Sekujur tubuh Nara terasa dingin, dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa.Leo yang masih mengantuk pun membalikkan tubuhnya dan menatap Nara. "Dokter Nara, nggak nyangka ternyata kamu hebat juga ...."Nara melihat jelas wajah Leo yang berada di hadapannya. Sebelumnya, Nara dan Leo sudah pernah bertemu. Saat tangan Nara terluka, Sabrina dan Leo datang untuk menjenguknya.Tadi malam Nara minum terlalu banyak dan ditambah cahaya kamar yang redup, dia tidak melihat jelas wajah Leo.Apa yang terjadi? Bukankah Theo yang mengajak Nara berkencan? Kenapa malah Leo yang muncul di hadapannya?"Kamu, kamu ... kenapa kamu?" Nara mengambil bantal dan memukul wajah Leo.Leo menahan pukulan Nara dan berteriak, "Dokter Nara, berhenti! Aku juga nggak tahu apa yang terjadi. Tadi malam aku menerima pesan dari Anisa, dia mengajakku bertemu di sini. Begitu aku masuk, kamu langsung memelukku. Aku berusaha melepaskan tanganmu, tapi kamu ngotot dan terus menggodaku.""Ah ...." Nara melempar bantalnya dan be
William menutup kedua telinganya, dia sama sekali tidak menghiraukan Theo.Sesaat melihat sikap William, guru yang mengajar pun ketakutan dan bergegas menghampiri mereka. "Pak Theo, untuk apa Anda meminta tasnya William?"Guru tersebut tidak berani menyinggung William maupun Theo. Setelah berpikir sejenak, guru tersebut mengambil tas yang ada di belakang bangku William dan berkata, "William, jangan takut ....""Pak Theo bukan orang jahat. Bu Guru pinjam sebentar ya tasnya?" Guru tersebut berusaha membujuk William, lalu memberikan tasnya kepada Theo. "Sebelum masuk ke kelas, tas William sudah diperiksa. Tidak ada benda yang berbahaya.""Seingatku dia selalu membawa laptop." Theo mengerutkan alis saat menenteng tasnya yang ringan.Ketika membuka tas, Theo hanya melihat pakaian ganti, sama sekali tidak ada laptop yang dimaksud."Oh, William memang punya laptop. Biasanya dia suka menonton film kartun," jawab guru tersebut."Kenapa kamu tidak bawa laptop?" tanya Theo sambil mengembalikan ta
Thea menggembungkan pipinya dan mengangguk. Lagi pula Thea sudah pernah ke rumahnya William, dia sangat suka bermain di sana.Kalau diajak ke rumahnya William, tentu Thea tidak akan menolak.Theo agak frustasi melihat Thea yang keras kepala. William tidak membawa laptop pasti karena telah disita oleh Anisa.Firasat Theo mengatakan bahwa hacker tersebut adalah bocah tengil yang berada di hadapannya ini. Meskipun William adalah anaknya Anisa, Theo tetap berencana untuk memberikannya pelajaran. Hanya saja sikap Thea membuat Theo bimbang ...."Bugh!" Tiba-tiba terdengar suara keras yang disusul dengan teriakan. Sesaat menoleh ke arah sumber suara, terlihat dua orang yang sedang berkelahi. Begitu melihat situasi di depan sana, wajah Thea pun memucat dan diselimuti ketakutan."Ah, ah, ah ...." Thea menutup kedua telinganya sambil berjongkok dan berteriak.Hati Theo terenyuh saat melihat Thea yang kehilangan kendali diri. Thea pasti teringat dengan penyiksaan yang dialaminya sewaktu kecil.T
"Hah? Untuk apa dia menghubungi kamu?" tanya Anisa.Grey menjawab dengan sinis, "Dia mau minta rekomendasi asisten. Kamu tahu syaratnya? Dia hanya mau menerima murid Profesor Carmen, kemampuannya juga nggak boleh di bawah dia."Grey tersenyum sambil menggelengkan kepala. "Coba kamu pikir, memangnya orang yang lebih hebat mau bekerja untuk dia? Aku bingung, dia nggak tahu malu atau nggak punya otak?""Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan terjatuh juga. Theo bukan orang bodoh, suatu saat nanti semua kebohongan Nara pasti akan terungkap. Anisa, kamu terlalu baik. Di dunia ini siapa yang bersedia menolong musuhnya?" Grey terus menasehati Anisa.Anisa menjawab sambil tersenyum, "Setelah bertemu dengan Thea, kamu akan berubah pikiran.""Yang penting kamu nggak sakit hati." Grey menghela napas."Nggak ada gunanya memendam dendam, aku hanya mau hidup dengan baik." Anisa bergegas mengganti topik pembicaraan. "Oh iya, pendirian perusahaan sudah hampir rampung. Aku senang semuanya berjal
Nara memanfaatkan Theo untuk menaikkan reputasi dan ketenarannya. Daripada menjadi dokter yang hebat, Nara lebih memilih jadi orang kaya.Lagi pula Nara sadar diri, dia tidak mungkin bisa menjadi dokter sehebat Profesor Carmen. Berdasarkan potensi yang dimiliki Nara, dia tidak memiliki banyak kesempatan untuk berkarier di bidang kedokteran.Namun berbeda kalau Nara menikah dengan Theo. Tanpa bersusah payah, semua orang akan menghormati Nara dan dia juga tidak perlu memikirkan masalah keuangan karena harta yang dimiliki Theo tidak berseri.Di ruang kerja.Sabai menelepon Theo dan bertanya, "Theo, bagaimana hasil penyelidikanmu?""Hari ini dia tidak membawa laptop, pasti sudah disita Anisa," jawab Theo.Sabai berteriak antusias, "Pasti anak itu pelakunya! Dia baru berumur 4 tahun, 'kan? Wah, anak Anisa pintar banget, genius!"Theo tidak menjawab Sabai."Terus bagaimana rencanamu selanjutnya? Kamu mau menuntut anak itu?" Sabai merasa seolah sedang menonton pertunjukan seru.Jika hackernya
Di Vila Starbay.Saat makan malam, Maya melirik Anisa sambil berusaha memikirkan cara untuk membuka pembicaraan."Anisa, tadi siang Grey datang mengunjungi Ibu," kata Maya sambil tersenyum. "Em, katanya dia mau berkarier di dalam negeri."Melihat senyuman Maya, Anisa sudah bisa menebak apa yang ingin dikatakan selanjutnya."Aku tahu Ibu berharap aku segera menikah, tapi aku mohon jangan mendesakku kayak gini." Raut wajah Anisa terlihat masam. "Aku masih muda, ada banyak hal yang lebih penting daripada menikah."Seketika senyuman di wajah Maya pun sirna. "Ibu bukannya mau mendesak, Ibu hanya merasa Grey adalah pria yang baik. Sewaktu kita berada di luar negeri, Grey juga selalu membantu dan menjaga kita. Anisa, kenapa kamu tidak memikirkan kebaikan dia?""Bu, hanya karena orang lain baik kepadaku, bukan berarti aku harus menikah dengannya. Profesor Carmen malah jauh lebih baik, masa aku harus menikah sama Profesor?" jawab Anisa."Baiklah, terserah kamu, yang penting jangan sampai menyes
Pada siang hari.Sabai menunjukkan foto Anisa bersama Grey kepada Theo. "Pacar barunya Anisa."Sesaat melihat foto tersebut, ekspresi Theo pun berubah menjadi muram. "Asistennya Profesor Carmen?"Theo merebut ponsel Sabai, lalu memperbesar foto tersebut dan melihatnya sampai membelalak."Kamu kenal?" Sabai bertanya dengan penasaran, "Aku dengar, Anisa menemani pria ini seharian. Mereka mengobrol dan bercanda, kelihatannya sangat dekat.""Aku kenal." Theo mengembalikan ponselnya kepada Sabai."Aku lihat mereka kelihatan cocok." Sabai sengaja berkata seperti ini untuk memancing emosi Theo. "Yang satu cantik, yang satu ganteng. Kharismanya juga ....""Kamu tidak tahan kalau tidak menyindir orang?" Theo melirik Sabai dengan sinis."Bukan gitu. Kamu sampai bela-belain membelikan berlian, aku kira kamu masih mencintai Anisa. Kamu tidak mau memberikan perhiasan karena takut dianggap berlebihan, tapi coba lihat bros yang kamu pilih! Kalau bros sebesar itu disematkan di dada, kurasa berliannya
Anisa terkejut mendengar ucapan Nara."Anisa, siapa ayah dari kedua anakmu? Jangan-jangan ... mereka anaknya Theo?" tanya Nara sambil tertawa sinis.Sekujur tubuh Anisa sontak terasa dingin."Informasi dan data adopsi adalah dokumen rahasia." Anisa mengepalkan kedua tangannya."Benar, informasi adopsi memang data rahasia, tapi ayahku bukan orang sembarangan." Nara tertawa bangga. "Kamu bohong, kedua anakmu bukan anak adopsi. Aku dengar Theo nggak suka anak-anak, ya? Hmm, bagaimana perasaannya kalau mengetahui keberadaan kedua anakmu?""Nara, jangan kelewatan!" Kemarahan Anisa mulai menyulut."Siapa yang kelewatan? Theo adalah pacarku, kalian sudah bercerai! Kenapa kamu masih mengganggu hubungan kami?" Nada bicara Nara terdengar tajam. "Asalkan kamu berhenti menemui Theo, aku akan menjaga rahasia ini."Nara mengancam Anisa secara terang-terangan, kedua anak itu merupakan titik kelemahannya. Menurut firasat Nara Anisa akan tunduk dan mematuhi perintahnya. Bertemu atau memutuskan hubunga
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."