Hampir waktuku ku habiskan hanya untuk bekerja dan melakukan pekerjaan rumah ini. Belum juga ada anak tapi capeknya rasanya hingga merasuk kedalam tulang sumsum ku. Hampir saja aku tidak punya waktu untuk beristirahat. Bagaimana tidak, semua pekerjaan rumah mereka limpahkan pada menantunya ini. Tak ada seorang pun yang mau membantu memegang salah satu dari pekerjaan rumah. Mulai memasak, menyapu dan mengepel. Untung saja untuk mencuci di rumah ini sudah ada, kalau tidak bisa-bisa remuk sendiri tubuh ini. Anak gadis mereka manjakan, sedangkan anak orang lain mereka pekerjaan bagai pekerja rodi. Sudahlah kebutuhan aku cukupi, tapi masih belum cukup dan masih menambahkan beban atas urusan pekerjaan rumah.Pernah meminta pada mas Arif agar lebih baik kami hidup terpisah dari keluarganya. Hidup mandiri jauh lebih baik. Tapi jawaban apa yang aku dapatkan. Justru dia mengatakan jika aku hanya mau dengannya juga uangnya. Tetapi tidak mau menerima keluarganya. Repot sekali bukan. Apa mungkin
Empat tahun berlalu, banyak waktu ku yang terbuang untuk putraku. Bersama dengan kemapanan yang aku hasilnya dan juga suamiku. Akhirnya kami memutuskan untuk mengambil kembali putra kami. Aku dan juga mas Arif bersepakat untuk mencari seorang asisten rumah tangga sekaligus pengasuh untuk Kevin. Iya tahun ini aku berencana untuk memasukkannya di sekolah paud. Dan bersamaan dengan itu, Ibu meminta kami untuk membantu Farhan mencari pekerjaan di kawasan industri. Tentu saja aku pribadi tidak merasa keberatan akan hal tersebut, toh itu sebagai balas jasanya selama ini karena mau mengurus putra pertama kami sekaligus mengorbankan karirnya sendiri.Aku dan mas Arif memutuskan untuk membawa Farhan serta bersama kami juga berniat merekomendasikannya di pabrik tempat suamiku bekerja. Tidak ada yang mencurigakan, hingga pada suatu ketika aku menemukan ijazah atas nama Farhan di mana ijazah tersebut adalah ijazahnya usai lulus dari perguruan tinggi. Aku tentu saja dibuat terkejut, hingga aku sam
Waktu begitu cepat bergulir, hingga tanpa terasa sudah hampir satu tahun aku dan juga keluarga kecilku tinggal masih bersama dengan orang tuanya. Alhamdulillah atas kuasa Allah dengan sedikit demi sedikit kami mengumpulkan rezeki dari sebagian rezeki yang kami dapat dan sisihkan, akhirnya aku dan juga Marwah sudah memutuskan akan membangun sebuah rumah. Rencana awal aku akan mendirikan istrinya kecil itu bersebelahan dengan rumah orang tuaku. Namun niat itu aku urungkan karena beberapa alasan. Selain usaha Marwah yang memang sudah berkembang di sini selain itu juga, alasan karena hubungan ku dan keluarga yang sedikit renggang buntut dari acara pernikahan Reihan yang tidak berjalan sesuai dengan rencana mereka. Aku memang tidak memberikan uang sumbangan seperti apa yang ia dan juga ibuku minta. Dan mau tidak mau untuk tetap berjalan meski harus mencari jalan lain, jalan keluar dengan berhutang di bank dengan menjaminkan serifikat rumah ibu. Awalnya aku menentang, tapi apa daya aku kala
"Mbak, mana sarapannya?" seru Riana usai tangan dengan kuku panjangnya yang berwarna-warni itu membuka tuding saji yang ada di atas meja makan dapur ibu mertuanya. Menantu baru yang berada nyonya besar pemilik istana.Marwah, sang kakak ipar yang sedang mencuci pakaian keluarga kecilnya juga milik ibu mertua hanya melongok dari arah pintu belakang. "Belum masak." Jawaban singkat yang keluar dari mulut perempuan berperangai lembut namun sosok pekerja keras dan bukan pemalas seperti adik iparnya itu."Ini sudah siang lho, Mbak. Masa iya belum masak. Terus mbak dari tadi itu ngapain saja di rumah!" Tanpa malu dan seolah menunjukkan perangai buruknya perempuan yang baru satu tahunan tersebut berlagak seperti seolah majikan yang bisa seenaknya memerintah pada orang lain."Kamu nanya? Aku mau ngapain juga urusan ku. Lagian aku tamu di rumah ini tidak ada kewajiban ku untuk menjamu orang di rumah ini!" Marwah segera mengelap tangannya yang masih basah itu dengan menggunakan daster yang ia pa
Jika bukan karena terpaksa, Marwah tidak akan pernah menyimpan nomer telepon dari iparnya itu. "Ngidamnya bumil." Sebuah tulisan yang menyertai gambar yang dibuat oleh adik iparnya itu singgah di laman story-nya. Mau tidak mau karena penasaran, Marwah pun membuka story' tersebut. Karena sebagian banyak pekerjaannya memang bergulat pada story' hijau dan biru miliknya sebagai sarana promosi juga berhubungan dengan para konsumennya.Tak ada niatan ingin membalas story' dari iparnya itu. Marwah memilih untuk menutup aplikasi hijau miliknya.Marwah lebih memilih untuk menyiapkan konsep untuk usaha barunya itu. Wanita dengan tampilan lembut tersebut memiliki kegemaran di bidang kuliner terutama makanan kekinian. Usai berhasil dengan usaha mie pedas, ayam geprek dan juga minuman kekinian. Kali ini ada ide yang terlintas untuknya untuk membuka stand makanan bakaran atau sejenis aneka olahan fishcake ala-ala Korea street food.Mengurusi hidup semacam adik iparnya itu tidak akan pernah ada uj
"Lho, Mas, kok tumben jam segini sudah pulang saja, Kamu. Biasanya juga pas jam makan siang," todong Riana pada suaminya. Reihan biasanya bekerja dari jam delapan pagi hingga pukul lima sore, hanya ketika akhir bulan atau waktu tutup buku saja Reihan biasanya pulang hingga malam sekitar jam tujuh dan paling lambat jam delapan.Dengan menampakkan raut kusutnya, Riana belum juga peka. Bukan membiarkan suami terlebih dahulu untuk masuk ke dalam rumah dan menyiapkan air minum. Justru sambutan yang terkesan dingin dan kesal yang ia tunjukkan.Reihan tidak langsung menjawab pertanyaan sambutan dari istrinya itu. Dengan langkah gontai dirinya berjalan masuk ke dalam rumah dengan meninggalkan istrinya yang masih penasaran dan masih berdiri di tempatnya.Karena merasa di abaikan oleh suaminya. Riana pun dibuat kesal oleh tingkah suaminya yang di rasa aneh tidak seperti biasanya.Riana segera menyusul ke arah suaminya berada. Dengan kesal, Riana membanting pintu kamar mereka yang mana di dalam
Tidak hanya kecewa yang Bu Sukesih rasakan pada putra bungsunya sekaligus putra kesayangannya itu. Bisa-bisanya apa yang sudah ibunya perjuangkan selama ini untuknya bisa berakhir sia-sia. Sia-sia karena pada akhirnya putranya itu harus kehilangan pekerjaannya.Sudah banyak biaya, pikiran, dan juga tenaga yang Bu Sukesih keluarkan demi putranya itu. Mulai dari kuliah yang dipaksakan demi sebuah gelar hingga mengulur waktu dari waktu normal jenjang pendidikan di tingkat perguruan tinggi khususnya program sarjana. Tidak sampai di sana, usai lulus dari program S1 nya itu Reihan tidak lantas langsung menggunakan kesempatan seraya ijazah yang ia dapatkan untuk mencari sebuah pekerjaan demi keberlangsungan masa depannya. Pemuda tersebut lebih memilih untuk santai tinggal di rumah orang tuanya. Pekerjaan yang bisa ia lakukan hanya makan dan tidur serta bermain gadget saja sepanjang harinya, dan itu terus berulang dan berlangsung hampir selama dua tahun. Untung saja Bu Sukesih memiliki kenaka
"Kita gak lagi salah dengar, kan, Ri? Apa urusannya motor aku sama ucapan kamu yang bilang kita ingat saudara?" "Ya, adalah lah, Mbak. Nggak usah berlagak bodoh, lah. Mbak itu emang gak punya hati. Saudara lagi kesusahan malah kesini niat pamer motor baru." Ucapan Riana semakin membuat orang di sekitarnya tidak mengerti. Dirinya merasa orang lain tidak peduli akan kesusahan yang sedang menghampiri dirinya juga suaminya. Sedangkan di waktu lain dirinya sedikit pun tidak mau melihat atau mendengar orang di sekitarnya apalagi menjaga hati juga perasaan orang lain. Lucu tetapi aneh tingkah dari iparnya itu.Perdebatan terjadi antar ipar."Kamu sudah ngaca?" Marwah membalik ucapan adik iparnya itu."Lagian masalah ini timbul juga karena kamu sendiri. Kamu yang sudah menciptakan sendiri masalah kalian itu. Jangan pernah melibatkan apalagi menyalahkan orang lain. Apa kalian ada mengajak aku berembuk masalah pinjaman itu. Dan satu lagi, suamimu itu sendiri yang juga ngeyel tidak mau mendenga
Atas saran dari ibunya, akhirnya Johan membawa keluar Kiran istri sirinya itu dari rumah keluarganya. Johan sengaja membawa Kiran pergi jauh dari tempat tinggal mereka dengan tujuan agar tidak ada orang yang mengenalinya.Johan membawa pergi Kiran dengan alasan untuk mengobati sakitnya. Johan sengaja membawa istri sirinya itu ke pelosok dan mengobatkannya di sana.Usai membawa istrinya itu ke rumah sakit. Johan buru-buru pergi meninggalkan Kiran di rumah sakit dan tidak ada keinginan untuk menjenguk bahkan untuk kembali membawa perempuan itu masuk lagi ke dalam rumahnya.."Ka, ada kabar baik buat kamu." Ibra bersama dengan pengacaranya menemui Azka yang berada di balik jeruji."Kabar baik apa, Mas?" tanya Azka antusias."Bukti rekaman CCTV dari rumah tetangga kamu itu mulai menemukan titik terang. Pihak polisi juga masih melakukan pendalaman tentang kasus mu ini. Semoga setelah ini titik terang itu segera terungkap dan kamu bisa segera bebas dari tempat ini.""Aamiin, semoga saja,
"Dari mana kamu, Mas?" Johan terlonjak karena istrinya yang tiba-tiba saja mengagetkannya."Kamu ngagetin suami saja. Aku habis dari rumah sakit ngantar Kiran." Johan melepas baju yang baru ia kenakan dan kemudian menggantinya baju bersih yang sudah di siapkan oleh Sintia.Tidak banyak bertanya. Sembari menunggu suaminya membersihkan diri, Sintia segera turun kelantai bawa untuk membantu menyiapkan makan malam untuk keluarganya."Sudah pulang Jo?" sapa Bu Sukma ketika melihat putranya yang berjalan ke arah meja makan."Iya, Ma.""Sudah beres?""Sudah," jawab singkat Johan atas pertanyaan dari ibunya itu.Sementara Sintia mengerutkan keningnya. Perempuan itu tidak mengerti apa yang tengah dibicarakan oleh suami dan ibu mertuanya.Sintia memilih diam tidak turut serta dalam perbincangan kedua orang yang ada di hadapannya itu.."Mas kamu kelihatan senang sekali seperti habis menang undian," celetuk Lita yang keheranan karena melihat suaminya tersebut tersenyum sendiri."Ini lebih dari m
Terdengar deru mesin mobil di depan rumahnya. Lita segera keluar. Setelah pintu rumah ia buka, nampak suaminya itu baru saja turun dari motor miliknya."Mas, itu ada mobil dealer kenapa berhenti di depan rumah kita?" tanya Lita yang masih penasaran. "Itu motor kamu, Vin?" sela Nurmala yang baru saja muncul dari balik pintu."Iya, Ma, ini motor baru Kevin."Lita berjalan mendekat ke arah motor yang baru saja di turunkan dari atas mobil dealer. "Mas, beneran ini mobil kamu?""Iya lah, masa iya cuma bohongan. Kamu juga lihat sendiri pegawai dealernya saja masih belum pulang," sewot Kevin pada istrinya karena sang istri yang tidak percaya dengan pencapaiannya itu."Aku seneng banget kalau ini beneran motor kamu, Mas.""Makanya jangan curigaan Mulu sama suami kamu."Usai serah terima telah selesai. Dua orang pria yang bertugas untuk mengantar motor baru milik Kevin, segera undur diri."Motor baru mbak Lita?" sapa salah satu tetangga yang baru saja lewat di depan rumah mereka."Iya, Bu. Su
"Yang, kamu lagi ngapain?" Azka baru saja masuk ke dalam kamarnya. Pria tersebut mendapati sang istri seperti orang yang sedang kebingungan. Sedang mencari sesuatu sepertinya."Mas, Mas lihat cincin aku, gak? Cincin kado dari Mas pas ulang tahunku yang kemarin."Azka berjalan semakin mendekat. "Memang kamu terakhir taruh di mana?""Terakhir aku taruh di laci meja rias, Mas." Marta masih berusaha mengingatnya lagi.Azka membantu istrinya untuk mencari cincin yang dimaksud.."Mas, kamu habis dapat rezeki nomplok?" Mata Lita nampak berbinar ketika Kevin menunjukkan apa yang ia bawa sepulang dari mengantarkan ibunya itu berobat."Mobil siapa itu, Mas?" tanya Lita melihat di depan rumah kontrakan mereka yang sempit bahkan teras pun lebarnya tidak lebih dari satu meter itu."Mobil punya, Mama. Aku kan pernah cerita kalau Mama dulu pernah punya harta yang dibawa kabur sama mantan suaminya. Tadi di jalan Mama ketemu sama dia setelah sekian lama. Aku beri pelajaran saja sama dia biar tahu ras
"Vin, tunggu, Vin. Lihat! Itu Papa kamu, Vin. Cepat kejar dia!" seru Nurmala yang yang tanpa terduga disengaja ia dipertemukan kembali pada mantan suaminya setelah bertahun-tahun. Arif---mantan suami Nurmala sengaja meninggalkannya gara-gara tergoda seorang janda yang merupakan tetangga mereka di rumah yang baru mereka beli dulu.Pagi setengah siang itu Nurmala meminta tolong pada putranya agar mengantarkannya untuk berobat ke puskesmas yang terdekat dengan tempat mereka.Mereka baru saja selesai dan berniat akan segera pulang ke rumah setelah terlebih dahulu membeli makan siang untuk mereka bawa pulang. Kebetulan warung makan yang mereka singgahi berada di depan pasar. Ketika itu juga mata Nurmala melihat suami dan istri barunya itu baru saja keluar dari toko perhiasan yang berseberangan dengan tempat mereka membeli makanan.Melihat mantan suaminya yang ternyata masih bisa hidup tenang bahkan kehidupan suaminya itu nampak jauh lebih baik dari pada kehidupannya, membuat Nurmala merada
"Ka, coba kamu periksa dulu kamar mereka," titah Marwah pada keponakannya.Marwah memiliki pikiran negatif terhadap keluarga dari suaminya itu. Ia memiliki pengalaman buruk sebelumnya atas ulah dari kakak iparnya itu."Jangan lancang kamu, Wah. Siapa kamu mau main bongkar-bongkar barang milik orang!" sungut Nurmala karena tidak terima Marwah memprovokasi keponakannya sendiri."Tapi Bude Marwah ada benarnya. Yang, kita cek dulu kamar mereka!" Azka kemudian mengajak sang istri serta istri dari pak RT untuk membantu mereka membereskan barang-barang milik keluarga Nurmala."Apa Mbak Nur lupa atau perlu aku ingatkan lagi? Mbak lupa dulu pernah bawa kabur uang orang yang harusnya menjadi haknya Reihan? Mbak diam-diam menjual rumah ibu yang sudah diberikan sama Reihan dan Mbak kabur begitu saja. Kalau keadaan Mbak menyedihkan seperti ini, bukan salah orang lain. Tapi iku karena balasan atas perbuatan Mbak di waktu lampau." Marwah mengungkit akan perbuatan kakak iparnya itu di depan umum.."
Usai percekcokan antara Azka dan keluarga dari Budenya itu. Akhirnya RT setempat dan dibantu beberapa warga yang lainnya memisahkan Azka dari amukan Kevin. Kevin tidak terima jika keluarganya dipaksa keluar dari rumah tersebut."Mas ada apa di rumah Azka kok sampai ada banyak orang?" Marwah datang beserta suami dan juga anak bungsunya.""Mas juga gak tahu.""Kita lihat saja ke dalam." Usai Zafran memarkirkan mobil miliknya. Anak bungsu dari pasangan Marwah dan juga Farhan itu segera keluar terlebih dahulu. Ia kemudian membukakan pintu untuk ayah dan juga bundanya."Bunda hati-hati." Zafran memegangi tangan ibunya."Ayo!" Farhan mensejajarkan diri dengan istrinya dan mereka pun bersama-sama mendekat ke arah pintu rumah Azka yang tidak lain adalah putra dari Reihan yang pernah dititipkan kepada mereka."Ada apa ini?" Setelah mengucap permisi pada beberapa orang yang bergerombol di rumah Azka. Farhan langsung saja berjalan mendahului Marwah dan juga putranya.Semua orang yang ada di tem
"Mas, kamu lagi cari-cari apa?" Marta yang baru saja masuk ke ruang kerja suaminya dan tiba-tiba melihat suaminya yang baru saja berangkat kerja tapi masih berada di rumah. Marta langsung menangkap raut gelisah suaminya langsung saja menghampiri dan menanyakan perihal yang membuat suaminya itu gelisah."Yang, kamu lihat amplop coklat yang ada di laci, Mas?" Marta mengerutkan dahinya."Amplop coklat?" Marta mengulang pertanyaannya dari suaminya. "Amplop coklat yang mana, Mas. Aku dari tadi pagi sibuk di belakang dan belum sempat masuk ke ruangan ini, Mas. Memang kapan Mas taruh uang itu di laci? Kalau boleh tahu memang apa isi amplop yang Mas cari itu?" Marta mendekat ke arah Azka dan berniat untuk membantu suaminya mencari barang yang dimaksud oleh suaminya itu."Itu uang untuk gaji karyawan, Yang. Uang itu Mas taruh di laci kemarin sepulang kerja.""Kok bisa sampai hilang sih, Mas? Apa Mas lupa menyimpannya? Selama ini kita gak pernah loh mengalami kejadian seperti ini di rumah kita
"Kiran ...! Cepat bersihkan rumput di belakang sana!" Wati asisten rumah tangga di rumah tersebut. Perempuan empat puluh tahun yang sudah bekerja dengan keluarga Johan selama kurang lebih lima belas tahun itu memerintahkan pada istri muda tuannya. Bukan tanpa alasan melainkan karena kesengajaan. Wati merasa sakit hati karena perlakuan Kiran yang sebelumnya. Sebelum ia jatuh sakit dan kondisinya sangat memperihatinkan seperti saat ini."Eh, ba_bu. Makanan apa yang kamu masak ini? Kamu sengaja mau mera_cuni aku?" Kiran yang masih baru di rumah tersebut masih belajar untuk beradaptasi namun ia juga seolah menjadi orang baru yang semena-mena terhadap orang yang lebih lama."Maaf nyonya kenapa dengan makanannya?" Wati lari tergopoh menghampiri Kiran yang sedang bersantai di tepi kolam dan menikmati makan siangnya sendiri karena ibu mertua dan juga suaminya kebetulan sedang ada acara bersama. Sebagai istri kedua dsn istri siri kedudukan Kiran belum bisa dibuplikasi dan oleh karena itu untuk