Anisa tidak sanggup memberi tahu Theo tentang kesembuhan Wilson.Wilson mendapatkan kesembuhannya dengan mengorbankan Thea. Anisa bisa membayangkan betapa sakitnya hati Theo.Kesembuhan yang seharusnya menjadi berita baik, malah berubah menjadi malapetaka.Setelah kepergian Thea, takutnya rasa cinta Theo terhadap Wilson malah berubah menjadi kebencian yang tak akan pernah hilang.Anisa pulang dalam kondisi kelelahan. Sesampainya di rumah, dia melihat Mike yang sudah pulang."Bagaimana kondisi Wilson?" Mike memeluk Anisa dan berkata, "Eden sudah memberitahuku masalah Thea. Kita semua sedih dan kehilangan, tapi tak ada cara selain mengikhlaskan."Anisa berusaha tegar saat melihat William dan Wilona yang duduk di ruang tamu."Kondisi Wilson sudah stabil. Dokter menyuruhku pulang dan istirahat." Nada bicara Anisa terdengar tenang.Kemudian Anisa menghampiri kedua anaknya dna bertanya, "Kalian sudah sarapan? Tidak sekolah?""Bu, hari ini akhir pekan. Oh iya, Paman Evan mau datang," jawab Wi
Marvin buru-buru membuka pintu untuk menyambut Theo.Begitu pintu mobil terbuka, orang yang pertama keluar adalah pengawalnya Theo. Pengawal tersebut menatap Marvin dengan dingin.Marvin agak ketakutan menghadapi tatapan pengawal. Hanya saja Marvin merasa ada yang aneh dengan sikap pengawal. Ditambah, Marvin adalah kakaknya Theo, berani sekali pengawal ini bersikap kurang ajar?Seketika sebuah pikiran terbesit di benak Marvin. Pengawal Theo tidak mungkin tiba-tiba bersikap sedingin ini. Pasti telah terjadi sesuatu.Marvin berusaha menebak-nebak. Selain kematian Thea, Marvin tidak dapat memikirkan kemungkinan lain. Namun Marvin tidak terlihat dalam kematian Thea, masa Theo mau menyalahkannya?Di tengah kegelisahan Marvin, Theo keluar dari mobil, lalu berjalan ke dalam rumah.Marvin ketakutan melihat Theo yang berjalan ke arahnya. "Theo, aku sudah mendengar semua yang terjadi kepada Thea. Aku ingin meneleponmu, tapi hari sudah terlalu malam, aku takut mengganggu. Berhubung kamu sudah di
Tadi malam Theo sudah berpikir panjang.Theo akan membalaskan dendam ibunya. Jika Marvin yang membunuh Sabrina, Theo akan membunuh Marvin. Jika Leo pelakunya, Theo akan menghabisi Leo.Tidak peduli siapa pun yang memohon, Theo tidak akan luluh.Sembari mengarahkan pistolnya ke arah Leo, Theo mulai berhitung di dalam hati, 'Satu, dua, tiga ....""Dor!" Peluru memelesat ke arah Leo. Dia ketakutan sampai lupa berteriak.Ketika peluru ditembakkan, sebuah sosok mengadang di depan Leo yang disusul dengan jeritan pendek. Istri Marvin jatuh di depan mata Leo.Leo melihat mulut ibunya yang mengeluarkan darah segar. Saat ini Leo baru sadar, ibunya mengorbankan diri demi menyelamatkan Leo."Bu, Ibu ...," Leo berteriak histeris.Di bawah sana, Marvin langsung berlari ke atas. "Istriku, istriku .... Aku akan membawamu ke rumah sakit, kamu tidak boleh mati."Marvin menggendong istrinya dengan disusul Leo dari belakang.Ketika melewati Theo, Marvin dan Leo justru mempercepat langkah mereka. Mereka ke
Untuk apa Leo menelepon Anisa?Anisa menjawab panggilan Leo sambil berbaring."Anisa, ibuku meninggal." Tangisan Leo terdengar di ujung telepon.Anisa terkejut, kenapa tiba-tiba ibunya Leo juga meninggal?"Ibumu meninggal? Kok bisa?" tanya Anisa."Theo membunuh ibuku," jawab Leo sambil terisak-isak. "Theo ingin membunuhku, tapi ibuku mengadang peluru yang ditembakkan. Anisa, aku sangat sedih, aku tidak tahu harus menghubungi siapa ...."Anisa bangkit dari tempat tidur, Theo pasti punya alasan yang kuat. Thea meninggal karena mendonorkan darah untuk Wilson, masalah ini tidak ada hubungannya dengan Leo. Namun kenapa Theo ingin membunuh Leo?Theo tidak mungkin sembarangan membunuh orang."Leo, pamanmu pasti punya alasan. Apakah kamu melakukan kejahatan? Apa yang kamu lakukan sampai membuatnya murka?" tanya Anisa.Awalnya Leo menelepon Anisa untuk bercerita. Tidak disangka, pertanyaan Anisa malah membuat Leo makin terpukul."Aku ... aku telah melakukan kesalahan yang besar. Pamanku sangat
Bibi Wina menggelengkan kepala. "Tuan pergi dalam keadaan marah, aku tidak berani tanya. Coba kamu telepon."Anisa sudah berusaha menelepon Theo, tetapi panggilannya tidak dijawab."Anisa, ayo, kita masuk dulu. Di luar dingin banget. Bagaimana dengan kondisimu?" Bibi Wina memapah Anisa."Aku baik," jawab Anisa.Sebenarnya bekas operasi Anisa masih sakit, tetapi semua masalah yang muncul membuat Anisa melupakan rasa sakit di tubuhnya."Aku juga wanita, aku pernah melahirkan. Seharusnya kamu beristirahat di rumah." Bibi Wina menghela napas. "Setelah Wilson diizinkan pulang, kamu harus banyak istirahat. Jangan terlalu cemas, Tuan pasti bisa melewati semua ini.""Aku datang untuk melihat keadaannya." Anisa tidak bisa tenang sebelum bertemu Theo."Nanti malam Tuan pasti pulang." Bibi Wina menuangkan segelas air untuk Anisa. "Tadi malam Tuan mengurung diri di kamar Thea.""Hmm, apakah aku boleh melihat kamar Thea?" tanya Anisa."Boleh, tapi kamu jangan menyentuh barang di kamarnya. Aku takut
Saat itu Theo masih berusia 4 tahun. Meskipun pemikirannya jauh lebih dewasa dibanding anak seusianya, dia juga tidak bisa berbuat apa-apa bila seluruh anggota Keluarga Pratama menolak Thea untuk ikut foto bersama.Anisa menebak, sepertinya Tuan Pratama yang melarang nama Thea dimasukkan ke dalam kartu keluarga. Tuan Pratama tidak bisa menerima kondisi Thea yang membutuhkan perawatan khusus.Kalau bukan karena larangan Tuan Pratama, kenapa seiring pertambahan usia, foto Thea bersama keluarganya malah makin sedikit?Anisa melihat foto Theo saat berusia 5 tahun. Theo yang berusia 5 tahun memancarkan aura seperti Theo yang sekarang.Namun Anisa merasa ada yang tidak beres. Seketika tangannya pun bergetar.Anisa membalik lembaran foto dengan gemetaran. Ketika melihat foto-foto di depan, wajah Theo tidak seperti ini, tetapi anak berusia 5 tahun ini jelas adalah Theo.Anisa mencari foto-foto Theo saat berusia 4 tahun, tetapi dia tidak menemukannya. Anisa mengingat jelas, tadi dia melihat fot
Lorong rumah sakit terasa sangat sunyi.Seorang perawat menghampiri Anisa yang sedang duduk melamun. "Bu, kondisi Wilson stabil. Anda boleh pulang dan beristirahat di rumah."Anisa mengangguk. Tidak ada gunanya juga Anisa menunggu di sini. Dia tidak bisa melakukan apa-apa untuk Wilson.Ketika beranjak meninggalkan rumah sakit, tiba-tiba kepala Anisa terasa sakit. Anisa sadar apa yang membuat dirinya sedih.Anisa berusaha menghibur dirinya sendiri, dia berusaha mengabaikan sikap Theo yang dingin. Anisa bisa berpura-pura bahagia, dia sanggup membesarkan anaknya sendiri. Namun kenapa hatinya terasa sakit?Sama seperti William dan Wilona yang menolak Theo sebagai ayahnya. Di mulut mereka memang menolak, tetapi sebenarnya hati kecil mereka sangat menginginkan kehadiran seorang sosok ayah.Anisa juga membutuhkan Theo, tetapi mereka berdua seperti dipisahkan oleh sebuah dinding yang tebal. Setiap salah satu ingin mendekat, seolah ada dinding penghalang yang muncul di antara mereka.Pukul 9 ma
Anisa juga ingin kembali bekerja, tetapi kesehatannya belum pulih. Ditambah, Mike juga tidak akan mengizinkan Anisa kembali bekerja.Hari ini hujan deras, suhu di luar terasa sangat dingin. Sebelum ke kantor, Mike mengingatkan Anisa untuk tidak keluar rumah."Anisa, jangan keluar! Kalau kamu bosan, undang temanmu ke rumah," kata Mike.Anisa mengangguk.Setelah Mike pergi, dia baru menyadari bahwa Anisa telah kehilangan semua temannya. Sania masih trauma, sedangkan Grey menghilang. Tidak ada yang bisa Anisa undang ke rumah.Satu jam kemudian, Mike kembali ke rumah dengan membawa sekantong benang wol."Kalau kamu bosan, belajar merajut saja. Kamu bisa merajut baju untuk Wilson atau aku. Hehe." Mike merasa merajut bukanlah pekerjaan yang melelahkan. "Atau tolong rajutkan pakaian untuk anjingnya Eden."Anisa meletakkan buku yang sedang dibaca. "Apakah aku kelihatan begitu bosan?""Matamu tidak capek membaca terus?" tanya Mike."Kalau capek, aku bisa istirahat." Anisa melihat benang wol yan
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."