Pagi itu, rapat darurat digelar. Dengan dihadiri oleh para pemegang saham dan petinggi perusahaan, mereka akan membahas penawaran dari perusahaan Diko yaitu Arga Corporation yang ingin merger dengan perusahaan ARGA Advertising.“Kami sangat setuju Pak Adrian, apa lagi perusahaan itu telah membuktikan bahwa mereka bisa bersaing di kancah internasional. Di tambah dengan perusahaan Bapak sebelumnya Xander Corporation, kami yakin jika perusahaan kita setuju untuk merger maka bukan tak mungkin kita akan menjadi perusahaan nomor satu, Pak,” ujar Pak Alvin, mewakili rekan-rekannya dari para pemegang saham.Adrian mengangguk setuju. “Saya tampung masukan dari kalian. Bagaimana dengan petinggi perusahaan?”“Kami juga sangat setuju Pak untuk menerima penawaran merger dari perusahaan pak Diko, apa lagi beliau sudah sangat mengenal perusahaan kita sebelumnya. Jadi kami rasa akan sangat mudah untuk kita bekerja sama lagi dengannya, apa lagi beliau memiliki dedikasi yang sangat tinggi untuk peke
“Thalita,” panggil Diko sambil meraih tangan Thalita untuk digenggamnya. “Lihat aku dan tolong jawab pertanyaanku,” pintanya lagi.Thalita segera menarik tangannya dari Diko. “Jangan paksa aku menjawab pertanyaan yang tidak penting itu, aku minta sekarang kamu pergi,” katanya sambil bangkit dari duduknya dan berdiri memunggungi Diko.Diko melangkah mendekati Thalita, memberanikan diri memeluknya dari belakang. Ia sangat tahu mantan kekasihnya itu sedang berbohong, karena Diko masih jelas merasakan cinta itu dari tatapan mata wanita itu.Tanpa dapat ditahan lagi, Thalita meneteskan air matanya begitu saja. Ia tidak bisa membohongi dirinya, walaupun ia sangat membenci Diko saat ini itu semua tetap tidak dapat mengurangi rasa cintanya pada pria itu. Meski ia telah disakiti berkali-kali, namun tetap saja cinta itu tidak ingin pergi dari hatinya. Sekuat apa pun usaha Adrian membuatnya jatuh cinta, tetap tidak bisa mengalahkan perasaannya yang begitu besar pada Diko.Untuk beberapa saat
“Ikut aku,” ajak Adrian menggandeng Thalita memasuki ruangan barunya. Thalita mengedarkan pandangan ke ruangan di sekitarnya, tertata rapi dan sangat luas jika di banding ruangan sebelumnya.“Ini ruangan baru kamu Mas?” tanya Thalita dengan takjub.“Iya Sayang, lebih tepatnya ruangan kita. Apa kamu suka?” tanyanya dengan senyum yang mengembang.Thalita mengernyitkan keningnya bingung. “Kita?” tanyanya memastikan.“Ya kita, kamu lihat meja di sana itu punya kamu,” jawabnya sambil menunjuk meja besar di sudut ruangan dengan hiasan bunga di kedua sudutnya.“Kenapa aku juga pindah ke sini Mas?” Thalita merasa sudah sangat nyaman dengan ruangannya sendiri, karena di sana ia bisa lebih bebas dan memiliki privasi sendiri. Tapi kini Adrian memintanya untuk pindah satu ruangan bersamanya, membuatnya seakan tak memiliki privasi lagi.“Ya, biar aku lebih mudah kalau butuh apa-apa sama kamu,” kata Adrian memberi alasan.“Tapi aku sudah nyaman dengan ruanganku sebelumnya Mas, meskipun k
Rapat dengan klien di kantor, baru saja usai. Kini Thalita tengah sibuk mengerjakan tugas dari Diko sedangkan Adrian melanjutkan rapatnya di luar bersama klien tadi tanpa ditemani Thalita, karena mereka akan meninjau lokasi yang akan digunakan untuk event perusahaan klien tersebut.[Sayang, sepertinya aku akan pulang terlambat. Kamu pulang naik taksi online dulu tidak papa ya?] ~ Adrian[Iya, Mas.] ~ ThalitaSetelah membalas pesan Adrian, Thalita kembali melanjutkan pekerjaannya agar bisa selesai sebelum jam kantor berakhir. Meski Diko memberinya waktu hingga besok, namun Thalita tak mau menunda pekerjaannya untuk itu ia memilih segera menyelesaikannya hari ini. Selesai dengan tugasnya, Thalita segera mengantar dokumennya kembali ke ruangan Diko untuk diperiksa. Thalita mengetuk pintu beberapa kali namun tak ada jawaban dari sang pemilik, akhirnya ia memberanikan diri untuk masuk dan meletakkan dokumen tersebut di meja Diko.Thalita mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, n
Hari pertunangan Thalita dan Adrian tiba, restoran Vino telah dihias sedemikian rupa hingga tampak sangat indah. Dengan hiasan bunga mawar putih yang mendominasi, membuat suasana malam semakin romantis.Satu persatu tamu undangan mulai berdatangan, Dara dan Vino mewakili keluarga Thalita untuk menyambut para tamu lalu mempersilakan mereka menempati tempat duduk masing-masing menanti kedua calon untuk memasuki ruangan acara dan saling bertukar cincin tunangan.“Apa kamu sudah benar-benar yakin Sayang mengambil keputusan ini untuk bertunangan dengan Adrian?” tanya pak Tio memastikan lagi perasaan Thalita, ia tak ingin putrinya sampai kecewa untuk kedua kalinya.“Iya Yah, meski Diko sudah kembali aku tidak mau terjebak lagi dengan cinta palsunya,” ujar Thalita dengan tatapan sendu.“Apa pun keputusan kamu ayah pasti mendukung, ayah hanya ingin yang terbaik untuk kamu. Ayah berharap kamu akan selalu bahagia ya Sayang,” kata pak Tio dengan mata berkaca-kaca, tak menyangka putri kecilny
Diko telah selesai bernyanyi, ia meletakkan gitarnya dan berjalan dengan langkah gontai menuruni panggung.“Ada yang ingin aku bicarakan, kamu ikut aku sekarang,” kata Vino dengan tatapan tajamnya, begitu Diko baru saja turun.Dara dan pak Tio yang melihat kejadian itu lalu mengikuti mereka dari belakang.“Ada apa Kak Vino?” tanya Diko dengan wajah tanpa berdosa.“Ada apa kamu bilang? Sadar tidak, kamu itu sudah sangat menyakiti keluargaku, terutama adikku! Sadar tidak huh!” bentak Vino dengan menunjuk wajah Diko membuat pria itu tertunduk dalam diam.Dara yang baru saja datang bersama pak Tio langsung menghampiri Vino agar suaminya itu tidak terlalu melampiaskan emosinya, karena di luar acara pertunangan masih berlangsung.“Maaf ....”Hanya kata itu yang dapat Diko katakan, lidahnya terasa kelu. Terlebih ia baru saja patah hati membuat dirinya semakin terpuruk.“Untuk apa kamu datang ke sini, ingin merusak acara adikku iya?” tukas Vino dengan penuh amarah sambil mengepalkan k
Waktu sudah menunjukkan pukul 05.00 sore saat mereka keluar dari area pemakaman.“Lapar tidak sayang? Kita makan yuk,” ajak Adrian saat mereka sudah berada dalam mobil.“Lumayan sih, Mas.”“Oke kita makan ya, aku ingin mengajak kamu ke tempat makan favoritku,” kata Adrian antusias seraya melajukan mobilnya.Thalita hanya mengangguk dan tersenyum.Tak butuh waktu lama, 15 menit kemudian Adrian memarkirkan mobilnya di pinggir jalan lalu mengajak Thalita untuk turun dan berjalan ke sebuah tempat makan yang merupakan langganannya.“Bang, biasa ya kali ini 2 porsi tapi,” kata Adrian sambil melirik lalu tersenyum ke arah Thalita.“Siap Mas, silakan duduk dulu ya,”Lalu Thalita dan Adrian pun memilih tempat duduk tanpa meja tepat di sebelah rombong yang bertuliskan ‘Nasi Goreng Jawa Mantap’. Seperti namanya, makanan yang disajikan memang sangat mantap dan menggoyang lidah siapa pun yang memakannya. Meski hanya kios di pinggiran jalan, namun rasanya tak kalah dibanding restoran mahal
“Adrian?”“Iya Diko ini aku Adrian, kakakmu,” sahut Adrian dengan tersenyum ramah. “Jadi selama ini—“ Diko tidak sanggup meneruskan ucapannya.“Maaf aku tidak bisa memberi tahu kamu di awal pertemuan kita, karena waktu itu aku belum bisa menerima papa Arya tapi sejak papa Arsene meninggal aku menjadi sebatang kara. Kemudian papa Arya dan mama Aulia datang dengan sabar mereka selalu menemaniku dan berusaha menjadi orang tua yang baik untukku. Sejak itu aku baru bisa menerima mereka sebagai ganti orang tuaku,” kata Adrian menjelaskan. “Lalu untuk apa kamu mengambil perusahaanku?” tukas Diko masih tak terima.“Aku bukan mengambilnya, aku hanya membantumu mengembangkannya. Dan sekarang kamu bisa menikmati hasilnya bukan?” Diko beranjak dari duduknya. “Lalu kekasihku? Apa bisa kamu kembalikan juga?” tanyanya kemudian.Adrian menggeleng cepat. “Thalita sudah bukan kekasihmu lagi, dia tunanganku. Dia juga bukan barang yang bisa kamu minta kembali, salahmu sendiri telah menyia-nyiak
Setelah mendudukkan Thalita di samping Diko, pak Tio segera mengambil tempat di depan calon menantunya itu. Beliau yang akan menjadi wali nikah langsung untuk putri tersayangnya. Bapak penghulu mempersilakan Diko menjabat tangan pak Tio untuk bersiap mengucap ijab kabul.“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau Diko Argawinata bin Arya Argawinata dengan putri saya Thalita Aurelia binti Tio Leandro dengan mas kawin berupa emas sebesar 1794 gram dibayar tunai,” ucap pak Tio dengan tegas.“Saya terima nikah dan kawinnya Thalita Aurelia binti Tio Leandro dengan mas kawin berupa emas sebesar 1794 gram dibayar tunai,” jawab Diko mantap dengan satu tarikan napas.“Bagaimana para saksi?” tanya pak penghulu.“SAH!!” jawab Adrian dan para saksi lainnya dengan kompak.“Alhamdulillah,” ucap syukur semua orang yang hadir di ruangan itu.Thalita dan Diko turut mengucap syukur dalam hati atas kelancaran ijab kabul mereka. Diko merasakan kelegaan yang luar biasa setelah berhasil mengucapkan ijab
Diko mendekap Thalita dalam pelukan hangatnya, melepas segala rasa rindu yang telah keduanya pendam karena keegoisan mereka selama ini.“Aku masih merasa seperti mimpi, bisa memeluk kamu kembali setelah semua yang kita lewati selama ini. Terima kasih ya kamu mau menerimaku lagi,” ucap Diko seraya mengeratkan pelukannya pada wanita yang sangat ia rindukan.Thalita menghirup dalam-dalam aroma tubuh yang selama satu tahun ini sangat dirindukannya. “Aku pun masih merasa seperti mimpi, kalau pun ini memang mimpi aku rela terjebak selamanya asal bersama kamu di dalamnya,” ucapnya membuat pria di hadapannya tersenyum bahagia.Diko mengurai pelukan mereka. “Sejak kapan kamu jadi pintar menggombal?” godanya membuat pipi Thalita bersemu merah.“Siapa yang menggombal? Aku hanya membalas perkataan kamu saja,” elak Thalita seraya memunggungi Diko lalu mengulum senyumnya.Diko memeluk gadis itu dari belakang, yang merupakan pelukan favoritnya. “Kamu tahu tidak, aku paling suka memeluk kamu sep
“Maksud Mas apa? Mas Adrian tidak mencintaiku?” tukas Thalita.Adrian tersenyum getir. “Harusnya aku yang bertanya seperti itu ke kamu. Kamu tidak pernah mencintaiku kan? Aku tahu di hati kamu hanya ada namanya, bahkan meski kamu membencinya kamu masih menyimpan syal pemberiannya. Kamu tidak pernah sedikit pun bisa menghapus dia dari hati kamu, sekeras apa pun aku mencoba membuat kamu mencintaiku. Aku tetap tidak bisa,” lirihnya dengan mata berkaca-kaca.Air mata menetes begitu saja membasahi pipi Thalita. “Mas, tolong dengarkan aku dulu, aku sudah berusaha Mas. Aku akan belajar mencintai kamu, tapi tolong beri aku waktu,” pintanya.“Belajar mencintaku? Sampai kapan? Satu tahun lebih aku berusaha sabar menunggu waktu itu tiba, bahkan sampai dia kembali kamu tetap tidak bisa mencintai aku kan?” cecar Adrian.Thalita menutup wajah dengan kedua tangannya, menumpahkan tangisnya di sana. “Maafkan aku, Mas,” lirihnya.Adrian berjalan menghampiri Thalita, mengusap kepala gadis itu dan m
Meski hatinya merasa nyaman, Thalita berusaha keras agar tidak kembali pada perasaan yang telah membuatnya hancur. Ia telah melangkah maju dan tidak ingin mengingat masa lalu yang hanya akan menghambat masa depannya. Namun apa daya, ia tak bisa mengendalikan perasaannya. Meski cinta Adrian begitu besar padanya, namun tetap tak mampu merobohkan dinding cintanya untuk Diko. Hingga saat ini cinta itu masih sama, berapa kali pun gadis itu menyangkal perasaannya.Adrian pun menyadari itu, tatapan yang tak pernah ia dapatkan dari Thalita saat gadis itu menatap pada Diko. Seperti saat ini, mereka telah selesai menghadiri rapat bulanan yang diadakan oleh kantor Xander Corporation. ARGA Advertising yang merupakan rekan bisnis pun turut hadir untuk mempresentasikan hasil kerja sama antara mereka.“Sayang,” panggil Adrian lembut, membuat Thalita menoleh padanya.Saat ini Thalita, Adrian, dan Diko tengah duduk bersama di ruangan kerja Adrian untuk membahas hasil kerja perusahaan mereka seusa
“Adrian?”“Iya Diko ini aku Adrian, kakakmu,” sahut Adrian dengan tersenyum ramah. “Jadi selama ini—“ Diko tidak sanggup meneruskan ucapannya.“Maaf aku tidak bisa memberi tahu kamu di awal pertemuan kita, karena waktu itu aku belum bisa menerima papa Arya tapi sejak papa Arsene meninggal aku menjadi sebatang kara. Kemudian papa Arya dan mama Aulia datang dengan sabar mereka selalu menemaniku dan berusaha menjadi orang tua yang baik untukku. Sejak itu aku baru bisa menerima mereka sebagai ganti orang tuaku,” kata Adrian menjelaskan. “Lalu untuk apa kamu mengambil perusahaanku?” tukas Diko masih tak terima.“Aku bukan mengambilnya, aku hanya membantumu mengembangkannya. Dan sekarang kamu bisa menikmati hasilnya bukan?” Diko beranjak dari duduknya. “Lalu kekasihku? Apa bisa kamu kembalikan juga?” tanyanya kemudian.Adrian menggeleng cepat. “Thalita sudah bukan kekasihmu lagi, dia tunanganku. Dia juga bukan barang yang bisa kamu minta kembali, salahmu sendiri telah menyia-nyiak
Waktu sudah menunjukkan pukul 05.00 sore saat mereka keluar dari area pemakaman.“Lapar tidak sayang? Kita makan yuk,” ajak Adrian saat mereka sudah berada dalam mobil.“Lumayan sih, Mas.”“Oke kita makan ya, aku ingin mengajak kamu ke tempat makan favoritku,” kata Adrian antusias seraya melajukan mobilnya.Thalita hanya mengangguk dan tersenyum.Tak butuh waktu lama, 15 menit kemudian Adrian memarkirkan mobilnya di pinggir jalan lalu mengajak Thalita untuk turun dan berjalan ke sebuah tempat makan yang merupakan langganannya.“Bang, biasa ya kali ini 2 porsi tapi,” kata Adrian sambil melirik lalu tersenyum ke arah Thalita.“Siap Mas, silakan duduk dulu ya,”Lalu Thalita dan Adrian pun memilih tempat duduk tanpa meja tepat di sebelah rombong yang bertuliskan ‘Nasi Goreng Jawa Mantap’. Seperti namanya, makanan yang disajikan memang sangat mantap dan menggoyang lidah siapa pun yang memakannya. Meski hanya kios di pinggiran jalan, namun rasanya tak kalah dibanding restoran mahal
Diko telah selesai bernyanyi, ia meletakkan gitarnya dan berjalan dengan langkah gontai menuruni panggung.“Ada yang ingin aku bicarakan, kamu ikut aku sekarang,” kata Vino dengan tatapan tajamnya, begitu Diko baru saja turun.Dara dan pak Tio yang melihat kejadian itu lalu mengikuti mereka dari belakang.“Ada apa Kak Vino?” tanya Diko dengan wajah tanpa berdosa.“Ada apa kamu bilang? Sadar tidak, kamu itu sudah sangat menyakiti keluargaku, terutama adikku! Sadar tidak huh!” bentak Vino dengan menunjuk wajah Diko membuat pria itu tertunduk dalam diam.Dara yang baru saja datang bersama pak Tio langsung menghampiri Vino agar suaminya itu tidak terlalu melampiaskan emosinya, karena di luar acara pertunangan masih berlangsung.“Maaf ....”Hanya kata itu yang dapat Diko katakan, lidahnya terasa kelu. Terlebih ia baru saja patah hati membuat dirinya semakin terpuruk.“Untuk apa kamu datang ke sini, ingin merusak acara adikku iya?” tukas Vino dengan penuh amarah sambil mengepalkan k
Hari pertunangan Thalita dan Adrian tiba, restoran Vino telah dihias sedemikian rupa hingga tampak sangat indah. Dengan hiasan bunga mawar putih yang mendominasi, membuat suasana malam semakin romantis.Satu persatu tamu undangan mulai berdatangan, Dara dan Vino mewakili keluarga Thalita untuk menyambut para tamu lalu mempersilakan mereka menempati tempat duduk masing-masing menanti kedua calon untuk memasuki ruangan acara dan saling bertukar cincin tunangan.“Apa kamu sudah benar-benar yakin Sayang mengambil keputusan ini untuk bertunangan dengan Adrian?” tanya pak Tio memastikan lagi perasaan Thalita, ia tak ingin putrinya sampai kecewa untuk kedua kalinya.“Iya Yah, meski Diko sudah kembali aku tidak mau terjebak lagi dengan cinta palsunya,” ujar Thalita dengan tatapan sendu.“Apa pun keputusan kamu ayah pasti mendukung, ayah hanya ingin yang terbaik untuk kamu. Ayah berharap kamu akan selalu bahagia ya Sayang,” kata pak Tio dengan mata berkaca-kaca, tak menyangka putri kecilny
Rapat dengan klien di kantor, baru saja usai. Kini Thalita tengah sibuk mengerjakan tugas dari Diko sedangkan Adrian melanjutkan rapatnya di luar bersama klien tadi tanpa ditemani Thalita, karena mereka akan meninjau lokasi yang akan digunakan untuk event perusahaan klien tersebut.[Sayang, sepertinya aku akan pulang terlambat. Kamu pulang naik taksi online dulu tidak papa ya?] ~ Adrian[Iya, Mas.] ~ ThalitaSetelah membalas pesan Adrian, Thalita kembali melanjutkan pekerjaannya agar bisa selesai sebelum jam kantor berakhir. Meski Diko memberinya waktu hingga besok, namun Thalita tak mau menunda pekerjaannya untuk itu ia memilih segera menyelesaikannya hari ini. Selesai dengan tugasnya, Thalita segera mengantar dokumennya kembali ke ruangan Diko untuk diperiksa. Thalita mengetuk pintu beberapa kali namun tak ada jawaban dari sang pemilik, akhirnya ia memberanikan diri untuk masuk dan meletakkan dokumen tersebut di meja Diko.Thalita mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, n