"Sekarang aku lagi hamil, nggak boleh sembarangan minum obat. Beberapa hari lagi juga sembuh, tenang saja." Anisa tersenyum."Kamu ini! Sudah, tidur lagi." Maya memukul paha Anisa."Aku sudah nggak ngantuk." Anisa mengeluarkan ponsel untuk memeriksa pesan masuk.Begitu membuka ponsel, Anisa melihat Bibi Wina meneleponnya beberapa kali. Awalnya Anisa ingin menelepon kembali, tetapi kondisi di dalam bus agak berisik.Tiba-tiba perhatian Anisa tertuju kepada berita yang muncul di internet."Leo Pratama Berjudi, Jarinya Dipotong Karena Tidak Sanggup Membayar Utang!"Anisa menghela napas, lalu membuka berita tersebut. Dia melihat Leo yang dibawa ke rumah sakit dengan ditemani Aida.Setelah sekian lama tidak bertemu, dandanan Aida semakin terbuka dan menor.Kalau Leo tidak kalah taruhan, tadi malam mereka pasti sedang bersenang-senang di kamar hotel.Anisa menutup berita, lalu membaca pesan yang dikirimkan Sania.[ Anisa! Astaga, tadi malam aku hampir tidur sama Vanzoe! Sudah setengah jalan,
Sebuah jawaban yang singkat sontak meruntuhkan pertahanan Anisa.Anisa pergi sejak pukul 6 pagi. Dia sengaja mematikan ponselnya agar tidak dihubungi.Apakah ... Theo berusaha mencari keberadaannya? Makanya dia sampai menunggu di sini?Apakah Theo mengkhawatirkan keadaan Anisa?"Kamu Theo?" Maya berusaha mencarikan suasana yang tegang. "Anisa lagi sedih, jadi aku menemaninya jalan-jalan. Sekarang dia sudah tidak apa-apa. Sebentar, aku tuangkan air.""Bu!" Anisa memelototi ibunya."Tidak perlu," jawab Theo."Bu, nggak usah hiraukan dia. Ini dia sudah mau pergi, kok. Bu, Ibu duduk dulu, pasti capek." Anisa memapah Maya ke sofa.Theo mengerti maksud Anisa. Dia langsung berdiri dan berkata kepada Maya, "Aku pergi dulu. Aku akan kembali mengunjungi Anda di lain waktu."Maya ingin mengantar Theo, tetapi Anisa melarangnya. "Bu, aku pulang dulu. Ibu jangan sampai kelelahan."Setelah berpamitan, Anisa pergi dan menyusul Theo. "Jangan pernah datang ke sini!"Theo menatap Anisa dengan dingin."Ng
"Kalau lain kali masih berani berutang, tak perlu menunggu orang lain, aku sendiri yang akan mematahkan tanganmu!" kata Marvin sambil menggertakkan gigi."Anakmu baru sembuh, jangan membuat ketakutan! Leo tidak salah, pasti Aida yang membawa pengaruh buruk." Ibunya Leo bangkit berdiri dan memanggil Aida.Aida hanya bisa menundukkan kepala, dia sangat merasa bersalah."Bu, jangan salahkan Aida. Tadi malam ada yang sengaja menjebakku, makanya aku kalah sampai sebanyak itu. Pasti Theo! Selain dia, tidak ada orang lain yang berani menyentuhku. Dia pasti marah setelah mengetahui masa laluku dengan Anisa." Leo masih lemah, tetapi otaknya sudah berfungsi normal."Aku sudah tebak, pasti ulang pamanmu! Dia kelewatan, sama sekali tidak menghargai ayahmu. Tidak punya hati nurani!"Marvin menyenggol istrinya dan berkata, "Jangan berbicara seperti itu di depan orang lain! Hubungan kami memang tidak baik. Selisih umur kami terlalu jauh. Tapi kamu juga bertanggung jawab untuk mengajari anakmu! Kalau
Clara langsung membelalak."Walaupun tidak yakin 100%, besar kemungkinan Theo yang melakukannya. Aku nggak menceritakannya agar tidak merusak hubungan kalian. Sebenarnya aku juga mengakui kepintaran Theo ...."Clara masih berusaha mencerna semua ucapan Nial."Clara, kamu cantik dan pintar. Theo sangat berbahaya, dia bukan manusia, dia iblis! Menikah dengannya sama dengan menyerahkan nyawa." Nial memotong sebongkah daging dan menyantapnya dengan anggun."Dia pasti punya alasan. Dia bukan orang jahat ...," Clara bergumam sendiri. "Kalau dia memang jahat, aku pasti sudah mengetahuinya sejak lama. Aku berada di sisinya selama bertahun-tahun, aku tahu karakternya."Nial tertawa kecil. "Clara, kamu terlalu polos. Mana ada pembunuh yang mengakui dirinya pembunuh?""Kak, kamu sudah keterlaluan! Aku tahu Theo, dia nggak seperti itu." Clara malah tidak memercayai kakaknya."Aku sudah menebak reaksimu, makanya aku nggak pernah cerita." Nial mengangkat kedua bahunya. "Terserah kamu saja. Kalau kam
Untuk bisa hidup berdampingan, Theo dan Anisa harus meruntuhkan benteng tinggi yang menghalangi mereka. Mereka harus saling mengerti dan memahami kesulitan masing-masing, jangan hanya memikirkan diri sendiri."Kalau begitu langsung kamu beliin gelang saja. Biasanya wanita suka perhiasan, 'kan?" Sabai memberikan saran."Aku tidak pernah melihat dia pakai gelang," jawab Theo."Bagaimana dengan produk perawatan kulit?" Eden ikut memberikan saran."Dia tidak pakai produk perawatan kulit. Saat aku ke kamarnya, aku hanya melihat satu botol pencuci wajah." Theo menghela napas.Masa Theo harus memberikannya sabun pencuci wajah sebagai hadiah?Ini adalah pertama kalinya Sabai bertemu dengan wanita yang tidak suka perhiasan dan produk perawatan diri. Yang lebih mengejutkan, Sabai tidak menyangka kalau Theo begitu memperhatikan segala hal yang ada di sekitar Anisa."Kalau gitu kasih sabun pencuci wajah saja," kata Sabai."Pencuci wajahnya masih baru," jawab Theo."Baju, sepatu, tas, masa tidak ad
Anisa tertegun selama beberapa saat, sekujur tubuhnya terasa membeku.Setelah selang 30 detik, Anisa baru menyadari ponselnya telah dicuri. Ketika hendak mengejar pencuri, Anisa mengurungkan niatnya sesaat mengingat kondisinya yang tengah hamil.Akhirnya Anisa membalikkan badan dan kembali ke rumah.Sekitar satu jam kemudian Bibi, Wina menelepon Theo untuk memberi tahu musibah yang baru menimpa Anisa."Tuan, ponsel Nona dicuri waktu jalan-jalan di taman. Aku dan Nona sedang di kantor polisi, tapi kata polisi susah untuk menangkap pelakunya. Sejak pulang kedua mata Nona sudah memerah. Kata Nona di dalam ponselnya ada banyak data penting. Nona sedang menangis di kamar," Bibi Wina menceritakan semuanya kepada Theo.Bibi Wina tidak tega melihat Anisa yang menangis. Oleh sebab itu Bibi Wina menelepon Theo, siapa tahu Theo punya cara untuk mencari ponsel Anisa yang telah dicuri.Sebenarnya Bibi Wina juga tidak yakin apakah Anisa menangis, dia hanya menebak.Malam ini Theo dan Nial janjian un
"Em." Theo menganggukkan kepala."Baik, baik. Aku akan mengingat namanya," jawab kepala polisi.Di rumah Theo.Anisa sedang duduk di meja belajar, dia menggunakan sosial media untuk memberi tahu teman-temannya bahwa ponselnya telah dicuri.Anisa berharap pencuri langsung mereset dan menjual ponselnya. Yang dia khawatirkan, bagaimana kalau pencuri itu mengotak-atik data pribadi di dalam ponsel?Anisa memukul kepalanya sambil menghela napas. Jika tahu akan seperti ini, dia tidak akan keluar rumah.Kemudian Anisa bangkit berdiri, lalu mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. Setelah mandi, Anisa berbaring di kasur dan berusaha untuk tidur. Namun tidak peduli seberapa keras berusaha, dia kesulitan terlelap.Anisa gelisah memikirkan kondisi keuangannya. Mau tidak mau besok dia harus membeli ponsel dan nomor baru.Tak berapa lama Bibi Wina beranjak ke kamar Anisa dan mengetuk pintunya. "Nona, Nona sudah tidur? Barusan Tuan telepon, katanya ponsel Nona sudah ketemu. Nona diminta ke ka
Sembari menahan air mata, Anisa berbalik dan kembali ke mobil.Anisa tidak menandatangani surat berita acara maupun merebut ponsel yang masih dipegang Theo.Setelah mewakilinya tanda tangan, Theo meninggalkan kantor polisi dan kembali ke rumah.Di tengah perjalanan, Theo mengembalikan ponselnya kepada Anisa. "Aku tidak lihat.""Tapi kamu sudah tahu isinya," jawab Anisa, napasnya terdengar agak berat."Memangnya penting? Cuma foto perut, 'kan?" tanya Theo.Anisa menggertakkan gigi sambil berusaha meyakinkan diri sendiri untuk tidak marah. Bagaimanapun Theo telah membantu Anisa untuk menemukan ponselnya."Theo, bagaimana kalau anak yang diaborsi kemarin bukanlah anak Leo, melainkan anakmu? Apakah kamu menyesal melakukannya?" tanya Anisa sambil menggenggam erat ponselnya.Theo menoleh dan menatap Anisa. Raut wajah Anisa terlihat serius, tidak seperti orang yang bercanda."Anakku?" Theo juga baru tahu bahwa Sabrina sempat mengutus beberapa dokter untuk membantu kehamilan Anisa."Em." Anisa
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."