Theo sudah menduganya, Anisa tidak mungkin setenang ini.Anisa sudah memiliki 2 orang anak, kenapa dia masih mau merebut anak ketiga dari Theo? Kenapa Anisa tidak mau memberikan anak ketiga ini kepada Theo?Tega ...."Kamu tidak mau?" Anisa tidak ingin memberikan Theo terlalu banyak waktu untuk berpikir. "Theo, kalau kamu tidak mau, silakan pergi sekarang juga! Jangan muncul di hadapanku sebelum anak ini lahir."Ucapan Anisa terasa bagaikan pisau yang menikam dada Theo.Sebelum Anisa mengutarakan keinginannya, sebenarnya Theo ingin mengatakan, "Aku akan memberikan apa pun yang kamu inginkan.""Apakah kamu berpikir anak ini akan menderita kalau tinggal bersamaku?" Kedua mata Theo tampak memerah."Aku hanya ingin anakku tinggal di sisiku. Selama masih hidup, manusia pasti akan mengalami berbagai macam penderitaan. Aku tidak takut penderitaan, yang kutakutkan adalah kekurangan kasih sayang," Anisa tetap menjawab dengan tenang."Apa maksudmu? Dari mana kamu tahu kalau aku tidak menyayangi
Theo melirik Anisa dengan sinis, "Aku bisa membereskan masalah biologisku sendiri.""Lalu kenapa kamu tidak mau pulang ke rumahmu sendiri?" Anisa lega setelah mendengar jawaban Theo."Tidak mau." Theo beranjak ke tempat tidur dan duduk di samping Anisa. "Aku belajar banyak dari masalah kali ini."Seandainya Theo menghafal bentuk setiap bagian tubuh Anisa, dia tidak akan terpengaruh oleh desakan orang lain.Anisa tidak dapat menebak isi pikiran Theo, dia hanya menjawab dengan tenang, "Semua sudah berlalu.”"Aku tetap akan belajar dari masalah ini." Theo menundukkan kepalanya. "Aku belum cukup mengenal kamu."Anisa heran mendengar jawaban Theo. Ketika Anisa hendak membalikkan badan, Theo malah menahannya sambil berkata, "Jangan bergerak, nanti bayinya juga ikut berputar-putar."Anisa mengerutkan alis, dia makin tidak memahami maksud Theo."Aku mau melihat perutmu," pinta Theo.Melihat ekspresi Theo yang serius, Anisa pun tidak tega menolak permintaannya.Anisa berbaring, lalu membuka pon
"Lalu apa maksudmu?" tanya Theo."Sepertinya kamu datang untuk bertengkar denganku, ya?" Anisa mengangkat kakinya dan menendang Theo. "Geser, jangan dekat-dekat! Sempit!""Aku sudah di ujung tempat tidur, sedikit lagi jatuh." Theo protes.Anisa bangkit, lalu mengulurkan tangannya untuk memeriksa seberapa besar tempat yang dikuasai Theo. Ketika Anisa mengulurkan tangan, Theo langsung memeluknya. "Anisa, aku akan memberikan semua yang kamu mau. Apa lagi yang kamu inginkan? Katakan saja ....""Aku tidak mau apa-apa lagi." Anisa dapat merasakan kehangatan tubuh Theo.Anisa berusaha memberontak dan melepaskan pelukannya, tetapi Anisa tidak berdaya karena Theo mendekapnya dengan sangat erat."Aku mau tidur sambil memelukmu." Theo melepaskan tubuh Anisa secara perlahan-lahan dan berkata, "Anisa, aku tidak mengharapkan apa-apa, aku hanya ingin kamu dan anak ini sehat.""Oh ya?" Wajah Anisa terasa panas, jantungnya pun berdegup kencang. "Kamu jadi tidak tahu malu saat lampu dipadamkan, ya?""Pl
Dada Clara terasa sesak, hatinya seperti dihancurkan sampai berkeping-keping.Walaupun nama baik Anisa sudah dibersihkan, bagaimana mungkin Theo dan Anisa berbaikan dalam waktu satu malam?Apakah Theo yang pergi menemui Anisa? Sebenarnya, Theo memedulikan Anisa atau anak yang dikandung Anisa?Clara tidak dapat memahami pikiran Theo.Setelah semua pengorbanan dan usaha yang dilakukan Clara, pada akhirnya Anisa dan Theo malah kembali bersama. Hal ini membuat Clara merasa seperti orang bodoh.Clara sudah menguburkan harapannya untuk bisa bersanding dengan Theo. Namun jika Clara tidak bisa mendapatkan Theo, tidak ada wanita lain yang boleh memiliki Theo.Clara mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Malia. "Malia, kamu sudah mendapatkan orang yang bisa kita pekerjakan?""Kamu mau bergerak sekarang? Kamu sudah membuat rencana baru?" tanya Malia."Kamu hanya perlu mencari orangnya, tidak perlu memedulikan yang lain. Aku sudah tidak bisa bersabar," jawab Clara."Oh, aku akan menghubungi orangn
"Belum. Kamu sudah menemukan nama yang bagus?" tanya Theo.Anisa menjawab dengan gugup, "Wilson Kintara.""Kamu serius?" Theo mengangkat kepalanya dan menatap Anisa dengan tajam."William dan Wilona menggunakan nama belakang Kintara. Kalau nama belakang adiknya berbeda, mereka pasti bingung." Wajah Anisa tampak memerah. "Tapi kalau kamu keberatan, aku tidak akan memaksa.""Kalau kamu takut William dan Wilona bingung, aku tidak keberatan mereka menggunakan nama belakangku. Kamu ubah saja nama mereka," jawab Theo seperti sedang bercanda.Setelah memesan hidangannya, Theo mengembalikan buku menu kepada pelayan."Kalau kamu tidak setuju, aku tidak akan memaksa. Bagaimana kalau dikasih nama Wilson Pratama? Bagaimana menurutmu?" Anisa mengalah, dia sudah cukup puas bisa mendapatkan hak asuh anak."Aku tidak keberatan." Theo mengangkat kedua alisnya. "Silakan menggunakan nama belakangmu.""Kamu serius? Kamu tidak bercanda?" Anisa memperhatikan ekspresi Theo dengan serius.Theo sama sekali tid
Di Vila Starbay.Kamar utama.Anisa sedang membereskan perlengkapan bayi yang baru dibelinya.Melihat Anisa yang begitu sibuk, Sania yang duduk di sampingnya pun berkata, "Anisa, kamu benaran mau mengurus anakmu sendiri? Pasti capek."Anisa melipat baju sambil menjawab, "Em, untung dulu ada ibuku yang membantu.""Sekarang Tante sudah nggak ada, kamu juga nggak tenang membiarkan pelayan mengurusi anakmu sepenuhnya. Oh iya, Theo serius mau tinggal di sini?" tanya Sania dengan penasaran."Dia yang bilang mau pindah ke sini." Anisa menaruh semua pakaiannya ke dalam lemari. "Lihat nanti saja.""Kalau begitu, kalian nggak ada bedanya dengan suami istri." Sania menggoda Anisa. "Wah, aku nggak menyangka dia mau pindah ke sini."Anisa baru ingat, Theo sudah beberapa hari tidak mencarinya."Anisa, kamu hebat banget bisa memperjuangkan hak asuh ketiga anakmu. Mereka bahkan menggunakan nama belakangmu." Sania menghela napas panjang. "Kalau aku punya anak, Vanzoe pasti memaksa untuk menggunakan nam
Leo melihat jelas wajah Pamela yang memerah, lalu mengelupas.Leo ketakutan sampai melangkah mundur. "Pamela, jangan takut. Aku ... aku akan segera memanggil ambulans."Begitu melihat kondisi Pamela, semua tamu langsung berlari meninggalkan restoran. Para pelayan restoran pun kaget melihat kondisi wajah Pamela.Pamela menangis tersedu-sedu. Melihat semua orang yang ketakutan melihat wajahnya, Pamela melepaskan tangannya dan mengambil ponselnya untuk berkaca.Darah, kulit yang mengelupas, daging yang menggumpal ...."Ah ...." Pamela berteriak histeris.....Sesampainya di restoran, Anisa menerima panggilan dari Leo.Anisa yang sedang menyantap hidangannya. Begitu melihat nama Leo yang terpampang di layar ponsel, Anisa langsung menjawab teleponnya."Anisa, mengerikan banget! Sampai sekarang aku masih merinding. Nanti malam aku pasti bakalan mimpi buruk." Suara Leo terdengar gemetaran. "Kalau tadi orang yang duduk bersamaku adalah kamu, aku tidak sanggup membayangkannya ...."Anisa mengge
Anisa mengerutkan alis saat melihat nama yang tertera di layar ponsel."Anisa." Suara Theo terdengar di ujung telepon."Ada apa?" tanya Anisa."Kamu baik-baik saja?" Theo senang mendengar suara Anisa. "Anisa, kamu tidak apa-apa?""Aku baik-baik saja. Kenapa? Kamu berharap aku celaka?" jawab Anisa dengan ketus."Ada yang melihatmu di restoran. Katanya terjadi sesuatu kepadamu." Theo kembali bersikap tenang. "Syukurlah kamu baik-baik saja.""Oh, ada yang menyamar menjadi diriku lagi? Jangan-jangan wanita yang dimaksud adalah ... Pamela?" Anisa sengaja berbicara seperti ini.Theo sama sekali tidak tertarik dengan pembahasan ini. "Aku tidak peduli, yang penting bukan kamu yang terluka.""Oh ....""Kamu di mana?" Theo lanjut bertanya."Lagi makan sama Sania," jawab Anisa."Bawa pengawal?" tanya Theo."Bawa." Anisa melirik ke arah pengawal yang berdiri tak jauh dari sana."Setelah makan, kamu harus langsung pulang," perintah Theo."Aku mau pergi potong rambut, aku sudah membuat janji." Anisa
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."