Catherine terlihat terdiam mendengar ucapan Kania. Wajar jika Kania semurna ini, wajar jika Kania tidak menerima permintaan maafnya.Nafas Kania memburu merasakan emosi yang melekat di dalam dadanya. Setelah membuat kehidupan dirinya dan juga Devan berantakan, bagaimana bisa Catherine berkata bahwa Devan adalah cucunya?"Selama ini Anda selalu membuangnya, bahkan Anda hampir melenyapkannya, tapi apa Anda bilang? Devan adalah cucu Anda?" Kania menggeleng dengan kuat, tangannya terkepal di samping tubuhnya. Saat ini benar-benar merasa sangat emosional, "Devan bukanlah cucu Anda. Dari dia lahir sampai sekarang Devan tidak pernah mempunyai seorang nenek!" ucap Kania penuh dengan penekanan.Catherine seolah kehilangan kata-kata mendengar seluruh fakta yang diberikan oleh Kania. Air matanya seketika jatuh, sebegitu bejadkah dirinya?"Ayo Devan, kita masuk."Kania hendak membawa masuk Devan ke dalam rumah, namun tiba-tibaBruughKania terkejut saat Catherine berlutut di hadapannya begitu saj
Kania menghela nafasnya panjang mendengar pertanyaan dari Sean, "Sebenarnya ia tidak mengacau, ia hanya meminta maaf. Tapi, kau tahu sendiri bagaimana dia dahulu memperlakukan kami. Rasanya–"Suara Kania yang gemetar di hadapannya membuat Sean merasa bersalah. Ia menyentuh bahu Kania, "Tidak perlu diteruskan, aku mengerti, Kania. Aku yang meminta Mama untuk meminta maaf padamu, tapi malah itu membuatmu tidak nyaman. Aku minta maaf,""Tidak apa-apa. Kurasa aku juga terlalu berlebihan tadi. Aku hanya takut jika ibumu mencelakai Devan lagi."Sean seketika menggeleng, ia menarik tangan Kania lalu menggenggamnya, "Aku akan pastikan kali ini Mama tidak akan melakukan hal itu lagi pada kalian, Kania." Sean melirik ke lantai atas tempat dimana kamar Devan berada, "Aku akan bicara dengan Devan di kamarnya sekarang, kau tidak perlu khawatir."Kania menganggukkan kepalanya, berharap Sean bisa membuat Devan luluh dan berhenti merajuk. Ia hanya ingin melindungi Devan, bukan untuk mengekangnya, tap
Kania terperangah mendengar ucapan Sean. Fakta bahwa Sheline hendak bunuh diri sepertinya cukup mengguncang perasaan Sean. Kania menyentuh tangan pria itu, mencoba memberikannya kekuatan."Aku harus pergi ke rumah sakit," putus Sean, ia segera mengambil jasnya yang tersampir di sofa. Melihat raut wajah Sean yang panik, Kania segera mengikutinya. Sean terlihat hendak menyetop, Kania segera menghampirinya dengan tatapan bingung, "Kau tidak membawa mobil?""Aku menyerahkan kembali mobil itu pada ibuku."Kania berdecak, ia menarik tangan Sean lalu berkata, "Kalau begitu pakai mobilku, aku juga akan ikut."Sean terlihat terkejut mendengar ucapan Keina, namun kemudian ia menggeleng, "Jangan. Kau akan merasa tidak nyaman berada di sana.""Tidak apa-apa, sepertinya aku juga ikut bertanggung jawab atas apa yang menimpa Sheline."Sean yang tidak memiliki waktu banyak akhirnya mengangguk, mereka segera bergerak ke arah mobil Kania yang terparkir lalu Sean mulai menyalakan mesin mobilnya.Sementa
Saat tengah menunggu kesadaran Sheline, Sean tersentak saat Bramantyo menghampirinya."Sean?""Ya?""Ayo kita merokok sebentar."Sean melirik ke arah Kania yang kemudian tersenyum ke arahnya, "Pergilah, aku tidak apa-apa berada di sini."Sean mengangguk, ia kemudian bangkit berdiri lalu mengikuti langkah Bramantyo yang membawanya ke arah luar. Mereka memiliki area balkon yang dekat lalu merokok di sana."Bagaimana keadaan Anda?" Tanya Sean hati-hati.Bram menghela nafasnya panjang mendengar pertanyaan Sean, "Tidak baik, tentu saja. Kau tidak tahu bagaimana shocknya aku melihat Sheline yang sudah bersimbah darah di hadapanku."Sean tertegun. Ia sendiri merasa gemetar mendengar kabar Sheline menyakiti diri sendiri, apalagi Bram yang melihat semuanya."Ini salahku karena terlalu memanjakannya." desah Bram dengan berat.Sean hanya terdiam, cukup paham apa yang sebenarnya Bramantyo tengah rasakan. Sheline adalah puteri satu-satunya yang Bramantyo miliki, wajar jika Sheline sangat dimanjaka
Leonard seketika terjaga saat mendengar bunyi suara bel pintu di apartemennya. Ia memijat kepalanya yang terasa berputar lalu bangkit. Sial, karena bir yang ia tenggak semalam, kepalanya terasa sangat pusing. Bunyi bel pintu yang semakin kencang membuat Leonard seketika berdecak. Sial, siapa yang sebenarnya mengganggu dirinya di pagi hari seperti ini?Leonard menendang botol bir yang berserakan di kamar tidurnya lalu berjalan menuju pintu. Ia benar-benar akan memarahi siapapun yang datang hari ini karena sudah menggangu tidurnya, lihat saja!Dengan enggan Leonard membuka pintu, namun alih-alih marah, Leonard seketika terkejut melihat siapa yang tiba di sana."Kejutan!"Leonard terlihat mengerjap melihat siapa yang berada di sana, "Jasmine?" ujar Leonard tidak percaya. Ia mengucek-ngucek matanya sekali lagi, meyakinkan dirinya bahwa orang yang berada di hadapannya memang Jasmine.Jasmine terlihat tertawa lebar lalu melemparkan tubuhnya ke arah Leonard, memeluk pinggang pria itu dengan
Belum sempat Kania menjawab pertanyaan wanita di hadapannya, terdengar suara Leonard yang berteriak menghampiri mereka, "Siapa yang datang, Jes?"Jasmine terlihat berdecak, ia membuka pintu apartemen Leonard lebih dalam lalu menggerakkan kepalanya, "Masuklah."Kania menelan ludahnya dengan gugup mengikuti langkah wanita di hadapannya. Benaknya yang masih dipenuhi pertanyaan siapa wanita di hadapannya saat ini membuat Kania mau tidak mau mengikutinya. Ia harus bertanya pada Leonard siapa wanita ini sebenarnya. Kenapa dia ada di apartemen Leonard dan sangat leluasa di sini?Ada perasaan rendah diri saat melihat betapa cantiknya penampilan wanita yang bernama Jasmine ini. Dengan rambut pirang bergelombang, mata biru yang jernih juga badan bak gitar spanyol membuat Kania seketika merasa tersingkir. Melihat wanita secantik ini berada di sampingnya, apa Leonard tidak merasa tergoda?"Kania? Kau datang kesini?"Leonard terlihat terkejut melihat kedatangannya. Wajah Kania terlihat sangat lela
"Kau senang sekarang?"Jasmine menganggukkan kepalanya lalu tersenyum dengan lebar mendengar ucapan Leonard, "Tentu saja. Terimakasih karena kau telah mengajakku jalan-jalan hari ini."Leonard mendengus mendengar ucapan Jasmine. Jasminenya yang menyenangkan sudah kembali, tidak ada lagi ketegangan dan nada sinis yang terlihat saat ada Kania."Tapi ada satu hal lagi yang ku inginkan,"Leonard mengangkat alisnya mendengar ucapan Jasmine, "Aku sudah mengabulkan semua keinginanmu, kau cukup serakah hari ini karena masih menginginkan hal lain.""Ayolah, ini tidak sulit."Leonard mendesah, "Baiklah, kau ingin apa?""Pinjam ponselmu."Leonard mengangkat alisnya, "Untuk apa?""Sudahlah pinjam saja. Kenapa pelit sekali sih? Bukankah kau selalu meminjamkan apapun saat kita masih bersama dulu?"Leonard seketika menyerah, ia memberikan ponselnya ke tangan Jasmine. Jasmine tersenyum dengan lebar, ia terlihat menyentuh tombol kamera di ponselnya lalu mengangkat benda itu."Senyumlah Leonard,"Leona
Sean terhenyak melihat foto yang diunggah Leonard di media sosialnya. Foto Leonard yang tengah bersama seorang wanita membuat Sean merasa terusik. Siapa wanita ini? Kenapa dia terlihat sangat dekat dengan Leonard? Jika Leonard bersama wanita ini, bagaimana dengan Kania?"Sayang, ada apa?"Leonard mengangkat wajahnya, ia mengulas senyuman tipisnya saat mendengar pertanyaan dari Sheline.Ia menggeleng kecil lalu berkata, "Tidak apa-apa. Sebaiknya kau segera tidur, Sheline."Sean segera menyelimuti Sheline, ia menyetel lampu ruangan agar menjadi temaram agar Sheline bisa segera beristirahat. Kejadian kemarin masih selalu teringat dalam benaknya, untuk sementara ia tidak akan membiarkan Sheline kembali merasa stress dengan perasaannya yang masih terikat pada Kania.Setelah memastikan Sheline tertidur, Sean segera pergi ke arah balkon rumah sakit. Ia kembali mengangkat alisnya lalu menatap media sosial milik Leonard.Entah kenapa perasaannya menjadi tidak enak melihatnya, pemikirannya lang
Saat mengetahui bahwa yang berada di hadapannya adalah Leonard, Kania segera mengambil langkah. Ia mundur untuk kemudian berlari menghindar dari pria itu.Leonard yang melihat Kania melarikan diri darinya segera menyusulnya. Dengan cepat ia kembali menahan Kania lalu bertanya dengan nafas tersengal saat berhasil mendapatkan tangannya, "Kenapa kau lari?""Lepaskan aku.""Baik, tapi bagaimana kalau kita bicara? Aku sudah menyewa seluruh tempat ini khusus untukmu, apa kau tidak sayang jika aku membuang-buang uang karena kau tidak mau menemuiku?""Aku tidak menyuruhmu menyewa tempat untukku,""Ayolah Kania, aku mohon."Kania terlihat menghela nafasnya panjang, "Baik, tapi lepaskan tanganku dulu."Dengan cepat Leonard melepaskan genggaman tangannya. Kania segera memilih kursi yang berada tepat di hadapannya lalu duduk di sana. Musik romantis segera mengalun saat mereka duduk berdampingan. Kania memberikan tatapan jengahnya, sebenarnya apa maksud pria ini?"Kenapa kau lari?""Tidak apa-apa,
Leonard pulang ke rumahnya dengan langkah gontai. Setelah berkeliling selama hampir satu jam di dalam bandara, Leonard sama sekali tidak bisa menemukan Kania dimanapun. Kania sudah pergi dari kehidupannya, ia terlambat, sangat terlambat."Jadi bagaimana? Kamu menemukan wanita itu?"Leonard mendengus kuat mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Lauren tepat saat ia tiba di kediaman mereka."Mama pasti senang sekarang, Kania tidak bisa aku temukan. Dia sudah pergi dari hidupku selamanya. Apa sekarang Mama puas?" Tukas Leonard dengan penuh emosional.Alih-alih merasa simpati Lauren yang malah menuang alkohol ke gelasnya membuat Leonard merasa geram. Lauren memang sudah tidak perduli kepadanya lagi."Sepertinya Mama cukup senang karena sudah menghancurkan hidupku." ucap Leonard dingin. Ia menghela nafasnya panjang lalu mulai beranjak meninggalkan Lauren.Namun, baru saja ia hendak melangkah, Lauren tiba-tiba memanggilnya kembali, "Kau akan menyerah begitu saja padanya?"Leonard seketika m
Leonard seketika tertegun mendengar ucapan Jasmine. Jasmine terlihat sangat serius di hadapannya membuat Leonard seketika mengangkat alis."Apa maksudmu?""Hari ini adalah keberangkatan Kania, apa kau akan terus berdiam diri di tempat ini dan membiarkan Kania pergi begitu saja?"Mata Leonard seketika melebar mendengar ucapan Jasmine, cekalannya di tangan Jasmine seketika terlepas, "Kania pergi hari ini?" tanyanya dengan nada tidak percaya. Sepengatahuannya projek mereka belum selesai dengan sempurna, masih ada beberapa tahapan pendistribusian dan promosi produk yang harus dilakukan."Pekerjaannya untuk membuat pakaian sudah selesai, jadi dia tidak akan ikut andil dalam promosi produk, semuanya hanya akan dilakukan oleh pihak Valerine."Leonard terlihat terhenyak mendengar penuturan Jasmine. Jadi Kania benar-benar akan pergi hari ini?"Tunggu apa lagi? Pergi!"Mendengar ucapan Jasmine, Leonard segera beranjak dari sana. Ia berlari keluar dari restoran itu tanpa menghiraukan panggilan d
"Yak selesai! Hasilnya bagus sekali."Semua bertepuk tangan ketika foto terakhir yang diambil dari Jasmine selesai. Beberapa orang menyalami Kania dan juga Jasmine karena projek itu berhasil dilakukan. Kania tersenyum, merasa cukup lega karena ia bisa melakukan projek itu tepat pada waktunya. Meski hatinya teramat berantakan dan juga banyak drama yang terjadi, akhirnya semuanya selesai. Ia menatap kursi tempat Leonard berada yang diduduki oleh Hannah. Masih sama, Leonard masih tidak ingin menemuinya sama sekali."Nanti malam akan ada perayaan kecil karena pekerjaan kita sudah selesai dilakukan, apa Ibu mau ikut?"Kania menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan dari Dewi, "Kalian saja yang ikut, saya akan mempersiapkan semua persiapan kita untuk terbang besok?""Apa tidak apa-apa, Bu?" Tanya Dewi merasa tidak enak."Tidak apa-apa, kalian sudah banyak bekerja keras selama dua Minggu ini. Bersenang-senanglah di sana. Ah, jangan lupa bawa instal aplikasi bahasa di ponsel kalian masing-
Setelah kejadian di rumah sakit tempo hari, Leonard tidak pernah datang lagi ke pertemuan mereka. Hanya ada asistennya yang mengikuti pertemuan mereka beberapa kali.Penasaran dengan keadaan Leonard, Kania menahan langkah asisten pribadinya setelah rapat selesai."Hannah, bisa bicara sebentar?"Hannah terlihat mengangkat alisnya lalu kemudian mengangguk mendengar pertanyaan Kania, "Ya, ada apa Bu Kania?""Apa Leonard baik-baik saja? Ah maksud saya sudah beberapa kali dia mangkir dari pertemuan kami.""Ah, Pak Leon baik-baik saja, dia sangat sibuk akhir-akhir ini karena projek yang lain. Apa ada masalah jika saya yang menggantikan Beliau?"Kania segera mengibaskan tangannya mendengar ucapan Hannah, "Ah tidak, kamu adalah orang yang kompeten juga, saya rasa Leonard tepat memilih kamu untuk mengurusi projek ini. Kalau begitu terimakasih,"Kania terlihat membalikkan tubuhnya untuk beranjak, namun Hannah kembali memanggilnya."Emm... Bu Kania? Apa Anda memiliki pesan untuk atasan saya?"Ka
Delon seketika terdiam mendengar ucapan Leonard. Keningnya berkerut dengan bingung, jadi mereka sudah saling mengenal sebelumnya? Tapi kenapa mereka berpura-pura tidak saling mengenal seolah baru berkenalan? Sebenarnya sedalam apa hubungan mereka hingga Leonard bersikap sangat posesif kepada Kania?Delon menghela nafasnya panjang, tidak ingin membuat keributan karena hal sepele akhirnya ia menyerah."Baiklah, saya serahkan Bu Kania kepada Anda."Delon menatap ke arah Kania yang masih tidak sadarkan diri lalu beranjak meninggalkannya. Untuk terakhir kalinya ia membalikkan tubuhnya lalu tertegun saat melihat pemandangan Leonard yang tengah memegang tangan Kania dengan erat. Delon terlihat mengangkat alis, sebenarnya apa hubungan mereka hingga Leonard bisa bersikap sedekat itu pada Kania?****Kania mengerjapkan matany saat mendapati atap putih di hadapannya, bau alkohol dan obat-obatan yang menyeruak membuat Kania seketika terhenyak. Dimana ia? Apa dia ada di rumah sakit?Kania mengangk
Kania mendesah panjang, "Haruskah kita melakukan ini?""Aku harus meyakinkan segalanya berjalan dengan lancar."Dengan ragu Kania menyambut telunjuk itu. Entah apa yang sebenarnya terjadi, Jasmine Maureen adalah gadis yang teramat percaya diri, kenapa ia melihat Jasmine sangat berusaha keras agar hubungannya dengan Leonard berjalan dengan lancar?"Sekarang, apa aku boleh pergi?"Jasmine menganggukkan kepalanya mendengar pertanyaan Kania, Kania mengusap mulutnya dengan serbet lalu bangkit berdiri.Tepat sebelum ia melangkah, Jasmine kembali memanggilnya."Aku minta maaf atas segala sikap menyebalkan yang aku tunjukkan selama ini padamu, Kania."Kania mengulas senyumnya mendengar ucapan Jasmine, "Ternyata kau sudah banyak berubah. Tidak apa-apa aku mengerti semuanya. Kau memang lebih pantas untuk Leonard."Setelah berkata seperti itu, Kania meninggalkan meja mereka. Ia menghela nafasnya panjang lalu kembali ke ruangan bengkelnya.Dewi yang melihatnya hanya bisa terkejut saat tatapan Kan
"Anda menyukai seseorang?""Ya, saya harap Anda mengerti ucapan saya hari ini Pak Delon. Kalau begitu saya permisi."Kania segera bergerak meninggalkannya Delon dengan cepat. Ia menghela nafasnya panjang, sebelum semuanya semakin rumit dan memusingkan, ia harus bisa menyelesaikan seluruh tugas ini dengan cepat. Jika perlu, ia akan menyelesaikan semuanya kurang dari dua minggu.****Selama seharian penuh, Kania berada di bengkel kerjanya. Seperti tekadnya kemarin, ia akan menyelesaikan seluruh pekerjaan ini dengan cepat. Ia sudah tidak bisa terus berada di sini dan menyiksa seluruh hatinya.Pintu ruangannya seketika diketuk, Dewi menghampiri dirinya lalu terhenyak saat melihat Kania berada di sana pagi-pagi sekali."Ibu? Ibu semalaman berada di sini?" Tanya Dewi dengan raut wajah terkejut."Ya, saya harus menyelesaikan semuanya dengan cepat agar kita segera kembali.""Tapi Bu, kalau begitu terus ibu bisa sakit.""Saya baik-baik saja, Dewi."Tepat saat ia mengatakan hal itu, darah segar
"Anda memang cukup jeli, Bu Jasmine. Siapa yang tidak tertarik pada Bu Kania? Dia wanita yang mandiri dan cantik, bagaimana saya tidak terpesona olehnya?"Kania terperangah tidak percaya mendengar ucapan Delon yang terus terang. Delon tersenyum ke arahnya tanpa beban sama sekali membuat Kania merasa sangat gugup. Kania segera mengambil minumannya lalu menyeruputnya dengan perlahan, mengabaikan tatapan tajam dari Leonard yang sejak tadi tiba-tiba terdiam."Pak Delon benar-benar tipe pria yang romantis, Anda menyatakan ketertarikan Anda pada Bu Kania tepat disaat Bu Kania ada di hadapan Anda.""Bu Kania hanya sebentar di sini, jadi saya harus bergerak cepat, bukan?""Ah, Anda benar."Berbeda dengan dirinya yang merasa canggung, Delon dan juga Jasmine malah terlibat pembicaraan seru. Kania menghela nafasnya, sungguh ia ingin melarikan diri saja dari tempat ini.Tepat saat ketidaknyamanan yang ia rasakan semakin tidak terkendali, ponsel Kania berdering dengan nyaring. Tidak peduli siapa