"Maaf, tapi aku memang harus mengganggu waktu kalian," ucap Lily yang baru saja masuk kembali ke dalam ruangan Rion tak lama setelah dia keluar.
Kehadiran yang membuat dua orang itu menghentikan aktivitasnya."Pak Rion, Manager Arsen meminta kita bertemu hari ini. Tempatnya juga mereka yang menentukan, dia mengatakan kalau tidak ada waktu lain selain hari ini," ucap Lily setelah menyapa Jira kembali dengan senyuman tipisnya."Batalkan atau tunda saja pertemuan dengan trainee, kita lebih dahulukan untuk bertemu dengan Arsen. Aku tahu bagaimana sifat pria itu. Jadi, jangan sampai dia membatalkan rencananya untuk masuk agensi kita." Rion meraih jas miliknya, memakainya dengan terburu-buru. "Kita berangkat ke sana sekarang.""Baik."Mengecup kening wanita yang tengah terduduk, Rion memberikan satu usapan pada kepala sang istri. "Aku pergi dulu. Lebih baik kau pulang saja, kalau semuanya lancar, aku akan pulang lebih cepat," ucap Rion dengan satu kecupan lain yang diberikan pada kening Jira, istrinya.Jira menunjukan kekecewaan pada raut wajahnya, sebelum dia mengangguk. "Padahal aku baru datang. Kau memang begitu sibu," keluhnya kemudian. "Tapi mau bagaimana lagi kan? Kalau begitu hati-hati."Rion tersenyum tipis dan mengangguk."Ayo, Lily. Hubungi manager Arsen dan katakan kalau kita berangkat ke sana sekarang. Mungkin akan membutuhkan waktu lebih kurang dua jam untuk sampai di sana. Cukup sampai Arsen menyelesaikan pemotretannya." Rion berjalan dengan langkah tergesa, meninggalkan Jira di sana.Lily yang sejak tadi berada di belakang Rion pun paham dan segera melakukan apa yang Rion perintahkan. Dia juga merasa cukup puas melihat Jira pada akhirnya tidak bisa berduaan lagi dengan Rion.Melewati dua jam perjalanan, tepat seperti yang diperkirakan Rion, akhirnya mereka sampai di tempat yang disebutkan Arsen. Perjalanan jauh benar-benar membuat Lily lelah. Demi tuhan, saat dia bertemu dengan Arsen nanti, dia akan memberinya pelajaran."Dimana mereka?" tanya Rion pada Lily stelah turun dari mobil.Jika sedang membahas pekerjaan seperti ini, Lily benar-benar kagum pada Rion. Pria itu benar-benar akan serius dan tak main-main."Sepertinya di sana," tunjuk Lily pada sekerumunan orang di pesisir pantai.Benar, Pantai. Bayangkan dengan pakaian kantornya dan heels yang dia kenakan, dia harus melewati pasir untuk bertemu dengan Arsen. Lily benar-benar membenci Arsen dengan kegilaanya ini."Ayo ke sana sekarang juga," ucap Rion yang lantas berjalan terlebih dahulu.Rion benar-benar tak perduli apapun lagi selain pekerjaan. Pria itu bahkan tak masalah saat melangkah melewati pasir putih yang mengotori sepatu mahalnya. Membuat Lily mau tidak mau melakukan hal yang sama. Ini semua gara-gara Arsen!"Wow, aku sangat tersentuh kau benar-benar datang kemari." Arsen meletakkan kedua tangannya di dada, bersikap seolah dia sangat tersentuh akan kehadiran Rion. Pemilik agensi yang akan dia tempati."Senang bertemu denganmu, Arsen. Aku tidak pernah ingkar dengan apa yang aku katakan," jawab Rion dengan uluran tangannya pada pria itu."Senang juga bertemu denganmu, Pak Rion dan juga, Nona Lily?" Arsen meraih uluran tangan Rion, dia bahkan menunjukan senyum tanpa merasa bersalah. Membuat Lily rasanya ingin merobek mulut itu."Apa pemotretan yang sedang kau lakukan belum selesai?" tanya Rion begitu sopan."Ah, sayang sekali belum. Kita sedang berhenti sejenak karena ada masalah pada lensa kamera. Mereka sedang menggantinya sebentar. Mungkin aku akan selesai sekitar lima belas menit lagi," jawab Arsen."Kalau begitu bisakah kita terlebih dahulu bertemu dengan managermu? Kita bisa membahasnya dengan managermu lebih dahulu, agar kita bisa mempercepat pembahasan yang akan dilakukan," Lily menyela."Ah, benar sekali. Kita bisa berbicara dengan managermu terlebih dahulu sebelum membahas kontraknya denganmu," ucap Rion setuju."Tentu." Arsen menunjukan senyumnya. "Managerku ada di cafe sana, kau bisa menemuinya. Kebetulan dia juga sedang menunggu kedatanganmu.""Baik, kalau begitu—""Aku ingin Nona Lily tetap di sini." Arsen memotong Lily yang hendak berpamitan.Lily dan Rion lantas menatap Arsen tidak mengerti."Begini, aku ingin selama aku menunggu pemotretan dimulai kembali Nona Lily ini bisa menjelaskan sedikitnya padaku tentang kontrak. Jadi selama kau berbicara dengan managerku, aku berbicara dengannya.""Ide bagus. Kalau begitu aku serahkan padamu, Lily," ucap Rion yang lantas meninggalkan keduanya.Lily menghela nafasnya kasar. Kesal sekali, baik pada Rion yang menyetujuinya begitu saja atau pada Arsen dengan ide gilanya itu. Lily hafal sekali jika Arsen juga pasti bermaksud lain."Nice to see you, little queen," ucap Arsen pada Lily begitu Rion tak lagi berada di sana.Lily memutar bola matanya malas. "Sialan.""Hust, jangan begitu. Bagaimana kalau ada yang mendengar? Kau harus menjaga bicaramu itu padaku kalau di tempat umum. Bicara kasarnya kalau berdua denganku saja, apalagi saat di kamar, tidak masalah sama sekali." Arsen berujar dengan suara yang pelan, setengah berbisik.Lily kembali memutar bola matanya malas. Menghindari tatapan Arsen."Duduklah, tunggu aku di sana. Kau pasti lelah setelah menempuh perjalanan jauh. Aku akan menyelesaikan pemotretannya dengan cepat," ucap Arsen, kali ini dia bersikap lembut."Kalau tahu perjalanannya melelahkan kenapa malah sengaja sekali meminta aku dan Rion datang kemari?""Daripada aku batalkan pertemuannya? Aku juga mau melihatmu, rindu."Lily mendecih. "Rindu macam apa? Kau baru saja menerobos apartemenku semalam."Arsen tertawa mendengarnya. "Jangan bahas itu di sini, baby.""Aku benar-benar semakin membencimu, Arsen.""I love you too, my little queen." Sekali lagi Arsen tertawa. "Tunggu saja di sana, aku akan cepat."Tanpa menunggu jawaban lain dari Lily, Arsen lantas segera meninggalkan wanita itu. Dia pergi kembali pada spot pemotretan, tak jauh dari sana. Membuat Lily akhirnya duduk di kursi yang ada di sana. Sepertinya kursi yang disediakan untuk Arsen. Menonton Arsen yang tengah berpose."Kenapa lagi?" tanya Lily saat melihat Arsen sudah kembali mendekat padanya."Ayo, sudah selesai.""Wow. Apa lima belas menit secepat itu?""Aku percepat. Kenapa? Kecewa karena tidak bisa melihatku berpose lebih lama?""Menjijikan." Lily bangkit dari duduknya. "Dimana mobilmu?""Wah, sabar, Lily. Antarkan aku berganti pakaian dulu."Lily menghela nafasnya lagi. "Kau semakin membuatku kesal, Arsen.""Terima kasih, ruang gantinya di toilet seberang jalan. Anda bisa bantu saya membawakan tas yang berisi pakaian gantiku, Nona Lily." Arsen menunjuk sebuah tas yang ada di dekat kursi yang sempat Lily tempati.Dengan kesal Lily meraihnya. Mau tidak mau, sebab dia teringat jika agensinya tengah berusaha mendapatkan kontrak dengan Arsen.Keduanya berjalan berdampingan, meski Lily berkali-kali memberi jarak yang cukup jauh untuk mereka berdua, berkali-kali juga Arsen mendekat ke arahnya. Sampai pada akhirnya pria itu berbisik tepat di telinga Lily."I want you, i miss your touch, Lily.""I want you. I miss yout touch, Lily."Mendengar hal itu dari bibir Arsen membuat Lily tersenyum melihat ke arahnya. "You want me so bad?" tanyanya dengan bibir bawahnya sendiri yang kemudian dia gigit. She's doin a flirty.Arsen mengangguk cepat, begitu yakin tanpa harus berpikir terlebih dahulu. Jawabannya sudah terpatri di kepala."Aku akan masuk ke dalam bersamamu," ucap Lily setengah berbisik.Hal itu lantas membuat Arsen tersenyum begitu lebar. Seolah dia tengah mendapatkan kemenangannya. Langkahnya pun nampak semakin cepat, membuat Lily harus susah payah mensejajarkan langkahnya dengan langkah lebar Arsen."Kemari." Arsen menarik tangan Lily untuk masuk ke dalam ruangan tersebut bersamanya.Lily hanya menurut, membiarkan dirinya ditarik ke dalam ruangan sebelum akhirnya Arsen mengunci pintu dan mengurung tubuhnya dengan kedua tangan, hingga punggung Lily menyentuh tembok dingin di sana.Arsen mendekatkan kepalanya, berniat meraih bibir Lily dengan bibirnya. Tetapi, pada saat be
“Oh? Kau tidak melihat update baru dari istrimu di sosial medianya? Sepertinya dia juga sedang ada di kota ini."Rion terkejut, begitu pula dengan Lily. Saat di perjalanan kemari Rion mengatakan akan mengajaknya menginap semalam di sini, tentu tanpa sepengetahuan siapa pun termasuk Arsen. Mereka berdua ingin menghabiskan waktu bersama sebelum besok pagi sekali kembali pulang.Namun, apa yang dikatakan Arsen membuat keduanya terkejut. Rion segera mengecek ponselnya untuk memastikan kebenaran atas apa yang Arsen katakan, dan benar saja, Jira sedang berada di kota yang sama dengannya. Rion membuka pesan yang masuk ke dalam ponselnya, ada salah satu pesan masuk dari sang istri.[Rion, aku mendengar kau sedang melakukan pertemuan dengan Arsen. Hubungi aku kalau sudah selesai, aku baru saja selesai bertemu dengan temanku di kota yang sama denganmu. Ayo berlibur di sini sampai besok. Sudah lama kita tidak berlibur bersama, aku merindukanmu.]“Jira memang di sini ternyata,” ucap Rion setelah
Jika dihitung, sudah sekitar empat bulan sejak Lily menjadi teman tidur Rion. Semua itu bermula dari Rion yang pergi untuk melakukan pekerjaan mereka di luar kota. Di sanalah malam pertama mereka terjadi. Malam yang membuat Rion menginginkan Lily lagi dan lagi, hingga saat ini."Sedang memikirkan Rion?" tanya Arsen tiba-tiba.Lily tersentak, dia tersadar dari lamunannya akan hari itu. "Kembalilah ke kamarmu, Arsen.""Kenapa? Tidak takut kesepian?""Apa aku pernah mengatakan aku kesepian? Never, Arsen."Kekehan terdengar dari Arsen. Pria yang tengah berbaring di atas sofa dengan paha Lily sebagai bantal itu menatap wanita yang sama sekali tak menunduk menatap ke arahnya."Kapan ya terakhir kali kita staycation? Seingatku tahun lalu kita masih bisa staycation bersama. Menghabiskan waktu berdua saja." Arsen menatap Lily lekat. Tangannya terulur menyentuh pipi wanita itu. "Sekarang kau banyak berubah."Lily menunduk. Menatap Arsen yang berbaring di pangkuannya. Dia tidak bisa mengelak, apa
"Hanya saja, Jira mulai curiga denganku. Dia baru saja bertanya apa aku berkencan dengan wanita lain."Lily tampak terlihat tenang saat Rion mengatakan hal tersebut. Tangannya malah bergerak untuk meraih jemari Rion, menautkan jemarinya pada jari panjang milik pria itu. "Apa dia mencurigai aku sebagai wanita itu?"Rion menahan senyumnya. Dia merasa cukup kesal dan khawatir secara bersamaan sampai beberapa saat lalu. Namun, respon yang diberikan Lily sekarang mampu membuatnya lebih baik. Dia juga juga merasa lebih nyaman. Perlakuan yang Lily berikan saat mereka tengah berdua seperti ini memang menjadi yang ternyaman untuk Rion. Kenyamanan yang tidak dia dapatkan dari sang istri."Tidak. Dia malah curiga pada Viona, salah satu trainee."Lily menatap Rion. "Benarkah? Kenapa bisa begitu?""Karena akhir-akhir ini kita sering menemuinya. Dia kira aku dan Viona hanya menjadikan itu alasan," ucap Rion tertawa kecil. "Jira tidak tahu ada wanita yang lebih membuatku tergoda," tambahnya dengan s
"Bagaimana kalau ternyata aku datang untuk membalas dendam? How do you think, Rion?"Mungkin terdengar seperti Lily menggali kuburannya sendiri. Hanya saja dia sengaja memancing respon Rion di sana. Untuk memastikan apa yang harus dia lakukan dengan rencana balas dendam yang selanjutnya.Rion tak kunjung memberikan jawaban. Yang dilakukan pria itu hanya terdiam menatap Lily yang tengah tersenyum. Hal itu lantas membuat Lily akhirnya tertawa."Seandainya, Rion. Apa kau takut aku benar-benar datang karena akan membalas dendam?" tanya Lily di tengah tawanya. Ini benar-benar memuaskan!Rion terdiam sejenak, sebelum akhrinya menggelengkan kepala. "Itu karena kau begitu cantik," ucap Rion dengan satu kecupan pada bibir Lily.Benar-benar hal yang tak disangka."Jira sudah bangun. Seharusnya kau segera kembali ke sana. Bagaimana pun, kau tidak ingin dia tahu tentang kita bukan? Karena kau tidak menginginkan perceraian," jelas Lily.
Ya, Jira Aldista. Istrinya sendiri.Jira menggelengkan kepalanya tak percaya. Jantungnya berdegup kencang saking terkejutnya dengan pemandangan yang dia dapati. Dimana suaminya tengah memangku wanita lain dengan pakaian yang sama-sama berantakan."Kau menyuruhku datang hanya untuk memperlihatkan ini, Rion? Brengsek sekali!" teriak Jira dengan kemarahannya.Sedangkan Lily menatap Rion dengan cepat. Menatap pria itu tajam. "Kau sengaja melakukan ini?""Surprise, Lily," bisik Rion tepat di telinga Lily.Jira berjalan dengan cepat pada Lily yang masih berada di atas pangkuan Rion. Sebab pria itu masih mencoba menahan tubuhnya agar tak beranjak. Tak perduli dengan Jira yang kini terlihat sangat amat marah."Wanita murahan. Jalang sialan!"Jira berniat meraih rambut Lily. Namun, dengan cepat Rion memutar kursinya. Membuat Jira tak dapat meraih rambut Lily di sana. Rion melindunginya."Rion brengsek! Kenapa kau jahat s
Dua kaleng bir kosong berada di atas meja. Seorang wanita yang tengah bersandar pada sandaran sofa bisa dilihat dengan jelas jika dia tengah kacau. Penampilannya juga tak kalah kacau sekarang.Arsen yang baru saja datang menarik nafasnya dalam, sebelum pada akhirnya dia hembuskan dengan kasar. Miris dan iba secara bersamaan melihat Lily yang seperti itu. Meski bukan kali pertama dia melihatnya seperti ini."Asam lambungmu bisa naik kalau seperti itu. Sudah makan? Mau aku pesankan lasagna?" tanya Arsen dengan suara yang lembut.Tentu arsen tidak lantas membahas apa yang tengah terjadi pada Lily. Alasan utama Arsen bergegas meninggalkan pekerjaannya saat mendengar suara Lily yang bergetar, karena baginya wanita itu adalah yang paling utama. Arsen tak lantas bertanya apa yang sebenarnya terjadi, dia mengerti Lily membutuhkan waktu sejenak. Wanita itu pasti akan bercerita dengan sendirinya nanti. Arsen tak ingin memaksa.Lily menggeleng. "Tidak berselera."Arsen mendekat, dia mengambil te
"Feel better?" tanya Arsen lembut.Lily mengeratkan pelukannya pada Arsen. Berbaring di kasur yang sama dengan posisi saling memeluk satu sama lain, membuat keduanya kembali teringat masa lalu. Dimana dulu mereka sering seperti ini. Tidak selalu tentang bercinta, mereka seringkali seperti ini hanya sebagai teman. Saling memberikan kenyamanan satu sama lain.Dan kali ini, mereka kembali seperti ini setelah sekian lama.Terdengar jahat jika dikatakan memang, tapi Arsen bersyukur jika Lily mengalami kegagalan dalam membalaskan dendam. Hingga wanita itu kembali menjauhi Rion. Meski, tetap Arsen akan memberikan pelajaran pada Jira dan Rion."Kapan kau kembali? Bukankah sedang bekerja?" tanya Lily dengan suara yang parau."Sebentar lagi. Setelah kau tidur," jawab Arsen. "Atau aku menginap saja di sini?""Tidak, Arsen. Jangan membuat masalah, managermu juga pasti kesulitan karena kau tiba-tiba pergi seperti itu," larang Lily.A
"Jadi, mau kemana kita, Rion?"Lily mendecak kesal. Ini waktunya pulang, hari juga sudah gelap. Tapi lagi-lagi Rion membawanya dengan paksa pada tempat yang sama sekali tak diketahui Lily."Acara pertunangan adik Jira," jawab Rion tanpa beban."WHAT?! Kau gila?!"Lily menghentikan langkahnya dengan cepat. Matanya membulat sempurna menatap pada Rion yang menunjukan senyuman lebarnya. Baiklah, pria itu ternyata benar-benar gila!"Rion, kau taruh dimana otakmu itu, ha? Kau ingin aku datang ke acara keluarga Jira? Wanita itu?"Rion mengangguk tanpa beban. "Ya, betul sekali. Apa masalahnya?"Lily mengacak rambutnya frustrasi. Tak habis pikir dengan Rion yang katanya memiliki IQ di atas rata-rata tapi bodoh seperti itu. "Keluarga Jira juga pasti sudah tahu tentang aku. Kau mau mempermalukanku di sana?""Tapi, keluarga Jira tidak tahu.""What?!""Kau pikir Jira akan membiarkan keluarganya tahu kalau a
Sudah dua hari sejak Arsen mengetahui Lily kembali pada Rion. Pertengkaran di antara mereka berdua benar-benar membuat keduanya tak saling menghubungi satu sama lain. Nyatanya, baik Lily atau Arsen, keduanya memiliki gengsi yang tinggi untuk menghubungi terlebih dahulu. Meski pun, jelas jauh dari dalam diri mereka menginginkan penyelesaian dari masalah yang tengah di hadapi. Tidak terbiasa juga harus saling menjauh, saling merindukan di dalam hati.Sampai pada akhirnya, secara tak sengaja mereka bertemu di lift yang sama. Mengingat mereka berdua memang tinggal di gedung apartemen yang sama."Jadi, bagaimana? Aku boleh menginap sampai besok, ya?"Lily mendengarnya. Seorang gadis yang tengah menempel pada Arsen berucap demikian.Di dalam sana hanya ada mereka bertiga, alasan gadis itu tanpa ragu bergelayut di lengan Arsen."Iya, menginap saja. Tapi kau harus menurut padaku, jangan sampai membantah apa yang aku katakan," jawab Arsen.
Rentetan kalimat yang cukup panjang bisa Lily dengar di telinganya. Suara Rion yang berbisik tepat di sana bisa dia dengar dengan jelas. Dan apa yang dikatakan pria itu mampu membuatnya terkejut. Tidak pernah menyangka jika pria itu akan meminta hal seperti itu."Bagaimana, Lily?" tanya Rion begitu dia sudah kembali menjauhkan wajahnya dari telinga Lily."Kau gila?" tanya Lily balik. Kepalanya menggeleng tak percaya dengan apa yang Rion bisikan padanya.Rion mengangkat bahunya, membentuk garis lurus pada bibirnya. "Oke, aku tidak akan memaksa. Tapi, kau pikirkan baik-baik. Itu bisa menjadi sebuah keuntungan untukmu."Sekali lagi Lily menggeleng tanpa ragu. "Tentu jawabannya tetap tidak!""Okay, Love. Tapi pikirkan lagi, aku siap kalau kau mau berubah pikiran. Tinggal katakan saja padaku nantinya," ucap Rion dengan tangan yang mengusap lembut kepala Lily."Anyway, kau baik-baik saja sekarang?" tanya Rion dengan tangan yang sudah b
"Helo, Jira!"Sapa Lily begitu dia telah memutarkan kursi yang tengah dia duduki. Wanita itu bahkan lantas menunjukan senyuman palsunya, bertingkah seolah tidak apa pun sebelumnya.Jira berjalan ke arah Lily, dia bersiap dengan segala makian yang akan dia lemparkan pada Lily yang masih terduduk di tempatnya. Bahkan, terlihat jelas jika Jira berniat melayangkan tangannya pada Lily. Entah memukul, atau semacamnya."Ow, Rion. Tidak apa-apa. Aku bisa menghadapinya," ucap Lily saat Rion sudah lebih sigap berdiri di depan Lily.Pria itu sengaja, menghalangi Jira agar tidak menyakiti Lily. Dia juga tidak ingin jika keributan dengan fisik terjadi di sana."Jangan menyakiti secara fisik. Kau tahu itu bukan cara yang elegan," ucap Rion memperingatkan pada Jira.Jira menatap Rion kesal. Bahkan suaminya sendiri lebih memilih melindungi Lily."Tenang, Rion. Menyingkirlah," ucap Lily bersamaan dengan tangan yang menggeser tubuh Rion
Tertawa di dalam ruangan yang sama, dua orang itu seperti pesakitan yang baru saja melarikan diri dari sebuah rumah sakit.Duduk berhadapan dengan beberapa berkas menumpuk di atas meja yang menjadi pembatas keduanya. Saling menatap dan tertawa satu sama lain, berkali-kali mereka menggelengkan kepala. Tak habis pikir dengan isi kepala mereka masin-masing."Kau memang gila Lily. Kau banyak berubah, tapi aku sangat menyukai dirimu yang sekarang. Dengan kegilaanmu," ucap Rion saat tawanya terhenti.Bersandar pada sandaran kursi dan menumpukan satu kakinya pada kakinya yang lain, Lily menatap Rion dengan senyuman."Tapi aku tidak segila kau, Rion.""Wow, tidak lebih gila dari aku? Hey, apa membiarkan orang kantor tahu tentang perselingkuhan kita adalah hal yang normal?" Rion menggelengkan kepalanya, tak terima."Bukankah kau juga yang memintaku mempertahankan Jira? Bagaimana bisa kita terang-terangan berselingkuh seperti tadi? Bukan membuat Jira semakin mencintaiku, yang ada dia akan semak
'Katakan dimana kau sekarang? Aku akan ke sana sekarang juga!'Suara pria yang berasal dari ponsel Lily membuat wanita itu harus sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga. Pasalnya, lawan bicaranya di seberang sana tengah berbicara dengan nada tinggi. Terdengar marah saat Lily mengatakan tengah bersama Rion sekarang."Arsen, tenanglah. Jangan khawatir, aku bisa mengatasi ini sekarang. Fokus dengan pekerjaanmu saja, aku sudah bisa berpikir dengan baik sekarang, sebelumnya aku hanya terlalu kacau sehingga tidak berpikir dengan baik. Aku sudah menemukan cara lain," jelas Lily.'Tapi kau mungkin akan semakin berada dalam bahaya, Lily. Kau tidak tahu senekat apa Rion.'"Dan kau tahu senekat apa aku. Jangan khawatir, kita bicara lagi nanti, aku akan datang ke apartemenmu kalau kau sudah selesai. Ingat, jangan tiba-tiba meninggalkan lagi pekerjaanmu, aku tidak ingin kau terlibat masalah. Sampai jumpa, Arsen."Panggilan dimatikan, sebuah pesan Li
"Feel better?" tanya Arsen lembut.Lily mengeratkan pelukannya pada Arsen. Berbaring di kasur yang sama dengan posisi saling memeluk satu sama lain, membuat keduanya kembali teringat masa lalu. Dimana dulu mereka sering seperti ini. Tidak selalu tentang bercinta, mereka seringkali seperti ini hanya sebagai teman. Saling memberikan kenyamanan satu sama lain.Dan kali ini, mereka kembali seperti ini setelah sekian lama.Terdengar jahat jika dikatakan memang, tapi Arsen bersyukur jika Lily mengalami kegagalan dalam membalaskan dendam. Hingga wanita itu kembali menjauhi Rion. Meski, tetap Arsen akan memberikan pelajaran pada Jira dan Rion."Kapan kau kembali? Bukankah sedang bekerja?" tanya Lily dengan suara yang parau."Sebentar lagi. Setelah kau tidur," jawab Arsen. "Atau aku menginap saja di sini?""Tidak, Arsen. Jangan membuat masalah, managermu juga pasti kesulitan karena kau tiba-tiba pergi seperti itu," larang Lily.A
Dua kaleng bir kosong berada di atas meja. Seorang wanita yang tengah bersandar pada sandaran sofa bisa dilihat dengan jelas jika dia tengah kacau. Penampilannya juga tak kalah kacau sekarang.Arsen yang baru saja datang menarik nafasnya dalam, sebelum pada akhirnya dia hembuskan dengan kasar. Miris dan iba secara bersamaan melihat Lily yang seperti itu. Meski bukan kali pertama dia melihatnya seperti ini."Asam lambungmu bisa naik kalau seperti itu. Sudah makan? Mau aku pesankan lasagna?" tanya Arsen dengan suara yang lembut.Tentu arsen tidak lantas membahas apa yang tengah terjadi pada Lily. Alasan utama Arsen bergegas meninggalkan pekerjaannya saat mendengar suara Lily yang bergetar, karena baginya wanita itu adalah yang paling utama. Arsen tak lantas bertanya apa yang sebenarnya terjadi, dia mengerti Lily membutuhkan waktu sejenak. Wanita itu pasti akan bercerita dengan sendirinya nanti. Arsen tak ingin memaksa.Lily menggeleng. "Tidak berselera."Arsen mendekat, dia mengambil te
Ya, Jira Aldista. Istrinya sendiri.Jira menggelengkan kepalanya tak percaya. Jantungnya berdegup kencang saking terkejutnya dengan pemandangan yang dia dapati. Dimana suaminya tengah memangku wanita lain dengan pakaian yang sama-sama berantakan."Kau menyuruhku datang hanya untuk memperlihatkan ini, Rion? Brengsek sekali!" teriak Jira dengan kemarahannya.Sedangkan Lily menatap Rion dengan cepat. Menatap pria itu tajam. "Kau sengaja melakukan ini?""Surprise, Lily," bisik Rion tepat di telinga Lily.Jira berjalan dengan cepat pada Lily yang masih berada di atas pangkuan Rion. Sebab pria itu masih mencoba menahan tubuhnya agar tak beranjak. Tak perduli dengan Jira yang kini terlihat sangat amat marah."Wanita murahan. Jalang sialan!"Jira berniat meraih rambut Lily. Namun, dengan cepat Rion memutar kursinya. Membuat Jira tak dapat meraih rambut Lily di sana. Rion melindunginya."Rion brengsek! Kenapa kau jahat s