Part 15
"Lalu, tanah dari kebun Nuning ini buat apa, Bah?"
"Sebarkan keseluruh rumah. Jangan di sapu. Sebarkan saja di pinggir. Dengan begitu, setiap Nuning menyerang, entah itu mengirim ilmu hitam, teluh, santet, guna-guna, maka, sama halnya dia menyerang dirinya sendiri," terang Abah.
"Oh ... jadi begitu!" Abi baru mengerti sekarang. Pantas saja saat tadi dia mau mengambil tanah dari kebun Nuning ada yang menghalangi. Ternyata cukup penting juga gunanya.
"Sebentar lagi memasuki bulan suro. Dia pasti di todong oleh demitnya. Aku lihat banyak sekali, ada kethek (monyet) putih juga." kata Abah. "Kamu Abi ... kalau bisa tidur di depan pintu sini, Bi," kata Abah sambil menunjuk depan pintu ruang tamu.
"Biar apa, Bah?"
"Tentu saja menjaga keluargamu, Bi," kata Abah lagi.
"Baik-baik Bah," kata Abi. Lantas Abah memberikan secarik kertas bertulis resep obat dan doa.
"Hafalkan doa itu. Baca seribu ka
Part 16"Mas, kaki Mila!"Dengan perasaan tidak karuan, belum hilang rasa lelah Abi sepulang dari sawah. Perutnya pun masih belum terisi, ia sudah harus menghadapi masalah baru seperti ini. Di satu sisi Abi harus tetap tegar untuk Dyah, di sisi lain ia juga merasakan ketakutan yang sama. Sebagai manusia biasa tentu saja Abi pun takut. "Onok opo?" tanya Mbah Uti tak mengerti melihat Dyah menangis tergugu."Iki, lho, Mbok. Kaki Mila lemes, Mbok. Kakinya mati rasa!" jawab Dyah panik. Mbah Uti lantas memeriksa kaki Mila. Mimik wajahnya seketika berubah menjadi tidak enak."Aku akan ke rumah Abah!" kata Abi. ia segera bergegas mandi. Dalam sekejab Abi sudah berpakaian rapi dan siap pergi ke rumah Abah."Makan dulu, Mas!" kata Dyah mengingatkan. Dyah sudah bisa mengendalikan dirinya, Dyah yakin kaki Mila dibuat seperti itu oleh Nuning. Jahat!Abi mengunyah makanan tanpa merasakannya, Dyah tahu sekarang p
Part 17Abi turun dari motor meski masih sedikit bingung. Dyah yang menangkap hal itu langsung angkat bicara."Rumah Mbah Jonet di tenggah hutan katanya. Kita lewat jalan setapak ini, Mas-mas ini akan menjemput kita besok jam sembilan pagi ya, Mas?" tanya Dyah meyakinkan."Iya, Bu!""Jangan lupa lho, Mas!""Iya, Bu. kalau begitu kami permisi dulu," kata ojek itu yang kemudian menghidupkan mesin motornya dan segera berbalik arah kembali ke pengakalannya. Mereka kini sudab berada di pinggir hutan dengan pohonnya yang masih lebat dan rindang. Jalan di hutan itu sebenarnya cukup lebar, namun sangat rusak dan sepi. Tanah gerak membuat jalan bergelombang. Hanya supir profesional saja sepertinya yang mampu menaklukannya.Sunyi dan sepi, sesekali terdengar suara kepakan sayap burung dan suara serangga yang melengking."Ayo!" kata Abi mengajak Dyah, mereka mulai masuk ke dalam hutan."Bismilah .
Part 18"Jadi, apa yang membuat Mas Abi dan Bu Dyah jauh-jauh datang kesini?"Abi melirik Dyah sesaat. "Abah, yang menyuruh kami ke sini. Kata Abah, mungkin Mbah Jonet bisa membantu anak kami Mila. Karena Abah sudah berusaha dan belum berhasil juga. Kata Abah, kaki Mila diikat secara gaib dan ikatannya begitu kuat," jelas Abi.Mbah Jonet kemudian memeriksa keadaan Mila. Hati Dyah dag dig dug menunggu beliau berbicara. Kemudian Mbah Jonet pergi kebelakang. Abi dan Dyah saling pandang. Mata mereka mengatakan percayalah, jangan kawatir, Mila pasti sembuh!Bismilah, oleh tombo.Bismilah, dapat obat.Sesaat kemudian Mbah Jonet telah kembali dengan membawa air di gelas. Kemudian beliau mulai mencelupkan jarinya ke air dan menyentuh mata kaki Mila. Seketika itu juga Mila pun menangis meronta-ronta. Padahal Mbah Jonet hanya menyentuh mata kakinya saja. Mila terus saja menangis dan menjeri kesakitan."Cup, cup, sayang. Biar sem
Part 19Nang! Ning! Nang! Dung!Nang! Ning! Nang! Dung!Suara itu terderngar di kejauhan."Nduk, Mila." Dyah memanggil Mila yang sedang asik membaca buku.Hem."Sini!" Panggil Dyah lagi. Ia mengaja Mila tidur bersamanya, biasanya Mila tidur sendiri. Mungkin agar Dyab tidak menginggat Mery lagi. Mila ke kamar Dyah sambil membawa buku. Ia membaca buku itu keras-keras di kamar Dyah. Sementara bunyi gamelan itu terus menganggu.Seperti biasa, Abi duduk berdzikir di musola. Karena itulah Mila tidak pernah takut ke belakang walau sendirian. Bapaknya selalu ada di sana. Kadang Mila merasa iri dengan teman-temannya yang bisa bersenda gurau dengan Bapaknya. Sementara Bapak Mila, bicaranya sangat irit. Bahkan bisa di bilang tidak pernah bicara. Sepulang dari kerja Abi mandi kemudian langsung salat dan dzikir di musola. Istirahat sebentar, kemudian dzikir lagi. Pagi, siang, malam, selalu di situ. Dzikir da
Part 20Dalam sekejab kue blackforest itu langsung habis. Tina mengusap mulutnya yang belepotan denngan coklat, kemudian meminum air agar kue itu turun ke lambungnya."Kamu kenapa nggak mau, Mil?" tanya Tina."Nggak ah. Aku kalau makan coklat gigiku suka sakit," kata Mila membuat alibi. Perseteruan orangnya secara gaib atau halus dengan Nuning harus di jaga rapat oleh Mila. Apalagi Mila juga mampu melihat makhluk-makhluk tak kasat mata itu berseliweran di rumah.Lailla ha illalah, Lailla ha illalah.Suara itu, jenazah Pak Makruf diberangkatkan juga ke makam. Mila berlari kedepan, menyibak Korden, ia menempelkan wajahnya di kaca. Melihat jenazah diberangkatkan ke kuburan adalah hal yang sangat menakutkan bagi anak-anak desa. Mereka akan bersembunyi di dalam dengan olesan kunyit di keningnya. Mitosnya biar tidak sawanan (sakit) orang meninggal.Mila menangkap sesuatu di atas keranda mayat, terlihat makhluk bertari
Part 21Abi yang mendengar suara Harun langsung turun dari musola."Ono opo, Kang?" tanya Abi tidak kalah panik."Wes, to, ayo. Aku jaluk tulung, Bi!""Sudahlah ayo. Aku minta tolong, Bi!"Abi pun segera bergegas ke rumah Harun. Mila dan Dyah membuntuti Abi dan Harun dari belakang. Dyah mengunci pintu lalu menyusul ke rumah Sulis.Ah ... sakit ....Suara teriakan Tina terdengar sampai ke jalan."Astagfirullahaladzim!" Seru Dyah. Sementara pandangan Mila terfokus pada sosok wanita yang berdiri di seberang jalan, tepatnya di bawah pohon bambu depan rumah Sulis.Ssulis menangis memangangi Tina yang mengamuk. Matanya melotot. Abi tahu, itu bukanlah Tina.Ha ha ha.Aku akan membawa anak ini!Teriak sosok yang merasuki tubuh Tina. Abi menyuruh Mila agar menjauh, Mila berdiri di ambang pintu kamar. Sulis dan Dyah memegangi tangan Tina, sementara Harun menekan lututnya agar
Part 22Apa maksud Pakde? Enak apanya? Bapakku biasa saja, hidup kami sederhana, malah menurutku enakan hidup orang lain yang bisa tidur nyenyak tiap hari daripada kami. Bekerja dan menikmati harinya, sementara Bapak? Mereka tidak tahu kalau Bapakku tak tidur sepanjang waktu. Jarang sekali aku melihat Bapak memejamkan matanya. Kadang Bapak tertidur saat menonton TV bersama. Rasanya aku kasian pada Bapak. Aku ingin melihat beliau bersantai walau sebentar saja. Bebanya sangat berat, aku tahu itu. Sangat jauh berbeda ketika masih ada Abah. Gerundel hati Mila begitu panjang."Kami pulang dulu Mbak, Mas Har aku pulang dulu," pamit Abi. "Wes, ndang turu yo, Nduk!""Sudah, istirahat ya, Nduk!" ucap Dyah sebelum pulang, dielusnya kening Tina.Mila berjalan di antara Abi dan Dyah. Memegangi tangan mereka. Sampai di rumah ternyata sudah ada tamu yang menunggu. Mereka duduk di teras."Assalamualaikum Mas Abi, ya
Part 23Sosok itu berdiri tidak jauh dari tempat tidur Mila. Mila merembet, bergeser pelan, sampai akhirnya ia berada di ujung dipan. Turun perlahan dengan mata terus memerhatika sosok itu. Dia hanya terdiam, Mila berjalan pelan, kini tangan Mila sudah memegang gagang pintu kamar.Klik!Mila membuka pintu dan lari ke luar, pintu depan terbuka. Dyah terlihat memukuli batang pohon kelapa dengan balok kayu berkali-kali persis seperti orang gila.Ada apa?Sementara Abi berlari ke samping rumah mengejar sesuatu."Mati kau! Mati kau!" Berulang kali Dyah mengucapkanya. Setelah puas memukuli pohon kelapa, Dyah membuang balok kayu ke tanah dengan kesal. Saat menoleh, Dyah melihat Mila. Mila menatap ibunya dengan heran."Ada apa Bu?" tanya Mila. Rupanya tadi ada penampakan kucing hitam. Dyah dan Abi berlari menangkapnya, tapi kucing itu melompat ke pohon kelapa depan rumah dan menghilang. Konon katanya, walau sudah
Part 68"Maaf kami tidak bisa menyelamatkan putri Anda!"Bruukk!Dyah jatuh tersungkur pingsan.Abi segera menangkap tubuh Dyah dan berusaha menyadarkannya, Ayu dan Lidya menutup mulut mereka dengan ke dua telapak tangannya, tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya. Dimas terduduk lemas, seluruh tulangnya seakan tercabut dari tubuhnya. Ia melihat Abi dan Dyah. Bagaimana perasaan mereka kehilangan putri semata wayangnya.Mila ... Mila ...Ketika Dyah terbangun yang keluar dari mulutnya hanya nama Mila saja. Abi yang tak kalah hancurnya dengan Dyah harus tetap bersikap tegar. Tak ada satupun kata yang keluar dari mulut Abi yang bisa untuk menggambarkan perasaannya sekarang ini.Dokter kemudian segera menyiapkan berkas kematian Mila. Abi meminta bantuan kepada Bahrul untuk mengabari orang-orang desa. Dengan begitu, warga bisa menyiapkan lubang kuburan untuk Mila dan mengabari kerabat ja
Part 67"Mila ...!"Reflek Dimas menjatuhkan diri dan berusaha menangkap tangan Mila. Namun usaha Dimas gagal, Mila tergelincir. Untunglah ada batu besar yang menjorok, tangannya berhasil meraih akar tanaman rambat yang lebat di pinggir tebing. Akar tanaman itu menjuntai ke bawah seperti tanaman hias. Mila hampir jatuh tapi Mila berhasil menyelamatkan diri. Kini Mila duduk di batu tersebut tak berani bergerak. Mila masih belum percaya kalau dirinya masih selamat.Ibu, Lidya, dan Ayu berteriak histeris.Nyi Dewi tertawa senang."Dimas, kamu mencintai wanita ini bukan? Matilah kalian berdua!" Lalu Nyi Dewi pun menghempaskan Dimas juga.Mila sangat terkejut melihat Dimas jatuh di hadapanya. Mila berteriak histeris memanggil namanya, saat Mila melongok. Betapa lega hati Mila melihat Dimas berhasil meraih akar tanaman rambat juga, tapi dia tak seberuntung Mila. Tubuh Dimas mengayun ke kiri dan ke kanan seperti Tarzan. Deng
Part 66"Sepertinya saya tahu Mila di bawa kemana. Ayo Pak Abi.""Kalian mau kemana?" tanya Dyah bingung."Inshaallah saya janji akan membawa Mila pulang dengan segera, selamat, dan tanpa kurang apapun. Bu Dyah jangan kawatir. Doain kami saja!" kata Dimas menyakinkan.Bahrul yang kebetulan berada di lokasi proyek pun mendekati Dimas."Ada apa, Bro?" tanya Bahrul ketika menangkap raut wajah panik dari Dimas, Abi dan Dyah."Mila!""Ada apa dengan Mila?""Aku nggak bisa menjelaskan sekarang. Intinya aku titip Neng Ayu ya, tolong jaga Neng Ayu dan Bu Dyah kalau sampai malam hari nanti kami belum juga pulang.""Tapi-""Kami buru-buru," Dimas memotong ucapan Bahrul. Dimas segera menghidupkan mesin motornya, dan menarik gasnya dengan kencang setelah Abi naik ke atas motor."Sebenarnya ada apa Bu Dyah?" tanya Bahrul."Begini, sekitar satu jam tadi ada yang menjemput Mila. Dimas, aku s
Part 65Mila bingung harus berbuat apa sekarang. Kami berdua hanya saling bersitatap.Ehem.Deheman Bahrul memecahkan kebisuan mereka.Em ... Mila kikuk. Segera ia ambil langkah seribu, kembali ke kamar. Dimas memandang Mila sampai menghilang, sementara Bahrul memainkan alisnya kepada Dimas.Dimas melipat jubahnya dengan rapi, ia kemudian ke depan dan menyimpan jubah itu di jok motor. Lalu, Dimas mendahului melanjutkan pekerjaan sembari menunggu orang-orang datang. Usai salat Bahrul langsung menyusul Dimas ke depan."Bagaimana?" tanya Bahrul."Bagaimana apanya?" kata Dimas sambil mengayunkan cangkul meneruskan membuat pondasi. Sebenarnya tadi Dimas merasa malu."Sudahlah, serahkan padaku masalah Mila!" kata Bahrul. Entah apa yang di rencanakan anak itu. Dimas tak mengubris Bahrul, omongannya sudah mulai ngawur. Bagaimanapun juga, bagi Dimas sudah tidak ada jalan lagi bagi Dimas untuk me
Part 64Tak ada seorang pun yang mendengar teriakan Ayu.Dimas ....Pintu depan terbuka dengan sendirinya. Demit itu menyeret tubuh Ayu, entah ia mau membawa Ayu kemana."Lepas!"Ayu memberontak."Lepas ...."Ayu berteriak keras, tiba-tiba Ayu sudah terduduk di tempat tidurnya. Ia terbangun, Ayu masih mencoba mengatur napasnya, Dinda dan Mbak Yaroh, Ayu memandang mereka secara bergantian.Apakah tadi itu aku bermimpi?Ayu berjingkat ketika korden kamarnya bergerak tertutup dengan sendirinya. Napas Ayu kembali berderu. Sekilas saat korden itu tertutup tadi, Ayu melihat sosok di luar jendela. Sosok yang ia lihat dalam mimpinya.Sebenarnya tadi Aku bermimpi atau tidak? Tapi ... korden itu barusan ... tadi aku di luar rumah. Lalu sekarang posisiku di tempat tidur, dan --Ayu mencoba berpikir memakai logikannya.Ini tak masuk di akal. Celet
Part 63"Sebentar, kamu tadi bilang apa? Orang tuaku gentayangan jadi setan?"Kenapa Kak Dimas harus dengar, sih.Kami semua terdiam. Terutama Ilyas."Sebaiknya kita duduk dan bicara," kata Abi. "Orang-orang mengaku telah diteror oleh Ibu dan Bapakmu," ucap Abi setelah Dimas kembali duduk. Mila masuk ke kamar dan menyimak obrolan mereka. Dimas tak bersuara, ia hanya diam dan mengigit bibirnya."Sabar, Nak! Mungkin arwah Ibu dan Bapakmu merasa sangat bersalah, jadi mereka belum sepenuhnya tenang. Sebaiknya kita doakan saja. Nak, Dimas ada perlu apa ke sini?" tanya Abi."Neng Ayu masih sangat terpukul Pak Abi, saya takut Neng Ayu terguncang jiwanya, dan doa yang diberikan Pak Abi kemarin hilang. Saya mau minta lagi!" kata Dimas."Sebentar." Abi meninggalkan Dimas dan Ilyas berdua saja di ruang tamu. Ilyas mengeser duduknya mendekati Dimas."Maaf tentang yang tadi," kata Ilyas.
Part 62Ayu masih sangat syok atas kepergian kedua orang tuanya. Jasadnya hancur lebur jadi abu dan hanya tersisa beberapa potong, itu pun hangus. Lidya dan Mila terus menguatkannya. Abi membuatkan omben-omben untuk Ayu agar ia bisa merasa tenang. Dyah mengajak Ayu kerumah, kami semua tak bisa tidur. Suasana desa seketika menjadi ramai, bapak-bapak juga begadang di halaman rumah Asih. Dimas hanya bisa terdiam sambil terus melihat kehancuran istana yang telah di bangun oleh orang tuanya. Bahrul-lah yang menceritakan semuanya secara gamblang. Apa saja yang telah diperbuat Nuning dan Jamil selama ini. Warga sangat antusias mendengarkan cerita Bahrul.Oalah ya, Allah Mas Dimas. Kalau aku diposisi Mas Dimas mungkin aku juga tidak tahu apa yang bakal aku lakukan.Semua orang merasa iba terhadap Dimas dan Ayu. Bahrul berulang kali memohon maaf atas nama Dimas, Ayu, Nuning, dan Jamil.“Mas Dimas sama Ayu nggak salah kok, kami tidak akan me
Part 61"Dimas ...!"Bapak.Ibu.Dimas segera berlari ke bawah. Orang tuanya kembali disiksa dengan kejam."Dimas ... Dimas cepat bakar Ibu, Nak!""Cepat!" jerit Nuning.Dimas berlari, mengusir para demit yang menyiksa orang tuanya. Nyi Dewi telah memerintahkan mereka untuk membunuh Nuning dan Jamil.🌿🌿🌿Di satu sisi.Ayu kerasukan dan mencekik leher Bahrul yang sedang menyetir."Mbak Ayu!" Lidya mencoba melepaskan cekikan tangan Ayu.AarrrgggBahrul mengerang, ia tidak lagi bisa fokus menyetir. Mobil oleng ke kiri dan ke kanan. Bahrul tetap berusaha agar tetap berada di jalur yang benar dan tidak menabrak."Mbak Ayu! Hentikan!" pekik Lidya. Namun, Ayu terus saja tertawa dan semakin kencang mencengkeram leher Bahrul. Lidya mengambil tasnya lalu ia pukulkan berkali-kali kepada Ayu. Ayu marah dan berganti mencekik leher Lidya.
Part 60"Jadi kalian sudah bosan hidup?!" Suara serak dan sumbang itu datang dari arah belakang.Nuning dan Jamil menoleh bersamaan. Demit itu langsung ingin menghujam jantung Nuning dengan kukunya yang panjang, syukurlah Nuning mampu menghindar."Kalau kalian takut mati, harusnya kalian sediakan tumbal untukku hari ini."Nuning dan Jamil berjalan mundur, tapi di belakang mereka telah ada makhluk lainya yang siap mencabik daging mereka berdua. Nyi Dewi muncul di tangga, ia berjalan dengan sangat pelan dan angun."Nuning ... Jamil. Kenapa tak ada persembahanku?" tanyanya."Kami sudah siap mati. Tidak akan ada persembahan-persembahan lagi!" Pekik Nuning."Jadi, kalian sudah siap mati? Baiklah, kalau itu mau kalian." ujar Nyi Dewi yang kemudian memberi kode kepada para pasukan demitnya. Nyi Dewi kemudian hanya menonton pertunjukan di mana Nuning dan Jamil akan dihabisi oleh demit-demit Nyi Dewi.Empat