Sambil menunggu update bab terbaru. Bisa baca juga cerita saya yang lainnya. 1 . Istriku Minta Cerai Setelah Aku Tagih Hutangnya (tamat) 2. Kunci Brangkas Rahasia Suamiku (tamat) 3. Maaf, Aku Pantang Cerai (tamat)
Bapak Risma membawa Bayu menuju meja prasmanan dan menemaninya makan. di tempat lain Bu Gendis dan kedua menantunya tampak makan dengan rakus."Bu silahkan tambah lagi kalau masih kurang. Sebelum pulang kami sudah menyiapkan untuk Astri dan anak-anaknya."Bu Gendis mengikuti arah yang di tunjuk mantan besannya. Dia tampak senang melihat dua set rantang ukuran besar, begitu juga dengan kedua menantunya."Ibu tak menyangka semua berjalan dengan damai, tanpa ganguan dari Bayu dan keluarganya."Mereka merasa bahagia karena pernikahan Risma dan Malik selesai dengan sempurna. Meski sempat terganggu dengan kedatangan Bayu dan keluarganya, tapi itu bukan gangguan yang besar.Dengan sogokan dua set rantang ukuran besar, Bu Gendis bisa membawa pulang anaknya dengan damai tanpa paksaan."Tapi bapak merasa akan ada sesuatu yang terjadi, Bu. Semoga itu tak menggoyahkan pernikahan Risma dan Malik."Bapak Risma menatap anak dan menantunya, yang duduk menemani teman-teman mereka yang datang malam hari
"Mas Malik sudah punya rumah sendiri, Pak. Jadi kami akan tingga terpisah dengan orang tuanya. Jadi jangan menghawatirkan aku, lagi pula papa dan mama mas Malik orangnya baik kok."Risma membantu Malik untuk bicara, semoga orang tuanya tak lagi merasa takut dia menderita lagi."Malik dan Risma tersenyum, mereka senang karena bapak Risma mulai tenang, setelah mendengar penjelasan menantunya."Kalau begitu rumah ini kita jual atau mau di sewakan? Uangnya bisa di tabung."Risma menatap Malik meminta saran. Dan dia setuju kalau rumah di sewakan saja, uangnya masuk ke rekening Risma karena itu rumahnya.Risma tersenyum begitu juga bapaknya, ternyata uang bukan masalah bagi Malik. Dia menjadi tenang apalagi menantunya bilang sudah punya rumah sendiri."Bukan berpikir orang tuamu jahat, Nak. Tapi seorang suami harus bisa membangun rumah sendiri meski hanya sebuah gubug. Seorang istri juga bisa menemani sampai akhir hayat asal di perlakukan dengan baik."Malik tak marah ketika mertuanya minta,
Saat terbangun Malik tak menemukan istrinya. Setelah mencari, ternyata Risma tengah menyusun makanan di atas meja. Tampak bungkusan berserak di tempat sampah.Dia berbalik menuju kamar mandi, setelah selesai dia menghampiri istrinya. Untuk kesekian kalinya dia merasa bahagia karena dilayani Risma"Terima kasih, kamu juga makan. Gak enak rasanya makan sendiri, karena kan sudah menikah."Risma tertawa dia mengambil piring dan mulai makan menemani Malik. Syukurlah suaminya bangun setelah makanan yang dia pesan datang. Tadi dia pelan-pelan bangun agar tak mengusik suaminya yang tertidur.Selesai makan Risma menuju ke kamar bersiap mandi. Sedangkan Malik lebih memilih duduk depan televisi, tak lama Risma datang dengan penampilan rapi."Kita belanja di supermarket saja, Mas. Aneh saja melihat dapur tak ada apa-apa, hanya garam dan minyak yang tinggal sedikit."Malik tertawa ternyata wanita tak betah melihat dapur kosong. Pantas mereka terlihat seperti singga jika diberi nafkah sedikit, sedan
"Risma...!"Aku bergegas keluar begitu selesai mandi dan berganti baju. Karena terdengar teriakan dari luar rumah."Kau tanam mangga mengantikan pohon beringin?"Mas Malik ternyata terkejut di kejauhan, tampak kedua wanita itu berdiri melihat kearah kami. Pasti mereka yang bilang kalau begini gagal rencanaku memberi kejutan."Ada bagusnya di pagar aja rumah ini, Mas. Ternyata mulut mereka ember juga, setelah tak di perdulikan pak RT, sekarang mereka mengadu padamu."Mas Malik mengikuti arah tatapan mataku. Dia tertawa lalu membawaku masuk ke dalam rumah."Kau hebat mengerti pikiranku, selama ini sudah berniat menanam pohon mangga ternyata tercapai juga. Mangga golek lagi kesukaan mama."Mas Malik tampak senang, karena sibuk dia tak punya waktu mengurus pohon aneh itu. Dan kini semua sudah beres berkat istrinya."Mama dan Puteri pasti jadi sering kemari, Karena selama ini mereka takut melihat pohon itu. Mereka bilang seolah melihat sosok hitam di sana."Aku tertawa ternyata masih ada ya
"Sebaiknya jangan ikut kerumah saya. Mereka akan menyakiti Bu Risma nanti."Mimi kembali berjalan setelah mencegahku ikut ke rumahnya. Tapi aku tak perduli lebih baik melihat sendiri apa yang terjadi."Jangan takut, aku bisa mengatasi mereka."Kembali aku bergegas mengikuti langkahnya, menuju tempat yang semakin jauh dari rumah warga.Aku menangis saat melihatnya masuk ke rumah, tidak ....tepatnya sebuah gubuk. Berdinding tepas yang sudah sangat tua dan keropos.Saat masuk sebuah pemandangan menyedihkan terlihat di mataku. Seorang bayi berada di dekat tubuh wanita tua yang terbaring tak bergerak."Mimi, apa yang terjadi kenapa tinggal di tempat seperti ini?"Apa mas Malik tak tau ada manusia mengalami hal menyedihkan begini. Aku terduduk tak mampu berbuat apa-apa. Menatap Mimi yang memindahkan anaknya ke pangkuannya."Kejam, apa tak ada yang membantumu?"Mimi terkejut dia menatap ke arahku. Lalu tersenyum sedih kemudian berbalik menatap ibunya."Aku punya rumah, tapi terbakar karena ak
Ternyata begitu menyedihkan nasib yang di alami oleh Mimi dan ibunya. Meski Mimi belum cerita aku merasa dia tak bersalah."Aku berjanji kau akan baik-baik saja. Ibu dan anakmu akan sembuh, mereka akan di tangani Dokter terbaik."Mimi menangis lagi, kali ini dia benar-benar sampai jatuh berlutut. Aku mencoba mengangkatnya agar kembali duduk di kursi. Sekali lagi seorang Dokter keluar dia yang menangani anak bayi itu."Bayi yang malang kami harus merawatnya dengan teliti. Karena dedek bayi mengalami gizi buruk, nyawanya nyaris terancam syukur segera di bawa ke rumah sakit. Kami akan menghubungi dokter spesialis anak untuk membantu merawatnya."Mimi kembali menangis dia sampai terduduk lagi di lantai. Aku tak bisa berbuat apa-apa selain mengelus bahunya. Dia tak bersalah tapi keadaan benar-benar membunuhnya."Tenanglah, ibu dan bayimu akan bertahan, kita berusaha saja membantu mereka," ucapku pelan."Aku bukan pelacur seseorang menjualku. Pria itu bukan mau membantu, tapi dia hendak memp
"Duduklah aku akan ceritakan semuanya. Tapi jangan menuduh sekejam itu, suamimu tak punya hubungan dengan Mimi, hanya nasib buruk yang menghubungkan kami berdua."Aku duduk di depan mas Malik, setelah sampai di rumah tentunya. Dia harus menjelaskan kenapa Mimi menuduhnya terlibat dengan penderitaannya."Aku punya teman dia donatur panti asuhan Salwa dan marwa. Dia terkenal baik, tapi entah kenapa saat berniat membantu seorang gadis yang tengah hamil muda, dia justru di tuduh melecehkannya. Saat itu aku tak tau harus berbuat apa, semua terjadi begitu cepat tau-tau rumah gadis itu sudah terbakar."Aku menatap mas Malik, sungguh masih belum percaya dengan ceritanya, tapi harus menyelidiki lagi kalau begini."Berikan nama dan nomor pria itu. Aku tak mau nama baik mas Malik tercemar, seperti tuduhan Mimi. Tapi aku juga percaya gadis itu bicara jujur."Mas Malik tampak menarik napas, mungkin dia baru tau kalau istrinya keras kepala."Tapi berjanjilah kalau kau tidak gegabah. Aku tak mau terj
"Jangan sentuh istriku, kalau tidak kau akan tau siapa Malik Hakimi Salim."Aku terkejut saat melihat mas Malik tengah ribut di parkiran kantornya. Siapa lawannya, tak terlihat wajahnya karena terhalang mobil.Terdengar pria itu tertawa sinis. Aku bergegas menuju ke sana, untuk melihat wajah pria yang ribut dengan mas Malik. Begitu sampai pria itu sudah menghilang bersama perginya sebuah mobil berwarna hitam."Mas Malik."Mendengar suaraku mas Malik tampak terkejut. Mungkin dia tak menyangka aku datang menemui dirinya, niat hati ingin bertanya siapa pria itu, tapi sepertinya mas Malik sedang tak ingin bicara tentang itu."Mas sudah bilang tinggal di rumah saja untuk sementara. Masalah Mimi semakin panjang, niatmu melapor ke polisi membuat orang yang terlibat mengancam keselamatanmu."Ternyata mas Malik mencemaskan keadaanku. Kalau begini harus secepatnya mencari bukti dan saksi, tapi dimana mendapatkan itu semua. Tunggu dulu mobil hitam itu, kenapa aku seperti familiar dimana pernah me
Ekstra Part 14."Aku tidak menyangka sama sekali. Niat mereka begitu kejam, tapi aku masih tak habis pikir, kenapa harus aku yang mereka pilih?"Malik membelai perut sang istri. Dia mengira perut wanita itu keram seperti biasa, karena melihat Risma terus mengusap perutnya.Plak ..."Jauhkan tanganmu, aku kekenyangan, kau sibuk ikut mengelus perutku."Risma memukul tangan Malik. Memikirkan Sarah sudah membuatnya kesal, sekarang tanpa dosa suaminya membelai perutnya yang mulai membuncit, bukan hanya karena ada bayi tapi juga karena makanan yang mertuanya masak. Risma benar-benar kekenyangan."Tidak apa, Yank. Kan ada anak kita di dalam sini. Meski gemuk kau tetap cantik."Malik tersenyum ke arah sang istri. Dia mengira sudah membuat wanita itu senang, siapa sangka reaksi Risma justru mengerikan."Aku belum gemuk saja kau sudah dekat-dekat dengan Sarah. Aku tak tau saat perut ini besar nanti, wanita mana lagi yang kau dekati!"Risma semakin kesal setelah mendengar ucapan Malik. Pria itu t
Plak ...."Dasar perempuan tak berotak, aku sudah memberimu banyak bantuan, Gendis. Dari anak-anakmu masih hidup hingga mereka semua mati, aku membantumu tapi apa yang kau lakukan? Mengoda suamiku dan membuat lumpuh mertuaku."Indah membabi buta saat menghajar Bu Gendis. Wanita itu hanya diam saat mendapatkan perlakuan kasar itu, karena di sana banyak orang-orang Indah.Keadaannya sudah sangat menyedihkan tapi Indah masih belum puas. Bu Gendis mengepalkan tangan saat melihat Risma duduk menikmati sepiring siomay. Mantan menantunya itu memanggil penjual siomay keliling, untuk berhenti di depan rumah kontrakannya.Keramaian di rumahnya pasti ulah Risma. Dia tak menyangka mantan menantumu mengetahui tempat tinggalnya, sedangkan rencananya dengan Sarah belum berhasil."Yank, apa ini tidak terlalu kejam? Lihat dia sudah terluka seperti itu, kasihan."Malik meraih sendok di tangan istrinya lalu ikut makan siomay dengan santai. Dia tak perduli meski sang istri melotot ke arahnya."Pria yang m
"Silakan duduk Nina Sarah. Ada apa datang kemari?"Risma tersenyum saat melihat Sarah masuk ke ruangannya. Ruangan tempat dia bekerja di butiknya, ruangan yang sudah dua tahun ini dia tempati."Aku datang karena mas Malik yang minta. Dia tak ingin terjadi keributan makanya memintaku bicara denganmu."Risma menegakkan punggungnya saat mendengar ucapan Sarah. Dia tak menyangka, wanita ini bilang di minta Malik untuk bicara dengannya."Bicara soal apa? Aku rasa tak ada yang perlu kita bicarakan. Apalagi soal yang berhubungan denganmu dan suamiku," ucap Risma."Baguslah kalau kau sadar. Aku hanya ingin kau tau, kalau hubunganku dengan Malik sudah sangat mendalam. Kami bahkan sudah tidur bersama, saat kau kedinginan di mobil malam itu. Aku dan Malik justru berada di atas ranjang yang membara."Risma menatap ke arah Sarah. Dia tak menyangka wanita elegan ini ternyata murahan juga, dia jadi ingin tau kedok wanita ini."Bagus dong kalau begitu. Sekarang kau hanya perlu mengikatnya dalam ikatan
"Angkat Mas."Risma memohon agar Malik mengangkat panggilannya. Saat ini perutnya terasa sakit luar biasa, namun sayang Malik tak mengangkat panggilannya. Sedangkan posisi pria itu paling dekat, karena saat ini dia berada tak jauh dari kantor suaminya."Taksi!"Risma terpaksa memanggil taksi untuk membawanya ke rumah sakit. Rasa nyeri di perutnya membuatnya takut luar biasa, dia takut terjadi sesuatu pada kandungannya."Rumah sakit Permata Bunda, Pak. Tolong lebih cepat."Risma memohon pada supir taksi itu. Melihat raut wajah penumpangnya yang kesakitan, sopir itu segera paham jadi dia segera melaju menuju rumah sakit tujuan Risma."Tunggu sebentar Mbak saya panggilkan perawat."Begitu sampai rumah sakit, sopir itu segera memanggil perawat untuk membantu penumpangnya. Risma berterima kasih lalu membayar ongkosnya, kemudian dia meminta perawat untuk membawanya ke dokter kandungan.Saat itulah dia bertemu dengan Malik yang sedang memapah Sarah. Sepertinya wanita itu juga sedang sakit, de
"Benar ada yang aneh, Mbak."Putri meraih potongan apel di meja. Meski mulutnya mengunyah tapi matanya tampak kosong, dia dan Risma seperti sedang berpikir.Malik yang berdiri di kejauhan merasa heran, saat melihat kedua wanita itu tak bicara atau pun bergerak. Penasaran membuatnya mendekat lalu mencium kening Risma, membuat wanita itu terkejut karena tak menyadari kedatangan suaminya."Apaan sih?"Risma mengusap keningnya lalu kembali mengunyah potongan buah di piring. Dia tak memperdulikan Malik yang duduk di depannya, dia justru asik menatap adik iparnya yang terdiam sejak kedatangan Malik."Aku rasa memang ada yang aneh. Aku harap kita bisa dapatkan petunjuk, Put. Nanti kita lihat lagi, siapa tau ada sesuatu yang terlepas dari pandangan kita."Risma menyerahkan piring berisi buah. Dia dan adik iparnya memang suka makan buah, mereka bilang untuk membantu diet. Walau hasilnya melihat nasi di embat juga."Yank."Risma melirik sekilas ke arah Malik. Membuat pria itu mengerucutkan bibir
"Sayang, syukurlah kau pulang."Malik berlari menyambut kepulangan istrinya. Beberapa jam mereka kebingungan, karena Risma menghilang tanpa kabar. Ponselnya mati hingga tak bisa di hubungi."Jangan mendekat, Mas. Tolong menjauh lah, aku belum mandi dan belum mencuci muka."Risma menolak Malik ketika pria itu hendak memeluknya. Matanya melirik Sarah yang berdiri di belakang suaminya, dia bisa menebak kalau wanita itu selalu bersama Malik saat dia menghilang."Maaf, mobil Risma mogok di jalan semalam. Apalagi hujan lebat jadi aku tidur di mobil, tak ada yang bisa membantu apalagi ponselku kehabisan baterai. Kalian bisa sarapan duluan, aku mau mandi baru tidur sebentar."Risma langsung pergi meninggalkan kedua orangtuanya. Untunglah mereka ada sehingga bisa menjaga anaknya saat dia tak pulang."Yank.""Tolong tinggalkan aku, Mas."Risma menutup pintu sebelum Malik bisa masuk ke kamar. Dia tak mau ribut sehingga membuat orangtuanya bingung, meski dia kesal tapi masih mencoba tenang."Sayan
Ekstra Part 8"Jadi Mas tak jadi ikut ke rumah Tante Indah dan Om Sean? Mereka sudah jauh hari mengundang kita, apa tak bisa walau datang sebentar saja?"Risma menatap Malik yang tengah mengancingkan bajunya. Pria itu tadi bilang, kalau ada acara dengan Sarah dan rekan bisnisnya. "Mas, tak bisa datang, Yank. Pertemuan ini sangat penting untuk bisnis kita."Risma tak berkata apa-apa lagi, karena Malik sudah memutuskan untuk tidak memenuhi undangan Indah dan Sean."Kalau begitu bolehkan aku pergi ke rumah Tante Indah? Tak enak kalau tak datang."Sejak Indah dan Sean memutuskan untuk kembali bersama. Hubungan mereka dengan Risma juga membaik, mereka sudah menganggap mantan istri keponakannya sebagai keponakan sendiri."Boleh, tapi usahakan jangan pulang terlalu malam. Aku tak mau istri cantikku ini kelelahan, apalagi ada dedek bayi yang harus di jaga."Malik mencium perut sang istri. Yah, ulang tahun Risma mendapatkan hadiah luar biasa, dia benar-benar hamil anak kedua."Kalau begitu aku
"Mau apa lagi kau kemari? Sudah tak ada gunanya lagi, Ndis. Kau pembawa sial, kehancuran anak-anak mu seharusnya jadi pelajaran tapi aku buta oleh rayuanmu. Sekarang kesialanmu menjadi penyebab kehancuran ku."Sean menunduk dengan wajah sedih. Sudah dua minggu ini sang istri pergi bersama anak-anaknya, jiwanya kosong tapi keluarganya tak ada yang perduli lagi. Penghianatnya tak termaafkan lagi.Bu Gendis mengepalkan tangannya, saat mendengar ucapan Sean. Hatinya hancur saat pria itu menyebutnya pembawa sial."Jangan bilang hatimu sakit, saat Sean menyebutmu pembawa sial, Gendis. Ingatlah betapa sakit hati Risma, saat kau menyebutnya dengan kata yang sama."Ibu mertua Bu gendis berjalan tertatih mendekati anaknya. Hatinya sakit melihat anak bungsunya begitu menderita sejak istrinya pergi.Awalnya dia tak tau alasan sang menantu pergi, namun akhirnya dia tau perselingkuhan anak bungsunya dan menantu pertamanya. Meski marah tapi dia tak mampu berbuat apa-apa."Aku sudah banyak bertindak u
"Dasar wanita pembawa sial." Semua orang berpaling lalu menatap wanita yang berkata kasar itu.Risma terkejut melihat kedatangan wanita yang tak pernah dia duga sama sekali. Seperti biasa kedatangannya hanya membuat keributan.Plok ....Belum lagi sadar dari keterkejutan karena umpatan Bu Gendis. Risma harus kembali terkejut, saat melihat wajah mantan mertuanya penuh dengan kue ulang tahunnya."Makan itu biar mulutmu bisa bicara yanng baik-baik. Heran, setiap ketemu mulutmu itu tak pernah bisa berkata baik."Ibu Risma tersenyum puas, saat melihat mantan besannya kebingungan membersihkan wajahnya. Meski kasihan tapi tak ada yang membantu wanita itu.Byuur ...."Untuk menambah rasa manis setelah makan, kau juga harus merasakan minuman manis ini ."Lengkap sudah penderitaan Bu Gendis, setelah ibu Risma melempar kue ke wajahnya. Kini mertua Risma menambahkan segelas jus jeruk ke kepalanya."Lain kali jaga bicaramu, Gendis. Selama ini kami diam bukan takut padamu, tapi kami sudah muak melih