Samar-samar Anisa mencium aroma alkohol yang bercampur tembakau di tubuh Theo.Ketika mengangkat kepala, Anisa melihat belasan orang sedang mengarahkan kamera ke arahnya. Ternyata mereka semua adalah teman-temannya Theo.Anisa melepaskan pelukan Theo, lalu memeluk lengannya agar tidak terjatuh. Sopir bergegas membantu saat melihat Anisa yang kewalahan memapah Theo.Kemudian sopir dan Anisa bergegas membawa Theo masuk ke dalam mobil. Setelah Theo masuk ke mobil, sopir mengambil sebotol air dan memberikannya kepada Anisa."Nona, ini buat Tuan," kata sopir sambil menyerahkan sebotol air.Anisa mengambil tersebut, lalu membukanya dan bertanya, "Kamu mau minum?"Theo tidak menjawab, dia mengerutkan alis seperti sedang kesakitan. Entah apakah Theo tidak dengar atau tidak mau menjawab."Nona, biar aku saja." Sopir mengambil air dan membantu Theo minum.Sopir memberikan Theo minum, sedangkan Anisa memegang leher Theo agar tidak tersedak.Sesaat tangan Anisa menyentuh lehernya, mata Theo langs
Angin malam berembus meniup wajahnya. Anisa merasa lebih tenang dan dapat berpikir dengan jernih.Tadi Theo bilang dia bisa saja mencampakkan Anisa? Artinya mungkin suatu saat nanti dia akan mengabulkan permintaan Anisa untuk bercerai?Anisa merasa lebih lega setelah mengetahuinya.Sesampainya di rumah, sopir dan Bibi Wina memapah Theo keluar dari mobil. Melihat ada yang melayani Theo, Anisa pun kembali ke kamarnya sendiri.Tak berapa lama Bibi Wina datang mengetuk pintunya. "Nona, Tuan tidak mau kami pegang. Nona, tolong bantu mengelap badan Tuan dan mengganti bajunya."Mengelap badan? Ganti baju?Saat Theo masih koma Anisa mungkin bersedia melakukannya, tetapi sekarang Theo sudah sadar. Theo memang mabuk, tetapi masih memiliki kesadaran. Mereka bahkan masih sempat bertengkar di dalam mobil."Biarin saja. Setelah bangun besok dia tahu harus ganti baju dan mandi sendiri. Kita nggak usah ikut campur." Anisa memberikan saran.Bibi Wina tercengang. "Nona, jangan .... Nona, tolong bantu Tu
"Sudah mabuk, masih bisa marah-marah," Anisa bergumam sambil mengusap wajah Theo. "Kamu pikir aku mau melayanimu? Bukannya kamu nggak suka kotor-kotor? Kenapa tubuhmu bau banget? Kalau bukan karena kakimu yang belum sembuh, aku nggak akan menghiraukanmu."Sembari mendengar omelan Anisa, perlahan-lahan Theo pun merasa ngantuk.Akhirnya semua beres! Anisa menutup tirai, menyelimuti Theo, membereskan baskom dan handuk, lalu beranjak ke tempat tidur.Tiba-tiba Anisa teringat dengan CCTV yang dipasang di dalam kamar. Seketika sekujur tubuhnya pun merinding.Anisa menarik selimut, lalu membungkus tubuhnya dan bergegas tidur.Tengah malam Theo sempat bangun beberapa kali. Namun karena masih setengah sadar, dia tidak menyadari Anisa yang tidur di sampingnya.Keesokan pagi cahaya matahari bersinar menembus jendela.Anisa memeluk dada Theo, sedangkan kakinya bertumpu di atas paha Theo.Kepala Theo terasa agak sakit. Sesaat bangun, dia terkejut melihat wajah Anisa yang muncul di hadapannya.Tak l
Sania memberikan menu, lalu menatapnya dan menjawab, "Kemarin pakaianmu terlalu gemulai, aku pikir kamu suka cowok. Oh tentu saja, nggak ada salahnya suka cowok. Aku menghargai semua orang."Vanzoe yang sedang minum hampir saja tersedak setelah mendengar jawaban Sania."Nona Sania, sepertinya kamu salah paham. Aku masih menyukai wanita, selalu menyukai wanita, dan sangat menyukai wanita.""Baiklah, maafkan aku. Sebenarnya aku juga nggak suka memakai pakaian seksi. Aku lebih suka berpakaian santai kayak gini," jawab Sania."Anggap saja kita berkenalan ulang." Vanzoe mengulurkan tangan dan mengajak Sania berjabat tangan.Demi membantu Anisa menyelidiki identitas Vanzoe, Sania menyambut ajakan Vanzoe untuk berjabat tangan.Setelah memesan makanan, Vanzoe dan Sania lanjut mengobrol.Satu jam kemudian ...."Aku punya satu teman yang menikah kilat. Sebenarnya dia menyukai istrinya, cuma dia nggak tahu bagaimana mengatakannya. Beberapa waktu lalu istrinya tertimpa musibah, dia memintaku untuk
"Apakah benar dengan Nona Anisa?" Suara pria ini terdengar lembut dan sopan."Em. Maaf, ini dengan siapa?" tanya Anisa."Perkenalkan, aku Nial Tangsa, CEO Sino Group. Aku mendapatkan nomormu dari bagian personalia. Aku tertarik bekerja sama dengan perusahaanmu," jawab Nial."Sino Group?" tanya Anisa."Em. Apakah kita bisa bertemu sebentar? Kebetulan aku lagi berada di dekat kantormu." Nada bicara Nial terdengar tulus.Anisa berpikir sebentar, lalu menerima ajakannya. Setelah janjian, Anisa menelepon manajer departemen personalia."Apa kamu mengenal Nial Tangsa? CEO Sino Group.""Beliau sangat terkenal di dunia investasi. Sino Group menduduki posisi 10 teratas di dalam negeri. Makanya aku memberikan nomormu kepadanya," jawab manager personalia."Baiklah, aku mengerti.""Anisa, perlu aku temani? Aku takut kamu kesulitan menghadapinya," tanya manajer personalia.Sejak Davin mengundurkan diri, banyak karyawan Kintara Group yang juga mengundurkan diri.Anisa menjawab, "Tidak perlu, hari ini
"Aku tahu kamu tidak bersedia menjualnya. Tentu saja aku tidak akan mengakuisisi perusahaanmu. Aku akan membeli saham Kintara Group," jawab Nial."Pak Nial, kamu serius?" Mata Anisa berbinar-binar."Tentu saja aku serius. Tapi ada 2 hal yang harus aku diskusikan denganmu sebelum menandatangani kontak." Nial mengeluarkan sebuah kontrak. "Selama dua hari ini aku dan timku telah membuat analisa jangka panjang. Sebagai perusahaan investasi profit dan sustainabilitas adalah hal yang paling penting."Anisa membuka dokumen tersebut dan membacanya secara cepat."Pak Nial, apakah dokumen ini boleh aku bawa pulang? Aku harus mendiskusikannya dulu," tanya Anisa."Tentu saja." Nial tersenyum ramah."Hmm? Ini apa?" tanya Anisa saat melihat sebuah dokumen lain.Anisa tidak menyangka semuanya berjalan semulus ini. Semua yang perlu dinegosiasi sudah beres, Anisa pun merasa lega."Aku adalah kakaknya Clara. Lebih tepatnya kakak tiri. Kami memiliki ayah yang sama, ibu yang berbeda." Nial tak berusaha me
"Sampai segitunya?" Vanzoe terkejut."Dia adalah istriku. Kalau dia bukan istriku, Nial tidak mungkin berinvestasi." Tatapan Theo terlihat dingin.Vanzoe semakin kebingungan. "Bukannya bagus? Berarti ada yang menyelamatkan Anisa dari kebangkrutan.""Dia adalah istriku!" bentak Thei."Oh, aku mengerti. Lalu apa rencanamu selanjutnya? Mau naikin harga pembelian? Kalau tidak dinaikan, Anisa pasti lebih memilih Nial.""Belum tentu." Theo menggelengkan kepala."Belum tentu? Terus apa yang membuatmu kesal?" Meskipun hanya mendengar suara, Vanzoe tahu Theo sedang marah.Theo ingin mengakuisisi Kintara Group untuk membantu Anisa keluar dari lingkaran setan. Anisa masih muda dan belum lulus, dia belum siap memimpin perusahaan sebesar itu.Daripada membuat masalah lebih besar, lebih baik perusahaannya dijual untuk membayar utang. Anisa dan ibunya bisa menggunakan sisa uang yang ada untuk melanjutkan hidup dengan tenang.Theo sudah memikirkannya dengan matang. Ini adalah cara terbaik untuk memban
"Tentu saja kenal, dia sering main sama kami. Nial dan Clara sangat akrab, apakah dia ada cerita?" Sabai seperti sedang memancing di air keruh."Kata Nial hubungan mereka biasa saja, tidak sedekat itu." Anisa tampak kaget."Dia bohong. Anisa, kamu harus pikirkan baik-baik. Kenapa tiba-tiba dia mau berinvestasi di perusahaanmu? Kamu tidak merasa ada yang janggal?" tanya Sabai."Maksudmu ... ini jebakan?" tanya Anisa.Sabai menggelengkan kepala. "Kamu harus mempertimbangkan secara keseluruhan. Di dunia ini tidak ada hal yang gratis. Kamu tahu sendiri apa yang telah kamu lakukan kepada Clara. Sekarang kakaknya datang dan bilang mau berinvestasi. Kamu tidak takut?""Takut." Anisa mengangguk.Sabai mengangguk. "Kamu harus pikirkan baik-baik. Ayo, kita makan. Theo, aku sudah selesai ngobrol sama istrimu. Sini, makan!"Anisa tersentak saat mendengar kata "istrimu" ....Setelah semuanya duduk, Sabai mengambil sebotol anggur merah. "Anisa, mau minum?"Anisa menggelengkan kepala. "Aku tidak minu
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."