"Em." Theo menganggukkan kepala."Baik, baik. Aku akan mengingat namanya," jawab kepala polisi.Di rumah Theo.Anisa sedang duduk di meja belajar, dia menggunakan sosial media untuk memberi tahu teman-temannya bahwa ponselnya telah dicuri.Anisa berharap pencuri langsung mereset dan menjual ponselnya. Yang dia khawatirkan, bagaimana kalau pencuri itu mengotak-atik data pribadi di dalam ponsel?Anisa memukul kepalanya sambil menghela napas. Jika tahu akan seperti ini, dia tidak akan keluar rumah.Kemudian Anisa bangkit berdiri, lalu mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. Setelah mandi, Anisa berbaring di kasur dan berusaha untuk tidur. Namun tidak peduli seberapa keras berusaha, dia kesulitan terlelap.Anisa gelisah memikirkan kondisi keuangannya. Mau tidak mau besok dia harus membeli ponsel dan nomor baru.Tak berapa lama Bibi Wina beranjak ke kamar Anisa dan mengetuk pintunya. "Nona, Nona sudah tidur? Barusan Tuan telepon, katanya ponsel Nona sudah ketemu. Nona diminta ke ka
Sembari menahan air mata, Anisa berbalik dan kembali ke mobil.Anisa tidak menandatangani surat berita acara maupun merebut ponsel yang masih dipegang Theo.Setelah mewakilinya tanda tangan, Theo meninggalkan kantor polisi dan kembali ke rumah.Di tengah perjalanan, Theo mengembalikan ponselnya kepada Anisa. "Aku tidak lihat.""Tapi kamu sudah tahu isinya," jawab Anisa, napasnya terdengar agak berat."Memangnya penting? Cuma foto perut, 'kan?" tanya Theo.Anisa menggertakkan gigi sambil berusaha meyakinkan diri sendiri untuk tidak marah. Bagaimanapun Theo telah membantu Anisa untuk menemukan ponselnya."Theo, bagaimana kalau anak yang diaborsi kemarin bukanlah anak Leo, melainkan anakmu? Apakah kamu menyesal melakukannya?" tanya Anisa sambil menggenggam erat ponselnya.Theo menoleh dan menatap Anisa. Raut wajah Anisa terlihat serius, tidak seperti orang yang bercanda."Anakku?" Theo juga baru tahu bahwa Sabrina sempat mengutus beberapa dokter untuk membantu kehamilan Anisa."Em." Anisa
Theo dan Anisa duduk berhadapan. Anisa makan mi, sedangkan Theo minum susu."Terima kasih untuk bantuannya." Suara Anisa sontak memecah keheningan."Aku juga minta maaf atas sikap ibuku." Akhirnya Theo mengutarakan kegelisahan yang telah dipendam selama beberapa hari ini.Wajah Anisa sontak memerah. "Bukan kamu yang memukul aku, ngapain minta maaf?""Menampar orang jelas salah." Suara Theo agak tertekan. "Kalau ada yang menyentuh wajahku, aku akan ...."Tanpa menunggu Theo selesai bicara, Anisa mengulurkan tangannya dan mengusap wajah Theo. Kulit Theo terasa halus dan kenyal, enak disentuh ....Theo terkejut melihat sikap Anisa. Theo menyipitkan mata, jakunnya terlihat bergulir dan susu yang dipegang pun tampak gemetar."Oke, sudah impas," kata Anisa sambil mengambil susunya.Meskipun terlihat tenang, sebenarnya jantung Anisa berdegup sangat kencang. Jari-jari yang menyentuh pipinya terasa seperti terbakar, makin lama malah makin panas.Anisa buru-buru menyelesaikan sarapannya dan kemb
Jika tadi Sabai mengatakan yang sejujurnya, Anisa pasti tidak akan mau ikut."Pak Sabai, aku tahu kalian ingin menyanjungnya ...," kata Anisa."Kok menyanjungnya? Kamu tidak pernah memberikan hadiah untuk temanmu?" Sabai tersenyum dan menjelaskan, "Setiap ada yang ulang tahun, Theo selalu memberikan kami hadiah. Masa kami tidak memberikan hadiah saat dia yang berulang tahun?""Oh ... kalian tidak memberikan hadiah karena dia tidak mau dikasih hadiah? Berarti kalian tidak menganggapnya teman, kalian hanya melihatnya sebagai atasan." Anisa menatap lurus ke arah Sabai."Aku tidak mau ikut campur, aku tidak mau berutang budi. Kalau aku mewakilinya untuk menerima hadiah yang kalian berikan, sama saja aku menerima hadiah dari Theo. Setelah menerima hadiahnya, aku tidak akan leluasa memakinya setiap dia memperlakukanku dengan buruk ...." Raut wajah Anisa terlihat sangat serius.Sabai tertegun, memaki Theo? Anisa sering memaki Theo?Sabai curiga, apakah Theo memiliki kelainan? Sejak kapan Theo
Anisa sedang melamun, dia tidak fokus mendengarkan Sabai. Tiba-tiba sebuah pikiran melintas di otak Anisa, dia menatap Sabai dan bertanya, "Bukan Theo yang menjebak Leo, 'kan?"Sabai membelalak. "Kenapa kamu berpikir Theo yang melakukannya? Leo sendiri yang cari penyakit, apa hubungannya sama Theo?"Anisa mengambil segelas air dan meminumnya. Dia terlihat agak gugup. "Theo bilang ... dia yang menjebak Leo. Theo bahkan menyuruhku berlutut dan memohon kepadanya.""Hah?" Sabai sampai kesulitan berkata-kata. "Ada apa dengan kalian berdua? Kalian tidak tahan kalau tidak bertengkar sehari saja? Aku lihat memang kalian yang hobi bertengkar. Cari penyakit sendiri ...."Anisa tidak mau mengakuinya. "Aku tidak seperti itu. Theo yang suka marah-marah sendiri.""Theo juga pasti menganggap dirinya yang benar. Kalian sama saja." Sabai menghela napas."Kami tidak cocok," jawab Anisa."Bertengkar itu wajar. Malah ada yang jadi saling suka gara-gara sering bertengkar." Sabai takut Anisa salah mengartik
Anisa yakin tidak membeli kalung ini, tetapi kenapa bisa muncul di kamarnya?Ketika keluar dari kamar, Anisa berpapasan dengan Theo yang sedang menuruni tangga. Anisa berusaha mengontrol rasa gugupnya, lalu bertanya, "Theo, kamu yang beli kalungnya?"Walaupun tadi Theo tidak ikut berbelanja, Anisa yakin bahwa Theo tahu. Sabai pasti sudah memberi tahu semuanya kepada Theo.Dengan ekspresi canggung, Theo menjawab, "Sabai yang beli ....""Harganya terlalu murah, tidak ada yang mau. Makanya dikasih ke kamu," Theo lanjut menjelaskan.Awalnya Anisa masih berusaha memikirkan alasan untuk mengembalikan kalungnya. Namun begitu mendengar jawaban Theo, Anisa tertegun dan kesal.Terlalu murah, tidak ada yang mau, makanya dikasih ke Anisa? Bagus!Kalau begitu, Anisa menerimanya dengan senang hati."Ayo, makan sama-sama." Theo berinisiatif mengajak Anisa.Anisa mau menolak, tetapi segan karena telah menerima hadiah dari Theo.Setelah Theo dan Anisa duduk di ruang makan, Bibi Wina menyajikan semua hi
"Kamu memiliki hak veto," kata Theo."Kalaupun aku bekerja sama dengan Nial, bukan berarti aku menyukai dia. Kalian pikir aku akan pasti akan menerima cintanya? Memangnya aku wanita gampangan?" Anisa menghela napas.Theo terdiam mendengar jawaban Anisa.Setelah makan malam, Anisa kembali ke kamar dan mempelajari proposal yang dikirimkan Nial. Anisa agak gelisah, dia tidak memahami operasional perusahaan, tetapi dia memahami proposal yang dikirimkan Nial.Menurut Anisa, bekerja sama dengan Sino Group mungkin bisa menyelamatkan Kintara Group dari kehancuran.Seandainya Nial bukan kakaknya Clara, Anisa pasti langsung menerima tawaran kerja sama ini.Kemudian Anisa menutup laptopnya dan kembali ke tempat tidur. Di saat bersamaan, ponselnya berbunyi. Ternyata Sania mengirimkan sebuah pesan.[ Anisa, aku tidur dengan Vanzoe. Huhuhu .... Kayaknya aku mulai menyukai Vanzoe. ]Anisa tidak menyangka, yang awalnya hanya sandiwara malah jadi benaran suka. Selain sikapnya yang agak aneh, sebenarnya
Vanzoe mengangguk. "Em, benar! Aku kenal dia saat berada di luar negeri, dia lebih tua 8 tahun. Dia adalah tetanggaku waktu kuliah, aku sering memaksanya untuk membawaku jalan-jalan.""Usia kalian berbeda lumayan jauh. Kalian masih berkomunikasi sampai sekarang?" tanya Sania."Tentu saja. Setiap ada masalah, aku selalu meminta sarannya," jawab Vanzoe.Sania menatap Vanzoe sambil menggodanya. "Kamu masih muda, memangnya masalahmu sebanyak apa?""Aku mau berbisnis, tapi keluargaku nggak setuju. Temanku ini adalah pebisnis yang sukses, aku kagum banget sama dia. Aku memerlukan bantuannya untuk meyakinkan ayahku," Vanzoe menjelaskan.Sania makin penasaran. "Siapa nama temanmu? Siapa tahu aku kenal?""Theo Pratama, kamu pasti pernah mendengar namanya," jawab Vanzoe, lalu mengambil segelas air dan meneguknya.Sania melepaskan tangan Vanzoe dan menatapnya sampai membelalak. "Dia menikah kilat? Astaga .... Salah satu temanku sangat mengaguminya. Kalau dia tahu Theo sudah menikah, dia pasti nan
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."