"Aku mau cari Anisa," jawab Theo.Mengerikan! Terlalu mengerikan!Meskipun tidak menyaksikannya sendiri, Vanzoe tahu insiden penusukan yang terjadi di antara Theo dan Anisa. Theo bahkan sampai harus dirawat di ICU dan baru sadar setelah 1 minggu.Vanzoe ketakutan, dia tidak ingin kejadian serupa terulang lagi.Lagi pula, untuk apa Theo mencari Anisa? Bukankah hubungan mereka sudah berakhir?Vanzoe benar-benar ketakutan ....Karena tidak sanggup menahan Theo, Vanzoe pun pergi memanggil Sabai dan Sania.Sabai menganalisa dengan tenang. "Dia cuma minum sebotol bir, nggak mungkin mabuk sampai nggak sadar."Berbeda dengan Sabai, Sania justru kebakaran jenggot. "Tapi Anisa nggak mau ketemu Theo. Anisa sendiri yang bilang ke aku. Kita harus menghentikan Theo!"Sania ingin menyusul Theo, tetapi Sabai dan Vanzoe bergegas menahannya."Sania, jangan gegabah. Biar aku yang naik." Sabai takut kalau Sania yang naik, situasi malah jadi semakin runyam.Theo sudah dipermalukan, Sabai tidak ingin Theo d
Sesaat melihat wajah tampan Theo, Anisa ingin marah. Hanya saja dia tidak sanggup berkata-kata.Dulu, Anisa mungkin akan mengajaknya bertengkar, tetapi sekarang kondisinya sangat lemah. Anisa tidak sanggup bertengkar, dia juga takut kalau Theo akan main tangan.Jika Theo mau menunggu di kamar, Anisa juga tidak bisa berbuat apa-apa. Theo yang tidak tahu malu, apa peduli Anisa?Theo bingung, kenapa Anisa tidak marah? Apakah ucapan Theo tidak cukup kasar? Atau ... jangan-jangan Anisa dan Evan memang sudah berpacaran?"Anisa, aku tidak akan pernah melepaskan kamu. Selama aku belum mati, kamu tidak akan pernah bisa menikah dengan orang lain," Theo mengancam.Anisa terlihat tenang saat mendengar ancaman Theo. Anisa memang tidak tertarik untuk menikah lagi. Bagi Anisa, ancaman Theo hanyalah angin lalu."Kamu suka jadi selingkuhan?" Anisa menggoda Theo.Theo mengerutkan alis. Apa maksud Anisa?"Kalau aku berpacaran dengan Evan, tapi juga masih berhubungan dengan kamu, berarti kamu adalah selin
Anisa berteriak ke arah Theo dan bertanya, "Theo, kalau aku mengganti anakmu yang keguguran, apakah kamu bisa berhenti menemuiku? Sama seperti yang kita sepakati sebelumnya."Anisa tidak ingin menjalin hubungan yang tidak jelas seperti ini.Theo berhenti, lalu menjawab tanpa menolehkan kepala, "Kembalikan dulu anakku, baru kita negosiasikan lagi."Kemudian Theo membuka pintu kamar dan beranjak pergi."Theo, kamu tidak apa-apa?" Sejak tadi, Sabai menunggu di depan pintu.Anisa merasa gelisah saat mendengar suara di luar. Setelah suara langkah di luar menjauh, Anisa berbaring di atas tempat tidur dan mengambil ponselnya untuk menelepon Mike.Mike menjawab panggilan video Anisa, "Anisa, kamu sudah makan?"Mike sedang menemani William dan Wilona bermain. Samar-samar, Anisa dapat melihat sosok kedua anak yang berada di ruang tamu.Mike bergegas memutar kameranya ke arah anak-anak agar Anisa bisa melihat mereka dengan jelas."Sudah makan." Anisa pun lega setelah melihat kedua anaknya. "Willi
"Anisa!" Ternyata Sania yang membuka pintu kamar. "Kamu tahu Theo ngomong apa sama Vanzoe?"Sania terlihat sangat emosional. Anisa sontak merasa tegang dan bangkit dari tempat tidur.Untuk apa Theo pergi menemui Vanzoe? Apa yang mereka bicarakan? Jangan-jangan ...."Kemarin Theo bilang nggak bisa menghadiri pernikahan kami, sekarang tiba-tiba malah berubah pikiran. Katanya besok dia mau menghadiri pesta pernikahan. Orang itu aneh banget, aku nggak ngerti," Sania bercerita dengan heboh.Anisa lega mendengarnya. Dia pikir Theo mau menyuruh Vanzoe untuk menukar kamarnya Sania."Oh iya, tadi dia ngapain ke sini? Dia ngomong apa saja?" Sania duduk di samping Anisa dan menatapnya dengan serius. "Dia nggak menindas kamu, 'kan? Tadinya aku mau membantu kamu, tapi Sabai dan Vanzoe ....""Dia tidak menyakiti aku. Hari ini banyak tamu, dia nggak mungkin macam-macam," jawab Anisa dengan tenang."Baguslah. Kamu mau keluar cari angin? Angin di luar segar banget. Nggak dingin, kok." Sania tersenyum m
"Aku nggak jawab." Anisa tersenyum kecil."Kamu jahat banget! Kamu sengaja membuat dia penasaran, ya?"Anisa menggelengkan kepala. "Aku merasa tindakannya nggak masuk akal. Aku malas meladeni dia.""Hmm, benar juga. Lagi pula kalian berdua nggak memiliki hubungan apa-apa, kamu nggak ada kewajiban menjelaskan semua. Tapi ...." Sania menoleh, lalu menarik lengan Anisa dan bertanya dengan serius, "Apakah kalian masih ada kemungkinan untuk kembali bersama?""Mau gimana balikan?" Anisa menyeka rambutnya yang ditiup angin. "Bagaimana dengan Thea? Theo belum menjelaskannya kepadaku. Ditambah, aku jijik setiap mengingat dia yang pernah menyentuh Nara. Lebih baik aku melajang selamanya daripada kembali bersama dia.""Aku setuju! Kalaupun dia nggak menyukai Nara, mereka pernah memiliki anak." Sania berdecak kesal. "Makanya aku menyebut dia bajingan. Dia menghamili Nara, lalu masih mengejar kamu, tapi di sisi lain juga bersikap sangat manis kepada Thea. Aku nggak habis pikir."Anisa tertawa melih
Pertanyaan William sontak membuat Thea berpikir keras."Kamu mau bukti apa?" Bagi Thea, hubungannya dan Theo bukanlah sesuatu yang perlu dibuktikan.Theo adalah kakaknya Thea, sedangkan ibunya Theo adalah ibunya Thea.William menjawab, "Katanya kamu adik Theo, tetapi kenapa namamu tidak ada di kartu keluarga? Kamu punya kartu identitas diri? Coba keluarkan, aku mau lihat."Thea sendiri tidak tahu apakah dia memiliki kartu identitas, tetapi dia bisa memintanya kepada Theo."Aku akan membuktikannya!" Thea berjanji kepada William. "Aku adalah bibimu."Thea terlihat sangat percaya diri. Seperti kata Bibi Sari, ibunya Theo adalah ibunya Thea. Theo sendiri juga sudah mengakuinya. Karena mereka memiliki ibu yang sama, berarti mereka adalah saudara kandung."Kalau tidak ada bukti, aku tidak akan percaya," William menjawab dengan singkat, lalu membalikkan badan dan pergi.Melihat William yang pergi begitu saja, Thea merasa gelisah sekaligus tidak rela. Sayangnya Theo tidak datang. Seandainya Th
Theo hampir membunuh William, Theo juga selalu menyakiti Anisa. Namun Thea tidak bersalah, dia tidak pernah menyakiti siapa pun."Halo, Thea!" Mike datang dengan membawa laptopnya.Thea melirik ke arah Mike. "Halo."Mike menjawab Thea dengan lembut dan sambil tersenyum, "Kamu datang sendirian?""Katanya, sebentar lagi kakakku datang," jawab Thea."Oh. Bagaimana keadaanmu? Kepalamu masih sakit?" Mike mengusap lembut kepala Thea.Thea menggelengkan kepala. "Nggak sakit, yang penting nggak disentuh."Mike menyeka rambutnya sendiri, lalu memperlihat luka di kepalanya kepada Thea. "Lihat, kita mempunyai luka yang sama."Awalnya Thea terkejut, lalu tersenyum dan mengangguk. "Kepalamu juga sakit?""Iya, tapi sekarang sudah sembuh. Jadi kamu juga harus semangat untuk sembuh. Oke?" Mike menyemangati Thea."Em, aku harus sembuh. Ada hal penting yang harus aku lakukan." Thea mengangguk."Hmm? Hal penting apa?" tanya Mike.Seketika ekspresi Thea pun membeku. Di saat bersamaan, pengawal datang untu
"Kak, apakah aku punya kartu identitas diri?" tanya Thea."Kenapa tiba-tiba menanyakan kartu identitas?" Theo mengerutkan alis."Karena semua orang punya, tapi aku nggak punya.""Kamu punya. Ada di rumah," jawab Theo."Oh, nanti berikan kepadaku, ya!" Thea tersenyum lebar."Untuk apa?" Theo menemukan tempat duduk kosong dan mengajak Thea duduk."Karena itu punyaku, tentu saja harus aku yang pegang." Kemudian Thea membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah ponsel. "Kak, aku sudah beli ponsel."Theo terkejut, lalu melirik ke arah pengawal.Pengawal bergegas menjelaskan, "Nona Thea membeli ponselnya kemarin sore. Nomor ponselnya diregistrasi dengan menggunakan kartu identitas Bibi Nini."Theo sangat terkejut melihat perkembangan kondisi Thea. Perasaan Theo terasa campur aduk, dia terharu sekaligus cemas."Thea ...." Theo menatapnya dengan hati-hati. "Nanti Kakak kembalikan kartu identitasmu.""Em! Kak, kita kapan pulang?" Thea sudah tidak sabar pulang, dia ingin mendapatkan kartu identitasnya
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."