Setelah mengirimkan fotonya kepada Malia, Davin menunggu di ruang rahasia. Siapa tahu Malia bisa menemukan kata sandinya.Jika Malia berhasil, Davin akan mendepak Anisa. Jangan harap Anisa bisa dapat bagian.Setengah jam kemudian Malia menelepon Davin. "Selain semua yang ditulis Anisa, aku tidak bisa memikirkan kombinasi sandi lain. Tapi Anisa bukan menulis ulang tahun Maya yang sebenarnya, yang ditulis ini tanggal lahir di KTP. Ulang tahun Maya yang sebenarnya berbeda dengan yang di KTP. Coba pakai tanggal lahir Maya yang sebenarnya ....""Oke," jawab Davin.Setelah mencoba berbagai kombinasi kata sandi, dua jam kemudian ...."Krak!" Tebakan Malia benar, pintu brangkas terbuka. Ternyata 3 digit pertama menggunakan tanggal lahir Maya, sedangkan 3 digit terakhir menggunakan tanggal lahir Anisa.Foto keluarga yang digantung di samping brangkas adalah petunjuk yang diberikan oleh Omar. Sayangnya tidak ada seorang pun yang sadar.Setelah berhasil, Davin bergegas menelepon Malia."Bajingan!
Di rumah Theo.Sesampainya di ruang tamu, Bibi Wina bergegas menyuruh Anisa duduk dan berkata, "Nona, Tuan memberikanmu hadiah."Kemudian Bibi Wina membuka kotak hadiah yang ada di atas meja, terlihat sebuah gaun cantik berwarna putih."Bibi yakin Theo kasih buat aku?" Anisa terlihat ragu."Yakin! Sepertinya Tuan mau membawa Nona ke pesta. Oh iya, ada sepatu juga." Bibi Wina membuka sebuah kotak berisi sepatu hak tinggi.Anisa mengerutkan kening, dia tidak dapat menebak isi pikiran Theo."Untuk apa membawa aku? Aku nggak kenal teman-teman dia. Memangnya dia tidak takut aku bikin malu?" pikir Anisa."Nona, Tuan punya pertimbangan sendiri, tenang saja. Nona, yang kemarin sudah lewat, jangan dipikirkan lagi. Mulai sekarang, yang penting Nona hidup dengan baik," jawab Bibi Wina."Bi, apakah Bibi benar-benar berpikir Theo akan memaafkanku begitu saja? Dia pasti punya niat terselubung." Anisa menghela napas panjang."Nona, apakah benar Nona mengandung anaknya Tuan Leo? Aku rasa Nona bukan or
Anisa menjawab dengan lantang, "Memang, aku jadi simpanan pria yang sangat kaya, tua, dan jelek. Umurnya sudah nggak panjang."Semua orang membelalak. Kaya, tua, jelek, umurnya sudah tidak panjang?"Nona, silakan ke lantai 2." Salah seorang pelayan datang menghampiri Anisa.Anisa refleks melihat ke atas. Bangunan ini sangat mewah dan megah.Ketika mengangkat kepalanya, Anisa melihat beberapa pengawal Theo yang sedang berjaga di depan ruangan.Anisa pun bangkit berdiri, lalu beranjak ke lantai 2. Para tamu yang tadi mengejek Anisa langsung tersentak dan menutup mulut.Semua orang yang menghadiri pesta ini adalah orang-orang kaya. Namun di dalam lingkaran orang kaya sekalipun ada tingkatannya.Contohnya pesta ini. Orang yang kaya berada di lantai 1, sedangkan orang yang sangat kaya raya berada di lantai 2."Anisa diajak ke lantai 2? Eh, dia jadi simpanan siapa?""Nggak tahu. Lagi pula kita nggak bisa naik ke atas. Anisa hebat juga. Walaupun cowoknya tua dan jelek, setidaknya Anisa bisa m
"Belum. Sejak tadi aku menunggu di ruang tamu, Nona memang belum pulang," jawab Bibi Wina.Seketika tatapan Theo langsung terlihat muram. Anisa belum pulang? Dia ke mana?Bukannya tadi Anisa bilang mau pulang untuk menyelesaikan skripsi? Apakah Anisa membohonginya?"Tuan, aku coba telepon Nona." Bibi Wina bergegas mengambil ponselnya dan menelepon Anisa.Di sisi lain ....Setelah keluar dari Vila Alden, Anisa diculik dan dibawa ke dalam sebuah mobil.Mata Anisa ditutup, lalu kedua tangannya diikat ke belakang.Sesampainya di sebuah tempat, Anisa diseret keluar dan dibawa ke sebuah ruangan.Ketika penutup mata dibuka, Anisa melihat seorang pria asing di hadapannya. "Nona, maafkan kelancanganku. Aku terpaksa menculikmu. Asalkan kamu bersedia bekerja sama, aku nggak akan menyakitimu."Anisa mengamati ruangan yang bersih ini, dia melihat seorang pria asing yang berdiri di sudut ruangan. Anisa tidak bisa melihat wajahnya, pria itu mengenakan masker."Asalkan kalian tidak melukaiku dan tidak
"Leo, maafkan aku. Kali ini kamu harus membantuku," Anisa bergumam dalam hati.Davin sudah menyadari bahwa barangnya hilang. Kalau perhatiannya tidak dialihkan, Anisa tidak akan bisa hidup dengan tenang.Di saat bersamaan, ponsel Anisa berdering. Pria tersebut mengambil ponsel Anisa dan melihat nama yang tertera di panggilan masuk."Keluarga Pratama? Ternyata kamu nggak bohong. Baiklah, karena kamu memiliki hubungan sama Keluarga Pratama, aku nggak akan menyakitimu. Sana, pergi!" Pria ini tahu betapa mengerikannya Keluarga Pratama.Lagi pula pria ini hanya diminta untuk menginterogasi Anisa. Sekarang semua tugasnya sudah selesai.Setelah Anisa dibebaskan, dia langsung menelepon Bibi Wina."Nona, kenapa tadi tidak angkat teleponnya? Nona di mana? Kenapa belum pulang?" Suara Bibi Wina terdengar cemas.Anisa melihat sekelilingnya, di sini tidak ada desa maupun pertokoan. Terdapat hutan lebat di sepanjang jalan, takutnya di dalam sana ada binatang buas."Bi, sopir di rumah sudah tidur belu
"Eh, maaf, maksudku ... kalau kamu nggak bekerja keras, bagaimana kamu sanggup membelikan barang-barang mewah? Ini adalah pertama kalinya aku mengenakan gaun dan sepatu mewah," kata Anisa sambil berjalan ke depan Theo."Menyedihkan!" kata Theo, lalu masuk ke dalam lift.Sebenarnya Anisa masih ingin menjawab Theo, tetapi pintu lift sudah tertutup.Akhirnya Anisa kembali ke kamarnya. Dia melepaskan gaunnya, lalu masuk ke kamar mandi dan menyalakan air hangat.Dalam sekejap semua lelah pun terasa sirna.Keesokan hari Anisa pergi ke kantor. Pada pukul 10 pagi, semua orang sudah berkumpul di ruang rapat."Selamat pagi semuanya. Aku adalah Anisa Kintara. Hari ini aku mengumpulkan kita semua karena tadi malam aku diculik." Anisa berbicara sambil memperhatikan setiap wajah yang ada di depannya."Hah? Anisa, kamu tidak apa-apa?""Aku tidak apa-apa. Aku mengumpulkan kita semua untuk membahas satu hal. Kondisi perusahaan sedang tidak kondusif, para investor pun pesimis dengan kita. Oleh sebab itu
"Sekarang perusahaan lagi mengembangkan sistem kecerdasan buatan. Walaupun terlihat canggih, aku sendiri juga ragu dengan produknya. Apakah ada yang mau investasi? Hah ...." Anisa terlihat sedih."Anisa, jangan patah semangat! Kalau sistemnya bagus, pasti ada investor yang tertarik. Oh iya, malam ini ada pesta besar, yang datang orang kaya semua. Kamu mau ikut? Siapa tahu dapat kenalan investor di sana?" tanya Sania."Nggak deh. Aku bukan orang kaya," jawab Anisa sambil tertawa."Coba dulu, siapa tahu kamu beneran dapat kenalan investor? Sebenarnya aku nggak mau pergi, tapi ayahku yang memaksa. Aku mau dijodohin. Anisa, temani aku, ya?" Sania menarik tangan Anisa dan berusaha membujuknya."Emm, ya sudah, ya sudah." Anisa tidak tega melihat Sania yang memohon-mohon.Pukul 7 malam.Sania dan Anisa tiba di sebuah hotel mewah bintang lima."Anisa, nanti kita berpencar saja. Aku akan membantu kamu cari investor juga," kata Sania.Anisa mengangguk. "Seingat aku kamu datang buat berkencan deh
Sepuluh menit kemudian ponsel Anisa berdering.Anisa menjawab panggilan tersebut, lalu mengirimkan pesan kepada Sania dan buru-buru pergi.Vanzoe tersenyum mengejek saat melihat Anisa yang buru-buru pergi.Dari mana Anisa mendapatkan keberanian sebesar ini? Berani-beraninya dia datang ke pesta ini tanpa sepengetahuan Theo.Apa kurangnya Theo? Dia berkali-kali lipat jauh lebih baik daripada para pria di sini.Vanzoe tidak mengerti jalan pikiran wanita.Sania mengerutkan alisnya, lalu membalas pesan Anisa.[ Ada masalah apa? Kamu buru-buru banget. ]Anisa membalas pesan Sania.[ Masalah besar! Aku ceritakan nanti. Maaf, ya! ]Yang menelepon Anisa adalah pengawalnya Theo. Pengawal sudah menunggu Anisa di depan pintu hotel.Anisa agak takut melihat pengawalnya Theo. Para pengawal ini sama seperti majikannya, tidak punya hati nurani.Begitu Anisa keluar, sebuah mobil hitam berhenti di depannya. Pengawal menurunkan kaca jendela dan menatap Anisa.Anisa bergegas membuka pintu mobil dan masuk.
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."