Home / All / Barra's Mine / Perasaan Hanggara

Share

Perasaan Hanggara

Author: MaharKu
last update Last Updated: 2020-11-12 13:03:29

Pukul tujuh pagi saat menyiapkan sarapan mereka seperti biasa, Sven memimpin berdoa. Kedua tangan mungilnya menengadah. "Ya Tuhan, terima kasih atas segala Rahmat-Mu pagi ini, atas semua hidangan nikmat yang sudah dibuat sendiri dari tangan mamiku, dan aku bersyukur bisa menikmatinya hingga detik ini. Jadi, kumohon berikan kami berkat dan kasihMu, amin."

Senyum Senna merekah. Putri kecilnya semakin besar dan pintar seiring dengan waktu. "Amin," jawabnya. Kemudian segera mengambil piring milik Sven dan mengisinya dengan sup ayam wortel serta setangkup roti panggang sebagai pelengkapnya.

Mereka menikmati sarapan sembari bercerita tentang banyak hal, kegiatan Sven seharian kemarin atau Senna yang bercerita tentang Uncle Pram atau Aunty Alina dan kandungannya. Meski seringkali Sven yang mendominasi obrolan mereka.

"Mam," panggil Sven pada ibunya yang mau mengambil secangkir kopi di atas meja.

"Hm," jawab Senna sambil menyesap kopi panasnya.

"Apa Mami bahagia?" tanya Sven dengan tatapan polosnya membuat Senna seketika terhenyak lalu menatap wajah mungil berparas asia itu dengan satu alis terangkat.

"Mami selalu bahagia, ada Sven jadi ..., , pasti bahagia," jawab Senna tak urung membuat senyum Sven merekah, anak yang sangat manis, bukan? Batin Senna mengagumi.

Tidak bisa dipungkiri, Sven mencetak keseluruhan wajah lelaki itu. Wajah oriental khas negeri sakura, sepasang mata sipit, kulit berwarna eksotis dan senyum yang sama persis dengan ..., lupakan Senna, fokuslah dengan hal yang lainnya masih banyak pekerjaan yang butuh perhatianmu saat ini. Terutama memastikan kebahagiaan Sven Alexander Camelia.

"Tentu saja, aku akan membuat Mami selalu bahagia. Sven Alexander Camelia, akan menjadi manusia pertama di dunia ini yang akan membuat mami bahagia!"

Senna tertawa mendengar ucapan Sven.. Lihatlah, selain manis, anak itu juga berpikir dewasa sampai Senna kadang bingung apakah benar anak berusia tujuh tahun itu putri yang dia lahirkan?

Pasti karena sifat turunan dari lelaki itu yang tentu saja mendominasi keseluruhan putrinya, cerdas, humoris tetapi juga sangat dewasa, tetapi Senna marah jika Sven mengikuti jejak buruk lelaki penyumbang sperma tak tahu diri itu. Berbohong.

"Aku sudah selesai, Mami sudah selesai sarapannya?" Sven dengan suara kecilnya mengelap bibir merahnya dengan sapu tangan yang sudah Senna siapkan, Senna melirik ke arah dinding, sudah hampir jam delapan. Dia harus segera mengantar Sven ke sekolah.

Kini, mereka sudah sampai di depan halaman gedung bertingkat dua, Sven menggandeng tangan ibunya dengan erat saat seorang wanita berkacamata tebal datang menghampiri dan menyapa keduanya.

"Selamat pagi, Sven? Apa kabarmu pagi ini?" Sapa sang pengasuh dengan wajah ramah.

"Selamat pagi, Miss Rose. Kabarku baik dan aku bahagia pagi ini," jawab Sven dengan sikap tak kalah ramah.

"Baiklah, Sven. Dengarkan semua ucapan Miss Rose dengan baik, belajar yang baik, hm?" Senna menasehati Sven penuh sayang, kemudian dia mengecup bibir Sven.

"Ah, Miss Rose. Maafkan aku sebelumnya, tapi bolehkah aku meminta tolong?" tanya Senna yang kemudian Rose mengangguk setuju.

"Nanti aku akan sedikit terlambat menjemputnya, Bibi Maria sedang ke luar kota selama dua hari ini. Jadi, aku akan membuatmu repot karena Sven menjadi lebih lama di sini." Rose menggeleng mencoba memaklumi meskipun ibunya Sven tidak hanya sekali ini menitipkan putrinya di luar batas jam yang berlaku.

"Tidak, kenapa harus sungkan. Dengan senang hati aku akan menemani Sven, senang bisa bekerja sembari ditemani olehnya. Sven sangat pintar dan tidak pernah merepotkan, jadi tenang saja.”

"Ah, kalau begitu aku bisa tenang, jadi Sven, selama Mami belum menjemput, kau di sini bersama Miss Rose, mengerti?" Sven mengangguk mengerti.

Setelahnya Senna segera pergi dari tempat tempat sekolah sekaligus tempat penitipan anak tersebut dan segera pergi ke kantor, sementara tanpa disadari, Hanggara yang sudah mengamati mereka dari kejauhan hanya bisa melihat dengan sorot tajam.

Andai tak ada telepon masuk dari Abimanyu, tak butuh waktu lama sejak Senna menghilang dari pandangan maka sesegera mungkin dirinya berlari ke arah putri kecilnya itu.

Ingin setidaknya sekali saja mendekati lalu berkenalan dengannya mungkin dengan begitu putri kecilnya itu tidak merasa terkejut.

Namun, Hanggara kembali harus bersabar dalam berusaha dia pun melajukan Range Rover miliknya menjauh dari gedung tersebut. Membawa semua kerinduan yang selama ini dipendam.

***

Hanggara tidak pernah berpikir bahwa bagian dari dirinya akan bersemayam di rahim Senna dan kini telah berwujud anak secerdas Sven. Anak itu sungguh menggemaskan dan yang paling penting sangat diinginkan olehnya. Menginginkan sepaket dengan ibunya, tentu saja.

Sven telah menjadi anak perempuan manis yang jika dilihat dari segi fisik memang tidak semurni dirinya. Bagian mata saja yang sama persis. Sipit dan dan berkilau ketika dipandang lalu sebagian lagi menurun dari ibunya yang semoga saja tidaj senaif Senna karena dia yang paling mengenal Senna. Hidup berumah tangga selama kurang dari satu bulan bahkan tetapi sudah begitu mengenal sifat si istri.

Kembali pada urusannya dengan Abimanyu yang mengabarkan kalau pria tua itu hendak kembali ke Indonesia hanya sekadar untuk mengunjungi makam orang-orang yang katanya dicintai.

Dicintai apanya kalau nyawa Keinarra, sang adik bahkan hampir raib karena Janus yang menggila. Mengenang kembali penyiksaan fisik dan mental pada dia dan Keinarra saat itu membuatnya geram.

Ah, sudahlah, barangkali memang sudah menjadi jalan mereka harus melalui tragedi itu yang terpenting saat ini, Keinarra dan suaminya itu bisa hidup tenang dengan anak-anak mereka.

Dalam kurun waktu tidak lebih dari sepuluh tahun lamanya, dia yang juga kehilangan jejak sang istri sudah menemukan mereka kembali. Kali ini, Hanggara takkan pernah kehilangan mereka lagi. Dia bersumpah untuk itu, dan dia takkan menyia-nyiakan kesempatan berharga ini.

Dipanggilnya sekertaris dan perempuan berusia masih muda tersebut datang sesegera mungkin ke ruangan Hanggara. Sepertinya dia sekertaris baru yang dicarikan oleh sekertaris lama yang kini sedang berbulan madu dan meminta sedikit waktu memanjakan anak istrinya. Hanggara menarik napas pelan ketika menyadari seraut wajah merona sang sekertaris.

Benar-benar anak baru dan belum mengenal karakter dan kepribadian Hanggara.

Lelaki bermarga Mitsuko itu tidak segan-segan melempar berkas yang dianggapnya merusak tatanan yang sudah digariskan. Ya, akan semarah itu Hanggara bila menyangkut profesionalisme dalam bekerja. Dan, belum-belum sekertaris pilihan Mell ini sudah tidak berkompeten.

Berkas yang harus selesai dalam waktu kurang dari lima jam masih mentah dan dengan naifnya dia berdiri malu-malu seakan Hanggara tidak bisa bersikap tegas saja.

Sayangnya, ketika ingin menghardik, kelebat bayang Sven dan senyuman manis putrinya telah membuat Hanggara menahan kekesalannya, maka dengan raut sedingin peti es, dia menyerang kembali berkas yang dimintanya.

"Bekerjalah dengan baik atau enyahlah."

Menarik napas panjang, Hanggara memulai kembali semua yang telah dibacanya, berkas-berkas sialan yang seharusnya selesai sejak dua jam yang lalu seakan mengejeknya.

"Oh, sial!"

***

Love,

Mahar

Related chapters

  • Barra's Mine   Ken

    "Makan siang sendiri?" Seorang pria berkacamata tebal datang menghampiri meja Senna saat ia menikmati makan siang. Cuaca di musim dingin kali ini cukup bersahabat sehingga dia tak perlu memesan cokelat panas seperti biasa."Boleh aku duduk?" Tanya pria itu."Apa kau perlu meminta izin? Menyebalkan."

    Last Updated : 2020-11-14
  • Barra's Mine   Keinginan Pulang

    Senna mengurung diri selama satu jam di dalam kamar mandi. Seharusnya seperti itu saja agar pria itu pulang dan meninggalkannya sendirian.Akan tetapi, meski selama apa pun dia mencoba mengabaikan, pria bernama Hanggara itu tetap duduk tenang ditemani sebotol minuman isotonik yang isinya tinggal separuh.Memperhatikan dengan seksama detil ruangan yang entah sudah ke berapa kalinya dia masuki. Jadi, sebenarnya Hanggara tak datang ke rumah ini hanya sekali – ralat – dua kali, tetapi sudah beberapa kali di saat pemilik rumah sedang sibuk di luar rumah.

    Last Updated : 2020-11-14
  • Barra's Mine   Dalam Kuasanya

    Dalam KuasanyaMalam semakin larut saat Hanggara tetap tak mau pergi dari rumah kecil milik Senna. Bahkan saat ini pria itu justru berbaring di atas sofa lama dengan kaki terjulur hingga keluar badan sofa.Senna yang sejak tadi berjalan mondar-mandir, berkali-kali harus mengdengkus kesal. Bagaimana tidak, pria itu begitu kebal dan sangat menyebalkan. Se

    Last Updated : 2020-11-14
  • Barra's Mine   Janji Papi yang Pertama

    Pagi ini, matahari bersinar cukup cerah dengan aroma bunga mawar di halaman kecil rumahnya seolah menyambut mereka dengan senyum merekah. Sven yang sudah berdandan sangat cantik duduk di kursi tempat biasanya makan, sedangkan Senna sibuk dengan menu sarapan mereka bertiga.Baiklah, Senna harus menghitung satu pria dewasa yang saat ini duduk santai tanpa mengalihkan pandangannya pada Sven. Gadis kecil berusia tujuh tahun berambut ikal sebahu. Baju berwarna merah muda dengan bandana kelinci warna senada yang terlihat begitu manis tengah menguyah roti berlumur selai mangga miliknya.Tatapannya tidak beralih dari setangkup ke

    Last Updated : 2020-11-14
  • Barra's Mine   Rapat Sialan!

    Suara berisik saat segerombolan orang berjas hitam datang tepat pada pukul sebelas lebih tiga puluh dua menit.Senna dan satu temannya membawa buket bunga Lily of the valley di tangan. Menyambut dengan wajah ramah dan bibir tersungging manis.Ayo, Senna tunjukkan pada atasanmu bahwa kau memang mampu! Teriak Senna menyemati diri sendiri.Dari rombongan tersebut yang pertama datang adalah dua pria bersetelan serba hitam datang bersama seorang wanita cantik berambut pirang.Tubuh semampai bak biola spanyol itu

    Last Updated : 2020-11-14
  • Barra's Mine   Reka Ulang

    Pram sudah pulang dari tugasnya di luar kota, sementara itu Alina juga sudah mengajukan cuti melahirkan sejak dua hari yang lalu.Mungkin ini adalah waktu terlama bagi Senna karena selain menunggu masa liburan akhir tahun ia juga harus menghadapi siksaan lahir dan batin dari Hanggara.Pria itu setiap malam selalu tidur dengan mereka bahkan demi kenyamanan, ranjang kecil itu Hanggara buang karena tak cukup untuk memuat panjang tubuhnya, karena Senna menolak dibelikan ranjang yang lebih lebar atau pindah tempat tinggal, maka ia pun tak bisa berbuat apa-apa.Hanya ranjang itu yang ke

    Last Updated : 2020-11-14
  • Barra's Mine   Pernikahan Impian

    Terhitung sudah enam belas hari, tiga jam, empat puluh tujuh menit Hanggara tinggal bersama mereka, meskipun pria itu masih pergi berkunjung ke tempat Senna bekerja dan tak membiarkan perempuan itu duduk manis di kursinya. Tentu saja, demi apa semuanya dilakukan Hanggara?Satu kata saja. Pernikahan.Tujuannya mencari keberadaan istri dan putrinya bukan hanya ingin bertemu dan melepas kerinduan semata.Hanggara memiliki tujuan lebih dari itu. Pernikahan impian yang akan segera diwujudkan, serta pe

    Last Updated : 2020-11-14
  • Barra's Mine   Suasana Hati yang Memburuk

    Manusia bisa merencanakan, tetapi Tuhanlah yang menentukan. Pernah mendengar nasehat tersebut? Tentu saja iya, tetapi hanya Hanggara seorang yang tidak memiliki keyakinan mengenai hal itu.Dia lupa apakah karena selama ini takdir selalu mempermudahnya mendapatkan sesuatu hingga membuatnya jumawa.Bahkan ketika dia dengan setengah hati berdoa agar Tuhan mengabulkan pinta. Tunggu! Apa Hanggara pernah melakukannya? Maksudnya – berdoa? Kapan dan untuk apa? Berbagai macam kecamuk tersebut berputar dalam benak Keinarra kini.

    Last Updated : 2020-11-14

Latest chapter

  • Barra's Mine   Untuk Mami

    Senna duduk dengan kaki ditekuk, matanya terlihat bengkak dan sembab, air mata yang sudah dihapus kembali mengalir seolah keras kepala tak mau mendengar makiannya barusan."Berhenti memikirkannya bodoh!""Kenapa kau menangisi pria sialan itu!"Dan, berbagai ucapan kasar yang hanya akan dikatakan saat sedang sendiri. Sven sedang pergi bersama Marco untuk berbelanja selama masa persembunyian mereka.Seharusnya, dia sedang di Indo

  • Barra's Mine   Suasana Hati yang Memburuk

    Manusia bisa merencanakan, tetapi Tuhanlah yang menentukan. Pernah mendengar nasehat tersebut? Tentu saja iya, tetapi hanya Hanggara seorang yang tidak memiliki keyakinan mengenai hal itu.Dia lupa apakah karena selama ini takdir selalu mempermudahnya mendapatkan sesuatu hingga membuatnya jumawa.Bahkan ketika dia dengan setengah hati berdoa agar Tuhan mengabulkan pinta. Tunggu! Apa Hanggara pernah melakukannya? Maksudnya – berdoa? Kapan dan untuk apa? Berbagai macam kecamuk tersebut berputar dalam benak Keinarra kini.

  • Barra's Mine   Pernikahan Impian

    Terhitung sudah enam belas hari, tiga jam, empat puluh tujuh menit Hanggara tinggal bersama mereka, meskipun pria itu masih pergi berkunjung ke tempat Senna bekerja dan tak membiarkan perempuan itu duduk manis di kursinya. Tentu saja, demi apa semuanya dilakukan Hanggara?Satu kata saja. Pernikahan.Tujuannya mencari keberadaan istri dan putrinya bukan hanya ingin bertemu dan melepas kerinduan semata.Hanggara memiliki tujuan lebih dari itu. Pernikahan impian yang akan segera diwujudkan, serta pe

  • Barra's Mine   Reka Ulang

    Pram sudah pulang dari tugasnya di luar kota, sementara itu Alina juga sudah mengajukan cuti melahirkan sejak dua hari yang lalu.Mungkin ini adalah waktu terlama bagi Senna karena selain menunggu masa liburan akhir tahun ia juga harus menghadapi siksaan lahir dan batin dari Hanggara.Pria itu setiap malam selalu tidur dengan mereka bahkan demi kenyamanan, ranjang kecil itu Hanggara buang karena tak cukup untuk memuat panjang tubuhnya, karena Senna menolak dibelikan ranjang yang lebih lebar atau pindah tempat tinggal, maka ia pun tak bisa berbuat apa-apa.Hanya ranjang itu yang ke

  • Barra's Mine   Rapat Sialan!

    Suara berisik saat segerombolan orang berjas hitam datang tepat pada pukul sebelas lebih tiga puluh dua menit.Senna dan satu temannya membawa buket bunga Lily of the valley di tangan. Menyambut dengan wajah ramah dan bibir tersungging manis.Ayo, Senna tunjukkan pada atasanmu bahwa kau memang mampu! Teriak Senna menyemati diri sendiri.Dari rombongan tersebut yang pertama datang adalah dua pria bersetelan serba hitam datang bersama seorang wanita cantik berambut pirang.Tubuh semampai bak biola spanyol itu

  • Barra's Mine   Janji Papi yang Pertama

    Pagi ini, matahari bersinar cukup cerah dengan aroma bunga mawar di halaman kecil rumahnya seolah menyambut mereka dengan senyum merekah. Sven yang sudah berdandan sangat cantik duduk di kursi tempat biasanya makan, sedangkan Senna sibuk dengan menu sarapan mereka bertiga.Baiklah, Senna harus menghitung satu pria dewasa yang saat ini duduk santai tanpa mengalihkan pandangannya pada Sven. Gadis kecil berusia tujuh tahun berambut ikal sebahu. Baju berwarna merah muda dengan bandana kelinci warna senada yang terlihat begitu manis tengah menguyah roti berlumur selai mangga miliknya.Tatapannya tidak beralih dari setangkup ke

  • Barra's Mine   Dalam Kuasanya

    Dalam KuasanyaMalam semakin larut saat Hanggara tetap tak mau pergi dari rumah kecil milik Senna. Bahkan saat ini pria itu justru berbaring di atas sofa lama dengan kaki terjulur hingga keluar badan sofa.Senna yang sejak tadi berjalan mondar-mandir, berkali-kali harus mengdengkus kesal. Bagaimana tidak, pria itu begitu kebal dan sangat menyebalkan. Se

  • Barra's Mine   Keinginan Pulang

    Senna mengurung diri selama satu jam di dalam kamar mandi. Seharusnya seperti itu saja agar pria itu pulang dan meninggalkannya sendirian.Akan tetapi, meski selama apa pun dia mencoba mengabaikan, pria bernama Hanggara itu tetap duduk tenang ditemani sebotol minuman isotonik yang isinya tinggal separuh.Memperhatikan dengan seksama detil ruangan yang entah sudah ke berapa kalinya dia masuki. Jadi, sebenarnya Hanggara tak datang ke rumah ini hanya sekali – ralat – dua kali, tetapi sudah beberapa kali di saat pemilik rumah sedang sibuk di luar rumah.

  • Barra's Mine   Ken

    "Makan siang sendiri?" Seorang pria berkacamata tebal datang menghampiri meja Senna saat ia menikmati makan siang. Cuaca di musim dingin kali ini cukup bersahabat sehingga dia tak perlu memesan cokelat panas seperti biasa."Boleh aku duduk?" Tanya pria itu."Apa kau perlu meminta izin? Menyebalkan."

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status