Share

BAB 32. Canggung

Penulis: Sarana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Bisakah kamu mengetuk pintu dulu sebelum masuk!" seru Edgar dengan nada kesal.

Sambil menutupi matanya dengan tangannya sendiri, Natasha menjawab dengan suara terbata-bata, "M-Maaf.." Dia merasa malu dan menyesal atas kesalahannya.

Tanpa berkata apa pun, Edgar melangkah pergi ke kamar mandi tanpa menoleh lagi. Natasha perlahan-lahan menurunkan tangannya, saat suara langkah Edgar semakin menjauh.

Ia menoleh ke belakang dengan hati-hati, memastikan bahwa Edgar benar-benar telah pergi. Melihat kamar sudah kosong, Natasha merasa lega dan segera menyandarkan tubuhnya pada dinding. Dia mengambil napas dalam, mencoba untuk tenang setelah momen yang memalukan tadi.

Tanpa disadari, kaki Natasha sedikit gemetar. Bagaimanapun, ini adalah pertama kalinya ia melihat pria hanya mengenakan handuk di depan matanya.

"Apa sebaiknya aku tidur di kamar bawah saja, ya?" Natasha bertanya pada dirinya sendiri, mencoba mencari solusi untuk mengatasi ketidaknyamanan yang ia rasakan.

Tiba-tiba, suara Edgar te
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 33. Berbeda dari Biasanya

    Setelah Natasha selesai mandi dan mengeringkan tubuhnya dengan handuk, dia meraih pakaian gantinya. Namun, saat hendak memakai pakaian tersebut, dia terkejut saat melihat sebuah dress dengan ukuran sepanjang lutut di tangannya."Kenapa aku mengambil yang ini?" gerutu Natasha pada dirinya sendiri. Dia mengira jika semua pakaian yang disediakan oleh Edgar berukuran panjang, jadi dia hanya mengambilnya tanpa melihat lebih dulu.Natasha diam sejenak sambil memandangi dress berwarna merah muda tersebut. Dia menyadari bahwa tidak mungkin memakai dress itu di depan Edgar. Namun, jika dia tidak memakainya, dia juga tidak bisa keluar tanpa mengenakan pakaian apa pun."Dia benar-benar sudah tidur, kan?" tanya Natasha pada dirinya sendiri. Ia pun membuka sedikit pintu kamar mandi untuk melihat keadaan di kamar Edgar.Natasha menutup kembali pintu kamar mandi, dan bernapas lega saat lampu kamar Edgar masih padam seperti sebelumnya. Ia berpikir jika Edgar memang benar-benar sudah tidur, terbukti d

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 34. Keputusan Bulat

    Di tengah keheningan ruangan yang terasa tegang, Edgar memandang serius ke arah Natasha. "Kamu pernah mengatakan, jika akan memperlihatkan wajahmu hanya pada suamimu saja, kan?" Tanya Edgar, suaranya terdengar tegas, diikuti anggukan kepala dari Natasha."Maka, anggaplah aku suamimu sendiri," pinta Edgar, meskipun ekspresi wajahnya terlihat datar, namun suaranya penuh dengan ketegasan yang sulit diabaikan.Natasha terdiam, matanya mencari jawaban yang tepat. Ia merasa terjebak dalam situasi yang rumit, tidak yakin apakah ia harus menuruti permintaan Edgar atau menolaknya dengan halus."Tapi aku hanya istri kontrakmu," ucap Natasha dengan suara lembut.Edgar, yang tidak ingin mendengar penolakan dari Natasha, segera berkata, "Ini perintah," ucapnya singkat, suaranya penuh dengan otoritas."Jika aku menolaknya?" Tanya Natasha dengan nada ragu, mencoba mencari pemahaman dari sudut pandang Edgar."Bukankah sebagai istri kamu harus menuruti perintah suami?" ujar Edgar dengan tegas, membuat

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 35. Pertanyaan yang Mengganjal

    Edgar memasang kancing lengan kemejanya di depan cermin, menatap penampilannya dengan seksama dari atas hingga bawah. Sebagai seorang yang memiliki kepribadian perfeksionis, Edgar sangat memperhatikan penampilannya agar terlihat sempurna.Saat ia yakini penampilannya sudah rapi, Edgar meraih jasnya dan mengenakannya. Namun, saat ia tengah mengenakan jas itu, tiba-tiba teringat kembali oleh ucapannya pada Natasha. "Apa yang telah aku lakukan terhadap Natasha terlalu kejam?" bisik Edgar pada dirinya sendiri, sambil merenungkan tindakannya terhadap istrinya.Namun, sebelum ia bisa memikirkan lebih lanjut, pandangannya tertuju pada arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Saat ia menyadari jika waktu sudah siang, ia bergegas keluar dari kamarnya.Sepanjang langkah Edgar menuruni anak tangga, ia terus menatap ke segala arah, mencari keberadaan Natasha. Saat ia melihat Bi Murni yang tengah sibuk pada pekerjaannya, Edgar bertanya. "Di mana Natasha?" "Non Natasha sudah berangkat ke k

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 36. Percakapan Rahasia

    Fadhil menjawab dengan tenang, "Kemarin malam saat aku meneleponmu."Natasha berpikir sejenak, mencoba mengingat kembali kapan terakhir kali Fadhil menghubunginya. Namun seingatnya, tidak ada panggilan yang tercatat di ponselnya sejak kemarin. Tiba-tiba, Natasha teringat kejadian semalam yang membuatnya terkejut. Saat ia dan Edgar sedang dalam perjalanan pulang dan Natasha tertidur di mobil suaminya. Ketika ia terbangun, ia mendapati ponselnya telah dihancurkan oleh Edgar tanpa alasan yang jelas. Natasha, yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri, bergumam dalam hati. "Apakah karena ini alasan dia menghancurkan ponselku semalam?" Ia terus terlibat dalam pemikiran yang membuatnya semakin penasaran.Untuk memastikan kembali dugaannya, Natasha memutuskan untuk bertanya langsung kepada Fadhil. "Memangnya apa yang Kak Fadhil bicarakan dengan suamiku?" tanya Natasha dengan penuh rasa ingin tahu.Fadhil tersenyum misterius sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Natasha. "Rahasia," jawabnya,

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 37. Tindakan yang Mengharukan

    Natasha merasa gelisah saat waktu menunjukkan pukul tujuh malam. Dalam kamar yang tenang, ia menunggu dengan penuh harap kepulangan Edgar. Sesekali, ia mendekat ke pintu dengan hati-hati, menempelkan telinganya dan berharap mendengar langkah kaki lembut suaminya yang mungkin saja sudah pulang."Selamat datang," monolog Natasha dengan senyum hangat di bibirnya. Ia berlatih keras menjadi istri yang baik untuk menyambut kedatangan suaminya. Namun, setelah sejenak berpikir, Natasha menggeleng cepat, merasa bahwa tindakan tersebut mungkin terlalu berlebihan."Ekhem!" Natasha berdehem pelan sebelum mencoba sekali lagi. "Selamat malam sayang," ucap Natasha. Tapi, ucapannya justru membuat Natasha merasa geli sendiri. "Ah, sudahlah!" seru Natasha dengan rasa lelah yang melanda. Ia memutuskan untuk menghentikan latihannya dan duduk di sofa, menunggu kedatangan Edgar.Tok.. Tok.. Tok..Tiba-tiba, terdengar suara ketukan dari arah pintu. Natasha dengan cepat berdiri, yakin bahwa yang datang ada

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 38. Cemburu?

    Saat Bi Murni dan Bi Yeti sedang turun perlahan menuruni anak tangga, Edgar tiba-tiba bergegas ke ruang kerjanya untuk mencoba bersembunyi di sana. Namun, sebelum ia berhasil masuk ke dalam ruangan tersebut, Bi Murni sudah melihatnya."Tuan–" ucapan Bi Murni terpotong secara tiba-tiba saat Edgar memberikan isyarat agar wanita paruh baya itu untuk tidak melanjutkan ucapannya."Ssst.." Pandangan Edgar meluncur cepat ke arah lantai dua, memberitahu kedua wanita paruh baya itu agar keberadaannya jangan sampai diketahui oleh Natasha.Bi Murni dengan cepat memahami isyarat yang diberikan Edgar, sehingga ia segera menutup mulutnya sendiri sambil mengangguk paham. Bi Murni dan Bi Yeti bergegas mendekati Edgar dengan wajah penuh kebingungan, "Sejak kapan Tuan berada di sini?" bisik Bi Murni dengan suara pelan yang penuh keheranan."Baru saja," jawab Edgar."Oh ya, Tuan. Kami ingin meminta izin–" Ucapan Bi Murni terhenti secara tiba-tiba ketika Edgar dengan cepat berbicara."Aku sudah mendenga

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 39. Mendadak Dingin

    Natasha mengangguk dengan polos. "Iya, cemburu. Apa ucapanku salah?" tanyanya. Namun, sebelum Edgar dapat menepis asumsi tersebut, Natasha kembali berbicara."Aku mengerti perasaanmu, jadi, tidak usah malu," tambah Natasha dengan suara lembut.Edgar, yang tidak tahan mendengar ucapan Natasha, menghela napas panjang sebelum berbicara. "Dengar, aku sama sekali tidak peduli dengan hubungan kalian. Jadi, untuk apa aku cemburu?" ujar Edgar terdengar dingin."Benarkah?" tanya Natasha dengan senyuman penuh arti, menunjukkan bahwa ia tidak sepenuhnya percaya dengan ucapan suaminya.Edgar diam sejenak, memberikan jeda sebelum menjawab pertanyaan Natasha. "Ya!" jawab Edgar dengan nada sedikit meninggi.Namun, meskipun Edgar mengatakan bahwa ia tidak cemburu, Natasha tidak merasa terluka sedikit pun. Ia bisa melihat melalui sikap dan ekspresi Edgar bahwa perasaannya sebenarnya berbeda. Meskipun Edgar berusaha menyangkal, Natasha merasa yakin bahwa di balik ketegasan tersebut, ada perasaan cembur

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 40. Terjebak dalam Gelap

    Perlahan, Edgar menurunkan tangannya dari mulut Julian saat melihat Natasha pergi. Ini adalah kali pertama Natasha bersikap dingin dan mengabaikannya sejak pernikahan mereka."Kenapa kamu membekap mulutku?" protes Julian, merasa tidak mengerti dengan tindakan Edgar.Mendengar protes tersebut, Edgar melirik Julian dengan pandangan tajam. Bagaimana mungkin Julian tidak merasa bersalah setelah mengatakan sesuatu yang menyebabkan Natasha marah?"Kenapa kamu mengatakannya?!" seru Edgar dengan suara yang penuh penekanan.Julian, yang masih bingung, hanya bisa menatap Edgar dengan ekspresi kebingungan. "Mengatakannya apa?" tanyanya, mencoba mencari tahu apa yang Edgar maksud.Edgar menghela napas kasar, mencoba menjelaskan dengan lebih jelas. "Soal bekal makan siang yang kau sebutkan tadi," jelasnya.Namun, rupanya Julian masih belum mengerti. "Memangnya kenapa?" tanyanya lagi, semakin membingungkan Edgar.Tanpa bisa menahan rasa kesalnya, Edgar dengan tiba-tiba menjitak kepala Julian dengan

Bab terbaru

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 148. Menghilang di Jalan

    Edgar menepikan mobilnya di pinggir jalan dengan perasaan putus asa setelah berbicara dengan Barra. Hatinya terasa kosong, dan pikirannya dipenuhi pertanyaan yang tak kunjung terjawab. Ia meremas kemudi mobil dengan erat, berusaha meredam emosi yang terus bergemuruh di dalam dirinya. "Apakah Natasha benar-benar membenciku?" gumamnya pelan, suaranya nyaris tertelan oleh keheningan mobil. Ia tidak bisa memahami mengapa semuanya berubah begitu cepat. Edgar menutup matanya sejenak, berharap menemukan kedamaian di tengah kekacauan pikirannya. Tapi, justru yang muncul adalah bayangan Natasha—wajahnya yang selalu tenang dan tatapannya yang dalam.Tiba-tiba, suara notifikasi pesan masuk memecah kesunyian. Edgar membuka matanya dan meraih ponselnya dengan lesu, mengira itu hanya pesan dari Julian yang mungkin ingin membahas urusan pekerjaan. Namun, saat melihat nama pengirim di layar, tubuh Edgar menegang. Nama yang tertera di sana bukan Julian, melainkan Barra.Dengan cepat, Edgar membuka pes

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 147. Gugatan Cerai

    Keesokan harinya, Edgar duduk di ruang kerjanya dengan tatapan kosong. Penampilannya jauh dari rapi seperti biasanya– dasi yang seharusnya terikat sempurna kini menggantung longgar di lehernya, dan rambutnya yang sedikit acak-acakan memperlihatkan betapa berantakannya kondisi Edgar. Ia menatap kosong ke arah jendela ruang kerjanya, tapi yang dilihatnya bukanlah pemandangan di luar sana, melainkan kekacauan yang ada di dalam pikirannya sendiri. "Natasha.. Di mana kamu sekarang?" gumamnya pelan, hampir tidak terdengar di tengah keheningan ruangan.Edgar menggenggam kepalanya, jari-jarinya mencengkeram rambutnya yang sudah kusut. Ia tidak pernah merasa sekacau ini sebelumnya. "Kenapa semalam kamu tidak pulang?" Pertanyaan itu terus bergema di kepalanya. Edgar merasa seolah-olah ia telah kehilangan kendali atas hidupnya. "Aku harus menemukannya, harus... tapi di mana harus memulai? Bagaimana jika semuanya sudah terlambat?" Keraguan itu terus menghantuinya, membuatnya semakin tenggelam

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 146. Keputusan Terberat

    Sesaat setelah mobil Edgar berhenti dengan keras di halaman mansionnya, ia keluar dengan tergesa-gesa. Hatinya berdebar kencang, seakan ada sesuatu yang mendesaknya untuk segera menemukan seseorang. Tanpa menunggu lebih lama, ia segera melangkah masuk ke dalam rumah."Natasha!"Nama itu terucap berkali-kali, berputar dalam pikirannya seperti mantra yang terus bergema. Dengan langkah cepat, Edgar menyusuri lorong-lorong yang panjang dan sepi, berharap menemukan istrinya di salah satu sudut rumah yang luas ini. Ketika ia tiba di ruang tamu, Bi Murni, pembantu setianya, muncul dari dapur, mendengar kegaduhan yang tak biasa dari majikannya."Tuan Edgar, ada apa?" tanya Bi Murni, sedikit khawatir melihat raut wajah pria itu yang tampak cemas.“Natasha di mana?” Edgar langsung memotong tanpa basa-basi, pandangannya tajam mencari jawaban dari wajah tua yang telah mengabdi di rumah itu selama bertahun-tahun.Bi Murni mengerutkan kening, sedikit bingung dengan pertanyaan yang tiba-tiba.“Sejak

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 145. Tertipu

    "Tidak. Aku tidak ingin meneruskan pernikahan kontrak ini."Barra dan Julian saling pandang, terkejut mendengar jawaban yang tak mereka sangka-sangka. Baru beberapa menit yang lalu Edgar mengatakan jika ia bahagia dengan pernikahannya, namun, kini dia dengan memutuskan untuk mengakhirinya. Barra dan Julian benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Edgar.Edgar melanjutkan, "Aku ingin menjadikan pernikahanku bersama Natasha sebagai pernikahan yang sesungguhnya."Barra hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Dengan alis terangkat dan suara yang sarat dengan ironi, dia berkata, "Hampir saja aku memakimu, Edgar. Aku kira kau sudah kehilangan akal."Namun, alih-alih marah atau tersinggung, Edgar hanya terkekeh pelan, sebuah senyum samar menghiasi wajahnya. Ketenangan itu hanya berlangsung sejenak, sebelum Julian tiba-tiba terpaku, pandangannya terarah pada pintu di sudut ruangan, seolah melihat sesuatu yang tak seharusnya ada di sana.Edgar, yang menangkap perubaha

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 144. Palsu

    "Jika kamu memang benar-benar menyukainya, maka nikahilah Dita."Barra terdiam, matanya bergerak gelisah seolah mencari jawaban yang tepat. Dia menyukai Dita, itu jelas. Namun, setiap kali berpikir tentang pernikahan, bayangan masa kecilnya tentang pertengkaran tanpa henti orang tuanya menghantui pikirannya. Trauma itu masih begitu nyata, membuatnya ragu untuk melangkah lebih jauh."Edgar, ini tidak semudah yang kamu pikirkan," Barra akhirnya angkat bicara, suaranya terdengar goyah. "Aku... aku takut. Pernikahan bukan sekadar soal cinta. Aku melihat bagaimana orang tuaku berakhir, dan aku tidak ingin mengalami hal yang sama."Edgar mengangguk, memahami perasaan sahabatnya. "Aku mengerti ketakutanmu, Barra," Edgar menekankan, suaranya lebih lembut tapi tetap tegas. "Tapi kamu harus ingat, jika kamu tidak menikahi Dita, mungkin suatu hari nanti dia akan berubah pikiran dan menerima perjodohan yang diatur orang tuanya dengan pria lain."Barra menelan salivanya, perasaan tidak nyaman mul

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 143. Melawan Trauma

    Natasha mendadak terdiam, mengalihkan pandangannya sejenak dari perbincangan yang sedang berlangsung. Barra dan Julian, yang sedari tadi saling melirik, bisa merasakan ada sesuatu yang mengganggu pikiran Natasha. Edgar, yang duduk di sebelah Natasha, menangkap kegelisahan itu. Dengan lembut, ia meraih tangan Natasha dan mengusapnya, mencoba menenangkan istrinya yang terlihat mulai resah. "Sayang..." panggil Edgar dengan suara rendah, penuh perhatian.Natasha tersadar dari lamunannya dan menatap Edgar, lalu beralih pada Barra dan Julian yang masih memandanginya dengan penuh tanya. Senyum tipis terukir di balik cadarnya, meskipun matanya masih menyiratkan kekhawatiran. "Aku akan cari minum untuk kalian dulu," ucapnya tiba-tiba.Namun, sebelum Natasha sempat bangkit dari tempat duduknya, tangan Edgar sudah menahan lengannya. "Duduklah," katanya. "Biar aku minta mereka yang membelinya."Edgar melirik ke arah beberapa bodyguard yang tengah berjaga di sudut ruangan. Sinyal singkat dari Edg

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 142. Sentuhan Manis

    "Terima kasih atas traktirannya," ucap Natasha dengan ceria, sambil menjilat es krim cone cokelat yang manis dengan perpaduan rasa vanila yang lembut. Ia menikmati setiap gigitan dengan senyum yang tak hilang dari wajahnya, seolah-olah es krim itu adalah hadiah paling istimewa yang pernah ia terima. "Aku hanya memberimu sebuah es krim, bukan sebongkah berlian. Kenapa kau terlihat begitu senang?" tanya Edgar, suaranya terdengar santai tapi penuh perhatian.Natasha berhenti sejenak dari menikmati es krimnya, lalu menoleh menatap Edgar. "Jelas aku senang. Ini pemberian dari suamiku."Mendengar jawaban Natasha, Edgar tertawa pelan, suaranya rendah dan penuh kehangatan. "Kamu tidak menawariku?" tanyanya, dengan nada sedikit menggoda, sambil menatap es krim di tangan Natasha dengan senyuman iseng."Kalau kamu mau, cobalah," ucap Natasha lembut. Ia menyodorkan es krim di tangannya ke arah Edgar.Namun, Edgar tidak langsung menerima tawaran itu. Alih-alih mengambil es krim dari tangan Natasha

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 141. Jarak

    “Menjauhlah dari Ayahku!” seru Edgar dengan nada tegas, suaranya memecah keheningan yang memenuhi ruangan. Sosoknya tiba-tiba muncul di ambang pintu, bayangannya membingkai tubuhnya yang tegap namun tampak tegang. Matanya tajam menatap Rio, seakan tak ingin pria itu mendekati figur yang terbaring di atas ranjang. Natasha yang sejak tadi berdiri di samping Rio, langsung menoleh begitu mendengar seruan itu. Dalam hatinya, ada kecemasan yang mulai merayap. Sementara itu, Rio, yang duduk di kursi roda, hanya menghela napas panjang. Pandangannya turun, seolah sudah bisa menebak arah pembicaraan yang akan terjadi. “Sudah kuduga akan seperti ini,” gumamnya, nada suaranya rendah namun cukup terdengar oleh Natasha.Rio hendak mendorong roda kursinya maju, ingin menghadapi Edgar yang kini menguasai ruangan dengan kehadirannya. Namun, sebelum dia bisa melakukannya, Natasha segera menahan kursi roda agar tetap di tempat. “Tetaplah di sini. Biar aku yang bicara padanya."Edgar, yang menyaksikan

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 140.

    "Astaga!" pekik Dita, terkejut saat melihat jam di pergelangan tangannya. Ia tidak menyangka waktu telah berlalu begitu cepat. Segera, ia meneguk sisa minumannya hingga tandas, meninggalkan rasa manis yang sedikit asam di lidahnya. Barra, yang duduk santai di depannya dengan cangkir kopi di tangan, mengangkat alis. "Kenapa?" tanyanya, suara tenangnya seolah tak terganggu oleh kegaduhan Dita yang tiba-tiba."Aku harus ke restoran sekarang," jawab Dita tergesa. Tangannya gemetar saat ia meraih tas di sampingnya, mencari dompet dengan jari-jarinya yang tak sabar. Ketika dompet itu akhirnya ditemukan, ia segera membuka bagian dalamnya, mencari beberapa lembar uang. Tanpa berpikir panjang, ia menarik uang itu dan menyerahkannya pada Barra. "Ini untuk kopiku," katanya, setengah menunduk agar uang itu lebih cepat berpindah tangan.Barra ikut berdiri saat Dita bersiap melangkah keluar. Dengan nada yang tenang namun terdengar sedikit bercanda, ia berkata, "Kau melukai harga diriku sebagai pri

DMCA.com Protection Status