Vila berada di lereng gunung.Terdapat sebuah jalan yang bisa lewati mobil, jalan tersebut menghubungkan dasar bukit ke lereng bukit. Namun tidak ada jalan yang menghubungkan lereng bukit ke atas gunung.Bagaimana Theo bisa mendaki gunung, langit sudah gelap dan tidak ada penerangan.Setibanya di kaki gunung, Theo mengeluarkan ponsel dan menyalakan senter. Dia sangat mengkhawatirkan keselamatan Anisa.Nial memiliki niat yang tidak baik. Takutnya Theo terlambat dan terjadi sesuatu kepada Anisa.Kalau tahu akan begini, Theo tidak akan membiarkan Anisa datang sendirian.Setelah berjalan sekitar 30 menit, napas Theo mulai terengah-engah dan kedua kakinya terasa sakit. Dokter sudah melarang Theo untuk melakukan aktivitas yang terlalu berat, dia hanya boleh berjalan biasa.Jangankan mendaki gunung, Theo bahkan dilarang berlari. Kegiatan seperti memanjat gunung sangat berisiko.Di dalam kegelapan, angin malam bertiup sepoi-sepoi. Selain sakit, sekujur tubuh Theo juga terasa dingin. Akhirnya T
Tiba-tiba tatapan Anisa tertuju kepada seberkas cahaya yang tak tak jauh dari sana.Anisa bergegas mengangkat senter ponsel dan berjalan mendekat lembah yang berada di samping. Sebuah sosok tinggi tampak terkapar di lembah ...."Theo!" Anisa berteriak histeris. Tanpa pikir panjang, Anisa pun bergegas menuruni lembah. "Theo, aku di sini! Jangan takut, aku di sini."Begitu mendengar teriakan Anisa, pengawal Theo berlari kembali ke bawah. "Anisa, kamu menemukan Tuan?""Di sini! Dia jatuh, kepalanya berdarah." Anisa berusaha menahan emosinya dan memohon, "Cepat, cepat ke sini!"Ketika menuruni lembah, Anisa terpeleset dan kakinya terkilir. "Ah ...."Anisa menarik napas panjang, lalu menyeka air matanya dan merangkak mendekati Theo."Theo, bangun! Bangun! Jangan tutup matamu!" Anisa memeluk Theo dan menepuk-nepuk wajahnya.Kemudian Anisa memegang wajah Theo dan memberikan napas buatan secara berulang kali.Di gunung tidak ada sinyal, Anisa tidak bisa menelepon untuk meminta bantuan siapa pu
Di perpustakaan Universitas Alantas.Setelah makan malam, Anisa kembali belajar. Ketika sedang membaca, tiba-tiba sekelompok mahasiswa bangkit berdiri dan bersorak-sorai."Turun salju! Ini salju pertama di tahun ini. Wah, lebat banget. Ayo, kita main salju!""Aku mau foto ...."....Sebagian besar mahasiswa berlari keluar dari perpustakaan.Anisa bangkit berdiri, lalu berjalan ke jendela dan menatap salju yang turun.Saljunya lebat banget, sangat cantik! Pantas saja sebagian besar orang suka menyatakan perasaannya saat salju turun.Siapa yang sanggup menolak suasana yang romantis ini?"Eh, ponselmu bunyi." Salah seorang mahasiswa menepuk pundak Anisa.Anisa tersadar dari lamunannya. "Oh, terima kasih."Anisa kembali ke tempat duduknya sambil berjalan tertatih-tatih. Saat terakhir kali terkilir di gunung, Anisa tidak bergegas mengobati kakinya. Alhasil, kakinya membengkak dan infeksi.Namun kondisi kaki tidak sampai memengaruhi aktivitasnya sehari-hari. Sesampainya di tempat duduk, Anis
"Aku rasa bukan karena Kak Theo marah. Aku sempat tanya ke pengawalnya. Kata pengawal, wajahnya Kak Theo tergores ranting pohon. Kak Theo orang yang sangat menjaga penampilan. Dia nggak akan mau menemui siapa pun sebelum wajahnya sembuh.""Oh, begitu .... Kalau gitu aku harus kasih tahu Anisa, dia pasti lagi berpikir macam-macam." Sania membuka ponselnya dan mengirimkan pesan kepada Anisa.Anisa hanya tersenyum membaca pesan Sania.Sania kembali mengirimkan pesan kepada Anisa.[ Oh iya, 2 minggu lagi ulang tahunnya Theo. Kamu mau kasih hadiah apa? ]Anisa membalas.[ Belum kepikiran. ]Sania membalas.[ Cuaca lagi dingin. Bagaimana kalau kamu memberikan jaket rajutan? ]Anisa membalas.[ Kamu serius? Siapa yang mau pakai jaket rajutan? ]Sania membalas.[ Percaya padaku! Rajut saja, dia pasti suka. ]Anisa membalas.[ Masalahnya aku nggak bisa merajut. ]Sania menghela napas.[ Belajar di internet! Kamu kan pintar, pasti cepat bisa. ]Anisa membalas.[ Kenapa kamu ngotot memaksaku mera
"Aku memberikan obat depresi, tapi Tuan tidak mau minum. Tu-tuan harus minum obat." Dokter mengerutkan alis."Aku akan membujuk dia," jawab Sabrina."Setahu aku, Tuan sangat mendengarkan Nona Anisa. Bagaimana ...." Dokter tampak ragu."Tidak boleh! Justru wanita itu yang membuat Theo jadi seperti ini. Anisa adalah wanita pembawa sial!" Sabrina terlihat sangat emosi saat membahas Anisa.Dokter tidak berani berbicara terlalu banyak. Dia hanya bertanggung jawab untuk merawat Theo."Aku tahu kamu hanya memberikan saran. Kita bicarakan lagi besok. Semoga Theo bisa dibujuk." Di luar dugaan, emosi Sabrina mereda sangat cepat.Demi kesembuhan Theo, Sabrina rela mengesampingkan egonya.....Setelah selesai mandi, Anisa beranjak ke tepi jendela dan menatap salju di luar. Jalanan, rumah, pepohonan, semua dipenuhi salju.Seketika sebuah pikiran pun terbesit di benak Anisa. Dia mengeluarkan ponsel dan hendak menelepon Theo.Anisa ingin mendengar suara Theo ....Namun setelah dipikir-pikir, Anisa ta
"Baik!" Eden bergegas menyiapkan kopi dan memanggil Clara.Ketika berpapasan, Eden melihat Clara tampak lesu. Clara juga tidak berdandan, dia tampak sangat rapuh."Theo, maaf." Clara berjalan ke hadapan Theo, suaranya terdengar serak. "Semua ulah kakakku. Dia sengaja memancingmu ke gunung karena tahu kakimu belum pulih. Gunung itu sangat curam, dia ingin membunuhmu.""Aku tahu," jawab Theo sambil memandang wajah Clara yang pucat."Maafkan aku. Aku sudah memaksanya minta maaf, tapi dia malah kabur keluar negeri. Theo, aku mohon, tolong maafkan kami. Ayahku sudah tua, dia tidak bisa menerima pukulan yang terlalu besar. Hukum saja aku, aku rela ...," kata Clara sambil terisak.Theo memandang wajah Clara dengan tenang. Ini adalah pertama kalinya Theo benar-benar memperhatikan wajah Clara. Sebelumnya, Clara selalu berdandan dan berusaha tampil secantik mungkin di hadapan Theo."Clara, terima kasih atas semuanya." Suara Theo terdengar sangat tenang. "Pergi dari sini, jangan pernah muncul di
Meskipun Theo tidak mau mengaku, Sabai tidak berani membantah. Selama bertahun-tahun berteman, Sabai tidak pernah sekali pun melihat Theo mengenakan pakaian berbahan wol.Namun pakaian yang dirajut Anisa memiliki makna khusus, berbeda dengan pakaian yang dibeli di toko."Theo, ibumu menelepon aku. Katanya Leo sudah keluar dari rumah sakit. Ibumu menyuruhmu pulang untuk makan bersama," kata Sabai."Aku akan menghubungi ibuku," jawab Theo."Kamu lagi bertengkar sama ibumu? Waktu telepon, suaranya terdengar gugup dan sungkan. Theo, jangan marah sama ibumu terus. Di dunia ini tidak ibu yang tega menyakiti anaknya ....""Aku mohon, berhenti." Theo sakit kepala setiap mendengar ceramah Sabai.Sabai tertawa terbahak-bahak. "Kamu tidak mau ajak Anisa ke rumah ibumu?"Theo terdiam selama beberapa detik. "Katamu dia lagi sibuk?""Benar juga. Satu minggu lagi ulang tahunmu ...."....Setelah pulang kerja, Theo pergi ke rumah Sabrina untuk makan malam bersama.Sabrina terlihat sangat senang, seda
Namun utang Leo membuat Marvin harus mengeluarkan uang yang banyak."Theo berbaik hati kasih, ambil saja uangnya," kata istrinya Marvin. "Kita satu keluarga, tidak perlu sungkan-sungkan.""Theo, terima kasih. Tapi lain kali tidak perlu kasih lagi," kata Marvin dengan wajah memerah dan bergegas menyimpan cek yang diberikan."Aku sudah selesai makan, aku pamit dulu." Theo bangkit berdiri dan beranjak pergi.Sabrina ikut berdiri dan mengantar Theo ke depan.Setelah Sabrina dan Theo pergi, Leo melempar sendok yang ada di depannya sambil berteriak, "Ayah, kenapa Ayah menerima uangnya?"Leo merasa sangat malu, dia merasa direndahkan!"Anak tidak berguna! Kamu masih berani komplain? Kalau hebat, bayar saja utangmu sendiri!" bentak Marvin.Kali ini, ibunya Leo tidak membelanya. "Leo, pamanmu memang merendahkan kita, tapi kita juga lagi butuh uang. Kamu tahu dia kasih berapa? Sepuluh miliar! Keuntungan tahunan perusahaan ayahmu saja tidak sampai 10 miliar."Kedua mata Leo memerah. "Apakah keuan
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."