Roxy melirik Pram dari tempatnya ketika ia menyadari pria itu seperti gelisah."Berarti yang merasa tidak tahan dari salah satu pasangan, itulah yang membawa sial?" tanya Roxy untuk memancing reaksi Pram."Benar, memang hal seperti ini jangan dijadikan sebuah patokan, karena tetap Tuhan yang menentukan, tapi jangan pula disepelekan, karena menikah itu sebenarnya fungsinya untuk saling melengkapi kekurangan manusia, bukan untuk mencari yang sempurna, sebab tidak ada manusia yang terlahir dengan kesempurnaan, meskipun manusia adalah makhluk yang sempurna."Jemari tangan Pram semakin erat menggenggam ponselnya, perasaannya semakin sesak, hingga untuk bicara saja rasanya ia tidak sanggup.Apakah itu artinya yang sial itu dirinya? seingatnya yang paling banyak mengeluh saat ia dan Shelin bersama adalah dirinya, karena ia memang tidak terbiasa hidup susah. "Saya sudah bercerai, ibu saya bilang karena nama kami tidak cocok disatukan, dan saya tidak boleh menghubungi mantan istri saya bagaim
Pram semakin heran, ada apa sebenarnya, kenapa Roxy terlihat gugup setelah ia bersuara? Antara gugup dan ketakutan. Namun, ia sempat menangkap ponsel milik Roxy yang terlepas dari genggaman Roxy. Hingga benda itu tidak jadi jatuh. "Terima kasih," kata Roxy sambil menerima ponselnya yang diberikan oleh Pram dan menyimpan benda itu ke saku celananya. "Ada apa? Ada masalah?" tanya Pram masih penasaran dengan sikap Roxy. "Tidak. Istri bos kita berpesan padamu untuk menjaga ibadah.... "Roxy menggantung ucapannya, seolah ragu untuk meneruskannya. "Apakah ada alasan selain seruan untuk sesama muslim?" tanya Pram tidak paham kenapa seorang Tante Gayatri memberikan pesan seperti itu pada seseorang yang baru dikenal. Terlalu aneh menurut Pram, jika tidak ada alasan khusus. "Pram, Ibu Gayatri itu bukan seseorang yang sembarangan bicara, kalau dia mengatakan hal demikian, artinya memang ada sesuatu yang harus kamu perhatikan karena mungkin ada resikonya.""Aku tahu, tapi apa yang jadi ala
"Duuuh segitunya yang sedang cemburu, bikin gemes, deh! Sini, aku jelasin sama kamu, biar kamu enggak cemburu lagi!"Ratna bicara demikian, sambil menarik salah satu tangan sang suami dan dituntunnya untuk duduk begitu saja di lantai. Roxy patuh. Ia mengikuti, karena memang ingin tahu apa yang akan dijelaskan oleh sang istri tentang masalah yang dibahas sekarang."Kamu itu salah paham, Sayang! Aku memang ada di mall, ketemu sama Pram, tapi bukan berarti aku itu selingkuh atau sengaja ngecengin dia, aku itu kerja! Kerja jadi penguntit, aku kenal calon istri baru Pram, dia minta aku melaporkan semua aktivitas Pram di luar rumah, jadi wajar dong aku di tempat yang sama dengan dia?" Ratna menjelaskan dengan wajah yang serius, hingga Roxy untuk sesaat terdiam berusaha mencerna apa yang diucapkan oleh sang istri. "Masih enggak percaya juga kamu sama aku?"Suara Ratna membuyarkan lamunan Roxy hingga pria itu tergagap. "Kamu kenal dengan calon istri Pram?" tanyanya sekedar untuk meyakin
"Apa maksud membahayakan yang Mama maksud?" tanya Pram dengan wajah yang serius.Tante Putri menghela napas panjang. Wajahnya terlihat serius, dan itu membuat Pram jadi tidak habis pikir."Ma!" panggilnya dengan wajah semakin terlihat penasaran."Heeem, iya. Kesialan mantan isteri kamu itu akan membahayakan nyawa kamu kalau kamu tidak cepat menikah lagi, satu-satunya cara untuk memusnahkannya cuma menikah lagi, Pram, jadi tentukan tanggal pernikahan kamu dengan Julie, Mama mohon.""Aku akan mati, kah?""Pram, jangan disebut, tidak boleh mengatakan itu sesuka hati!""Ya, tapi bagaimana aku bisa paham kalau kita tidak membahas hal itu dengan baik? Ma! Aku bingung! Dulu, Mama bilang, asal aku bercerai dengan Shelin maka kesialan itu akan musnah, sekarang apa lagi? Aku benar-benar merasa ini seperti rekayasa Mama aja! Sebenarnya, itu tidak ada, kan?"Karena sudah stres, ditambah beban pikiran akibat penjelasan Tante Gayatri yang bertolak belakang dengan apa yang dikatakan oleh sang ibu, em
Pemilik kontrakan di mana Sumi menyewa bicara demikian pada Shelin setelah itu berlalu dari hadapan Shelin yang sedang menggandeng Sheila, dan juga Sumi. Membuat Sumi menarik napas panjang. "Gimana ini, ada-ada aja, suka bener bikin sulit hidup orang!" omelnya dengan wajah yang terlihat tidak senang."Enggak papa, yang penting sekarang aku udah kerja lagi, masalah tempat tinggal, coba nanti aku cari lagi, kamu enggak usah ikut pusing, Sumi.""Kamu bawa anak kecil, Mbak! Luntang lantung enggak karuan itu bahaya buat Sheila, kesian!"Sumi masih terlihat kesal, hingga perempuan itu bicara demikian."Iya, aku tahu, tapi apa boleh buat, emang sudah begini nasibnya, aku juga nyesek dapat situasi begini terus, tapi aku enggak bisa melakukan apapun kecuali menghadapi, entah sampai kapan situasi begitu terus saja menghantui.""Nanti kalau ada waktu lagi kita ke ustadz yang dulu itu aja, penasaran aku tuh, kenapa Mbak sampai begini amat, kayak yang disengaja banget supaya Mbak enggak boleh di
"Aku enggak tau, Sum. Aku pernah mikir kayak gitu, tapi dosa enggak, sih? Secara, dia orang tua, apa benar dia punya pikiran seburuk itu sama aku?""Ya, Mbak bisa ngerasain, karena Mbak yang mengalami, tapi aku benar-benar mikir begitu, lho. Kayak yang semuanya itu cuma direkayasa aja, meskipun sebenarnya hal-hal begitu emang ada juga, sih, tapi ini tuh, sudah berlebihan, apalagi ...."Sumi menggantung ucapannya seolah merasa tidak nyaman jika meneruskan kalimatnya tersebut."Kenapa enggak diterusin?"Untuk sesaat, Sumi menatap Shelin, tatapan matanya seperti mengisyaratkan bahwa ia benar-benar tidak tahu harus bicara seperti apa untuk menjelaskan sesuatu yang menurutnya tidak masuk akal."Itu, soal bayangan hitam yang pernah aku lihat di belakang kamu itu...."Sumi akhirnya bicara, dan Shelin spontan merubah posisi duduknya hingga kini menghadap gadis itu agar Sumi melanjutkan ucapannya."Lanjutin, enggak papa. Ngomong aja.""Iya, soal itu, aku minta maaf sebelumnya, tapi di berbagai
"Pak?" ulang Prima, seolah ia keberatan dengan sebutan itu karena sudah mengatakan pada Shelin jika mereka berdua saja tidak perlu memanggilnya dengan sebutan, pak."Aku sudah bilang, jika berdua saja tak perlu memanggil dengan sebutan, pak," lanjutnya dengan wajah yang serius."Maaf, karena di sini banyak orang, saya kira tidak enak kalau tidak memanggil Bapak dengan sebutan itu."Shelin menjelaskan sambil membungkukkan tubuhnya ke arah Pram. Gaya bicaranya justru semakin formal, hingga membuat Prima makin tidak suka. "Tidak apa-apa, hanya di area rumah Ibu Ani saja kau boleh memanggil dengan embel-embel itu, tentang larangan ibuku, aku minta maaf, meskipun itu kekhawatiran beliau, tapi jangan terlalu diambil hati, lebih baik, kau mencoba untuk menyelidiki tentang kau yang dikatakan sial itu, karena aku juga pernah mengalami kejadian seperti itu, siapa tahu saja, kau juga mengalami kejadian yang sama."Wajah Prima terlihat serius saat mengatakan masalah tersebut. Mereka tidak tahu,
"Mirip dengan siapa?" tanya Pram mendadak pilon."Mirip dengan nama anak pengusaha itu.""Benarkah? Lu serius?"Galih menganggukkan kepalanya. Wajah Pram semakin tegang. Ia benar-benar penasaran dengan pria bermobil itu setelah mendengar penjelasan yang diberikan oleh Galih. "Iya, gue yakin banget, namanya sama, dia kerap dipanggil Prima, gitu.""Terus mukanya? Mukanya mirip adik gue kagak? Liat foto yang gue simpan ini, mirip kagak?" desak Pram, semakin penasaran."Gue rasa kagak mirip, ada perbedaan, mungkin dia cuma seseorang yang mirip dengan adik lu, setahu gue di dunia ini kita punya seseorang yang emang mirip dengan muka kita meskipun kita kagak bersaudara.""Tapi ini bikin gue curiga, Galih! Oke! Wajah mungkin ada yang sama, tapi namanya? Masa namanya juga sama? Kalo nama beda mungkin yang lu katakan itu benar, tapikan ini sama? Masa ada sebuah kebetulan yang gini amat?" Pram masih kukuh untuk menyuarakan rasa tidak percayanya pada apa yang dikatakan Galih bahwa pria bermobi
Perasaan Shelin jadi tidak karuan ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Pram. Beberapa kali mantan suaminya itu bicara demikian tentang dirinya yang bukan pembawa sial, Pram selalu mengatakan, bahwa yang membawa sial itu dirinya sendiri."Masalah siapa yang sial, aku tidak mau tahu, karena bagiku, semua yang terjadi itu ada hikmahnya, kejadian buruk sekalipun, rasa trauma karena sudah membuat kehidupan orang lain jadi terpuruk membuat aku berpikir banyak tentang itu, dan yang mempermasalahkan ibu kamu....""Kita bahas ini di depan ibuku? Kamu mau?""Untuk apa?""Aku hanya ingin ibuku tahu aku yang ingin rujuk dengan kamu, bukan kamu, biar beliau tidak menyalahkan kamu."Shelin menghela napas. Ditatapnya Pram saat pria itu bicara demikian, hingga akhirnya perempuan itu setuju dengan apa yang diusulkan Pram, dan mereka melanjutkan perjalanan pulang khawatir Sheila mencari mereka karena sudah pergi terlalu lama.***"Julie?" Sumi terkejut ketika saat ia membuka pintu rumahnya, Julie
Sang ustadz menghela napas panjang mendengar isi pertanyaan Pram. Ia menatap Pram, Shelin dan Galih bergantian."Orang yang memberikan perintah pada seorang dukun untuk melakukan kejahatan, akan menerima balasannya sendiri, Nak. Jadi, lambat laun, Allah akan memberikan balasannya, kau tidak perlu repot untuk membalas.""Tidak perlu diperkarakan?" "Kamu memperkarakan dengan kondisi dia yang seperti itu, hukumannya juga tertunda, kepolisian akan membuat dia sembuh dulu baru proses dijalankan, biasanya hal-hal seperti itu tidak akan bisa sembuh kecuali ada mukjizat dari Allah dan orang itu sendiri bertobat, jika tidak entahlah....""Begitu, ya. Baiklah, terima kasih, Ustadz, kalau begitu kami pamit dulu, terima kasih sekali lagi." Pram, Shelin dan juga Galih akhirnya pamit dari hadapan ustadz tersebut. Mereka berpikir mungkin akan lebih baik ke rumah sakit untuk mengetahui bagaimana keadaan Ratna sebelum kembali ke kost Shelin. Shelin menghubungi Sumi untuk memastikan apakah sang ana
Galih, Pram dan juga Shelin manggut-manggut mendengar penjelasan pria tersebut. Lalu, mereka mempersilahkan orang itu untuk memanggil seorang ustadz terdekat agar bisa memeriksa keadaan pemilik rumah yang dibayar Ratna untuk praktik ilmu tak lazimnya. Beberapa saat kemudian, orang itu sudah kembali bersama ustadz yang dimaksud dan mereka langsung masuk ke rumah dukun yang dibayar Ratna untuk memeriksa apa yang terjadi, akan tetapi, ketika mereka baru saja sampai di ambang pintu, dukun itu berteriak agar mereka tidak masuk.Ustadz itu meminta yang lain untuk tetap di luar, karena pria pemilik rumah itu menatap tajam ke arahnya dengan mata yang merah entah karena apa."Pergilah kamu dari raga orang itu, jangan mengganggu manusia, kau punya dunia sendiri, jangan mengacaukan kehidupan manusia!"Ustadz itu bicara dan Pram, Galih, Shelin serta laki-laki yang memanggil ustadz itu memperhatikan dengan raut wajah yang demikian tegang. "Aku tidak akan pergi! Dia harus bertanggung jawab atas k
Pendapat Galih akhirnya diterima oleh Pram. Shelin meminta maaf pada Sumi karena sudah merepotkan wanita itu untuk membuatnya menjaga Sheila, namun Sumi meyakinkan pada Shelin bahwa ia tidak keberatan sama sekali untuk menjaga anak temannya tersebut. Alhasil, mereka segera berangkat ke tempat di mana Pram mendapatkan informasi tentang dukun yang dimaksud. Mereka berharap, informasi itu benar, karena mereka ingin masalah bisa selesai secepatnya.Setelah menempuh perjalanan yang lumayan melelahkan lantaran terjebak macet, akhirnya mereka sampai di sebuah rumah yang dikatakan rumah di mana Ratna sering terlihat datang di waktu waktu yang tidak biasa. Saat mereka mengetuk pintu rumah tersebut, cukup lama mereka menunggu pintu itu dibuka, sampai akhirnya, seseorang membukakan pintu dan terlihat heran melihat beberapa orang berdiri di depannya seperti itu. "Ada perlu apa kalian ke sini?" tanyanya dengan wajah kurang bersahabat."Ada perlu untuk mengetahui apa yang dilakukan seseorang yan
Sang ibu terenyuh mendengar apa yang diucapkan oleh sang anak angkat, ia tidak bisa berkata-kata, meskipun ada kekhawatiran yang ia simpan di dasar hati jika nanti Prima justru kembali pada keluarga aslinya, namun wanita itu tidak bisa melarang apa yang diinginkan oleh sang anak. Karena baginya, kebahagiaan Prima yang terpenting."Jaga anakku dengan baik, Julie, apapun kesalahan yang pernah kau lakukan, aku harap kau tidak melakukannya kembali terlebih pada putraku, kalau kau menyakitinya, aku orang pertama yang sangat ingin memberikan kamu pelajaran, ingat itu."Begitu pesan ibunya Prima pada Julie sebelum akhirnya perempuan itu keluar dari ruangan untuk mengurus administrasi perawatan Prima.***"Selamat ya, aku ikut senang ternyata kalian itu berjodoh, jangan ditunda untuk menikah, kalian cocok!" Shelin bicara demikian ketika mengetahui Galih dan Sumi akhirnya resmi berpacaran dan sebentar lagi akan menikah setelah meyakini kasus Pram dan juga Shelin yang terbelit masalah berkaita
Karena terkejut dengan apa yang menimpa Prima, Julie berteriak minta tolong. Ibunya Prima yang kebetulan ada di rumah segera ke ruang tamu. Tanpa berpikir panjang, ia berteriak memanggil tukang kebun agar bisa membantunya untuk membawa Prima ke rumah sakit. Julie menawarkan bantuan untuk memakai mobilnya saja. Ibunya Prima mengiyakan, dibantu tukang kebun, mereka segera membawa Prima ke mobil milik Julie dan setelah memasukkan tubuh Prima ke mobil, Julie dan wanita itu segera masuk pula ke dalam mobil. Sesampainya di rumah sakit terdekat, mereka meminta bantuan para petugas medis untuk membawa Prima ke IGD.Wajah ibunya Prima tidak tenang meskipun anak angkatnya itu sudah ditangani oleh dokter yang bertugas. "Apa yang kau lakukan pada anakku?" tanya wanita itu pada Julie. Mereka sedang menunggu dokter yang memeriksa Prima, hingga perempuan itu memutuskan untuk mengintrogasi Julie. "Aku minta maaf, Tante. Aku tidak bermaksud membuat Prima seperti itu, aku hanya ingin meluruskan se
"Benarkah? Masalah apa itu?" Raut wajah Prima semakin terlihat penasaran mendengar apa yang diucapkan oleh perempuan berambut pirang tersebut. "Kamu benar-benar tidak ingat lagi saat masa kuliah kamu dulu?" tanya Julie hati-hati, sekedar untuk memastikan, Prima masih ingat saat ia masih kuliah atau tidak."Tidak ingat."Dia benar-benar amnesia, ingatannya dihapus menggunakan ilmu kah, sampai ia tidak bisa ingat semuanya? Hati Julie bicara demikian. "Dulu, ada seorang wanita yang memperhatikan kamu secara diam-diam...."Julie mulai bercerita. Dan Prima menyimaknya dengan baik."Wanita itu tidak bisa mendekati, karena kamu sangat selektif dengan siapapun yang dekat denganmu, entah karena apa.""Lalu?""Seiring waktu, kamu yang seperti itu makin tenggelam dalam kesendirian, kamu sibuk dengan duniamu sendiri, tidak peduli dengan orang lain, hingga saat semua sibuk berpacaran, kamu justru tidak pernah suka dengan wanita sama sekali.""Kurasa aku memang orang yang seperti itu, karena ak
"Keterlaluan! Jadi, Mama melakukan ini hanya mengejar harta dan kedudukan?" Pram benar-benar tidak bisa menahan perasaannya sekarang hingga emosinya kembali tersulut meskipun Shelin memintanya untuk sabar karena mereka harus mendengarkan secara tuntas apa yang ingin diceritakan oleh Tante Putri pada mereka."Maaf, Pram, Mama yang salah, Mama memang takut hidup kita miskin, apalagi saat kamu menikah dengan Shelin, kamu itu bangkrut, Mama semakin sulit untuk menerima semuanya, Mama-""Aku yang membuat Pram bangkrut karena aku pembawa sial?" potong Shelin. "Sebenarnya, aku juga tidak tahu pasti, itu hanya pendapatku saja, karena setelah kamu dengan Pram, hidup Pram itu berantakan, aku membencimu, Shelin, lalu aku mendengar tentang nama kalian yang tidak cocok jika bersama, disitulah aku punya cara untuk membuat Pram percaya bahwa kamu pembawa sial!""Jangan salahkan Tante Putri, khusus untuk memisahkan kalian, aku juga ikut andil, aku terobsesi dengan Pram, jadi aku menerima tawaran Ra
Apa yang dikatakan oleh Sumi disetujui oleh Galih. Meskipun sekarang tidak bisa dipungkiri ia bahagia lantaran tidak menyangka ternyata ia dan Sumi berjodoh, tapi memikirkan sahabatnya, Pram yang sekarang sedang masa terpuruk, mau tidak mau membuat kebahagiaan Galih belum lengkap.Sementara itu, Shelin, Julie, Pram dan juga Sheila sudah saling berhadapan dengan Tante Putri yang masih belum dipastikan akan masuk penjara kapan karena kasus yang melibatkan dirinya masih diselidiki secara menyeluruh.Melihat kedatangan semuanya, Tante Putri tertunduk dalam. Perempuan itu merasa terpuruk sekarang dengan apa yang sudah terjadi padanya. "Tante, untuk masalah Wira dan apa yang sudah aku terima, aku tidak akan menuntut Tante asalkan Tante mau bicara apa yang sebenarnya terjadi selama ini, aku berjanji tidak akan menuntut Tante dengan alasan karena aku korban, tapi, aku harap, Tante bisa mengatakan semuanya pada kami semuanya. Tanpa bersisa."Shelin yang lebih dulu bicara, dan Tante Putri terd