Sambil menunggu update bab terbaru. Bisa baca juga cerita saya yang lainnya. 1 . Istriku Minta Cerai Setelah Aku Tagih Hutangnya (tamat) 2. Kunci Brangkas Rahasia Suamiku (tamat) 3. Maaf, Aku Pantang Cerai (tamat)
Setelah panggilan di tutup dia segera menghubungi keluarganya. Dia tak mampu bicara saat mendengar teriakan dari sebrang, begitu juga Bayu yang sepertinya merampas ponsel, karena tak sabar untuk mengetahui apa yang terjadi.(Pulang ke rumah Mbak Gendis dan bersiap menerima tubuh adik-adikmu.)Dia mematikan panggilan dan meminta bantuan seseorang, untuk memegangi kedua wanita yang pingsan di belakang. Dia tak perduli ketika ponselnya terus menyala pasti dari Bayu.Benar saja begitu sampai di rumah Bu Gendis semua orang sudah menunggu. Mereka terkejut sesaat setelah mengangkat tubuh Nina, kemudian datang ambulans mengantarkan tubuh Ana."Apa ...apa yang terjadi dengan mereka, Paman? Kenapa mereka meninggal semua?"Bayu seperti orang gila memeluk tubuh pamannya, yang terduduk lemah di depan tubuh kedua keponakkannya. Dia tak menyangka Ana dan Nina meninggal di waktu yang sama."Tidak ...!"Mereka terkejut saat dari kamar, Bu Gendis keluar dan melihat kedua anaknya terbujur kaku. Wanita it
"Selamat pagi, Bu Risma. Apa kabar pagi ini? Mari saya periksa dulu, semoga stabil dan bisa istirahat di rumah."Risma sebenarnya ingin segera pulang, tapi dia tak mau terjadi sesuatu dengan kandungannya. Jadi dia mengatakan kalau pinggangnya terasa pegal."Baik kita periksa dulu, saya harap Bu Risma tidak memikirkan masalah yang membuat stres. karena itu bisa menganggu kesehatan janin yang masih sangat rentan."Risma mengangguk begitu juga suaminya, mereka tak ingin terjadi sesuatu dengan kandungannya. Karena itu mereka tak mau mengingat kejadian yang menimpa Bu Gendis."Alhamdullilah semua sudah baik-baik saja. Nanti saya buatkan resep vitamin untuk penguat kandungan, siang ini sudah bisa pulang tapi istirahat yang banyak."Dokter menjauhkan tangannya karena sudah selesai memeriksa. Dia segera pamit keluar untuk membuatkan resep obat untuk Risma."Hai ...Risma apa kabar? Maaf aku baru tau kau masuk rumah sakit. Untung satpam memberitahu kau di rawat di sini."Risma tersenyum saat mel
Bagaimana bisa terjadi? Ini masih di kawasan rumah sakit bagiama bisa dia mengincar kalian."Bapak Risma tampak terkejut saat di hubungi oleh istrinya. Keluarga Malik yang membuat penyambutan di rumah tak kalah kaget, saat mendengar Risma pendarahan."Mimi yang tau kejadiannya, Pak. Dia menolong kami semua dengan mendorong Risma."Pria itu menatap Mimi awalnya dia tak suka melihat gadis itu. Tapi sekarang dia berhutang budi karena Mimi telah menyelamatkan anak, istri dan menantunya. Meski keadaan Risma tengah kritis di ruang ICU."Aku tak tau tapi sebuah mobil melaju kencang kearah kami, seakan memang berniat menabrak Mbak Risma."Mimi menjelaskan apa yang dia tau. Malik diam karena masih merasa takut dengan keadaan Risma dan anaknya."Pria itu benar-benar gila, entah apa maksudnya ingin membunuh kami. Dia masih mengira Risma pernyebab kematian saudarinya.""Bayu ...?"Bapak Risma menyebut nama mantan menantunya, dia masih tak mengerti apa yang di maksud dengan Malik. Saat hendak mende
POV : Bayu.Apakah salah kalau aku membahagiakan ibuku. Bukankah surga seorang pria berada pada ibunya, berbeda dengan wanita yang surganya berada pada suaminya.Tapi kenapa Risma istriku seperti tak rela jika aku membahagiakan mertuanya. Bukankah ridho ibu, akan membuat pernikahan kami akan jauh lebih bahagia."Tapi bukan begini juga, Mas. Boleh kau berbakti tapi penuhi dulu kewajibanmu kepadaku. Gajimu delapan juta tapi habis buat membayar hutang keluargamu. Lalu aku makan apa? kau enak bisa makan di rumah ibu."Untuk kesekian kalinya dia merasa keberatan, ketika gajiku habis untuk membayar hutang ibu. Bahkan hutang bapak juga masih tersisa banyak lagi."Kau bilang sama istrimu kalau kewajiban istri untuk membantu suami. Bukankah sebagai anak lelaki tertua, kau harus bertangung jawab kepada ibu setelah bapakmu meninggal."Ibu selalu berkata santai ketika aku mengatakan, kalau Risma keberatan aku membayar semua hutang ibu. Termasuk hutang Bapak sebelum meninggal.Setiap hari aku lihat
Sejak bercerai dengan Risma hidupku hancur. Terpaksa menikahi Rani yang memaksaku menyetubuhinya, demi menjebak Dino adik kandung Risma.Kami ketahuan ketika Risma dan Dino memaksa kami tes, ternyata di rahim Rani masih ada sisa sperma milikku. Karena di saksikan polisi kami tak bisa membantah lagi.Karena menghadapi banyak masalah membuatku depresi, apalagi memikirkan Nina yang koma setelah menghilang beberapa hari. Untung bantuan datang dari nenek pihak bapak yang terkejut karena kami kehilangan segalanya."Kau harus menemui seorang dokter agar menyembuhkan depresi mu. Sedang Nina akan kita pindahkan ke rumah sakit yang jauh lebih bagus."Aku tak menjawab ketika paman dan nenek bicara. Aku tak perduli apapun lagi karena semua sudah hancur tak bersisa, Risma bahkan sudah dekat dengan dua pria sekaligus.Jadi jangan buat aku sembuh jika hanya untuk merasakan sakit, karena harus kembali merasakan sakit karena kebodohanku Tapi bantuan nenek dan paman tidak main-main, mereka membuatku se
POV : RISMA.Aku membuka mata setelah berperang antara hidup dan mati. Tangisan kecil dan pilu itu seolah membantuku untuk kembali berjuang bersamanya."Mas Malik."Nama suamiku yang terlintas di pikiran sebelum aku kembali tidur, sepertinya obat bius masih belum hilang total. Kemudian aku kembali bangun sempurna, setelah berkali-kali bangun dan tidur lagi."Sayang, akhirnya kau bangun juga."Tampak semua keluarga berada di sampingku. Mas Malik terlihat mengusap wajahnya yang basah, apa dia menangis tapi kenapa? Perlahan aku meraba perut karena terasa sangat sakit."Perutku ...anakku mana, Mas?"Aku hendak menangis karena mengira telah kehilangan anak dalam kandunganku. Mas Malik memeluk dan berbisik, kalau anak kami baik-baik saja karena berada di inkubator setelah lahir prematur."Belum genap sembilan bulan, Mas. Bagaimana dia berjuang untuk hidup di luar."Aku menangis mas Malik hanya bisa memeluk, sedang keluarga yang lain terisak menatap iba kami berdua.Aku merasa penderitaan yan
"Ah ....sayang hentikan. Sudah cukup, ini terlalu lama pinggangku sudah sangat sakit."Risma merintih kesakitan, tak kala Malik sibuk mengerakkan pinggulnya. Pria itu berusaha keras untuk mencapai puncak setelah hampir dua jam mencumbu sang istri."Sebentar lagi, Yank. Belum mau keluar."Malik mencium bibir sang istri agar tak terus memintanya berhenti. Dahinya menempel di dahi Risma, ketika dia menghujam miliknya ke dalam tubuh wanita yang dia cintai."Ini sudah terlalu lama, Malik. Capek nih badan!"Risma mendesah kesal karena Malik terus bergerak tanpa ada tanda mau berhenti. Sedangkan dia sudah sangat letih."Berhenti atau tidak, sakit nih pinggangku."Risma melotot melihat Malik tersenyum dan langsung melumat bibirnya. Pria itu mencengkram pinggangnya dan terus menghujam, hingga akhirnya dia tumbang juga. Risma bernapas lega saat melihat Malik menciumi bahunya sebagai tanda dia sudah selesai."Lain kali kalau kau minum obat begituan lagi. Lebih baik cari wanita lain, sakit banget
"Bahagia sekali kau, Risma. Tunggulah sebentar lagi, kau akan menangis darah saat kehilangan semuanya."Wanita itu tersenyum sinis, sembari merapikan rambutnya yang terlihat baru keluar dari salon. Senyumnya terlihat mengerikan saat menatap Risma dan Malik."Sedang apa kau disini? Temani aku menemui para orang kaya itu. Percuma kau datang kalau tak bergaul."Wanita itu merubah wajahnya dan tersenyum. Tangannya segera memegang lengan sang pria seolah takut kehilangan."Maaf, tadi aku melihat seseorang yang sepertinya aku kenal. Sekarang kita bisa kembali menemui para relasi mu itu."Sang pria terllihat kesal tapi dia tak lagi bersuara. Wajahnya mulai tersenyum saat memasuki ruangan."Dengar Gendis, aku tak mau kau membuat masalah. Malam ini aku harus mendapatkan seseorang yang mau bekerjasama dengan perusahaan ku."Ternyata wanita itu Bu Gendis pantas Risma terllihat kesal, tapi apa hubungan mantan mertua Risma dengan pria yang ternyata adik iparnya, adik kandung suaminya yang juga bapa
Ekstra Part 14."Aku tidak menyangka sama sekali. Niat mereka begitu kejam, tapi aku masih tak habis pikir, kenapa harus aku yang mereka pilih?"Malik membelai perut sang istri. Dia mengira perut wanita itu keram seperti biasa, karena melihat Risma terus mengusap perutnya.Plak ..."Jauhkan tanganmu, aku kekenyangan, kau sibuk ikut mengelus perutku."Risma memukul tangan Malik. Memikirkan Sarah sudah membuatnya kesal, sekarang tanpa dosa suaminya membelai perutnya yang mulai membuncit, bukan hanya karena ada bayi tapi juga karena makanan yang mertuanya masak. Risma benar-benar kekenyangan."Tidak apa, Yank. Kan ada anak kita di dalam sini. Meski gemuk kau tetap cantik."Malik tersenyum ke arah sang istri. Dia mengira sudah membuat wanita itu senang, siapa sangka reaksi Risma justru mengerikan."Aku belum gemuk saja kau sudah dekat-dekat dengan Sarah. Aku tak tau saat perut ini besar nanti, wanita mana lagi yang kau dekati!"Risma semakin kesal setelah mendengar ucapan Malik. Pria itu t
Plak ...."Dasar perempuan tak berotak, aku sudah memberimu banyak bantuan, Gendis. Dari anak-anakmu masih hidup hingga mereka semua mati, aku membantumu tapi apa yang kau lakukan? Mengoda suamiku dan membuat lumpuh mertuaku."Indah membabi buta saat menghajar Bu Gendis. Wanita itu hanya diam saat mendapatkan perlakuan kasar itu, karena di sana banyak orang-orang Indah.Keadaannya sudah sangat menyedihkan tapi Indah masih belum puas. Bu Gendis mengepalkan tangan saat melihat Risma duduk menikmati sepiring siomay. Mantan menantunya itu memanggil penjual siomay keliling, untuk berhenti di depan rumah kontrakannya.Keramaian di rumahnya pasti ulah Risma. Dia tak menyangka mantan menantumu mengetahui tempat tinggalnya, sedangkan rencananya dengan Sarah belum berhasil."Yank, apa ini tidak terlalu kejam? Lihat dia sudah terluka seperti itu, kasihan."Malik meraih sendok di tangan istrinya lalu ikut makan siomay dengan santai. Dia tak perduli meski sang istri melotot ke arahnya."Pria yang m
"Silakan duduk Nina Sarah. Ada apa datang kemari?"Risma tersenyum saat melihat Sarah masuk ke ruangannya. Ruangan tempat dia bekerja di butiknya, ruangan yang sudah dua tahun ini dia tempati."Aku datang karena mas Malik yang minta. Dia tak ingin terjadi keributan makanya memintaku bicara denganmu."Risma menegakkan punggungnya saat mendengar ucapan Sarah. Dia tak menyangka, wanita ini bilang di minta Malik untuk bicara dengannya."Bicara soal apa? Aku rasa tak ada yang perlu kita bicarakan. Apalagi soal yang berhubungan denganmu dan suamiku," ucap Risma."Baguslah kalau kau sadar. Aku hanya ingin kau tau, kalau hubunganku dengan Malik sudah sangat mendalam. Kami bahkan sudah tidur bersama, saat kau kedinginan di mobil malam itu. Aku dan Malik justru berada di atas ranjang yang membara."Risma menatap ke arah Sarah. Dia tak menyangka wanita elegan ini ternyata murahan juga, dia jadi ingin tau kedok wanita ini."Bagus dong kalau begitu. Sekarang kau hanya perlu mengikatnya dalam ikatan
"Angkat Mas."Risma memohon agar Malik mengangkat panggilannya. Saat ini perutnya terasa sakit luar biasa, namun sayang Malik tak mengangkat panggilannya. Sedangkan posisi pria itu paling dekat, karena saat ini dia berada tak jauh dari kantor suaminya."Taksi!"Risma terpaksa memanggil taksi untuk membawanya ke rumah sakit. Rasa nyeri di perutnya membuatnya takut luar biasa, dia takut terjadi sesuatu pada kandungannya."Rumah sakit Permata Bunda, Pak. Tolong lebih cepat."Risma memohon pada supir taksi itu. Melihat raut wajah penumpangnya yang kesakitan, sopir itu segera paham jadi dia segera melaju menuju rumah sakit tujuan Risma."Tunggu sebentar Mbak saya panggilkan perawat."Begitu sampai rumah sakit, sopir itu segera memanggil perawat untuk membantu penumpangnya. Risma berterima kasih lalu membayar ongkosnya, kemudian dia meminta perawat untuk membawanya ke dokter kandungan.Saat itulah dia bertemu dengan Malik yang sedang memapah Sarah. Sepertinya wanita itu juga sedang sakit, de
"Benar ada yang aneh, Mbak."Putri meraih potongan apel di meja. Meski mulutnya mengunyah tapi matanya tampak kosong, dia dan Risma seperti sedang berpikir.Malik yang berdiri di kejauhan merasa heran, saat melihat kedua wanita itu tak bicara atau pun bergerak. Penasaran membuatnya mendekat lalu mencium kening Risma, membuat wanita itu terkejut karena tak menyadari kedatangan suaminya."Apaan sih?"Risma mengusap keningnya lalu kembali mengunyah potongan buah di piring. Dia tak memperdulikan Malik yang duduk di depannya, dia justru asik menatap adik iparnya yang terdiam sejak kedatangan Malik."Aku rasa memang ada yang aneh. Aku harap kita bisa dapatkan petunjuk, Put. Nanti kita lihat lagi, siapa tau ada sesuatu yang terlepas dari pandangan kita."Risma menyerahkan piring berisi buah. Dia dan adik iparnya memang suka makan buah, mereka bilang untuk membantu diet. Walau hasilnya melihat nasi di embat juga."Yank."Risma melirik sekilas ke arah Malik. Membuat pria itu mengerucutkan bibir
"Sayang, syukurlah kau pulang."Malik berlari menyambut kepulangan istrinya. Beberapa jam mereka kebingungan, karena Risma menghilang tanpa kabar. Ponselnya mati hingga tak bisa di hubungi."Jangan mendekat, Mas. Tolong menjauh lah, aku belum mandi dan belum mencuci muka."Risma menolak Malik ketika pria itu hendak memeluknya. Matanya melirik Sarah yang berdiri di belakang suaminya, dia bisa menebak kalau wanita itu selalu bersama Malik saat dia menghilang."Maaf, mobil Risma mogok di jalan semalam. Apalagi hujan lebat jadi aku tidur di mobil, tak ada yang bisa membantu apalagi ponselku kehabisan baterai. Kalian bisa sarapan duluan, aku mau mandi baru tidur sebentar."Risma langsung pergi meninggalkan kedua orangtuanya. Untunglah mereka ada sehingga bisa menjaga anaknya saat dia tak pulang."Yank.""Tolong tinggalkan aku, Mas."Risma menutup pintu sebelum Malik bisa masuk ke kamar. Dia tak mau ribut sehingga membuat orangtuanya bingung, meski dia kesal tapi masih mencoba tenang."Sayan
Ekstra Part 8"Jadi Mas tak jadi ikut ke rumah Tante Indah dan Om Sean? Mereka sudah jauh hari mengundang kita, apa tak bisa walau datang sebentar saja?"Risma menatap Malik yang tengah mengancingkan bajunya. Pria itu tadi bilang, kalau ada acara dengan Sarah dan rekan bisnisnya. "Mas, tak bisa datang, Yank. Pertemuan ini sangat penting untuk bisnis kita."Risma tak berkata apa-apa lagi, karena Malik sudah memutuskan untuk tidak memenuhi undangan Indah dan Sean."Kalau begitu bolehkan aku pergi ke rumah Tante Indah? Tak enak kalau tak datang."Sejak Indah dan Sean memutuskan untuk kembali bersama. Hubungan mereka dengan Risma juga membaik, mereka sudah menganggap mantan istri keponakannya sebagai keponakan sendiri."Boleh, tapi usahakan jangan pulang terlalu malam. Aku tak mau istri cantikku ini kelelahan, apalagi ada dedek bayi yang harus di jaga."Malik mencium perut sang istri. Yah, ulang tahun Risma mendapatkan hadiah luar biasa, dia benar-benar hamil anak kedua."Kalau begitu aku
"Mau apa lagi kau kemari? Sudah tak ada gunanya lagi, Ndis. Kau pembawa sial, kehancuran anak-anak mu seharusnya jadi pelajaran tapi aku buta oleh rayuanmu. Sekarang kesialanmu menjadi penyebab kehancuran ku."Sean menunduk dengan wajah sedih. Sudah dua minggu ini sang istri pergi bersama anak-anaknya, jiwanya kosong tapi keluarganya tak ada yang perduli lagi. Penghianatnya tak termaafkan lagi.Bu Gendis mengepalkan tangannya, saat mendengar ucapan Sean. Hatinya hancur saat pria itu menyebutnya pembawa sial."Jangan bilang hatimu sakit, saat Sean menyebutmu pembawa sial, Gendis. Ingatlah betapa sakit hati Risma, saat kau menyebutnya dengan kata yang sama."Ibu mertua Bu gendis berjalan tertatih mendekati anaknya. Hatinya sakit melihat anak bungsunya begitu menderita sejak istrinya pergi.Awalnya dia tak tau alasan sang menantu pergi, namun akhirnya dia tau perselingkuhan anak bungsunya dan menantu pertamanya. Meski marah tapi dia tak mampu berbuat apa-apa."Aku sudah banyak bertindak u
"Dasar wanita pembawa sial." Semua orang berpaling lalu menatap wanita yang berkata kasar itu.Risma terkejut melihat kedatangan wanita yang tak pernah dia duga sama sekali. Seperti biasa kedatangannya hanya membuat keributan.Plok ....Belum lagi sadar dari keterkejutan karena umpatan Bu Gendis. Risma harus kembali terkejut, saat melihat wajah mantan mertuanya penuh dengan kue ulang tahunnya."Makan itu biar mulutmu bisa bicara yanng baik-baik. Heran, setiap ketemu mulutmu itu tak pernah bisa berkata baik."Ibu Risma tersenyum puas, saat melihat mantan besannya kebingungan membersihkan wajahnya. Meski kasihan tapi tak ada yang membantu wanita itu.Byuur ...."Untuk menambah rasa manis setelah makan, kau juga harus merasakan minuman manis ini ."Lengkap sudah penderitaan Bu Gendis, setelah ibu Risma melempar kue ke wajahnya. Kini mertua Risma menambahkan segelas jus jeruk ke kepalanya."Lain kali jaga bicaramu, Gendis. Selama ini kami diam bukan takut padamu, tapi kami sudah muak melih