Dulu sekali Esther pernah diberi tahu sebuah teori oleh ibunya bahwa hidup manusia ini terdiri dari berbagai peristiwa yang terkesan acak. Namun sesungguhnya seiring waktu, justru peristiwa acak tersebut memiliki hubungan satu sama lain. Kemudian bila dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, rangkaian peristiwa tersebut akan terlihat sangat logis.Aksi, reaksi, konsekuensi.Bila seseorang melakukan sesuatu, apapun yang telah diperbuatkan pasti akan menghasilkan sebuah reaksi. Namun tidak sampai disitu saja. Setelah ada reaksi, maka selanjutnya adalah konsekuensi. Ya, ibunya memang tipikal orang yang menyukai hal-hal filosifi.Setelah melewati festival bersama Gaara, Esther menemukan dirinya justru terus menerus mengulang teori yang pernah dijabarkan oleh sang ibu. Lucu sekali saat emosinya terkuras habis, Esther justru malah teringat sesuatu yang dikatakan ibunya.Esther, kau sudah memenangkan taruhanmu.Esther sama sekali tidak merasa bahwa dia baru saja memenangkan sesuatu. Dia s
Dua pasang mata langsung menatap Nelsy begitu gadis itu tiba dan memahami apa yang sebenarnya terjadi di rumah sang mantan kekasih. Vinson menatapnya dengan tidak percaya, sedangkan Esther yang masih sembab langsung membelalak karena shock atas pengakuan yang baru saja Nelsy ujarkan.“K—Kenapa?” tanya Esther dengan suara yang lebih rendah daripada bisikan.Melihat wajah Esther dan kondisi rumah Vinson, Nelsy tidak kuasa menahan air matanya sendiri. Jika saja saat itu bukan karena kondisi yang gawat, Vinson pasti sudah mengeluh karena terjebak bersama dua orang gadis yang menangis dihadapannya yang menambah ruwet pemikiran lelaki itu.“Sebenarnya Gaara mengetahui hal ini pertama kali dari Elise, dan … Gaara datang padaku untuk mendapatkan validasi atas info yang dia dapatkan.”“Elise?” tanya Esther dan Vinson bersamaan.Setelah bisa menguasai dirinya lagi, Nelsy kemudian menceritakan apa yang terjadi saat Gaara datang ke toko bunganya seminggu yang lalu. Setelah selesai, air mata gadis
Sejak ayah dan ibunya bercerai, satu-satunya waktu yang bisa mempertemukan Esther dengan ibunya adalah saat liburan. Sayangnya, sang ayah terkadang kerap mengambil alih waktu tersebut dengan rencana liburan berdua saja dengan sang ayah seolah dia tidak ingin Esther bertemu dengan ibunya. Terakhir kali Esther bertemu dengan sang ibu adalah saat liburan sebelum masuk universitas, tepat setelah ibunya memutuskan pindah ke London. Sejak saat itu pula hubungan Esther dan ibunya hanya berlangsung lewat telepon atau jika sangat rindu hanya melalui video call.Jadi, ketika tiba-tiba saja sang ibu berada dalam jangkauannya. Esther sangat senang bukan kepalang sampai sesaat dia lupa sedang memikirkan sebuah permasalahan yang sedang menghantui kepalanya. Sejujurnya berada dalam pelukan ibunya seperti ini membuat Esther merasa sangat aman, dan dia bisa merasa baik-baik saja.“Kapan… kenapa … bagaimana…” Saking banyaknya yang ingin Esther tanyakan dia bahkan tidak tahu mana dulu yang harus dia lon
Setelah bicara dengan ibunya, Esther tidak buang waktu dan segera pergi ke kediaman Gaara. Saat itu Esther berasumsi bahwa lelaki itu ada disana. Tetapi begitu datang, justru dugaannya meleset.Di rumah itu hanya ada Amber dan Jack saja.Pelayan mengantarkan Esther masuk ke dalam dimana kedua orang berkumpul. Begitu melihat Esther, mereka berdua tampak terkejut dan lega disaat yang bersamaan. Amber langsung berdiri dan memeluknya. “Oh Esther! Syukurlah kau datang.”Sebetulnya Esther tidak tahu apa yang harus disyukuri atas kedatangannya, tetapi gadis itu tetap membalas pelukan Amber. “Lama tidak berjumpa Kak Amber, sebenarnya apa yang terjadi kenapa semua orang tampak tegang?”“Kau pasti tahu dimana Gaara, ‘kan?” balas Amber cepat.Mendengar pertanyaan tersebut Esther langsung terkesiap, apalagi saat dia melihat wajah Amber yang penuh harap. Sekelebat firasat buruk muncul dalam pikiran Esther. Dengan hati yang terasa linu, Esther menggelengkan kepala. “Tidak, justru saya kemari karena
Malam itu Esther sudah menguatkan hatinya. Dia keluar dengan kaos, celana jeans, dan jaketnya yang paling hanagt serta sepasang sepatu. Di dalam ranselnya dia juga sudah mengemas ponsel, baterai cadangan, semua uang tunai yang dia punya, pakaian ganti, air minum, dan yang paling penting… paspor.Ether berniat untuk melakukan sesuatu yang tidak pernah dia pikirkan sebelumnya. Keluar negeri sendirian.Setelah kembali dari kediaman Maxwell bersaudara siang itu, tidak butuh waktu lama bagi Esther untuk membulatkan tekadnya guna terbang ke Australia. Seperti yan dia bilang kepada Jack dan Amber, hal yang berpotensi membuat Gaara menghilang adalah karena dirinya. Tetapi yang membuat Esther khawatir adalah tempat yang Gaara pilih sebagai tempat untuk menyepi. Rumah tempat dia dilahirkan dan dibesarkan, dimana tempat itu hanya diketahui oleh dirinya dan sang ayah yang berarti bahwa lelaki itu tidak punya niat untuk ditemukan apalagi kembali.Esther tentu tidak bisa membiarkan hal tersebut ter
“Sir, Anda baik-baik saja?” wanita berjas abu-abu yang kala itu berjalan di belakangnya bertanya dengan ekspresi khawatir.Antrian di depan mereka bergerak, dan si lelaki yang ditanya melangkah maju dari posisinya semula. Dengan nada tidak peduli dia memberikan jawaban. “Tidak apa-apa.”Bukan hanya wanita itu saja rupanya yang memperhatikan gerak-gerik si pria. Melainkan ada lagi seorang pria yang ikut bersamanya dalam perjalanan bisnis menaiki pesawat komersial hari itu. Orang tersebut berdiri di antarian lebih belakang yang agak jauh.Meski tidak banyak orang yang mengenal wajahnya disini, rupanya pria itu adalah seorang pria sukses yang terkenal di Eropa. Jorge Maxwell. Lelaki tersebut adalah seorang pengusaha yang kekayaannya melebihi tujuh puluh persen penduduk di dunia seumur hidup mereka. Dengan kekayaan seperti itu, bukan hal yang sulit baginya untuk memiliki pesawat jet pribadi. Namun untuk beberapa alasan, perjalanan bisnisnya kali itu, Jorge memilih membeli tiket pesawat ko
“Maaf?” balas gadis itu tampak agak kaget dengan pertanyaan yang Jorge berikan terhadapnya.“Mimpimu.”“A—ah… itu … b—bukan apa-apa,” sahutnya agak tergagap sambil menggelengkan kepala. “Maaf saja tapi itu … bukan tipik yang cukup menyenangkan untuk … dibicarakan.”Jorge mengangguk. “Baiklah kalua begitu, tapi saat melihatmu aku jadi teringat putra bungsuku yang kurasa seumuran denganmu.”Sekilas gadis itu jadi tampak sedikit tertarik. “Benarkah? Umur berapa?”“Tahun ini masuk dua puluh dua tahun.”Gadis itu menganggukan kepala. “Ah, benarkah? Saya juga.”“Jadi, kalua boleh tahu apa yang gadis sepertimu lakukan sendirian? Apa kau ingin mengunjungi seseorang?”Selama sesaat gadis itu tampak menimbang-nimbang jawabannya. Ekspresinya juga sedikit berubah. Tetapi kemudian tak selang beberapa lama dia menganggukan kepala. “Ya, begitulah.”“Keluarga?”“Ah, bukan. Hanya seorang teman.”“Kurasa dia adalah teman yang special sampai kau mau terbang sendirian seperti ini.”Jorge jadi terkekeh sa
Esther benar-benar tidak tahu bahwa dia punya keberuntungan sebesar ini dalam hidupnya.Lima belas menit yang lalu dia benar-benar dibuat kelimpungan dan nyaris menangis gara-gara kehabisan mobil jemputan. Memang benar keputusan yang dia buat kali ini pun terbilang sangat gila seumur hidupnya. Terbang ke Australia tanpa punya kenalan satu pun, bahkan alamat yang hendak dia tuju pun Esther tak tahu. Esther hanya punya modal ingatan foto-foto lama Gaara dengan mendiang ibunya saja. Makanya rencana Esther adalah menyewa mobil dan pergi berkeliling sambil mencari rumah yang mirip dengan gambar yang pernah Esther lihat.Saat itulah mendadak pria baik hati yang Esther temui di pesawat menghampiri. Karena Esther punya pengalaman kurang baik dengan orang asing, maka Esther sempat ragu untuk mengatakan yang sebenarnya kepada orang itu. Tetapi bila mengingat kebaikan yang pria itu lakukan, Esther berasumsi bahwa orang itu bukanlah orang yang punya maksud jahat.“Ah, saya Jorge Maxwell. Orang ya