Beranda / Semua / Baby Daddy / 10 - Pertemuan Pertama Tian dan Eva

Share

10 - Pertemuan Pertama Tian dan Eva

Penulis: Zabiella
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-24 16:40:14

Waktu serasa berhenti. Bastian Cokro tak percaya kalau saat ini dia sedang berjabatan tangan dengan Eva Sania. 

Tian bisa merasakan lututnya lemas. Untung lagi duduk.

"Nah, pas sekali jika kamu mau jadi BA-nya Pandora ini, Eva. Pandora ini rencananya mau meluncurkan advertisement di tivi dan tub-tub juga. Pas, kan? Lho iya, Eva ini salah satu broadcaster kita yang paling bagus lho! Personality-nya itu ketangkep banget di kamera, wajahnya juga kalo masuk layar bisa pas gitu ...." 

Pak Bramono tampaknya belum menyerah dengan agresi militernya menggaet Eva menjadi Brand Ambassador perusahaan Tian. Pak Bram lanjut mengoceh, sementara wanita yang merasa namanya disebut itu mendadak jadi salah tingkah.

"Loh ... enggak pak, waduh." Pipi Eva tampak memerah. 

‘Manisnya,’ pikir Tian.

"Lho, bener! Makanya hanya selang berapa tahun saja, skill dan pamornya Eva ini sudah setara dengan senior broadcaster yang punya acara sendiri." Pak Bram semakin panas mengompori.

Tian berusaha menahan senyum melihat interaksi Eva dan superbosnya. Ia tak tahan melihat sosok wanita yang merajai alam bawah sadarnya itu mendadak dibuat kalang kabut oleh pujian bertubi-tubi. Ini kesempatannya untuk mencairkan es yang membatu.

"Oh ya? Kalau nggak salah. Eva ini ... yang dapet award piala Mitra tahun lalu, ya?" Tian membuka kata, berharap percakapan mengalir dan mencair dari mulut Eva. 

Namun sialnya, malah respon berbalik dari ekspektasi itu yang terwujud.

"Ehmm—"

"Ya benar! Itu!" Pak Bram lagi-lagi menyela.

Harapan Tian kempis ketika Pak Bram yang malah semangat menyahuti interaksi itu. Eva Sania bungkam, menyuguhkan senyum dari wajah yang terlihat tak nyaman.

Oke, Bastian Cokro tak akan menyerah karena serobotan anggota direksi yang terhormat. Ia menarik napas dan menata kalimat yang akan diucapkan.

"Kalau begitu, saya senang bisa berkenalan, Eva. Semoga kita bisa terus bekerja sama kedepannya." 

Kalimat itu Bastian ucapkan dengan jelas dan lugas, ditujukan telak kepada wanita spesifik yang masih bingung menata ekspresinya, menyisakan pilihan tunggal akan respon yang spesifik pula.

"Saya juga, Pak—em, Mas ...."

Akhirnya. Walau terbata, Tian puas bisa 'bicara' dengan Eva. Meskipun hanya berupa potongan kata tak tertata.

"Nah, kalau yang di sini, ini dari brand Telponsel, salah satu provider seluler terbesar, kamu tau kan? Nah kalo yang disana ..." Pak Bram melanjutkan kicauannya, menangkap lontaran kalimat Tian sebagai penutup sekaligus pembuka lembar baru di kemudian waktu.

Entah mengapa, rapat siang itu berkembang menjadi ajang berjalannya agenda rahasia antara Tian dan Nisa dalam 'menangkap' si licin Eva Sania, yang sepanjang rapat lebih banyak bungkam dan memasang wajah tawar seakan tidak tertarik akan project yang sedang mereka bahas. Wajar saja, sepertinya tempat Eva memang bukan di ruang rapat. Ia tampak bersinar di depan layar, bukan di belakangnya.

30 menit berlalu tanpa sepatah kata pun keluar dari bibir wanita itu. Sampai di penghujung acara, Nisa memberanikan diri mengambil langkah.

"Mbak Eva? Halo, saya Nisa ...." Asisten Tian itu mengulurkan tangannya, menarik perhatian Eva yang sedang sibuk dengan ponselnya. Perlahan tapi pasti, Eva menyambut uluran tangan itu. 

‘Yes, berhasil!’ Sorak Tian dalam hati.

"Ya ... halo." Suara soprano Eva kembali terdengar di sela jabatan tangan. 

Tanpa buang tempo, Nisa mulai meracau.

"Sebelumnya mohon maaf, Mbak, jadi saya di sini mencatat seluruh kontak orang-orang yang terlibat dalam program ini, dan hanya kontak Mbak Eva yang saya belum ada ...."

Eva tampak memperhatikan sambil mulutnya membentuk huruf 'ooo' bisu.

"Kalau Mbak Eva berkenan, boleh saya mencatat kontaknya, Mbak? Email, nomor handphone, atau kartu nama?"

Dengan percaya diri, Nisa melancarkan jurus 'bagi kontak'-nya yang jarang gagal dalam meraup informasi orang-orang penting dalam industri itu. Namun kepercayaan diri Nisa—sekaligus Tian—luntur sedetik kemudian ketika Eva menjawab.

"Ohh, eh ... jadi gini Nisa, sebenarnya saya di sini hanya mewakili atasan saya saja, namanya Pak Adi. Dia kepala divisi Broadcast. Nah, gimana kalau kamu save kontak dia aja? Sebentar, nih ...."

Wanita itu kembali mengutak-atik ponselnya, tak mengindahkan Nisa yang kelabakan menerima penolakan itu."Eh ... Mbak, anu—-"

Terlambat.

"Nah, ini nih. Pak Adi Wijoyo, nih nomernya."

Eva Sania menyodorkan ponselnya. Nisa mati kutu seketika.

Tian bersusah payah menahan tawa ketika melihat interaksi mereka dari kursinya. Nisa, asistennya, sedang menunduk dengan muka merah padam karena tertolak sekaligus gagal mendapatkan nomor handphone Eva Sania, sang supermodel dalam bayangan Bastian dan ‘artis yang di-fans-in sama Masbos’ dalam kepala Nisa.

Entah apa yang asistennya dan Eva bicarakan, namun Tian dapat melihat Eva Sania mengambil catatan notes milik Nisa dan memotretnya, untuk kemudian siap beranjak pergi. 

‘Oh shut, aku harus bergerak cepat !’ pikir Bastian.

"Eva, kamu sudah makan siang? Kenapa nggak ikut lunch bareng kita aja?" 

Tanpa pikir panjang, kalimat itu terlontar dari mulut Tian. Wanita yang ia tuju menjawab dengan pandangan bisu, memandangi sosoknya yang entah sejak kapan sudah berdiri dari kursi.

Tian bisa mendengar degup jantungnya sendiri. 

‘Please say yes, please say yes ....'

"Maaf Mas, saya sudah ada janji."

Penolakan ganda yang diluncurkan untuk Nisa sekaligus Tian oleh wanita itu merupakan kalimat terakhir sebelum sosoknya melenggang meninggalkan ruangan. Tian terpaku di tempatnya berdiri, pasrah menerima pandangan asistennya yang menyaksikan itu semua.

**

"LUNCH?! HAHAHAHAHHAHAHA." Tawa Nisa menggelegar memenuhi Range Rover abu yang dikemudikan Tian.

"Ha-ha-ha. Lucu banget, ya? Kamu sendiri juga ditolak pas minta nomor hape." Tuan muda Cokro itu bersungut-sungut di balik roda kemudi, memberikan jeda untuk Nisa mengusap air matanya yang meleleh akibat tertawa terlalu keras.

"Tapi seenggaknya kan saya masuk akal, Mas. Minta kontak karena memang ada keperluan. Lah, Mas Tian? Ngga ada angin ngga ada hujan, ngajakin lunch ... HAHAHHA."

Tian mendesah pasrah, menelan kalah.

Ya, dia akui tadi itu memang... refleks. Apa ya? Formalitas? Spontanitas? Tololitas?

Apapun itu, walaupun hasilnya null, Tian tidak menyesalinya. Ia bersyukur bisa berinteraksi singkat dengan Eva Sania walaupun itu merupakan penolakan. 

‘Penolakan, ya ....’

Otak Tian mendadak dihampiri dengan sebuah pikiran yang mendesak. Dia benci sekali penolakan.

"Nis."

"Hehe ... hm? Kenapa, Mas?" Sang asisten masih meredakan tawa.

"Gimana kalau dia nolak beneran?"

"Ha, siapa? Nolak apa?" Nisa mulai kumat dengan lola-nya.

"Ck. Itu, si Kendall Jenner. Jadi BA."

Butuh beberapa detik sebelum otak Nisa selesai buffering mendengar kalimat Masbos-nya.

"Oh, kita masih ngomongin Mbak Eva? Eh ... memangnya beneran mau dijadiin BA, Mas? Mas sudah minta?"

Tian berdecak gemas.

"Ya belum sih, masih rencana ... tapi kok kayaknya bakal ditolak beneran, ya?"

"Kayaknya, sih." Nisa membenarkan dengan pesimis.

"Kita harus ngelakuin sesuatu, Nis. Gimana ya caranya supaya kita bisa nangkep perempuan itu ...." Tian berbicara dengan tatapan lurus ke arah jalan raya.

"Loh, memangnya kenapa harus ditangkep, Mas? Mas bener-bener naksir dia, ya?"

Tian menoleh sekilas sambil menyematkan senyum misterius.

"Ya nggak, lah!" ucap Bastian ringan.

Tanpa Tian sadari, wajah Nisa membulat dengan cepat seraya mulutnya terbuka lebar dan matanya melotot penuh gemilang cahaya harapan.

"Iya?! Beneran toh, Mas Tian ngesir dia! AAAAHH AKHIRNYA!! HEY JAKARTA, DENGERIN TUH! MASBOS-KU TERNYATA TIDAK HOMO!!" Teriakan wanita muda itu memenuhi mobil Tian, sang empunya kemudi mengernyitkan dahi menerima siksaan pada pendengarannya itu.

"Nis, please. Jangan norak." Gumaman Tian tertelan sendiri saat asistennya menari-nari random dengan riang gembira, tampaknya senang sekali dengan penemuan barunya.

“MASBOS BASTIAN COKRO SUKA CEWEK!! WUWUWUW!” Teriak Nisa lagi.

**

Bab terkait

  • Baby Daddy   11 - Percakapan dengan Ika

    Apakah kamu punya sahabat dekat yang selalu menjadi bagian hidupmu selama lebih dari satu dekade terakhir? Eva punya. Rizka namanya. Panggilan sayangnya, Ika. Mereka sudah berteman sejak awal masuk SMA, Eva dan Ika sama-sama masuk kelas IPS dan menghabiskan masa-masa kejayaan remaja bersama. Eva ikut ekskul Jurnalistik, sementara Ika menyalurkan hobi memasak di Tata Boga. Pasca kelulusan, Eva dan Ika saling setuju untuk kuliah di jurusan Hubungan Internasional alias HI di salah satu perguruan tinggi negeri yang, ajaibnya, berhasil mereka masuki berdua. Berbeda dengan Eva yang memiliki surai coklat tua sepunggung, lurus dan elegan, Ika merupakan wanita dengan rambut bob pendek yang membuat perawakannya menjadi manis dan awet muda. Wajahnya berbentuk hati dan hidungnya

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-27
  • Baby Daddy   12 - Anak dan Calon Bapak

    "Dah?" Ika menepuk-nepuk pundak sahabatnya pelan. Eva mengangguk sebagai jawaban. Setelah kembali duduk di hadapan Eva, Ika menggelengkan kepala takjub. "Bisa-bisanya lu keselek pas panic attack." Eva menatapnya sambil tersenyum simpul, mengedikkan bahu. Setelah menghela beberapa napas, Eva kembali mengambil potongan pizza terkutuk itu, berniat menghabisinya. Ika memandangi Eva yang mengunyah dengan lebih hati-hati. Tatapannya dalam, membuat kunyahan sahabatnya itu memelan sampai berhenti sepenuhnya. "Apaan?" tanya Eva dengan mulut penuh. "Lu

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-28
  • Baby Daddy   13 - Malam Bersama Nathan

    ⚠️ BAB INI BERISI KONTEN DEWASA 21++ HARAP BACA DENGAN BIJAK. ** Hidup pada era milenium kedua dari tahun masehi, kamu akan terbiasa dengan segala sesuatu yang serba cepat dan instan. Begitu juga dengan romansa. Speed dating. Pernah dengar istilah itu? Salah satu sarana untuk menemukan belahan jiwa secara efisien dan hemat waktu adalah Timber, aplikasi dimana kamu bisa bertemu orang-orang yang menarik minatmu dalam sekali swipe. Dari puluhan kandidat yang lolos seleksi, hanya hitungan jari jumlah lelaki yang rela Eva temui di dunia nyata dari app ini—salah satunya adalah Nathan. Yonathan C

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02
  • Baby Daddy   14 - Detail Untuk Ika

    Menurutmu, apa yang akan terjadi jika sepasang lelaki dan perempuan dewasa yang jelas-jelas menguarkan vibrasi ketertarikan antar satu sama lain, diberi kesempatan untuk berduaan dalam satu kamar motel? Yap. Itulah yang terjadi antara Eva dan Nathan. They made love. Itu bukanlah pengalaman pertama bagi Eva, dan bukan juga yang terakhir. Namun dari cara Nathan membawa tubuhnya, tampak sekali kalau ini juga bukan kali pertama bagi lelaki itu. Untungnya, Eva tak ambil pusing atas status keperjakaan laki-laki ini, sebab yang jelas Eva rasakan adalah bersyukur karena telah melakukan treatment brazilian wax

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-03
  • Baby Daddy   15 - Kunjungan Pulang Eva

    Hari ini hari Minggu, hari di mana orang-orang seharusnya beristirahat dengan santai. Namun Minggu ini berbeda untuk Eva Sania, yang pada jam 9 pagi ini sudah berada satu mobil dengan Ika, berkendara selama satu jam terakhir menembus tengah-tengah kota Bogor. Hari ini Eva ada janji dengan balita berusia 3 tahun yang kemarin ia rebut coklatnya. Sebersit perasaan lega sempat mendarat di hati Eva setelah kemarin melepas beban di rumah Ika—Eva memutuskan untuk menginap disana sore itu. Kebetulan Yogi, suami dari Ika, sedang work trip di Garut. Ika kesepian, katanya. Tak berapa lama, lega itu harus cepat-cepat pergi ketika mobil melaju memasuki jalan utama gerbang perumahan

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-04
  • Baby Daddy   16 - Sundae Sunday

    Ponsel di tangan Eva menampilkan jendela pesan W******p, dengan nama kotak ‘Nathan’. [huy va, gw baru sampe jkt nih. wanna hang?] Pesan itu terbaca dalam satu detik sapuan mata. Eva buru-buru menarikan jemari lentiknya di atas tuts keypad, mengetik balasan: [Hai. Hari ini gue lagi di bogor nih, nemenin ponakan.] Tak berapa lama, ponsel itu kembali bergetar. Nathan membalas. [yah… temenin gw nya kapan dong? :(...] Nathan merajuk dalam chat itu. [HAHAHA. Ya udah liat ntar malem yak, gue bisa free apa kaga.] [ok!] Eva tersenyum membaca persetujuan mereka. Tak ada janji, namun sepertiny

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-06
  • Baby Daddy   17 - Rencana Bersama Nathan (1)

    ⚠️ BAB INI BERISI KONTEN DEWASA 21++ HARAP BACA DENGAN BIJAK. ** Eva mematut diri didepan kaca, memperhatikan pantulan bayangan seorang wanita yang menatapnya balik, sedang mengeringkan wajah dengan handuk kecil. Sambil bersenandung, Eva berencana menghidupkan wajah dengan riasan tipis, tanpa menggunakan bedak atau foundation, dan memusatkan perhatian di wajahnya dengan sapuan liptint yang membuat bibir perempuan itu merona natural. Menyisir alis dengan kuas spoolie kecil, dan menyugar rambut dengan jari setelah menyemprotkan dry sham

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Baby Daddy   18 - Rencana Bersama Nathan (2)

    Hal terpenting yang harus dilakukan setelah bermantap-mantap adalah membersihkan organ reproduksi. Dan jika kamu adalah wanita, hal ini merupakan satu langkah mudah (yang jadi agak susah ketika kamu baru saja melakukan injeksi, vibrasi, dan ejakulasi beberapa detik sebelumnya), yaitu pipis. Mekanisme mengalirnya urin membantu membersihkan uretra dari bakteri, mencegah infeksi saluran kemih, dan bahkan penyakit menular seksual. Jadi, itulah yang berusaha Eva lakukan selama dua menit terakhir. Pipis. Eva duduk di atas kloset sambil memejamkan mata, memerintahkan organ intimnya untuk segera bekerja sama dengan kantung kemih dan segera pipis. ‘Ayo, pipis pipis pipis, keluarkah!’ Tok-tok-tok ... Suara di dal

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-08

Bab terbaru

  • Baby Daddy   52 - Eva on Duty

    “HACHIM!!!”Eva menggosok hidungnya yang gatal karena bersin. Debu dari sudut planetarium ini sepertinya telah membangkitkan alerginya—atau mungkin, ada yang sedang membicarakannya di luar sana. Entahlah.“Gimana, Mbak?” tanya Gama yang kini menghampiri Eva.Pemuda itu mengecek smartphone-nya beberapa kali, hasil memotret sudut-sudut museum dan planetarium ini, sementara Bisma dan Fardi sibuk merekam berbagai lokasi dan ruangan dengan kamera mereka, sebagai bahan laporan dan rekaman untuk episode pilot nanti.“Kok tanya saya? Menurut kalian sendiri, gimana ini lokasinya?” Eva melemparkan pertanyaan balas pada Gama.“Hehe. Maksudnya, gimana menurut Mbak Eva, memungkinkan nggak ng

  • Baby Daddy   51 - Peraduan Tian

    Pagi yang padat menjadi pembuka hari Bastian di Surabaya. Selain mendampingi Eva sebagai orang kepercayaan Channel 5, dia sendiri juga memiliki beberapa agenda pribadi yang harus dijalankannya. “Lho, Mas Tian nggak ikut ke lokasi kedua? Ini beneran saya saja sama anak-anak kreatif, nih?” Gama bertanya ketika Tian hendak melepas kepergian mereka ke lokai kedua. “Iya, saya ada janji dengan salah satu investor Pandora. Nanti kita ketemu lagi pas makan malam,” jelas Tian kepada rombongannya. “Oke Mas Tian, hati-hati!” Fardi melambaikan tangan. Salah satu anggota tim kreatif itu sedang membawa tas kamera yang terlihat lumayan berat. “See you soon, then ….” Eva melepas Tian dengan senyum tipis. Berpisah sementara memberi Tian

  • Baby Daddy   50 - Kekacauan Breakfast (2)

    “Uhuk—uhuk!!!” Tian menepuk-nepuk dadanya. Eva refleks ikut menepuk punggung kukuh lelaki itu, untuk kemudian tersadar akan apa yang dia lakukan, dan buru-buru kembali menarik tangan. Batuk Tian itu masih berlangsung selama beberapa detik sebelum akhirnya CEO Pandora itu berucap, “kamu salah sangka, Gama.” Lelaki yang diajak bicara oleh Tian itu seketika mengerutkan kening. “Maksud Mas?” tanyanya. “I—itu ...” Kini giliran Eva yang membuka suara. “Anu, Gama, tolong di-keep dulu masalah ini. Jangan sampai ketahuan orang luar, apalagi media. Bahkan orang kantor juga … please, kalau bisa jangan sampai tau.” Perkataan Eva barusan tidak hanya membuat Gama bungkam, tapi juga Tian yang seketika melongo. Pasalnya, Eva seakan-akan mengkonfirmasi jika ada sesuatu di antara mereka. Sesuatu yang rancu. “Ooooh, jadi beneran toh,” simpul Gama. Empat rekan tim kreatif yang lain ikut manggut-manggut juga. “Tenang aja, Mbak. Rahasia Mbak Eva sama Mas Tian aman kok sama

  • Baby Daddy   49 - Kekacauan Breakfast (1)

    Bastian Cokro terbangun dengan perasaan senang yang baru. Ada aroma familier yang menggelitik hidungnya; paduan teh hijau dan eucalyptus yang segar dan halus. Saat membuka mata, dia melihat Eva Sania terlelap di ranjang hadapannya. ‘Kemenangan kecil’, begitu gumam Tian dalam benaknya sebelum bangun dari sofa bed tempatnya semalaman. Tian merasa sukses karena dia sudah bisa menjaga sikap, tidak memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan untuk membuat Eva tidak nyaman. Kalau Tian brengsek, bisa saja malam tadi dia menggunakan modus untuk bisa seranjang dengan perempuan idamannya itu. Tapi tidak, Tian masih menghormati Eva, dan juga dia lebih memikirkan efek jangka panjangnya. Kenikmatan sesaat bisa saja menjadi tiket menuju hancurnya hubungan secara permanen. Tian, tentu

  • Baby Daddy   48 - Sekamar Berdua?

    Malam sudah terlampau larut. Sepertiga terakhir menunjukkan waktu dini hari, namun Bastian Cokro masih berstatus tamu buangan karena tidak menemukan tempat untuk bermalam.Sudah lebih dari sepuluh menit dia duduk di sofa lobi Celestial Hotel, menggulir gawainya untuk mencari penginapan lain untuk disinggahi.‌ Hasilnya selalu sama: unavailable, fully booked.Ah, mencari kamar dadakan di ibukota provinsi pada jam-jam segini memang sungguh misi yang mustahil.“Sudahlah, Mas, di kamar ini saja.‌ Saya nggak keberatan, kok, kita sharing berdua.”Eva masih setia menemani Tian di lobi, masih menggenggam kartu kamar terakhir yang dipesankan Nisa untuk rombongannya, dan masih belum naik ke kamar itu sendiri.&ldqu

  • Baby Daddy   47 - Insiden Hotel

    Turbulensi ringan menyambut kedatangan Eva, Tian, dan rombongan di bumi Surabaya. Penerbangan singkat dari bandara Soekarno-Hatta menuju Juanda itu berjalan lancar, malahan, dua orang dari tim kreatif, Bisma dan Fardi, tertidur pulas di kursi mereka.Eva menanggapi posisinya sebagai satu-satunya perempuan di rombongan itu dengan santai. Toh dia dikelilingi orang-orang yang dikenal dan terpercaya; adalah Tian dan juga rekan-rekan satu kantornya di Channel 5.Sembari menunggu pesawat mendarat dan mereka diperbolehkan turun, terlihat Gama hendak mengajak Eva bicara.“Mbak Eva nanti katanya yang bakal nge-lead gantiin Pak Bram, ya?” Suara Gama, pemuda dari tim kreatif yang duduk dua kursi di sebelah kirinya, menyapa Eva.“Emmm … iya sih, rencananya g

  • Baby Daddy   46 - Tian Bertamu

    Ketukan di pintu unit apartemen Eva membuat sang nona rumah berlari kecil ke arah sumber suara. Eva menyempatkan diri mengintip penampilannya di pantulan layar hitam flat TV ruang tengahnya. Tubuhnya dibalut terusan katun yang ringan, tanpa model yang terlalu rumit, juga rambut yang dikeringkan dan di-blow dry buru-buru—kini tersanggul dalam jepitan besi berhias mutiara imitasi. Riasan wajah? Bah, jangan harap. Eva hanya sempat melembabkan bibir dengan lip balm transparan agar tidak pecah-pecah dihantam pendingin ruangan, pun wajahnya hanya berbalut pelembab tanpa ada pulasan bedak. Rasanya penampilan Eva jauh lebih polos dari sebelum-sebelumnya, saat ia menemui Bastian di lingkungan kantor atau di photoshoot. Di sana, Eva selalu tampak berpoles dan presentable. Pantas untuk dilihat.

  • Baby Daddy   45 - Tugas Dari Pak Bram

    “Apa benar kamu akan ikut trip ke Surabaya bersama Bastian Cokro?” Pak Bram bertanya dengan nada serius.Eva seketika gugup, dan berusaha menjawab dengan anggukan. “Benar, Pak,” ucapnya kemudian.“Hmmm, oke. Kapan berangkatnya?” Pak Bram meneruskan.“Malam ini.”“Oke, good. Kamu yang akan jadi perwakilan saya kalau begitu.”Pernyataan Pak Bram barusan membuat Eva terbelalak kaget.“Eeeeh … maksudnya gimana, Pak?” bingung Eva.“Sebenarnya, saya juga diundang untuk ikut dalam work trip ke Surabaya itu. Tapi, pas sekali nanti malam saya harus ke Singapore

  • Baby Daddy   44 - Dilema yang Menular

    Eva Sania berangkat kerja dengan pikiran yang tak fokus. Berkali-kali ingatannya terseret pada rangkaian kalimat yang dilontarkan Ika, sang sahabat, kemarin saat Eva mengepak barang sebelum keberangkatannya malam nanti. “I’m telling you, Bastian itu mandul, Va .…” Ika mengulang kalimat yang sukar dipercaya itu. Ika juga melanjutkan, “ini nggak sesuai sama misi lu buat punya anak, Va. Kalau lu beneran butuh ayah jabang bayi, kemungkinan besar Tian bukan orangnya.” TING! Elevator terbuka. Eva kembali ke masa kini, di lobi kantornya, terburu-buru memasuki lift untuk naik ke studio broadcast. ‘Tega bener kamu ngasih tau aku kabar begitu, Ka …,’ pikir Eva sambil melamun di dalam lift. ‘Aku harus gimana sekarang?’ lanjutnya da

DMCA.com Protection Status