Jika Nara tidak menyebut nama Leo, Anisa bahkan sudah melupakan keberadaan pria itu.Anisa dan Leo sudah berpisah sejak 6 tahun lalu, Anisa sudah tidak memiliki perasaan apa-apa terhadap pria itu.Di hati Anisa hanya Theo seorang. Anisa tidak bisa lagi mencintai pria lain. Jadi, bagaimana mungkin Anisa merebut Leo dari Nara?Anisa merasa seperti sedang mendengar lelucon konyol!Melihat Nara yang main tangan, salah satu satpam datang dan menendang punggung Nara.Nara kesakitan, lalu melepaskan Anisa dan mundur beberapa langkah."Aku sedang hamil, beraninya kamu menendang aku? Kalau terjadi sesuatu kepada kandunganku, aku akan menghabisimu!" teriak Nara sambil menangis.Pengawal dan sekretaris langsung menghampiri Anisa."Bu, kamu tidak apa-apa? Ayo, kita masuk. Biar kurapikan rambutmu," kata sekretarisnya Anisa."Bu, apakah wanita gila ini perlu dilaporkan ke polisi?" tanya satpam.Anisa menatap Nara dengan tajam. "Singkirkan mobilnya dan tahan dia. Jangan sampai dia kabur! Setelah semu
"Nara, kamu menuduhku merebut Leo, apakah kamu punya bukti?" tanya Anisa sambil berdiri di samping mobil. "Sekarang aku akan menghubungi Leo dan menanyakan secara langsung.""Jangan! Kalau dia tahu aku mencari kamu, dia pasti akan mencampakkanku. Aku melihat foto kalian di bar. Dia sendiri mengakuinya, kamu masih mau berdalih?" jawab Nara sambil menangis."Bar? Aku tidak pernah ke tempat seperti itu. Antara dia berbohong atau dia salah mengenali orang. Ada seorang wanita yang memiliki wajah mirip denganku, namanya Pamela. Sebaiknya kamu selidiki wanita itu. Jangan-jangan wanita yang kamu lihat di foto adalah Pamela," jawab Anisa."Tapi Leo bilang itu adalah kamu!" Nara tidak memercayai jawab Anisa."Baiklah, terserah kamu saja." Anisa malas meladeni Nara. "Jangan pernah menyeretku ke dalam masalah kamu dan Leo. Kalau lain kali kamu datang membuat onar, aku akan menyuruh satpam untuk melemparmu ke luar!"Nara memegang pinggangnya yang kesakitan sambil berkata, "Kalau sampai terjadi sesu
Anisa dan Sania sedang asyik mengobrol, mereka tidak menyadari Theo yang berjalan ke arah mereka."Anisa, kamu nggak gugup? Sebentar lagi kamu sudah mau melahirkan." Sania menyeruput jusnya."Nggak, cuma sedikit lelah. Perutku besar banget." Anisa menyantap camilannya dan berbalik tanya, "Bagaimana dengan kamu?""Aku bilang ke mertuaku lihat tahun depan. Aku masih ingin bermain-main," jawab Sania."Meskipun punya anak, kamu tetap masih bisa bermain, kok.""Nggak bisa! Aku sangat menyukai anak-anak. Kalau sudah punya anak, aku akan menghabiskan semua waktuku untuk menemani anakku." Sania tersenyum lebar."Setelah punya anak, kamu bisa mengajak anakmu jalan-jalan. Pasti lebih seru!""Em! Aku harus banyak belajar dari kamu. Kamu tidak hanya mengurus anak, tapi juga harus bekerja. Kalau kamu adalah pria, aku pasti sudah jatuh cinta." Sania sangat mengagumi Anisa."Kalau kamu adalah pria, aku akan minta dinikahi, hahaha." Anisa dan Sania tertawa riang.Tiba-tiba, senyuman di wajah Sania mem
Anisa memaksa Theo untuk menerima masker yang diberikan. "Theo, barusan anak di dalam perutku bergerak. Dia pasti mendengar semua pembicaraan kita."Tatapan Theo langsung beralih ke arah perut Anisa."Apakah aku boleh memegang perutmu?" tanya Theo."Sekarang bayinya sudah tidak bergerak. Ukurannya masih kecil, pergerakannya tidak terlalu sering," jawab Anisa.Pengalaman kehamilan pertama dan kedua sangat berbeda. Saat kehamilan pertama, Anisa hanya bisa memendam semuanya karena takut ketahuan.Namun saat kehamilan kedua, Anisa bisa mengekspresikan semuanya secara terbuka.Theo mengulurkan tangannya dan menyentuh perut Anisa. Sekujur tubuh Anisa bergidik saat merasakan hangatnya telapak tangan Theo.Tiba-tiba bayi di dalam perut menendang Anisa, sepertinya dia dapat merasakan ketegangan Anisa."Bayinya bergerak!" Anisa bersorak kegirangan."Aku juga merasakannya." Seketika, suasana hati Theo yang gelap pun berubah jadi terang. "Sakit?""Tidak, tendangannya tidak kuat," jawab Anisa."Kam
Anisa adalah wanita yang sangat kejam! Teganya dia mencongkel mata Nara.Dunia Nara akan berubah menjadi gelap, dia akan buta! Nara tidak akan bisa bekerja lagi, hidupnya benar-benar hancur!Nara merasa sangat putus asa. Bahkan rasanya dia ingin mati saja.Masalah ini terdengar sampai ke telinga Theo.Marvin menelepon Theo dan menceritakan semuanya. Masalah ini berkaitan dengan Anisa, makanya Marvin memberi tahu Theo."Kondisi Nara tidak stabil. Begitu sadarkan diri, dia langsung berteriak histeris. Katanya Anisa yang mencongkel matanya.""Aku turut sedih melihat kejadian yang menimpanya, tapi Anisa tidak mungkin melakukan hal seperti itu," jawab Theo."Benar, Anisa bukan wanita yang kejam, tapi juga tidak tega melihat kondisi Nara yang seperti ini. Kalau Nara seperti ini terus, aku takut kondisi psikologisnya akan memengaruhi kesehatan kandungannya." Marvin menghela napas."Aku ke sana sekarang." Theo mengerutkan alisnya.Di dalam perjalanan, Theo mengeluarkan ponselnya dan hendak men
Nara menggelengkan kepala. "Aku tidak melihatnya. Saat aku sadar, kedua mataku sudah dicongkel. Aku kesakitan, aku hanya mendengar suara Anisa yang mentertawakanku. Katanya, ini adalah karma perbuatanku. Aku mendengarnya dengan jelas. Theo, aku tidak berbohong. Aku sudah kehilangan semuanya, aku tidak punya alasan untuk membohongi kamu.""Suaranya?" Theo tertegun di tempat. "Kamu yakin tidak salah dengar?""Yakin, aku tidak mungkin salah dengar." Nara menggenggam erat tangan Theo. "Theo, aku tidak berbohong. Aku mohon, kamu harus menyelidikinya. Tolong kasihani aku ...."Perasaan Theo berkecamuk saat melihat wajah dan bibir Nara yang pucat.Firasat Theo mengatakan bahwa Nara tidak berbohong. Namun akal sehat Theo juga mengingat bahwa Anisa tidak mungkin melakukan hal sekejam ini."Nara, aku akan menyelidikinya. Sekarang, kamu harus beristirahat agar cepat pulih." Theo berjanji.Nara menggelengkan kepala. "Tidak, aku tidak mau hidup lagi. Aku mau pulang ke Negara Hamok. Aku akan meminta
Anisa sontak melangkah mundur.Kepedulian yang terpancar di mata Anisa pun sirna.Anisa terkejut mengetahui insiden yang menimpa Nara. Yang lebih mengejutkan, Anisa tidak menyangka kalau Theo menuduh Anisa yang melakukannya.Kemarin Anisa dan Nara memang bertengkar, tapi Anisa tidak mungkin berbuat sejahat itu."Anisa!" Jantung Theo berdegup kencang. "Jawab aku!""Theo, aku sangat membenci kamu! Aku mulai membencimu lagi." Suara Anisa terdengar gemetaran. "Setiap aku ingin bersikap baik, kamu selalu membuatku muak."Theo tersentak melihat Anisa yang melampiaskan semua emosinya.Suara hujan dan petir membuat suasana terasa lebih mencekam.Theo mengangkat kakinya dan berjalan mendekati Anisa. "Bukan kamu, 'kan?""Aku tahu, kamu bukan orang seperti itu. Pasti bukan kamu. Aku ingin mendengarnya langsung dari mulutmu, jawab aku!" Theo menggenggam kedua bahu Anisa yang kurus."Bukan aku!" teriak Anisa dengan mata memerah. "Kamu tidak perlu bertanya kepadaku. Pertanyaan macam apa ini?"Jangan
Theo menatap Anisa dengan kebingungan. Begitu suara petir menyadarkan Theo dari lamunannya, Theo langsung menggendong Anisa masuk ke dalam rumah.Theo melihat air hujan dan air mata yang bercampur di wajah Anisa. "Anisa ...."Theo meletakkan Anisa di atas sofa, lalu berjongkok dan menjelaskan dengan sabar, "Aku bukannya menuduh kamu. Aku percaya padamu. Masalahnya, Nara menuduh kamu yang melakukannya. Kalau dia lapor polisi, polisi akan datang untuk menginterogasi kamu. Aku tidak ingin kamu berurusan dengan polisi. Kalau kita bisa menyediakan bukti, polisi tidak akan menginterogasi kamu."Anisa tidak bisa marah melihat Theo yang tampak menyedihkan."Aku seharian di rumahnya Grey," jawab Anisa dengan tenang."Kamu seharian di rumahnya Grey?" Tatapan Theo yang lembut berganti menjadi tatapan gugup."Iya, tapi aku tidak bisa memberitahumu apa yang aku lakukan di sana." Hati Anisa terasa sakit saat melihat perubahan ekspresi Theo. "Aku tidak bisa memberitahumu, itu rahasia."Anisa dan Grey
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."