyawan."Bisa panggilkan?"Dalam sekejap, si pelayan butik bergegas ke belakang dan memanggil Arum. Sementara itu, Arjuna menunggu di sofa dengan hati berdebar."Mas."Arjuna mengangkat wajah saat melihat sang pujaan hati berdiri di hadapannya. Mata laki-laki itu berbinar dan langsung meraih jemari Arum kemudian menggenggamnya erat."Rum, aku ....""Mas ngapain ke sini?""Aku mau bicara. Berdua," pinta Arjuna sembari menatap sang kekasih dengan lekat.Arum menatap sekeliling di mana beberapa karyawan butik sedang memperhatikan mereka, lalu berkata, "Tapi aku izin dulu ya, Mas. Tapi bisanya cuma sebentar. Selesai jam m
Karena rinduku tak cukup jika hanya diucapkan, tapi ingin dihadiahkan pertemuan juga ~Rini Ermaya***"Mas Juna?" Sasya terbelalak saat melihat sang pujaan hati sedang duduk di sofa sembari berbincang dengan seorang wanita yang memakai pakaian seragam butik.Siapa dia? Apa Arjuna mengenalnya sehingga mereka terlihat begitu akrab? Batin Sasya meronta sehingga gadis itu nekat menghampiri mereka."Eh, udah selesai?" tanya Arjuna tanpa melepaskan genggaman tangan di jemari Arum."Sudah, Mas. Ownernya ngasih aku model gaun terbaru. Padahal mau launching bulan depan," jawab Sasya sambil melirik sinis ke arah Arum."Oh, syukurlah. Jadi bisa pulang sekarang," kata Arjuna santai sembari berdiri."Kamu siapa?" tanya Sasya seraya menatap Arum dengan sengit. Panas di hatinya semakin membara setelah melihat perlakuan Arjuna kepada wanita itu."Arum," ucap gadis itu memperkenalkan diri sembari mengulurkan tangan.Sasya sen
Hanya ada tiga hal yang dapat mengubah seseorang, yaitu waktu, Tuhan dan dirinya sendiri ~Anonim***"Ayo, berangkat sekarang!" Seperti biasa, Erlangga akan membukakan pintu mobil dan membiarkan Arum masuk dan duduk di sampingnya. Lalu, mereka akan saling terdiam sepanjang perjalanan hingga tiba di tempat tujuan.Arum akan mengucapkan terima kasih lalu berlalu bergitu saja tanpa memahami perasaan yang sedikit demi sedikit tumbuh di hati laki-laki itu.Erlangga bahkan rela memangkas rambutnya, hanya karena Arum pernah mengatakan bahwa penampilannya cukup menyeramkan dengan gaya seperti itu."Rum?""Ya?""Malam minggu nanti aku mau ajak kamu jalan," ucap laki-laki itu dengan meragu. Melihat sikap Arum yang dingin, nyalinya seketika ciut. Kata-kata ini sedari dulu dia ingin ucapkan namun tertahan di bibir.Sudah hampir tiga bulan ini, Arum tinggal bersama mereka. Selama itu pula ada rasa yang tumbuh di dalam hatinya, y
"Hati-hati. Jangan diri baik-baik tempat orang," pesan Lastri saat mengantar putrinya ke pelabuhan.Disaksikan oleh banyak orang, akhirnya Arum meninggalkan kampung dengan berbekal seadanya. Setelah kejadian malam itu, dia tinggal di rumah Ratih untuk sementara waktu dan menyelesaikan ujian. Setelahnya, gadis itu diharuskan untuk berangkat, bahkan sebelum hasil ujian diumumkan.Air mata Lastri dan Ayu menetes saat Arum berpamitan. Ratih tak ikut mengantar karena tak sanggup berpisah dengan Arum. Gadis itu memilih untuk mengurung diri di kamar saat kepergian sahabatnya."Nanti kami akan mengirimkan ijazahmu kalau kelulusan sudah diumumkan," ucap wali kelas saat Arum mencium tangannya."Iya."Hanya itu yang Arum ucapkan untuk menjawab semua nasihat dari semua orang yang mengantarnya. Dia menatap wajah sang ibu dengan gamang karena tak rela berpisah. Namun, inilah keputusan terbaik yang telah mereka sepakati. Dia akan tinggal d
"Kerjakan dengan teliti. Jangan terburu-buru."Arum meraih kertas ujian yang disodorkan kapadanya dan mulai mengisi soal satu per satu. Di awal terasa cukup mudah, tetapi ketika memasuki nomor 20 dia kebingungan."Kenapa, Rum?" tanya guru yang mendampingi saat melihat dahinya berkerut. Arum juga menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena merasa gugup sejak tadi."Saya ndak bisa jawab, Bu," katanya dengan jujur."Soal yang mana?" tanya Ibu Guru sembari menatap kertas ujian."Ini. Sama yang ini. Tapi ini juga, Bu. Terus--" Arum menunjuk beberapa soal kemudian terus ke bawah dia bagian essai."Dibaca ulang. Diingat lagi sewaktu guru menjelaskan," ucap Ibu Guru dengan sabar.Arum berusaha fokus dengan tulisan dan angka-angka di kertas. Cukup lama dia membaca ulang ketika akhirnya satu per satu sial mulai terisi.Ibu Guru Arum dengan senyum sekaligus iba. Siswanya yang satu ini sebenarnya cukup pandai asal sabar mengajari. Se