Share

Bab 31

Penulis: Yazmin Aisyah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-26 09:45:34

BUKAN SALAH IBU 31

"Bella, aku … aku … membunuhnya… "

Aku tersadar. Masih menggenggam samurai di tanganku, aku menarik Helena keluar. Berdua kami berlari dan masuk ke dalam mobil. Kulemparkan samurai itu ke jok belakang dan secepatnya pergi dari tempat itu. Biarlah, apapun yang terjadi besok, yang penting kami harus pergi dari sini.

Aku melarikan mobil secepatnya. Sudah lewat tengah malam, jalanan benar-benar lengang. Di sebelahku, Helena duduk meringkuk, mengangkat kedua kaki dan memeluk lututnya. Dia gemetar, sementara matanya jelalatan kesana kemari.

"Helen, tenanglah. Kita sudah sampai rumah."

Aku memasukkan mobil ke garasi dan langsung menutupnya. Membuka pintu samping, Helena benar-benar seperti orang tak bisa bergerak. Dia shock berat.

"Helen, adikku, ayo turun."

Aku rasanya ingin menangis melihatnya. Tapi, kutahan air mata sekuat tenaga. Dia akan semakin rapuh jjka melihatku menangis.

"Sudah nggap apa-apa. Orang jahat nggak akan mati dengan mudah. Dia hanya luka. Kakak akan te
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • BUKAN SALAH IBU   Bab 32

    BUKAN SALAH IBU 32"Kedua putri saya sedang tidur. Mereka berdua shock berat dan belum bisa ditanyai. Tapi mereka sudah menceritakan semuanya, persis sama seperti yang saya ceritakan barusan. Dan dengan rekaman suara ini, saya harap cukup untuk menjerat lelaki itu dengan hukuman seberat-beratnya."Sayup kudengar suara Ayah dari arah ruang depan. Aku membuka mata, dan pandanganku langsung tertuju ke langit-langit ruang tengah. Aku masih tertidur di atas sofa bed, dengan selimut tua yang empuk dan nyaman. Otakku bekerja dengan segera, memilah ingatan, pada apa yang baru saja kami alami. Sebuah peristiwa besar dan mengerikan, yang kuharap hanya terjadi sekali dalam seumur hidupku."Baiklah, Bapak Wisnu. Saya harap anda bisa bekerja sama dengan pihak kepolisian. Jika kedua putri anda sudah bisa diajak berkomunikasi, mereka harus tetap memberi keterangan sendiri tanpa perwakilan. Sebagai saksi utama."Polisi.Aku berusaha bangun, tapi ternyata kepalaku pusing sekali saat diangkat tadi. Ku

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-26
  • BUKAN SALAH IBU   Bab 33

    BUKAN SALAH IBU 33"Bella!"Suara Helena riang. Saat sudah dekat, aku baru tahu bahwa yang ada di tangannya adalah es krim kacang merah, persis seperti yang kubawa. Dan orang yang membawanya adalah seseorang yang berjanji akan datang ke rumah menemui Ayah dan Ibu."Aku mengirim pesan whatsapp, menanyakan kapan aku bisa datang. Tapi, pesanku hanya ceklis satu," terang Pak Emir, yang tampak tak enak hati melihatku datang. Aku teringat bahwa ponselku masih disimpan Ayah. Ponsel yang ada rekaman mengerikan kejadian malam itu. Ayah lalu membelikanku ponsel baru dan tidak terpikir olehku untuk menghubunginya."Kamu nggak marah kan, Bels? Aku dan Bang Emir tadi nungguin kamu."Kenapa nada suaranya berbeda saat menyebut namanya? Dan Helen memanggilnya apa? Abang?Aku tersenyum."Kenapa harus marah? Emm, aku tadi mampir depan sekolah, beliin ini buat kamu, tapi rupanya sudah ada yang beliin duluan."Helena dan Pak Emir sama-sama menatap kantung plastik di tanganku. Mereka saling melirik dan ta

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-02
  • BUKAN SALAH IBU   Bab 34

    BUKAN SALAH IBU 34PoV HELENA"Aku nggak punya perasaan apa-apa sama Pak Emir, Helen. Sungguh. Aku nggak suka sama dia."Kata-kata Bella terngiang lagi. Aku tersenyum. Bella, kamu bukan orang yang bisa berbohong. Meski bibirmu berucap seperti itu, aku tahu hatimu mengatakan sebaliknya. Matamu dengan jelas menyatakan perasaanmu. Kenapa harus berbohong? Apakah demi aku? Lagi?Ponselku berbunyi. Aku meraihnya dan langsung berdebar begitu melihat siapa yang menghubungi. Arlan, sahabatku di Singapura. Apartemen kami bersebelahan dan dia satu-satunya sahabat berjenis lelaki yang kupunya."Helen, Mamamu benar ada disini. Tadi, Mami sempat mengintip ke sebelah. Ada apakah? Kenapa kau tak ikut?""Arlan, ada sesuatu yang tak bisa kujelaskan. Tapi, bisakah kau membantuku? Tolong jaga Mama sebentar sampai aku tiba.""Your wish my lady. Jangan lama-lama. I'm gonna miss you, Helen. Dua tahun kita nggak bertemu. Pulanglah kesini. Disini tempatmu."Aku mematikan sambungan telepon. Ya, sedetik saja ta

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-02
  • BUKAN SALAH IBU   Bab 35

    BUKAN SALAH IBU 25PoV BELLAAku menatap burung besi itu melayang, terbang ke atas awan lalu lenyap dari pandangan. Hanya suara gemuruhnya yang terasa masih terngiang di telinga. Di dalamnya, dua orang yang kusayangi berada, membawa sebuah niat mulia. Semoga, kedatangan Helena dan Ayah, bisa membuat Tante Meira bertahan dan menyadari kesalahannya. Bukankah semua orang berhak diberi kesempatan kedua?"Ayo pulang."Ibu menarik tanganku dengan lembut menuju area parkir. Aku mengangguk, menikmati rasa tercekat di tenggorokan. Sungguh tak pernah kuduga, kepergian Helena membuatku sesedih ini. Apalagi, dia dengan jujur mengatakan bahwa tak akan pulang dalam waktu dekat. Helena telah mengajukan cuti ke kampus, entah berapa lama. Rencananya, dia juga akan mendaftar kuliah di Negeri Singa itu. Entah kapan aku akan bertemu dengannya lagi."Doakan saja, Nak. Semoga kita semua diberi umur panjang hingga bisa berkumpul lagi."Ibu menyentuh bahuku sesaat sebelum mobil meninggalkan area bandara. Aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-02
  • BUKAN SALAH IBU   Bab 36

    BUKAN SALAH IBU 36Orang bilang, ujian yang kita terima dalam hidup adalah karena Allah sayang. Pertanda kita akan naik ke kelas yang lebih tinggi. Kelas kehidupan. Tapi, bagaimana dengan aku dan Ibu? Yang nyaris seumur hidup, hanya berisi ujian tanpa pernah ada latihan lebih dulu."Bella, Ayahmu … "Aku memeluk Ibu, tak tahu lagi bagaimana cara menghiburnya karena aku sendiri hancur di dalam sini. Televisi telah dimatikan. Berita tentang hilangnya Singapore Airlines dari radar tadi telah melenyapkan harapan kami untuk kembali memeluk Ayah. Telepon berdering bersahutan, tak ada satupun yang kami angkat. Ayah memang belum sempat mengumumkan pernikahan keduanya dengan Ibu karena masalah Tante Meira keburu datang. Tapi, keluarga besar perusahaan dan rekan bisnisnya telah tahu dari berita yang dimuat di koran bisnis lokal.Aku membiarkan saja ponsel terus berkedip tanpa minat untuk melihatnya. Fokusku saat ini adalah Ibu, yang terbaring di atas ranjang dengan pandangan menerawang ke lang

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-10
  • BUKAN SALAH IBU   Bab 37

    BUKAN SALAH IBU 37Sebulan berlalu, kabar hilangnya Singapore Airlines di portal berita online maupun televisi mulai redup. Pesawat yang membawa seratus tujuh penumpang dan tujuh awak kapal itu benar-benar bak hilang ditelan bumi. Ini tentu bukan yang pertama terjadi, tapi aku tak pernah menyangka bahwa peristiwa yang mengerikan ini menimpa kamiMengerikan. Karena, hendak kemana aku dan Ibu menziarahi makam Ayah jika rindu?Jika dulu, aku yang kerap duduk di bangku kayu teras rumah demi menunggu Ayah, sekarang, Ibulah yang melakukan kebiasaanku. Setiap pagi sore setelah mandi dan berdandan cantik dan rapi, Ibu akan duduk di teras depan. Matanya yang sendu menatap ke ujung jalan, seolah berharap keajaiban."Ibu, bukankah dulu Ibu yang mengajariku untuk menerima semua takdir yang Allah berikan dengan lapang dada? Ayah mungkin tak akan pernah kembali. Mari kita doakan saja agar Ayah tenang di alam sana."Dan Ibu langsung mendelik."Kenapa kau bicara seolah-olah Ayahmu sudah tiada? Mana b

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-10
  • BUKAN SALAH IBU   Bab 38

    BUKAN SALAH IBU 38"Pergi! Semua ini gara-gara kalian. Belum puas dulu selama delapan belas tahun kalian merebut suamiku. Sekarang, kau dan Meira yang menjadi penyebab dia tak kembali lagi. Pergi!"Aku terkejut, dengan segera berlari ikut berjongkok di depan Ibu sambil menahan tubuh Helena. Kubimbing dia agar berdiri. Tapi, Helena menggelengkan kepala."Tante Ana benar, Bella. Ini memang salahku dan Mama."Ibu menatap nanar pada Helena, lalu berdiri sambil mengusap air matanya."Suruh dia pergi, Bella. Ibu belum sanggup melihatnya."Lalu, beliau berjalan masuk ke dalam rumah. Tak lama kudengar suara pintu kamarnya ditutup. Aku menghampiri Helena dan membimbingnya agar berdiri."Maafkan Ibu, Helen. Ibu tidak baik-baik saja sejak Ayah hilang tanpa kabar untuk kedua kalinya."Helena terdiam, menatap pucuk daun mangga yang melambai tertiup angin pagi hari."Bagaimana kabar Tante Meira?"Gerakan kepalanya menoleh padaku tampak terlalu tiba-tiba. "Oh, Mama sudah sembuh. Sekarang, Mama kerj

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-18
  • BUKAN SALAH IBU   Bab 39

    BUKAN SALAH IBU 39Suasana ruang makan sedikit canggung. Kami duduk bertiga, dengan Helena di sebelahku, tak berani sedikitpun mengangkat kepala. Dia menekuri piringnya yang berisi salad buah. Sudah lama kutahu bahwa dia tak biasa sarapan nasi sepertiku. Jadi pagi-pagi sekali aku meminta Mbak Rina, salah satu ART yang diberikan Eyang untuk kami, membuat salad itu khusus untuknya.Di seberangku, Ibu duduk, makan dalam diam. Sementara di kepala meja, tempat seharusnya Ayah duduk, kosong. Dan setiap kali tatapan terpaku pada kursi itu, hatiku mendesis perih.Sungguh tak ada kesedihan yang lebih dari ini, saat kau tak bisa melihat orang yang kau cintai untuk selamanya, juga tak tahu hendak kemana menjunjung pusaranya.Ibu selesai lebih dulu. Beliau mengangkat piringnya ketika Helena berdiri dan menahannya."Tante, biar aku saja."Ibu terdiam. Dibiarkannya Helena mengangkat piring sarapannya yang kosong ke wastafel. Gadis itu langsung mencucinya sekalian. Setelah itu, dia sibuk mengelap k

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-18

Bab terbaru

  • BUKAN SALAH IBU   Bab 50 (ENDING)

    BUKAN SALAH IBU 50 (ENDING)Aku, Ayah dan Ibu nyaris berlari menuju bangsal rumah sakit umum, rumah sakit terdekat dengan rumah tahanan khusus wanita tempat Tante Meira ditahan. Berita itu sepertinya belum masuk televisi dan kami dihubungi langsung oleh pihak rutan karena kamilah keluarga yang tertera di data tahanan.Subuh tadi, terjadi kebakaran hebat di rutan, diduga karena adanya hubungan arus pendek. Kondisi subuh yang dingin, disaat nyaris semua penghuninya sedang lelap di alam mimpi, membuat korban berjatuhan. Salah satunya Tante Meira. Kini, bersama puluhan korban lainnya, Tante Meira telah berada di IGD rumah sakit.Ponselku berulang kali bergetar. Helena terus menelepon, ingin tahu keadaan Mamanya. Susah payah aku membujuknya agar tetap tenang."Aku akan segera pulang, Bella. Mas Abim akan cari tiket. Ya Allah, Bella, tolong, bilang dokter untuk selamatkan Mama. Mama mungkin bukan orang baik, tapi dia orang yang melahirkan aku."Di seberang telepon, Helena menangia tersedu-s

  • BUKAN SALAH IBU   Bab 49

    BUKAN SALAH IBU 49PoV BELLASuara minyak yang sudah panas terdengar mendesis. Kumasukkan bumbu berupa dua macam bawang, cabai merah, kunyit dan jahe yang sudah diiris halus, menambahkannya dengan daun jeruk, daun salam, serta lengkuas dan sereh yang sudah di geprek. Setelah semuanya layu dan menguarkan aroma harum, kumatikan kompor, dan memindahkan bumbu tadi ke dalam rebusan tulang iga yang sedang menggelegak. Tak lama, aroma harum pindang iga memenuhi dapur, membawaku ke masa setahun yang lalu.Setahun yang lalu, sehari sebelum berangkat ke Samarinda, tempatnya sekarang tinggal, Helena memintaku mengajarinya masak pindang iga. Itu makanan kesukaannya. Dia bisa menghabiskan satu mangkuk penuh jika Ibu memasaknya. Dan karena sejak kecil aku sudah suka membantu Ibu, aku tahu bagaimana cara memasaknya. Meski dulu, kami hanya bisa makan daging seperti itu setahun sekali, saat lebaran idul adha."Syukurlah bumbunya diiris saja, aku nggak bisa ngulek."Helena cekikikan. "Apa gunanya Chop

  • BUKAN SALAH IBU   Bab 48

    BUKAN SALAH IBU 48Dia pergi, membawa setengah hatiku bersamanya. Sungguh singkat kebersamaan kami. Sembuh dari sakit, lalu menikah. Hari-hari yang kami lalui seakan berlompatan. Tahu-tahu, dia dibawa pergi suaminya. Suaminya. Adikku Helena kini telah menjadi seorang istri. Dia menjelma menjadi istri yang manis dan menyenangkan. Helena yang dulu membully-ku disekolah benar-benar telah mati. Ulat itu telah bermetamorfosis menjadi kupu-kupu dengan sayapnya yang indah.(Kami transit di Jakarta. Tiba-tiba saja aku ingin merasakan malam di kota tua. Jadi kami menunda keberangkatan. Untung saja kamu kasih saran untuk nggak pesan tiket langsung ke Kalimantan.)Pesannya masuk kemudian, disusul foto-fotonya berpose di kota tua. Aku tersenyum, dia tampak sangat cantik dengan dandanan ala Nonik Belanda.(Pastikan kau selalu bersama Abimanyu.)(Okey)(Apa kepalamu masih suka sakit?)(Nggak lagi. Aku bahagia. Kakak jangan mengkhawatirkan aku. Sekarang waktunya Kakak memikirkan diri Kakak sendiri.

  • BUKAN SALAH IBU   Bab 47

    BUKAN SALAH IBU 47"Helen, aku … ""Aku sayang kakak."Helena tiba-tiba memelukku. Aku terkejut, menyambut tubuhnya dan membalas pelukan itu. Hatiku menghangat oleh rasa haru. Oh, Tuhan, salahkah jika aku ingin dia amnesia selamanya? Biarlah dia melupakan masa lalu. Biarlah dia hanya mengingat aku, Ayah dan Ibu sebagai keluarganya saja. Dosakah aku, Tuhan?"Kakak juga sayang kamu. Ayo masuk, sebentar lagi magrib, nggak baik ada diluar rumah.""Aku masih suka duduk disini.""Kita akan sering duduk disini, asalkan tidak menjelang magrib.""Tapi aku suka kursi ini. Bolehkah kursi ini untukku?"Aku tertegun sejenak. Kursi rotan itu, baru, dibeli Ayah untuk menggantikan kursi kayu yang dulu kugunakan untuk duduk menunggunya. Seperti de javu, apa yang ku katakan pada Helena sekarang adalah, apa yang sering dikatakan Ibu padaku dulu : masuklah, Bels, tak baik diluar menjelang magrib begini."Tentu saja. Tak ada yang boleh duduk disini selain dirimu."Helena tersenyum, dengan manja dia mengge

  • BUKAN SALAH IBU   Bab 46

    BUKAN SALAH IBU 46Aku terbangun di pagi hari dalam keadaan yang jauh lebih baik. Infus di tanganku rupanya bekerja dengan cepat. Alarm tubuh membangunkanku sesaat setelah azan subuh selesai. Aku melihat Ibu yang sedang salat sendirian dan itu membuatku lega. Semalam, Ibu datang cukup larut, membantuku salat isya dan menyuruhku langsung tidur lagi. "Operasinya sukses, Helena sudah dipindahkan ke ICU. Berdoalah semoga besok dia sadar."Aku termangu. Dari rekaman CCTV di lapangan parkir kampus, Helena ternyata memang sengaja menunggu disana. Dia melihat bagaimana mobil itu nyaris menabrakku dan berlari secepat mungkin, mengorbankan diri dan keselamatannya sendiri. Teman-teman yang menceritakan hal itu. Mereka mendapat informasi dari staff keamanan. Semalaman, aku nyaris tak bisa berhenti menangis membayangkan gadis itu melakukan hal berbahaya agar aku selamat.Seandainya tak ada Helena, maka akulah yang kini berbaring di ruang ICU."Bels? Sudah bangun? Ayo Ibu bantu salat subuh."Aku m

  • BUKAN SALAH IBU   Bab 45

    BUKAN SALAH IBU 45PoV BELLA"Sampai besok, Bels. Jangan lupa, kasih badanmu istirahat. Kamu kelihatan capek banget."Aku melambaikan tangan pada Rena, berterima kasih atas perhatiannya. Dia sahabat baru di kampus. Rasanya menyenangkan sekali punya sahabat setelah menghabiskan masa SMA yang sepi dulu. Sejak pagi, badanku memang terasa tidak nyaman, tenggorokan sakit dan kepala sedikit pusing. Sepertinya aku akan flu berat.Dengan langkah yang kuusahakan agar cepat, aku melangkah menuju mobil. Parkiran kampus ramai sekali. Motor dan mobil sibuk lalu lalang akibat jam pulang yang berbarengan. Aku berjalan sambil menurunkan ransel, merogoh sakunya untuk mencari kunci mobil. Fokusku sedikit teralih karena kunci itu tak juga kutemukan. Sepertinya aku meletakkannya di kantong sebelah kanan, kenapa nggak ada ya?Tiinnn!"Bella! Bella! Awas!Tiinnn!Aku mendongak, merasakan atmosfer yang berubah seketika. Teriakan panik, pekikan menyebut namaku menggema, lalu suara deru mobil … Aku berbalik,

  • BUKAN SALAH IBU   Bab 44

    BUKAN SALAH IBU 44"Kau jahat, Bella! Kau jahat!""Helen!"Bella berdiri, dan dengan gerakan cepat menarik tanganku."Kau tak sadar kalau kata-kata itu lebih pantas kau tujukan untuk dirimu sendiri?"Aku menangis terisak-isak, kata-katanya itu entah kenapa terasa sangat menyakitkan. Aku menatapnya dengan benci, bertanya-tanya dalam hati, ngkinkah hubungan kami berdua akan kembali seperti dulu lagi. Saling membenci dan saling menyakiti."Lagipula, kau belum mendengar seluruh kalimatku," ujar Bella kemudian."Kau menghasut Papa untuk melupakanku, kan?""Persis seperti apa yang kalian lakukan dulu?" Bella tersenyum sinis, "Aku tak sejahat itu. Duduk di meja dan temui Ayah."Bella menarik tanganku yang seketika menegang. Dia menyuruhku duduk di sisi Papa. Meja makan telah kosong, hanya ada sekeranjang buah di tengah meja. Sepertinya piring-piring kotor dan sisa makanan telah disingkirkan. Aku duduk kaku dan tegang, padahal, Papa duduk amat dekat denganku. Dulu, aku akan dengan segera masu

  • BUKAN SALAH IBU   Bab 43

    BUKAN SALAH IBU 43"Nyonya Wardhana meminta saya menjemput Nona Helen untuk menemui Ibu anda di kantor polisi. Katanya, Mama anda memaksa ingin bertemu."Aku membelalakkan mata. Jam sepuluh pagi, Abimanyu datang lagi. Aku kenal dia, asisten kepercayaan Nenek berusia akhir dua puluh yang ramah dan mudah tersenyum, tapi tegas dan tak ada toleransi untuk sebuah pelanggaran. Entah kenapa Eyang terus-terusan membuat aku bertemu dengannya."Oke. Tapi, aku bisa pergi sendiri."Abimanyu menggeleng."Tidak, Nona. Nyonya berpesan untuk mengantar dan menunggui Nona lalu memastikan Nona pulang lagi."Aku menggeram dengan marah."Kau membuatku terlihat seperti tawanan!"Abimanyu tersenyum."Mematuhi aturan, atau membatalkan kesempatan … ""Oke! Oke! Dasar sialan!"Lelaki itu hanya memutar bola mata mendengar umpatanku yang kasar. Aku masuk ke dalam kamar untuk berganti pakaian. Tanpa bicara apa-apa, aku keluar dan langsung naik ke mobilnya. Dia ikut melompat naik sambil tersenyum."Tersenyumlah se

  • BUKAN SALAH IBU   Bab 42

    BUKAN SALAH IBU 42Aku meninggalkan Ayah dan Ibu berdua saja di meja makan. Biarlah, Ibu punya caranya sendiri untuk menuntun Ayah agar kembali mengingat kami. Kami hanya perlu bersabar. Dan bukankah sudah beberapa kali kami lulus dalam ujian kesabaran itu?Kuhentikan langkah saat melihat Helena keluar dari kamarnya sambil menggeret tas. Rasanya aku hampir saja berteriak, melarangnya pergi saat melihat wajahnya yang sembab sehabis menangis. Tapi tidak, kali ini, aku belum bisa memaafkannya. Dulu, saat Tante Meira merebut Ayah dari Ibu, Helena tak tahu apa-apa. Tapi sekarang, dia bahkan menjadi salah satu sutradaranya.Helena menyandarkan koper dan berjalan ke arah dapur. Namun, langkahnya terhenti saat melihatku."Mau kemana?""Aku… mau pamit pada Papa dan Tante Ana.""Tak usah. Pergi saja. Kau bisa pamit pada Eyang.""Tapi … "Aku mendekat. Kutatap matanya tepat di maniknya yang hitam."Kau bahkan tak mengizinkan kami tahu keadaan Ayahku yang menyedihkan selama dua tahun lamanya."He

DMCA.com Protection Status