Mereka adalah teman-temannya waktu SMA dulu. Termasuk ada Bella juga yang bergabung bersama mereka saat ini yang tadi sempat bertemu dan menghina Aliando di depan. Tapi waktu SMA, mereka tidak berteman dengan Dika karena Dika hanya berteman dengan dirinya. Rata-rata dari mereka adalah anak orang kaya yang kerjaannya hanya berfoya-foya, menghabiskan uang orang tua. Mereka tidak memikirkan masa depan karena masa depan mereka sudah dijamin akan cerah, secerah matahari yang baru saja terbit.Makanya, pada saat SMA dulu, mereka sok otoriter, berkuasa dan suka menindas. Tapi ada beberapa juga dari mereka yang ekonominya pas-pas, berada di kasta bawah, biasanya mereka akan menjadi babu di dalam pertemanan mereka. Hanya jadi kacung demi bisa berteman dengan mereka. Istilahnya juga mau numpang muka, ketenaran dan numpang hidup pula. Pasalnya, mereka-mereka yang kaya suka loyal kepada para kacung-kacungnya. Sebenarnya si para kacung ini juga terlihat menyedihkan dalam pertemanan mereka, t
Aliando tetap bersikap santai dan tenang meskipun dia baru saja mendapat cemoohan dari Dika. Meskipun Dika juga telah mencuil harga dirinya di depan banyak orang. Namun Aliando merasa tidak perlu untuk menunjukan amarahnya di depan mereka detik ini juga karena hal itu malah pastinya akan membuat mereka jadi tambah senang dan puas. Aliando yang mendapati istrinya yang saat ini sudah seperti singa betina saja yang mau mengamuk buru-buru merapatkan diri ke tubuh Nadine. Lantas membisikan sesuatu di telinganya. "Tahan emosi kamu sayang. Enggak ada gunanya kalau kita terbawa emosi, yang ada, nanti, mereka malah kesenengan. Malah bangga, karna udah bisa buat kita emosi dan berakhir marah-marah. Biarin Dika dan mereka semua ngoceh sampai capek sendiri. Kita pantau aja dulu. Ada saatnya nanti kita membalas perbuatan Dika dan mereka semua." Aliando mencoba mendinginkan hati istrinya sebab Nadine sudah terlihat akan bicara meledak-ledak, dibuktikan dengan kedua dadanya yang terlihat naik
Darren meletakan gelas yang baru saja dia tenggak isinya sampai habis itu di atas meja, kemudian dia menarik kursi kosong dan duduk di sana, di hadapan Aliando. Darren menatap Aliando sesaat dengan seringaian lebar yang tampak menghiasi bibirnya sebelum kemudian berdehem."Kamu enggak usah pinjam, Al...karna...aku mau ngasih uang sama kamu secara cuma-cuma..." Ucap Darren sambil menyilangkan tangan di depan dada, menarik punggung dari sandaran kursi, tak lupa, senyum meremehkan ikut menghiasi bibirnya setelah itu. Aliando mengerutkan kening. Menoleh. Mendadak punya firasat buruk dengan ucapan Darren ini.Pasti, Darren akan melakukan hal-hal yang mengesalkan. Tidak mungkin dia mau memberinya uang secara cuma-cuma. Aliando sudah hapal tabiat dan akal busuk Darren sejak SMA. Darren bersiul santai, kembali menghempaskan punggung di sandaran kursi, senyum-senyum sendiri, membayangkan rencananya yang pasti akan berjalan dengan mulus sambil menunggu respon dari Aliando. "Berapa? Be
Aliando tersenyum puas saat mendapati wajah-wajah yang saat ini tengah menatapnya dengan tak sabaran. Mendesak dirinya untuk segera menjawab soal taruhan duel minum dari Darren.Aliando menghela nafas. Bermain-main dengan mereka lebih dulu sepertinya sangat seru. "Seperti apa yang tadi dibilang sama istriku...kalau uang 500 juta itu, bagiku, untuk saat ini ya, tergolong kecil banget...naik kan lah itu uang taruhannya, Ren...kecil banget itu bagiku..." Decak Aliando dengan pandangan menyipit dan dengan kedua tangan yang masih terlipat di depan dada. "Itu pun masih harus tanding minum dulu untuk mendapatkannya." Kata Aliando lagi. Tergelak.Mereka bagai tersambar petir di siang bolong begitu mendengar jawaban Aliando. Kaget banget sumpah. Seketika itu juga mereka terbelalak kaget, jawaban Aliando benar-benar tak terduga sama sekali, kemudian mereka semua kompak membuka mulutnya lebar-lebar, tercengang untuk waktu yang agak lama. Setelah mereka sadar dari keterkejutan, untuk beberapa
Darren terkekeh sembari menoleh ke belakang, menatap teman-temannya, namun ketika mendapati ekspresi muka teman-temannya yang masih saja menampilkan rasa keterkejutan, membuatnya agak sebal sebelum kemudian melotot, memberi kode kepada mereka untuk tertawa juga. Mereka sempat mengerjap sesaat, kemudian langsung ikutan tertawa setelahnya, menuruti kode dari Darren, meskipun terdengar hambar karena mereka masih tidak menyangka saja jika seorang Aliando bisa berkata sesantai itu.Setelah tawa mereka mereda, Darren kembali menatap Aliando dengan dingin. Kemudian, segera mengubah ekspresi mukanya. Serius lagi. Menunggu respon Aliando. Aliando balas terseyum tipis, tapi malah menoleh ke arah Nadine. "Gimana, sayang?" Aliando memperbaiki posisi duduk, menghadap sang istri. "Apa menurutmu...itu masih terlalu sedikit?" Aliando meminta pendapat Nadine. Sengaja mau membuat mereka tambah panas lagi. Rahang Nadine langsung mengeras, berlagak berfikir. "Menurut aku sih masih kurang, ya, Mas
Nadine sempat bingung karena Aliando malah mengajaknya pergi dari sana, padahal keduanya belum membalas cemoohan dan hinaan mereka, belum sempat memberi pelajaran kepada mereka, tapi akhirnya Nadine menyadari bahwa tidak serta merta suaminya itu hendak pergi. Aliando pasti punya rencana, maka, dia pun hanya menurut, keduanya lalu bangkit dari kursi dan mulai melangkahkan kakinya dari sana. Panik, Darren dan Dika langsung belingsatan, mereka berdua harus cepat mengambil keputusan.Aliando yakin sekali jika Dika dan Darren tidak mau harga diri mereka terjun bebas ke dalam jurang. Pasti, mereka malu jika tidak menyanggupi permintaan dirinya.Beberapa saat kemudian... Tiba-tiba... "Oke! sepuluh miliar. Kami menyanggupinya. Kami setuju!" Benar saja. Terdengar seruan Dika dan Darren yang sudah menyanggupi permintaan Aliando. Aliando dan Nadine yang telah melangkahkan kakinya agak menjauh dari sana, akhirnya menghentikan langkah begitu mendengar seruan Darren dan Dika. Darren dan D
Sebelum duel minum dimulai, Darren meminta perhatian kepada semua orang, dia mau mengatakan sesuatu lebih dulu. "Aku dan Aliando akan duel minum. Kami akan taruhan. Jika aku kalah, maka, aku akan memberi uang sama Aliando sebesar 10 miliar...tapi jika Aliando kalah...maka, Aliando harus merelakan istrinya itu, untuk tidur denganku malam ini..." Ucap Darren dengan seringaian lebar yang seketika itu juga menghiasi bibirnya. Aliando menggeram, meremas jari jemarinya, menatap tajam tepat di manik mata milik Darren. Aliando tidak akan pernah membiarkan istrinya itu disentuh oleh laki-laki mana pun. Termasuk Darren. Tidak akan pernah. Sampai kapan pun! Semua orang mangguk-mangguk setelah sebelumnya sempat terperangah. Setuju-setuju saja karena jelas mereka ada dipihak Darren. Mereka juga berkata kalau Darren lah yang pasti akan menang.Kemudian, tatapan semua orang kompak terarah kepada Aliando dengan senyum menghina dan berkata kalau makanya jadi suami itu yang berguna, biar istrinya
Para pelayan segera meletakan sekitar sepuluh botol minuman beralkhohol sekaligus di atas meja yang akan ditenggak secara langsung oleh keduanya.Kemudian, Aliando dan Darren mulai meraih botol masing-masing, membuka tutup botolnya lebih dulu, lantas menenggak alkhohol dari botolnya secara langsung secara bersamaan.Seketika itu juga sorak-sorai para penonton kembali terdengar riuh, tepuk tangan turut serta begemuruh.Darren! Darren! Beberapa orang masih menyemangati Darren dengan menyebut-nyebut namanya.Tapi ada hal yang membuat semua orang harus dibuat terbelalak, tercengang, saat melihat Aliando yang sedang menenggak alkhoholnya, kelihatan tidak gugup sama sekali, mulus dan bisa dibilang keren. Kenapa Aliando bisa tahan minum dengan cara seperti itu? Bukannya cara minum seperti itu hanya bisa dilakukan oleh seseorang yang biasa dan jago minum?Pasalnya Aliando tidak menyandang dua predikat tersebut. Kini perhatian mereka mendadak terfokus kepada Aliando, langsung kasak-kusuk
Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, senyum dan tawa yang tengah menyertai obrolan diantara anggota keluarga Aryaprasaja mendadak pudar begitu saja. Detik berikutnya, tatapan mereka berubah sinis. Juga dingin. Di saat yang sama, terbit senyum penuh kemenangan di bibir mereka masing-masing. Rasakan pembalasan dari keluarga Aryaprasaja! Sementara Tuan Aryaprasaja mendengus dingin, ekspresi wajahnya buruk, entah kenapa, masih muak melihat melihat wajah-wajah anggota keluarga Sadewa. Akan tetapi, tiba-tiba ia menyeringai kala teringat keluarga mereka yang kini telah hancur! Dengan segala sisa-sisa tenaga, keberanian, Reno segera menjatuhkan diri di lantai diikuti yang lain setelahnya. Bersimpuh di hadapan Tuan Besar Arya dan Nyonya Kartika. "Tu ... tuan Aryaprasaja ... " ucap Reno dengan suara terbata selagi kepalanya tertunduk. "Ma ... maafkan keluarga kami karna selama ini keluarga kami telah berbuat jahat kepada Tuan Muda Aliando, kepada putra Anda ... kami mohon,
Setelah Aliando resmi diumumkan ke publik, Tuan Besar Aryaprasaja menggelar pesta besar-besar an. Pesta itu digelar sebagai bentuk rasa syukur dan bahagia atas anak laki-laki, satu-satunya keluarga mereka yang telah lama menghilang—yang tidak lain dan tidak bukan adalah Aliando—akhirnya ditemukan juga dan telah kembali ke keluarga mereka. Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari juga ingin mengenalkan Aliando kepada semua kerabat, kolega dan kenalan mereka. Serta mengumumkan Aliando sebagai pewaris tunggal keluarga Aryaprasaja. Kerajaan bisnis keluarga Aryaprasaja. Juga sebagai Presiden Direktur perusahaan milik keluarga mereka yang baru. Tidak hanya Aliando saja yang akan dikenalkan, keluarga Aryaprasaja juga akan mengenalkan Nadine, sang istri sekaligus menantu mereka, yang kini resmi menjadi bagian dari keluarga mereka. Selain itu, untuk merayakan kebahagiaan atas hamilnya Nadine, yang mana, itu berarti mereka akan segera dikaruniai cucu. Anggota keluarga Arya
Tiba di ruangan Presiden Direktur perusahaan milik keluarga Aryaprasaja, semua anggota keluarga Sadewa kompak membelakakan mata saat melihat Aliando yang sedang duduk di kursi kebesarannya dengan balutan jas mahal nan elegan. Tampan sekali. Berbeda jauh dengan tampilan Aliando yang selama ini mereka kenal. Selama sesaat, tubuh mereka membeku di tempat. Mulut-mulut terbuka lebar, terpelongo. Jadi benar jika Aliando adalah Presiden Direktur Prasaja Group! Pewaris tunggal keluarga kaya raya—keluarga Aryaprasaja! Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, Aliando tersenyum kecut di kursi, lalu bangkit dari tempat duduk, keluar dari tempat kerjanya. Berjalan mendekat ke arah mereka dengan santai dan penuh wibawa. Nadine yang sedang duduk di sofa tengah menyesap teh, segera meletakan teh di atas meja, lantas berdiri dan ikutan berjalan mendekat ke arah anggota keluarganya. Melihat Aliando tampak sedang berjalan menghampiri mereka, membuat semua anggota keluarga Sadewa tersada
Reno dan Mayang yang sedang sarapan langsung tidak selera melanjutkan sarapannya setelah mengetahui bahwa Aliando beneran anaknya Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari. Keluarga konglomerat di Jakarta. Salah satu keluarga terkaya di Indonesia. Pemilik Prasaja Group—perusahaan multinasional terbesar di negara ini. Raut muka mereka berdua langsung memancarkan aura ketakutan luar biasa. Pun pucat pasi bak mayat hidup. Di saat bersamaan, jantung mereka berdua berdetak kencang. Keringat dingin membahasi wajah mereka masing-masing. Sebab teringat akan kejahatan yang pernah mereka lakukan dulu kepada Aliando. Dalam waktu lama, mereka berdua membeku di tempat duduk masing-masing. Tengah mencerna fakta gila yang baru saja mereka berdua ketahui. Walau sebelumnya mereka sudah menduga, menebak, menerka-nerka bahwa kemungkinannya Aliando adalah putra tunggal dari pasangan salah satu keluarga terkaya di Indonesia itu, begitu tebakan mereka seratus persen benar, mere
Terduduk di kursi ruangan rapat gedung kantor perusahan keluarga Sadewa, tampilan sang presdir itu kini benar-benar kacau. "Ini ... pasti perbuatan keluarga aslinya suamimu, 'kan, Nad? Mereka yang telah membuat perusahaan kita bangkrut?" tebak Reno. Suara dan bibirnya bergetar. Pun melemah di ujung kalimat. Serta dengan pandangan lurus ke depan, kentara lemas tak berdaya. Sementara semua peserta rapat sudah keluar dari ruangan tersebut, menyisakan dirinya, Nadine dan Arjuna. Reno tidak bisa menyelamatkan perusahaannya. Benar-benar telah bangkrut. Hancur lebur dalam sekejab! Nadine menoleh dan menatap sang paman diikuti Arjuna setelahnya. Akan tetapi, mereka berdua tidak langsung menjawab, terdiam untuk beberapa saat. Setelah menghembuskan napas berat, Nadine mengangguk pelan. Membenarkan. Alhasil, ekspresi wajah Reno langsung berubah murung. Seketika lemas sejadi-jadinya. Di titik ini, Reno menyadari kesalahan dan kejahatannya yang pernah ia perbuat kepada Aliando.
Di dalam kamar, Aliando dan Nadine terlihat sedang bersiap hendak tidur. "Aku mau memberitahu sesuatu sama kamu, sayang." Ucap Aliando dengan punggung bersandar pada tepi ranjang. Setelah mengatakan hal itu, pandangan pria tampan itu yang sebelumnya menatap lurus ke depan, berganti menoleh ke arah sang istri di sampingnya. Nadine yang sedang memposisikan diri di ranjang seketika balas menoleh. "Soal apa, Mas?" tanya Nadine setelah terdiam sebentar, lantas ikutan menyenderkan punggung ke tepi ranjang. Aliando menghela napas lebih dulu sebelum kemudian melanjutkan bicara. "Tapi aku mohon sama kamu untuk enggak menjadikan bahan pikiran dengan apa yang akan aku katakan ini sama kamu, ya, sayang karena kamu dan kedua orang tuamu enggak akan dibawa-bawa, enggak akan menjadi target, kalian adalah pengecualian. Okay?" Lipatan di kening Nadine semakin bertambah. Ia dan kedua orang tuanya tidak akan dibawa-bawa? Tidak akan menjadi target? Adalah pengecualian? Nadine mencerna perk
Pukul empat sore, mobil yang ditumpangi Aliando dan Nadine berhenti di depan halaman rumah mereka. Di dalam mobil, mereka melihat ada mobil yang tak asing terparkir di halaman rumah. Itu adalah mobilnya Lidya. Aliando dan Nadine sudah tahu jika kakaknya itu datang ke rumah sore ini karena Lidya memberitahu Nadine sebelumnya. Ditambah mendapat laporan dari satpam rumah pula. Akan tetapi, Nadine tidak tahu apa tujuan sang kakak ke rumahnya. Lidya tidak memberitahukannya di telepon. Namun keduanya menduga jika Lidya hendak memohon supaya sang suami dibebaskan dari penjara, memohon supaya keduanya mencabut laporannya. Lalu, keduanya turun dari mobil, segera membawa langkahnya masuk ke dalam rumah setelah sebelumnya satpam rumah sempat melapor perihal kedatangan Lidya. Tiba di ruang tamu, Aliando dan Nadine langsung disambut Lidya dan kedua anaknya. Melihat kedatangan Aliando dan Nadine, mereka bertiga refleks berdiri. "Al ... Nadine ... " panggil Lidya dengan suara lirih, me
Pagi hari. Di rumah keluarga Aryprasaja ruangan kerja sang kepala keluarga... Tampak Pak Irawan memasuki ruangan tersebut, berjalan mendekat ke arah Tuan Besar Arya yang saat ini sedang duduk di kursi meja kerjanya. Beberapa menit yang lalu, ia mendapat pesan dari Tuan Besar Arya yang menyuruhnya untuk datang ke rumahnya. Sepertinya ada hal penting yang mau dibicarakan atau ada tugas yang akan diberikan kepadanya. Tiba di hadapan sang Tuan Besarnya, Pak Irawan langsung membungkukan badan dengan hormat lebih dulu sebelum kemudian menegapkan tubuhnya kembali. Kemudian, Tuan Besar Arya menyuruh Pak Irawan untuk duduk. Mendapati hal itu, Pak Irawan pun segera menjatuhkan diri di kursi dihadapan sang tuan besar dan duduk di sana. Memperbaiki posisi duduk lebih dulu, telah siap mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh majikannya itu. Tuan Besar Arya menatap Pak Irawan untuk beberapa saat sebelum kemudian menarik punggung dari sandaran kursi. Di saat bersamaan, rahangnya men
"Asal Kak Lidya tau aja ya ... aku itu masih kecewa sama Kakak karna tindakan Kakak yang waktu itu enggak langsung memihakku ... dan tindakan Kakak waktu itu ... keputusan Kakak waktu itu ... menandakan ... kalau Kakak sepertinya senang melihat aku dan Mas Al ribut." Lidya buru-buru menggeleng dengan isak tangis yang terdengar semakin keras begitu mendengar hal itu, kini ia benar-benar menyesal dengan tindakannya waktu di pesta itu. Seharusnya ia bersikap semestinya. Bukannya malah ikut mengompor-ngompori. Selagi Lidya bungkam, Nadine lanjut berkata. "Dan soal masalah yang sedang terjadi ... semua keputusan ada di tangan Mas Al."Mendengar itu, semua orang langsung memasang wajah tak berdaya. Begitu juga dengan Lidya. "Kami akan melakukan apa saja, Al ... asalkan kamu mau memaafkan Dion dan Dimas ... asalkan kamu mau mencabut tuntutanmu." Reno kembali bersuara setelah agak lama terdiam. Ternyata dia belum menyerah juga. Aliando menoleh dan menatap Reno. Tertarik mendengar ucapa