Setelah membuka plastik tersebut, Theo melihat kemeja dan uang tunai yang disusun rapi di dalam kantong."Plak." Theo melempar kantong plastiknya. "Buang.""Baik." Eden memungut kantong tersebut dan pergi meninggalkan ruangan Theo.Di pusat perbelanjaan.Mike membawa Anisa untuk mencoba berbagai macam gaun."Jangan mengeluh, kamu harus mencoba semua gaun ini. Kalau nggak dicoba, bagaimana kamu tahu bagus atau nggak?" Mike mendorong Anisa masuk ke ruang ganti."Nona, pacarmu sangat pengertian dan romantis." Pelayan toko tersenyum ramah. "Perlu aku bantu?"Anisa menggelengkan kepala. "Tidak perlu, terima kasih."Mike membawa Anisa berbelanja dari siang sampai sore hari. Bagasi mobil bahkan sudah tidak muat menampung semua tas belanjanya.Mike tidak hanya membelikan pakaian untuk Anisa, dia juga membelikan untuk dirinya sendiri, William, Wilona, dan Maya.Ini adalah pertama dan terakhir kalinya Anisa berbelanja dengan Mike. Anisa sudah kelaparan, dia menarik Mike sebuah restoran dan berge
Eden terkejut melihat kedatangan Theo. Bukankah Theo tidak mau datang? Kenapa dia tiba-tiba muncul di sini?Jika memang berniat datang, kenapa tidak bilang dari awal?Sabai dan Eden bergegas menghampiri Theo, lalu bertanya, "Kok kamu di sini?"Theo menjawab dengan santai, "Kebetulan lewat.""Hehe, aku kira kamu ketakutan sampai tidak berani datang." Mike langsung menarik Theo ke meja dan menuangkan segelas anggur. "Hari ini kita semua berkumpul untuk merayakan ulang tahun Anisa. Pertama, jangan marah-marah, kedua jangan main tangan."Mike berbicara sambil menuangkan segelas anggur dan meletakkannya di depan Theo.Anisa terdiam .... Makan malam saja belum, Mike sudah mengajak Theo minum?Melihat Mike yang menyambut Theo serta para petinggi perusahaan yang mengelilinginya, Anisa langsung mengetahui rencana mereka.Anisa ingin menghentikan mereka, tetapi Sania bergegas mencegatnya. "Biarin saja, nggak usah ikut campur."Sania menggandeng Anisa ke area minum sambil berkata, "Kamu lupa baga
Anisa melihat berbagai foto-foto kenangan saat masa kuliah. Ini merupakan hadiah yang sangat berharga."Kita sudah bersahabat sejak kuliah. Selain fotoku sendiri, fotomu yang paling banyak di ponselku." Sania memeluk Anisa dan berkata, "Anisa, kita bersahabat selamanya, ya?"Anisa mengangkat gelasnya dan mengajak Sania bersulang. "Sahabat selamanya!"Ketika tengah mengobrol, tiba-tiba seseorang menepuk pundak Anisa.Anisa menoleh, lalu menatap Sabai yang tersenyum manis."Anisa, sini sebentar!" Sabai menunjuk ke meja di samping. "Tolong atur karyawanmu. Kayaknya mereka mau membuat Theo mabuk.""Kak Sabai, bukannya kamu hebat minum? Kamu saja yang bantu Theo." Sania sengaja menyindirnya.Sabai menghela napas. "Itu dulu, sekarang aku sudah tua ...."Anisa bangkit berdiri, lalu berpindah ke meja di sebelah. Sabai mempersilakan Anisa duduk di samping Theo.Anisa melihat jelas tatapan Theo yang meliriknya dengan sinis. Meskipun Theo masih marah, Anisa tetap duduk di sebelahnya."Anisa, kamu
Theo sudah tidak tahan melihat Anisa dan Sabai yang saling bertukar pesan. Theo pun mengulurkan tangannya dan memegang tangan Anisa.Anisa terkejut, dia bergegas menyimpan ponselnya. Sabai benar, Theo berbicara untuk menasehati Anisa.Para petinggi dan manajer tercengang melihat gerak-gerik Theo dan Anisa."Ada apa ini? Kayaknya Pak Theo dan Bu Anisa memiliki hubungan khusus," bisik salah seorang manajer.Wajah Anisa seontak memerah, dia mengambil jus dan meneguknya sampai habis.Untung saja hari ini bukan ulang tahun Anisa. Siapa yang bersedia mendengar ceramah di hari ulang tahun?Theo membagikan beberapa ilmu kepada orang-orang yang duduk di mejanya. Sesekali Theo juga mengangkat gelasnya dan mengajak mereka bersulang.Anisa sudah menghabiskan 2 porsi makanan dan sepiring buah, tetapi Theo masih belum selesai ceramah.Satu jam sudah berlalu, Anisa mengepalkan tangan dan memelototi Theo.Theo melirik Anisa sambil bertanya, "Anisa, kamu sudah ingat semua yang aku bilang?""Ayo, minum!
"Theo, minum dulu." Nara mengangkat kepala Theo dan membantunya minum. "Kamu minum terlalu banyak, pasti rasanya tidak enak."....Di aula pesta.Anisa sudah sadar, tetapi perasaannya terasa jauh lebih sedih daripada saat mabuk. Hubungan yang tidak jelas ini harus segera diakhiri. Kalau seperti ini terus, Anisa hanya menyakiti diri sendiri."Anisa, Nara sombong banget!" Sania berjalan ke samping Anisa dan menenangkannya. "Jangan ambil hati omongannya. Apa dia nggak berkaca? Memangnya dia secantik apa sih?""Aku nggak marah sama dia, aku marah sama diriku sendiri." Anisa mengambil tasnya dan hendak pergi."Kamu nggak salah, kok.""Sania, aku terlalu bodoh." Anisa mentertawakan dirinya sendiri. "Aku masih berharap kepadanya. Kalau nanti aku masih bertemu dia, kamu harus memarahiku, ya!"Sania merasa serba salah. Agar Anisa tidak tersiksa, Sania pun menganggukkan kepala."Ayo, aku antar pulang." Sania merangkul Anisa sambil berjalan ke arah lift. "Kamu nggak perlu mengkhawatirkan tamu und
Wajah Anisa terasa sakit saat menabrak dada Theo yang kekar. Ketika melihat ke dalam ruangan, Anisa mengernyit kebingungan.Di mana Nara? Kenapa Theo hanya sendirian? Nara tidak mengurus Theo yang mabuk?Anisa memegang dada Theo dengan menggunakan kedua tangan, lalu berusaha mendorong dan melepaskan pelukan Theo. Hanya saja tenaga Theo terlalu kuat ...."Anisa, jangan tinggalkan aku." Theo mengangkat tubuh Anisa dan memohon kepadanya, "Aku merindukanmu. Setiap hari, aku selalu merindukanmu."Theo berbicara sambil menggendong Anisa masuk ke dalam kamar. Ketika melihat mata Theo yang memerah, hati Anisa terasa seperti disayat pisau.Theo mabuk, dia mabuk berat!Kata orang-orang, orang menjadi jujur saat mabuk. Meskipun mabuk, Theo masih menyebut nama Anisa. Apakah ... Theo masih mencintainya?Theo meletakkan Anisa ke atas tempat tidur, lalu menindih dan menatapnya dengan lembut serta penuh kasih sayang."Theo, lepaskan aku!" Anisa menepuk kedua pipi Theo dan berusaha menyadarkannya. "The
Nara tidak sanggup mendengar suara desahan Theo dan Anisa.Suara tersebut bagaikan duri yang menusuk hati Nara. Meskipun Nara dan Theo berpacaran, Nara tahu bahwa Theo hanya mencintai Anisa.Nara duduk dan menunggu di sofa yang ada di tengah ruangan. Hatinya terasa sakit, sekujur tubuhnya dingin dan mati rasa.Pukul 2 pagi, akhirnya pintu kamar terbuka.Anisa keluar dari kamar dalam kondisi kelelahan. Ketika melihat Nara yang duduk di sofa, Anisa tertegun dan menatapnya."Anisa, bagaimana rasanya? Pacarku memuaskan?" tanya Nara dengan suara gemetaran.Kebencian yang amat dalam terpancar di mata Nara. "Kamu memang pintar mengambil keuntungan, padahal aku pergi nggak sampai 20 menit. Bisa-bisanya kamu menggoda orang yang lagi mabuk! Wanita murahan!"Anisa ingin menjelaskan, tetapi semua yang dia katakan akan terdengar seperti omong kosong. Tidak disangka, Anisa malah menjadi orang ketiga di tengah hubungan orang lain."Maaf," jawab Anisa."Apa gunanya minta maaf?" Nara meneteskan air mat
"Dokter Nara, maaf." Theo menenangkan diri, lalu menatap Nara dengan dingin dan menjawab, "Aku yang salah. Aku perlu menenangkan diri."Setelah berbicara, Theo keluar dari kamar dan pergi meninggalkan Nara.Nara membeku di tempat. Dia pikir dengan menangis, Theo akan luluh dan memeluk serta menenangkannya. Tidak disangka, Theo tetap bersikap dingin ....Yang lebih parah, Theo pergi meninggalkan Nara!Nara menyaksikan sendiri bagaimana sikap Theo saat memeluk Anisa. Theo memperlakukan Anisa dengan penuh kelembutan, berbeda dengan sekarang ....Nara mengangkat tangan dan mengusap air matanya. Walaupun kejadian tadi malam masih meninggalkan luka, Nara puas dengan hasil akhirnya.Kemudian Nara mengambil ponsel dan menelepon Leo. "Aku berhasil."Leo tertawa terbahak-bahak. "Dokter, kamu memang hebat! Kalau ada yang perlu dibantu, segera hubungi aku! Aku selalu mendukungmu."Ketika mendengar jawab Leo, Nara merasa tersentuh. Seandainya Theo memperlakukan Nara seperti Leo memperlakukannya ...
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."