Sesampainya di restoran, ternyata sudah banyak teman-temannya Nadine yang datang. Namun hanya sebagian saja. Sedangkan yang lainnya sudah ada yang langsung menuju hotel.Firasat Nadine jadi tidak enak ketika mendapati hal itu. Namun dia buru-buru mengabaikannya karena dia langsung disambut heboh oleh teman-temannya dulu. Maklum, sudah lama mereka tidak bertemu dan ngobrol. Ada Elsa juga di sana. Sementara Aliando tidak disapa, bahkan, dilirik pun tidak, keberadaanya di sana seperti tidak berarti apa-apa. Namun Aliando tidak peduli. "Hai, Nad...apa kabar?" "Ya ampun udah lama banget ya kita enggak ketemu..." "Kami kangen banget tauk sama kamu, Nad!" Kemudian, mereka langsung asik ngobrol ke sana ke mari."Kamu naik apa ke sini, Nad?" Tanya Elsa.Belum sempat Nadine menjawab, namun Elsa sudah bicara lagi. "Jangan bilang kamu naik motor buntut punya suami keremu itu?" Elsa menunjuk Aliando yang berdiri di sebelah Nadine dengan tatapan sinis. "Enggak kok. Kami naik taksi.""Cih
Kali ini Nadine bersikap seperti yang lainnya setelah mendengar perkataan Aliando yang menurutnya ngawur. "Kamu ngomong apa sih, Al! Enggak usah ngaco deh! Apa maksudnya coba?" Dengus Nadine yang jadi agak kesal. Nadine lalu beralih menatap Marchel. Walau dia kesal dengan suaminya, tapi, bukan berarti dia mau ikut dengan Marchel. Dia mau menjaga perasaan Aliando. "Maaf, ya, Chel. Aku minta maaf banget. Aku enggak bisa ikut sama kamu."Marchel tersentak mendengarnya, menatap Nadine untuk beberapa detik. "Aku mau bareng Aliando aja. Bareng suamiku. Kami mau naik taksi." Lanjutnya.Seharusnya Marchel sadar kalau dirinya punya suami. Mungkin jika statusnya dirinya single, seorang janda, lain lagi ceritanya. Aliando ingin mengoreksi jika mereka berdua akan naik Lamborghini, tapi pasti, hal itu akan jadi bahan tertawaan lagi setidaknya sebelum Lamborghini yang sedang dibawa David datang dan mungkin Nadine akan semakin kesal dengannya karena hal itu. Maka dari itu, lebih baik diam dulu
Kini mulut semua orang kompak tengah ternganga untuk beberapa saat, geleng-geleng kepala, kasak-kusuk, masih belum mempercayai apa yang barusan mereka lihat.Aliando menyembunyikan klakson, menyuruh Nadine untuk segera masuk ke dalam mobil. David yang tahu maksud Aliando dan juga ingin membantu Aliando. Apalagi setelah melihat Nadine yang nampak ragu, cemas, buru-buru berkata. "Nona Nadine...jangan takut. Aliando udah jago nyetir Lamborghini itu kok. Beberapa hari yang lalu, dia sudah berlatih bersamaku." Ucap David. Meyakinkan Nadine. Nadine menatap David untuk beberapa detik sebelum kemudian memutuskan ikut bersama Aliando. Dia agak lega saat tahu jika Aliando sudah belajar menyetir sport car bersama David. Tapi kalau dipikir-pikir, hal itu tak masalah, malah bagus, Aliando jadi tidak terlalu buruk di mata teman-temannya karena bisa menyetir sport car. Meskipun sport car itu bukan milik Aliando.Akhirnya Nadine berjalan menghampiri Lamborghini itu tanpa mempedulikan larangan da
"Suamimu sekarang kerja apa, Nad?" Tanya Doni kepada Nadine. Doni adalah salah satu kacungnya Marchel."Astaga...kamu itu bener-bener enggak sopan ya, Don bertanya apa pekerjaannya suaminya Nadine? Kayak enggak tau aja sih. Dia itu cuma ngebabu di rumahnya Nadine. Jadi pembantu dan supir." Seru salah satu dari mereka. Kemudian, tertawa. Yang langsung diikuti oleh yang lainnya. "Kerjanya itu enggak jelas. Tapi, katanya sih, sekarang dia kerja jadi pelayan di rumah makan!" Elsa memberitahu dengan nada sinis setelah tawa teman-temanya agak mereda.Nadine hanya bisa menghela nafas kasar mendengar ejekan yang keluar dari mulut mereka terhadap suaminya.Nadine juga jadi kesal dengan Elsa yang ternyata bermuka dua. "Ckck...gimana ceritanya sih, Nad...kok kamu bisa punya suami yang kerjanya jadi pelayan? Malu-maluin aja tau enggak. Sedangkan kamu? Kamu itu kerja di kantor. Wanita karrir. Duh-duh." Ucap Doni. Lantas geleng-geleng kepala. Doni beralih menatap Aliando. "Eh, kau itu sebagai l
Orang-orang yang belum tahu rencana Marchel tersentak kaget, saling pandang, langsung heboh membicarakan hal tersebut.Jadi, Marchel masih mencintai Nadine? "Saat melihat kamu menikah. Aku sangat sedih, Nad. Jujur, aku kecewa. Tapi, mau bagimana lagi. Aku mencoba tegar, aku mencoba baik-baik saja, aku mencoba ikut bahagia atas pernikahan kalian berdua." Marchel menghentikan kalimatnya sejenak. Nada suara dan ekspresi wajahnya memang terlihat menyedihkan. Hal itu memang dia lakukan untuk dapat menarik simpatik dari semua orang. Sehingga, mereka semua yang ada di ruangan ini akan mendukungnya. "Tapi, setelah dengar kalau kamu enggak bahagia dengan pernikahanmu. Kamu juga enggak mencintai suamimu, aku juga turut sedih. Tolong jangan bohongi perasaanmu kali ini, Nad. Sudah enggak ada lagi yang mengekangmu. Maka, kamu berhak bahagia. Aku tahu, kamu pasti udah gak tahan hidup bersama Aliando lagi, kan? Maka, aku akan menyelamatkanmu, Nad dan aku juga akan membuatmu merasakan sebuah keb
Nadine menarik nafas panjang, menahannya untuk beberapa detik sebelum kemudian menghembuskannya dengan kasar, seperti ada sesuatu yang menahan dadanya barusan. Terasa berat. Sementara Marchel sendiri rasanya sudah tidak sabar mendengar jawaban dari Nadine yang pasti akan membuatnya bahagia bukan main.Marchel juga cukup percaya diri jika Nadine tidak akan menolak dirinya. Siapa juga sih yang berani menolak pria tampan dan kaya seperti dirinya? Siapa yang berani menolak seorang CEO seperti dirinya?Sepertinya tidak ada. Hanya perempuan bodoh saja yang berani melakukan hal itu. "Chel...kamu apa-apan sih!" Ucap Nadine dengan kesal. Berdecak. "Nad...aku itu mau menyelamatkan kamu dari Aliando. Bukannya kamu udah enggak tahan sama dia ya dan kamu juga ingin berpisah sama dia? Kalian berdua juga akan segera bercerai!" Marchel seperti tak terpengaruh sama sekali dengan sikap kesal yang tengah Nadine tunjukan kepadanya itu. Pasalnya saat ini hatinya sedang berbunga-bunga. Penuh rasa pe
Nadine berfikir bahwa mungkin saja Marchel belum mengatakan kalau dia ditolak olehnya. Makanya, dia langsung diserang desakan pertanyaan dari teman-temannya begitu dia masuk ke dalam ruangan."Ayo lah. Kalian jangan pada diam-diam an seperti ini. Kalian mau ngasih surprise sama kami atau bagimana?" "Cepat lah! Beritahu kami! Kami udah enggak sabar nih ingin cepat-cepat dengar jawabannya!" Marchel tidak mempedulikan desakan pertanyaan dari teman-temannya, dia malah memilih berjalan dengan langkah cepat menuju ke arah panggung, naik ke atas panggung dan meraih microphone. Seketika semua perhatian orang-orang jadi terfokus padanya. Penasaran dengan apa yang akan Marchel katakan. Sementara Nadine masih berdiri di belakang, mendadak deg-deg an dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.Pasti Marchel tidak akan tinggal diam saja karena dirinya berani menolak lamarannya.Tadi saja, Marchel sudah mengancam dirinya yang katanya akan membuatnya menyesal. "Aku bener-bener masih enggak nyangk
Seketika mereka kembali kasak-kusuk. Penasaran. Rahasia apa yang akan diberitahukan oleh Marchel? Marchel lalu menatap Aliando. "Eh, Aliando. Kamu enggak tahu, kan? Apa yang dilakukan sama Nadine, istrimu itu di belakangmu?" Tanya Marchel dengan seringaian lebar di bibirnya. Mau menguji kesabaran Aliando. Bersamaan dengan itu, Marchel mencoba menahan amarah yang tadi nyaris saja meledak. Dia harus bisa mempermalukan dua manusia yang sudah menjatuhkan harga dirinya itu. Mereka juga harus menanggung malu, sama seperti dirinya. Marchel tidak terima jika dirinya yang menangung malu sendirian, maka, dia harus segera melakukan sesuatu. Aliando mengerutkan kening. Mulai merasakan gelagat Marchel yang nampak mencurigakan. Tapi dia memilih menunggu kalimat Marchel selanjutnya.Marchel berganti menatap Nadine. "Aku udah tahu kelakuan busukmu, Nad...selama dua tahun ini. Ya, kamu baru mencintai Aliando sekarang, kan? Dan...apa yang udah kamu lakukan sebelum itu? Selama dua tahun ini?" Ta
Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, senyum dan tawa yang tengah menyertai obrolan diantara anggota keluarga Aryaprasaja mendadak pudar begitu saja. Detik berikutnya, tatapan mereka berubah sinis. Juga dingin. Di saat yang sama, terbit senyum penuh kemenangan di bibir mereka masing-masing. Rasakan pembalasan dari keluarga Aryaprasaja! Sementara Tuan Aryaprasaja mendengus dingin, ekspresi wajahnya buruk, entah kenapa, masih muak melihat melihat wajah-wajah anggota keluarga Sadewa. Akan tetapi, tiba-tiba ia menyeringai kala teringat keluarga mereka yang kini telah hancur! Dengan segala sisa-sisa tenaga, keberanian, Reno segera menjatuhkan diri di lantai diikuti yang lain setelahnya. Bersimpuh di hadapan Tuan Besar Arya dan Nyonya Kartika. "Tu ... tuan Aryaprasaja ... " ucap Reno dengan suara terbata selagi kepalanya tertunduk. "Ma ... maafkan keluarga kami karna selama ini keluarga kami telah berbuat jahat kepada Tuan Muda Aliando, kepada putra Anda ... kami mohon,
Setelah Aliando resmi diumumkan ke publik, Tuan Besar Aryaprasaja menggelar pesta besar-besar an. Pesta itu digelar sebagai bentuk rasa syukur dan bahagia atas anak laki-laki, satu-satunya keluarga mereka yang telah lama menghilang—yang tidak lain dan tidak bukan adalah Aliando—akhirnya ditemukan juga dan telah kembali ke keluarga mereka. Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari juga ingin mengenalkan Aliando kepada semua kerabat, kolega dan kenalan mereka. Serta mengumumkan Aliando sebagai pewaris tunggal keluarga Aryaprasaja. Kerajaan bisnis keluarga Aryaprasaja. Juga sebagai Presiden Direktur perusahaan milik keluarga mereka yang baru. Tidak hanya Aliando saja yang akan dikenalkan, keluarga Aryaprasaja juga akan mengenalkan Nadine, sang istri sekaligus menantu mereka, yang kini resmi menjadi bagian dari keluarga mereka. Selain itu, untuk merayakan kebahagiaan atas hamilnya Nadine, yang mana, itu berarti mereka akan segera dikaruniai cucu. Anggota keluarga Arya
Tiba di ruangan Presiden Direktur perusahaan milik keluarga Aryaprasaja, semua anggota keluarga Sadewa kompak membelakakan mata saat melihat Aliando yang sedang duduk di kursi kebesarannya dengan balutan jas mahal nan elegan. Tampan sekali. Berbeda jauh dengan tampilan Aliando yang selama ini mereka kenal. Selama sesaat, tubuh mereka membeku di tempat. Mulut-mulut terbuka lebar, terpelongo. Jadi benar jika Aliando adalah Presiden Direktur Prasaja Group! Pewaris tunggal keluarga kaya raya—keluarga Aryaprasaja! Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, Aliando tersenyum kecut di kursi, lalu bangkit dari tempat duduk, keluar dari tempat kerjanya. Berjalan mendekat ke arah mereka dengan santai dan penuh wibawa. Nadine yang sedang duduk di sofa tengah menyesap teh, segera meletakan teh di atas meja, lantas berdiri dan ikutan berjalan mendekat ke arah anggota keluarganya. Melihat Aliando tampak sedang berjalan menghampiri mereka, membuat semua anggota keluarga Sadewa tersada
Reno dan Mayang yang sedang sarapan langsung tidak selera melanjutkan sarapannya setelah mengetahui bahwa Aliando beneran anaknya Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari. Keluarga konglomerat di Jakarta. Salah satu keluarga terkaya di Indonesia. Pemilik Prasaja Group—perusahaan multinasional terbesar di negara ini. Raut muka mereka berdua langsung memancarkan aura ketakutan luar biasa. Pun pucat pasi bak mayat hidup. Di saat bersamaan, jantung mereka berdua berdetak kencang. Keringat dingin membahasi wajah mereka masing-masing. Sebab teringat akan kejahatan yang pernah mereka lakukan dulu kepada Aliando. Dalam waktu lama, mereka berdua membeku di tempat duduk masing-masing. Tengah mencerna fakta gila yang baru saja mereka berdua ketahui. Walau sebelumnya mereka sudah menduga, menebak, menerka-nerka bahwa kemungkinannya Aliando adalah putra tunggal dari pasangan salah satu keluarga terkaya di Indonesia itu, begitu tebakan mereka seratus persen benar, mere
Terduduk di kursi ruangan rapat gedung kantor perusahan keluarga Sadewa, tampilan sang presdir itu kini benar-benar kacau. "Ini ... pasti perbuatan keluarga aslinya suamimu, 'kan, Nad? Mereka yang telah membuat perusahaan kita bangkrut?" tebak Reno. Suara dan bibirnya bergetar. Pun melemah di ujung kalimat. Serta dengan pandangan lurus ke depan, kentara lemas tak berdaya. Sementara semua peserta rapat sudah keluar dari ruangan tersebut, menyisakan dirinya, Nadine dan Arjuna. Reno tidak bisa menyelamatkan perusahaannya. Benar-benar telah bangkrut. Hancur lebur dalam sekejab! Nadine menoleh dan menatap sang paman diikuti Arjuna setelahnya. Akan tetapi, mereka berdua tidak langsung menjawab, terdiam untuk beberapa saat. Setelah menghembuskan napas berat, Nadine mengangguk pelan. Membenarkan. Alhasil, ekspresi wajah Reno langsung berubah murung. Seketika lemas sejadi-jadinya. Di titik ini, Reno menyadari kesalahan dan kejahatannya yang pernah ia perbuat kepada Aliando.
Di dalam kamar, Aliando dan Nadine terlihat sedang bersiap hendak tidur. "Aku mau memberitahu sesuatu sama kamu, sayang." Ucap Aliando dengan punggung bersandar pada tepi ranjang. Setelah mengatakan hal itu, pandangan pria tampan itu yang sebelumnya menatap lurus ke depan, berganti menoleh ke arah sang istri di sampingnya. Nadine yang sedang memposisikan diri di ranjang seketika balas menoleh. "Soal apa, Mas?" tanya Nadine setelah terdiam sebentar, lantas ikutan menyenderkan punggung ke tepi ranjang. Aliando menghela napas lebih dulu sebelum kemudian melanjutkan bicara. "Tapi aku mohon sama kamu untuk enggak menjadikan bahan pikiran dengan apa yang akan aku katakan ini sama kamu, ya, sayang karena kamu dan kedua orang tuamu enggak akan dibawa-bawa, enggak akan menjadi target, kalian adalah pengecualian. Okay?" Lipatan di kening Nadine semakin bertambah. Ia dan kedua orang tuanya tidak akan dibawa-bawa? Tidak akan menjadi target? Adalah pengecualian? Nadine mencerna perk
Pukul empat sore, mobil yang ditumpangi Aliando dan Nadine berhenti di depan halaman rumah mereka. Di dalam mobil, mereka melihat ada mobil yang tak asing terparkir di halaman rumah. Itu adalah mobilnya Lidya. Aliando dan Nadine sudah tahu jika kakaknya itu datang ke rumah sore ini karena Lidya memberitahu Nadine sebelumnya. Ditambah mendapat laporan dari satpam rumah pula. Akan tetapi, Nadine tidak tahu apa tujuan sang kakak ke rumahnya. Lidya tidak memberitahukannya di telepon. Namun keduanya menduga jika Lidya hendak memohon supaya sang suami dibebaskan dari penjara, memohon supaya keduanya mencabut laporannya. Lalu, keduanya turun dari mobil, segera membawa langkahnya masuk ke dalam rumah setelah sebelumnya satpam rumah sempat melapor perihal kedatangan Lidya. Tiba di ruang tamu, Aliando dan Nadine langsung disambut Lidya dan kedua anaknya. Melihat kedatangan Aliando dan Nadine, mereka bertiga refleks berdiri. "Al ... Nadine ... " panggil Lidya dengan suara lirih, me
Pagi hari. Di rumah keluarga Aryprasaja ruangan kerja sang kepala keluarga... Tampak Pak Irawan memasuki ruangan tersebut, berjalan mendekat ke arah Tuan Besar Arya yang saat ini sedang duduk di kursi meja kerjanya. Beberapa menit yang lalu, ia mendapat pesan dari Tuan Besar Arya yang menyuruhnya untuk datang ke rumahnya. Sepertinya ada hal penting yang mau dibicarakan atau ada tugas yang akan diberikan kepadanya. Tiba di hadapan sang Tuan Besarnya, Pak Irawan langsung membungkukan badan dengan hormat lebih dulu sebelum kemudian menegapkan tubuhnya kembali. Kemudian, Tuan Besar Arya menyuruh Pak Irawan untuk duduk. Mendapati hal itu, Pak Irawan pun segera menjatuhkan diri di kursi dihadapan sang tuan besar dan duduk di sana. Memperbaiki posisi duduk lebih dulu, telah siap mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh majikannya itu. Tuan Besar Arya menatap Pak Irawan untuk beberapa saat sebelum kemudian menarik punggung dari sandaran kursi. Di saat bersamaan, rahangnya men
"Asal Kak Lidya tau aja ya ... aku itu masih kecewa sama Kakak karna tindakan Kakak yang waktu itu enggak langsung memihakku ... dan tindakan Kakak waktu itu ... keputusan Kakak waktu itu ... menandakan ... kalau Kakak sepertinya senang melihat aku dan Mas Al ribut." Lidya buru-buru menggeleng dengan isak tangis yang terdengar semakin keras begitu mendengar hal itu, kini ia benar-benar menyesal dengan tindakannya waktu di pesta itu. Seharusnya ia bersikap semestinya. Bukannya malah ikut mengompor-ngompori. Selagi Lidya bungkam, Nadine lanjut berkata. "Dan soal masalah yang sedang terjadi ... semua keputusan ada di tangan Mas Al."Mendengar itu, semua orang langsung memasang wajah tak berdaya. Begitu juga dengan Lidya. "Kami akan melakukan apa saja, Al ... asalkan kamu mau memaafkan Dion dan Dimas ... asalkan kamu mau mencabut tuntutanmu." Reno kembali bersuara setelah agak lama terdiam. Ternyata dia belum menyerah juga. Aliando menoleh dan menatap Reno. Tertarik mendengar ucapa