Minggu pagi ini Stefan bermaksud berkunjung ke rumah Bobby. Dia sudah membeli buah-buahan seperi jeruk, apel, dan anggur untuk diberikan kepada orang di rumah. Bukannya disambut dengan suka cita, Stefan malah tidak begitu dipedulikan.“Lionny, aku punya sesuatu.” Stefan meletakkan dua kantong berisi buah itu di atas meja makan.Bobby yang baru saja habis dari berolahraga berbicara tepat menghadap wajah Stefan. Kumisnya tebal bergetar-getar mengiringi goyangan mulut dan lidahnya. Ada seringai di wajah kerasnya.“Aku dipaksa oleh ayahku untuk tetap mempekerjakanmu, Menantu Sampah! Ingat! Keputusan ini bukan dari kemauanku pribadi, tapi perintah langsung dari Kakek Sanjaya. Jika sekali lagi kau melakukan kesalahan fatal, habis riwayatmu di perusahaan maupun di rumah ini.”Chyntia Dewi yang juga habis dari berolahraga ikut mencibir, ujung alisnya beradu. “Kau tidak perlu tinggal di sini. Kau bikin malu saja. Sakit kuping kami mendengar cemoohan tetangga tentang dirimu yang menyedihkan itu.
Parahnya, seorang OB pun berani memberikan perintah kepada Stefan.Tok! Tok!“Stefan, rekanku tidak masuk karena sakit. Jadi seluruh ruangan di lantai satu dan dua kau yang handle. Sementara aku akan bersih-bersih di lantai tiga saja,” perintah Purwanto.Stefan yang baru saja tiba di kantor pagi ini terkinjat mendengar perintah tersebut. Dia mendekati si OB lalu berujar, “Kau tahu kalau aku seorang programmer di sini.”“Aku sudah dapat perintah dari bos. Kalau butuh sesuatu, silakan meminta bantuan pada Stefan.”Stefan teringat omongan Bobby bahwa dia tidak boleh ada masalah apapun dengan karyawan kantor. Makanya dia tidak bisa mengelak meskipun hatinya menolak untuk melaksanakan tugas dari si OB. Sangat tidak make sense seorang programmer diperintah oleh OB.Purwanto melempar sapu dan alat mengepel ke ruang kerja Stefan, lalu langsung naik ke atas melalui anak-anak tangga. Stefan tak berkutik, jika dia protes keras, pasti Purwanto akan memberikan laporan kepada Bobby.Stefan pun meny
Dari sore hingga malam ini Stefan stay menunggu orderan di tempat biasa, menemani John yang seperti sudah merasa kehilangan seorang teman, padahal baru ditinggal dua tiga hari.“Aku ingin mengumpulkan uang, terus beli laptop," kata John penuh harap.“Kau sekarang kan sudah cukup tahu soal dunia IT. Manfaatkan ilmu kau itu, John.”“Banyak pekerjaan freelance di internet. Lagipula, aku sudah mulai bosan kerja di atas aspal. Kalau bisa aku ingin kerja di depan laptop saja.”“Semangat, Kawan. Beli laptop yang speknya bagus. Biar tidak gonta-ganti lagi.”“Siap!” Tiba-tiba John mengerutkan kening sembari mengusap dagunya. John melemparkan sebuah pertanyaan yang cukup menarik. “Kau kan pintar IT. Seharusnya kau sudah kaya raya, Stef.”Sebelumnya John sudah pernah melempar pertanyaan seperti itu kepada Stefan, atau mungkin jawaban waktu itu belum memuaskan hati John sehingga harus mengulanginya kembali.“Kau harus ingat, John. Aku tidak ingin mencari uang dengan cara kotor. Jika mau, tentu sek
Untuk memastikan kebenaran Stefan, Alifha menemui Grace di rumahnya sepulang dari bekerja, menanyakan problem yang sebenarnya. Apa yang disampaikan oleh Grace sama dengan apa yang disampaikan oleh Stefan. Jadi jelas sudah bahwa mereka tidak mungkin berselingkuh.“Bagaimana Stefan di kantor? Silakan diminum” tanya Grace yang barus saja menaruh dua cangkir teh hangat di atas meja.“Terima kasih, Grace,” tutur Alifha sambil memperbaiki posisi duduknya. Setelah mengeluarkan napas kasar, barulah Alifha menjawab, “Dia diperlakukan tidak pantas oleh banyak karyawan di sana. Aku dengar, Pak Bobby sengaja menyuruh karyawan agar berlaku demikian terhadap Stefan.”“Daripada dijadikan pesuruh dan diejek, mending dia keluar saja dari sana.”“Aku dengar, dia ingin buktikan kepada Pak Bobby kalau dia itu bisa bekerja dengan baik.”“Itu menurut pola pikir dia pribadi, tapi coba lihat keadaan yang sebenarnya. Jujur aku kasihan sama dia. Aku sudah bilang pada ayahku supaya mengusahakan Stefan bisa dite
Belum berhenti sampai di sana. Sore harinya, Stefan dipaksa menjadi sopirnya Erick dalam perjalanan menuju kediaman Bobby. Hanya ada mereka berdua di dalam mobil yang telah disiapkan oleh perusahaan. Entah settingan dari Bobby Sanjaya atau memang kebetulan.“Otakmu rupanya belum sembuh seratus persen, Stefan. Kenapa kau seperti orang bisu? Bagaimana mungkin kau akan menjadi salah satu penerus yang yang bisa diandalkan di Keluarga Sanjaya?”Sambil menyetir dan mengawasi jalanan di depan sana Stefan menjawab. “Kau benar, Erick, seharusnya aku kabur atau mati saja. Apapun yang aku katakan dan aku lakukan sama sekali tidak berguna.”“Sekarang otakmu sudah agak berfungsi dengan baik kalau kau sepakat dengan pendapatku. Lantas, apa tindakanmu sekarang?”Stefan bergeming dan hanya berkutat dengan pikirannya sendiri. Meskipun diam, dia tahu kalau Erick sedang memberikan provokasi.Erick dengan nada sinis melanjutkan, “Sepulang dari sini aku akan menghubungi Kakek Sanjaya perihal apa saja yang
“Hei sini dulu!” pekik Erick yang sedang duduk di lobi bersama Bobby.Stefan membalik badannya, lalu mendekati Erick. “Ada apa, Pak Erick? Ada yang bisa saya bantu?”“Kau main nyelonong saja.”Stefan agak kaget rupanya ada mereka di lobi. “Maaf tadi saya agak buru-buru soalnya ada pekerjaan penting.”“Bersih-bersih atau buat kopi untuk manajer? Santai dulu.”“Bukan. Database server bermasalah. Saya ingin membantu IT yang lain.”Erick bangkit, lalu memberikan tatapan remeh kepada Stefan. “Ingat omongan aku kemarin ya! Camkan itu baik-baik. Sekarang, kau bersihkan dan semir sepatuku! Cepat!”Bobby berdeham, sebuah isyarat agar Stefan segera melakukannya. Seorang OB sudah menyiapkan alat semir dari tadi rupanya, kemudian diberikannya kepada Stefan.Dengan congkaknya Ercik meletakkan kaki kanannya di atas meja. Stefan berjongkok, lalu mengelap debu-debu di pantofel hitam itu. Dilekatkannya sebuah sikat di sebuah wadah bermerek Kiwi, dicocol-cocolkannya.Kemudian Stefan menyikat setiap sis
“Di sini, Mas?” telunjuk driver terlempar ke arah kos-kosan dua tingkat.“Betul, Mas di sini,” jawab Stefan, setelah membayar ongkosnya, dia pun turun. Istrinya juga ikut turun.Dep!Dep!“Terima kasih, Mas,” tukas Stefan sambil melambaikan tangan.Stefan dan Lionny melewati pagar kos, sebelum naik tangga, tiba-tiba Kay dan Frans berjalan agak tergesa-gesa sambil berujar, “Stefan, kami berdua ingin meminta bantuan kepadamu. Ada beberapa tugas kuliah yang sulit.”“Untuk saat ini sepertinya aku tidak bisa membantu kalian berdua. Moho maaf sekali.”“Kami ingin belajar banyak darimu. Kata Alifha, kau sudah membantu Sanjaya Sawit dalam menemukan pelaku peretasan, kemudian menanamkan sebuah program canggih sehingga perusahaan itu tetap aman,” ungkap Kay.“Ajari kami berdua,” Frans memelas.Stefan kembali meyakinkan kepada mereka berdua kalau saat ini dia tidak bisa membantu. “Mungkin lain kali saja. Istriku ingin beristirahat.”Stefan melenggang lalu menaiki tangga. Dibukanya pintu kosnya.
Stefan melihat tegas tulisan di salah satu sisi gedung lima lantai itu : Sanjaya Techno.Seorang security baru saja keluar dari pos depan, lalu menyapa, “Selamat pagi, Pak Stefan. Anda sudah ditunggu oleh IT Manager di ruangannya. Mau diantarkan ke ruangannya?”“Sebenarnya saya masih ingat. Tapi bolehlah diantarkan ke sana.”“Baik, dengan senang hati Pak Stefan. Masih ingatkah dengan saya?” Security berjalan duluan dan Stefan mengekor.“Pak Aiman, yang dulu ikut mengantarkan saya ke bandara pada saat ingin berangkat ke Palembang.”Pak Aiman tersenyum. “Kirain sudah lupa, Pak.” Ketika sudah di lantai empat, Pak Aiman pun menggiring Stefan ke sebuah pintu, lalu bilang, “Silakan, Pak Stefan.”“Terima kasih, Pak Aiman.”Stefan merapikan kemeja hitamnya dan merapikan sisiran rambutnya dengan jari-jemari. Setelah mengatur napas sebentar, barulah dia mengetuk pintu. “Assalamu’alaikum, Pak Wesley. Permisi.”“Silakan masuk.”Ceklek!Drrrttt.Ceklek!Pak Wesley dengan perawakan seperti guru BP
Bobby Sanjaya duduk berhadapan dengan Stefan. Martin dan David berdiri di belakang Bobby. Sedangkan Lionny duduk di kursi tak jauh dari mereka.Stefan berkata, “Martin, David, saya selalu mempercayakan banyak urusan kepada kalian berdua. Hingga menjadi saksi pernikahan saya pun, kalian tetap menjadi yang terpercaya.”Martin dan David mengangguk penuh patuh.Tiba-tiba suasana di dalam ruangan cukup tegang.Stefan memandang Bobby dengan tatapan sungguh-sungguh. “Saya dan Lionny saling mencintai, Tuan Sanjaya. Berikan kami izin agar kiranya kami berdua bisa kembali menjalin hubungan sah suami istri kembali serta membangun rumah tangga yang baik.”Stefan bilang juga pada Bobby bahwa untuk ke depannya dia tidak ingin hubungan rumah tangganya diganggu lagi apalagi sampai dipisahkan seperti tempo lalu. Stefan sudah memberi ruang agar Sanjaya Group bisa bangkit, bahkan memberikan berbagai bantuan. Oleh karena itu, penyesalan Bobby harus dibayarkan segera, dan kata maaf jelas tidak cukup jika
Jika saja Bobby tidak tolol dan egois, tentu bisnis Keluarga Sanjaya tidak akan terpuruk. Ribuan rasa penyesalan tertampak jelas di wajahnya yang mengendur. Bobby berkata lembut penuh penyesalan, “Ayah gagal menjadi pemimpin bagi kalian.”Lionny menyeka air mata di pipinya, lalu berkata, “Lupakan semua kesedihan, Ayah. Sekarang Ayah harus berbenah. Lanjutkan perjuangan mendiang kakek Sanjaya.”Stefan memotong segera, “Cukup. Kita tidak banyak waktu. Sekarang, mulai lagi!” titahnya tegas.Robert mendekat ke meja Stefan. Dia menunduk hormat dan berkata, “Aku salah. Maafkan aku.” Diteruskan pula oleh Luchy dan Chyntia.Lalu giliran Bobby. Sembari membungkuk sedikit Bobby berkata lirih, “Stefan, maafkan semua kesalahanku. Maafkan aku dan keluargaku.”Lionny tertegun. Melihat kedua orang tua beserta adiknya sangat merendah di hadapan Stefan seperti tidak ada harga diri, Lionny sangat tidak tega. Namun, langkah Stefan sudah tepat, dengan itu semoga mereka berempat sangat jera.Tuan Stone me
“Kau tahu apa konsekuensi jika menolak, Tuan Stone?” ancam Stefan.Tuan Stone sedikit mendongakkan kepala dan menjawab lirih, “Bagaimana kalau dikurangi separuh, Tuan CEO? Cukup lima belas juta saja. Saya masih bisa kalau segitu.” Tetap ada keraguan terpancar di raut wajah Tuan Stone. Bibirnya bergetar tatkala mengucapkannya karena di dalam kepalanya sedang bertengkar sendiri, lebih baik menolak jika bisa.Stefan mengalihkan pandangnya ke Bobby. “Cukup untuk satu perusahaan Sanjaya Group saja. Atau mungkin nanti suatu saat Tuan Stone akan kembali memberikan penawaran. Kita tahu bahwa Tuan Stone bukanlah orang asal-asalan yang gampang memberikan keputusan.”Lima belas juta dollar? Sebuah perjudian besar bagi Tuan Stone, jika judi 50:50, tidak untuk investasi nanti, baginya kemungkinan profit hanya dua puluh persen. Tuan Stone siap rugi.Tuan Stone ketar-ketir dan berharap agar kiranya Stefan tidak berbicara panjang lagi terkait investasi. Dia tidak mau hari-harinya makin buruk. Jika bi
Sanjaya Group saat ini memang sedang sangat terpuruk. Salah satu cara untuk mengembalikan keadaan seperti dahulu meskipun dalam waktu yang tidak sebentar adalah dengan menerima suntikan dana dari investor.Pasca perseteruan antara Sanjaya Group dan Stefan tempo lalu, jelas berdampak sangat serius bagi perusahaan milik Bobby. Jika Sanjaya Group ingin kembali bangkit, jelas mereka harus segera melakukan sesuatu.Namun, sejauh tidak ada ada satu pun investor yang datang serta tidak ada juga satu pun bank yang mau meminjamkan uang kepada mereka. Alasannya, karena Sanjaya Group diprediksi sulit akan kembali membaik. Sudah separah itu.Stefan punya ide. Penawaran gila yang biasanya diberikan oleh Tuan Stone, coba Stefan berikan kepada Bobby, kira-kira, apa reaksi Bobby ketika mendengar tawaran tersebut? Jika Tuan Stone memberikan penawaran kepada Luchy atau bahkan Chyntia, demi memperbaiki perusahaan, apakah Bobby merelakannya? Lihat nanti, apa Bobby masih waras?Bobby, Chyntia, Robert, dan
“Martin, kunci pintunya!” titah Stefan. Lalu, Stefan beranjak dan langsung mencekik leher Tuan Stone. Saking kuatnya, Tuan Stone sampai berdiri dari duduknya. “Kita bertemu lagi ha?! Kau pikir, aku dan calon istriku bakal lupa dengan dirimu?!” Stefan sangat marah.Stefan dengan sangat tegas tidak menerima tawaran investasi dari Tuan Stone. Dia juga akan memberi tahu kepada perusahaan-perusahaan di Jakarta dan lainnya untuk tidak menerima tawaran investasi dari Tuan Stone.Martin sudah siap seandainya Tuan Stone memberikan perlawanan kepada Stefan. Sedikit saja Tuan Stone menyenggol, pecah kepala Tuan Stone, biar otak busuknya keluar.Stefan memberi kode kepada Lionny agar segera beranjak. Setelah Stefan melepaskan cekikannya, Lionny langsung melepaskan sebuah tamparan keras.PLAK!“Sebuah balasan dari Lionny Fransisca Sanjaya!” Lionny menyeringai marah. Meski emosi, tetap cantik.Terasa pedas di pipi Tuan Stone. Dia mengerang. Lalu ada darah segar mengalir di bibirnya. Saat ini, Tuan
Tuan Stone gelagapan. “Stefan? Kau?” Seketika wajahnya memucat pasi. Bergidik badannya begitu yakin bahwa CEO Nano-ID saat ini yang dilihatnya merupakan pria yang kemarin di taman itu.Di dalam ruangan hanya ada Tuan Stone, Stefan, Martin, dan Lionny. Sementara Mike berada di luar. Dia sibuk memperhatikan para wanita dan mulai menyeleksi.Stefan menegakkan bahu, tersenyum, dan berkata ramah, “Silakan duduk, Tuan Stone. Bukankah Anda ke datang ke mari untuk membicarakan soal bisnis? Ayo kita mulai!”Lionny juga tersenyum ramah seolah-olah kemarin sore tidak terjadi apa-apa. Padahal di hatinya, Lionny sangat benci dengan orang tua tidak tahu diri ini. Jika mencongkel biji mata orang tidak berdosa dan tidak kena hukum pidana, sudah dari tadi dia akan mencocol kedua biji mata Tuan Stone agar segera berhenti memilih-milih wanita yang bakal ditidurinya.Stefan tidak gegabah dan seolah-olah dia dan Tuan Stone belum pernah bertemu sebelumnya. Stefan menyambut kedatangan Tuan Stone dengan begi
Nama perusahaan milik Tuan Stone adalah SG9 Enterprise. Setelah dilakukan pendalaman tentang profil SG9 Enterprise beserta Dave Stone sendiri, ternyata bermasalah. Sejumlah perusahaan di dalam negeri sempat membatalkan sejumlah tawaran dari Tuan Stone karena syarat yang dia beri terbilang aneh.Contoh kasus, Tuan Stone akan memberikan dana investasi apabila wanita yang disukainya, misalkan sekretaris ataupun staf biasa yang menarik perhatiannya, mau diajaknya tidur satu malam. Jika bos perusahaan tersebut bersedia, barulah Tuan Stone akan memberikan suntikan dana investasi. Tuan Stone licik. Dia sengaja mencari perusahaan yang baru didirikan atau yang baru saja berkembang, terutama perusahaan yang memang sedang kekurangan dana, dengan alasan investasi yang dia tawarkan akan lebih cepat diterima. Namun, tidak semua bos perusahaan setuju dengan syarat gila yang ditawarkan oleh Tuan Stone.Pernah suatu ketika, ada sebuah start up di Thailand yang sedang membutuhkan dana sebanyak 10 jut
Dada Tuan Dave Stone tiba-tiba berdebar. “Stefan, apa profesimu?”Stefan segera beranjak meninggalkan tempat ini. “Sebentar lagi akan malam. Awas, kami mau pulang,” Stefan menatap Tuan Stone cukup lama.Tatapan itu semakin membuat Tuan Stone bertanya-tanya. “Hm. Aku menarik lagi omonganku barusan, Stefan. Maafkan aku,” tiba-tiba Tuan Stone melempem seperti kerupuk kena air. “Kami tadi hanya bercanda.Stefan memasukkan dua kartu sakti miliknya ke dalam dompet kembali. “Minta maaflah pada calon istriku!” berang Stefan. Melihat adanya perubahan ekspresi dan sikap dari lawan bicaranya, Stefan bisa menguasai panggung. “Cepat!”Tuan Stone tidak berani menatap Lionny karena saking kikuk. “M-maafkan aku, Nona Lionny. Tadi aku cuma berpura-pura. Maafkan aku dan anak buahku.”Lionny menatap heran. Ada apa dengan Tuan Stone? Dia menjawab ragu, “Ya sudah, aku maafkan. Pergilah dari sini!”Terus Stefan membaca ratu wajah Tuan Stone. Sepertinya ada yang aneh setelah Tuan Stone tahu namanya. Karena
Tuan Stone merupakan pria dominan sejati. Asal orang lain tahu, Bugatti miliknya tersebut baru dibeli beberapa hari yang lalu di Jakarta hanya untuk berkeliling kota, bersenang-senang mencari wanita, dan terakhir mengurus beberapa bisnisnya.Meski bisnisnya merupakan prioritas, wanita baginya tetap nomor satu. Itulah uniknya orang kaya. Dia menatap sangar ke arah Stefan dan berkata, “Jika kau punya penawaran, silakan katakan. Mari kita bicarakan dan akan aku pertimbangkan dengan bijak.” Kemudian, Tuan Stone menyombongkan kekayaannya. Dia bercerita panjang soal bisnis investasinya yang cukup mengagumkan. Katanya, dia akan memperluas bisnisnya tersebut di Jakarta. “Aku akan berinvestasi di dua perusahaan besar di Indonesia. Aku orang kaya. Ha-ha.”Asap cerutu pun mengepul dan membumbung ke langit. Lalu Tuan Stone tersenyum sangat lebar hingga tampaklah emas di giginya yang berkilau. Dia merupakan orang yang tipikal, jika di letakkan di kerumuan orang, semua orang pasti akan memusatkan