"Pulang nanti dijemput siapa?" tanyanya, dengan senyuman di bibir mengandung arti.
Shelin mundur, agar tangan Wira tidak bisa menyentuh dirinya."Saya pulang sendiri," jawab Shelin tidak mau menentang tatapan mata pria tersebut. Sementara Sheila menarik tangan ibunya agar segera pergi meninggalkan tempat itu karena tidak suka dengan laki-laki yang bicara dengan ibunya.Namun, karena tidak ingin dianggap kurang ajar tidak mau menanggapi pembicaraan, Shelin terpaksa menahan diri untuk merasa tidak suka pada pria di hadapannya."Sama aku saja, ya? Aku antarin," tawar Wira, sambil mengedipkan sebelah matanya pada Shelin hingga Shelin makin merasa tidak nyaman."Enggak, makasih, saya-""Pakai aku saja, jangan pake saya, terasa kurang greget gitu, ya?" potong Wira cepat dan Shelin terpaksa mengangguk mendengar permintaan itu."Terimakasih untuk tawarannya, tapi aku dan anakku pulang sendiri aja, karena rumah kami tidak begitu jauh."Wajah Wira terlihat terkejut mendengar kata rumah tidak jauh yang diucapkan oleh Shelin."Rumah kalian dekat? Di mana?" tanyanya, dengan wajah semringah.Untuk sesaat, Shelin merasa salah sudah mengatakan bahwa rumahnya dekat, seharusnya agar pria itu tidak mengganggu, tidak perlu mengatakan masalah itu jika tidak ingin dibuntuti oleh pria yang sepertinya tidak begitu sopan tersebut.Namun, apa mau dikata, sudah terlanjur, Shelin tidak bisa lagi menarik kembali ucapannya."Di gang sebelah, maaf, aku pamit dulu, tidak enak hari pertama kerja enggak langsung bekerja."Shelin berusaha untuk mengakhiri percakapan, karena ia tidak mau membuat masalah di hari pertama ia bekerja dengan meladeni pria tersebut.Wira tersenyum penuh arti mendengar apa yang diucapkan oleh perempuan yang memiliki satu anak itu. Di matanya, Shelin sangat menarik itu sebabnya ia merasa tertarik.Tertarik pada pandangan pertama meskipun wanita itu adalah janda satu anak."Tidak masalah, Ibu Ani sangat percaya padaku jadi kau tidak perlu khawatir, aku bisa membuat kamu menjadi karyawan kesayangan kalau kamu mau mendengarkan apa kataku.""Maksudnya?" tanya Shelin tidak paham dengan kata patuh padaku yang diucapkan oleh Wira."Ya, kamu patuh, kalau enggak patuh, kamu akan menemukan masalah."Wira mencoba menjelaskan, meskipun sedikit tergagap."Patuh sama kamu? Ya, kalau sama senior, kan emang seharusnya begitu, patuh dengan arahan senior?"Shelin mencoba untuk membuat situasi jadi positif meskipun sebenarnya aura negatif sudah ia rasakan sejak tadi."Iya begitu, karena aku ini senior kamu jadi kamu harus patuh padaku, ohya, kamu panggil aku, Mas Wira ya? Biar enak kedengarannya?"Wajah Wira semakin memuakkan di mata Shelin, hingga Shelin benar-benar tidak tahan lagi berinteraksi dengan pria tersebut.Tidak tahan untuk meninggalkan saja."Baiklah, kalau begitu, aku pergi dulu, Mas Wira, enggak enak sama Ibu Ani!"Bibir Wira mengukir senyum ketika mendengar Shelin menurut memanggilnya dengan sebutan Mas.Rasanya, ia berubah menjadi pria tertampan di mata siapa saja karena hal itu. Dua tangannya terbentang untuk merangkul, akan tetapi Wira gagal merangkul karena dengan cepat Shelin pergi dari tempatnya sambil menggandeng tangan sang anak.Wira menatapi Shelin yang sudah pergi menjauh darinya. Sampai akhirnya, Bu Ani menemukan dirinya yang tersenyum-senyum sendiri sambil menatap Shelin."Ngapain kamu? Suka sama dia?" tanyanya, dan Wira terkejut karena si bos sudah berdiri di sampingnya."Tidak papa kan, Bu. Dia seleranya saya, cantik, body-nya bagus, ya masa saya mau sendiri terus, usaha dikit kan boleh...."Wira cengengesan sambil mengatakan itu semua."Hak kamu, tapi awas jangan sampai karena suka kamu jadi melindungi dia saat melakukan kesalahan!"Bu Ani bicara demikian dan Wira hanya berjanji bahwa itu semua tidak akan pernah terjadi."Asal izinkan saya mengejar dia, saya akan pastikan dia bekerja di sini dengan baik!"Pria itu berjanji di hadapan Ibu Ani yang langsung ditanggapi Ibu Ani, bahwa dirinya memang harus membuat Shelin bisa bekerja dengan baik."Aku sebenarnya tidak yakin dia itu bisa kerja, wajahnya kurang meyakinkan, tapi kamu tau sendiri sekarang pekerjaan sedang banyak sementara yang lain selalu suka bermalas-malasan. Pusing aku! Jadi, buat dia agar dia bisa bekerja dengan baik di sini, jangan sebaliknya!""Siap, Bu! Saya akan membuat dia bisa bekerja dengan baik! Ibu jangan khawatir! Serahkan saja pada saya!"Ibu Ani hanya mengangguk mendengar janji Wira, lalu perempuan itu melangkah meninggalkan Wira yang sangat senang karena merasa didukung oleh si bos.Sebentar lagi, situasi menjomblonya akan segera musnah, begitu pikirnya. Sambil bersiul, pria itu meninggalkan tempat di mana ia sejak tadi berdiri, di dalam otaknya sudah terancang bagaimana nanti ia mencoba menarik perhatian Shelin sampai wanita itu nanti ia dapatkan!Langkah pertama yang dilakukan Wira adalah menarik perhatian Sheila anak Shelin. Saat itu, Shelin meminta sang anak agar duduk di kursi ketika ia sendiri sibuk memotong sayuran yang akan digunakan untuk membuat tumisan dalam jumlah besar untuk salah satu menu.Wira mendekati Sheila dengan sebungkus es krim di tangan. Lalu, ia membuat senyuman semanis mungkin, Wira mencoba terlihat ramah di hadapan Sheila meskipun sebenarnya ia tidak suka dengan anak kecil.Pria itu berjongkok di hadapan Sheila, sambil mengacungkan es krim itu di tangannya."Sheila mau?" katanya dengan wajah masih terlihat penuh semangat untuk mengambil hati Sheila.Shelin mengawasi sejenak Wira yang mendekati sang anak, berharap anaknya tidak ketakutan karena Sheila seperti tidak suka dengan pria itu semenjak Wira mencegatnya di toilet tadi.Sheila menggeleng, sambil menutup mulut dan hidungnya.Ini membuat Wira jadi mengerutkan keningnya saat melihat Sheila bersikap demikian di hadapannya."Sheila kenapa? Kok begitu sama Om? Om Wira ganteng, kan? Baik lagi!"Dengan penuh percaya diri, Wira mengucapkan kalimat itu pada Sheila."Danteng papa!" kata Sheila merespon perkataan Wira tentang kegantengan yang diucapkan pria itu pada dirinya sendiri. Wira sedikit tidak mengerti dengan kata 'danteng' yang diucapkan oleh bocah itu tadi."Danteng? Apa itu artinya?"Wira meminta penjelasan pada Sumi, salah satu karyawan Ibu Ani yang berada tidak jauh di dekatnya, sedang mengerjakan tugas yang lain menanak nasi dengan jumlah yang besar.Wanita hitam manis itu menghentikan kegiatannya mengaduk beras yang sebentar lagi akan kering airnya itu untuk kemudian ditanak agar bisa matang."Kamu nanya aku, Wir?" katanya sambil menyeka keringat yang memercik di dahinya."Iyalah! Lu yang dekat gue!"Wira berubah logat cara bicara dengan Sumi, setelah tadi ber-aku dan kamu dengan Shelin."Kata tu bocah, ganteng papa! Ganteng bokapnya dibandingkan lu, jelek!"Sumi menterjemahkan kata-kata Sheila pada Wira hingga Wira merasa tidak terima.Ia mengarahkan pandangan kepada Shelin, berharap, Shelin tidak sependapat dengan ucapan Sumi yang mengatakan itu padanya."Lin, masa anak kamu ngomong begitu sama aku? Ganteng mantan suami kamu gitu? Masa?"Shelin menghela napas ketika dengan ributnya Wira melontarkan pertanyaan itu padanya hingga para karyawan Ibu Ani yang ada di sekitar mereka langsung merespon dengan tawa dan ejekan karena mereka sependapat dengan Sheila bahwa Wira tidak ganteng!Sementara Shelin? Bingung apa yang harus ia ucapkan sekarang, karena apa yang dikatakan oleh Sumi benar, arti dari ucapan sang anak memang begitu adanya. Mengatakan bahwa sang ayah lebih ganteng daripada Wira, hingga bayangan Pram berkelebat di otak Shelin dan itu membuat tangannya tidak sengaja memotong wortel dengan cara acak-acakan."Shelin! Apa yang kamu pikirkan? Cara memotong wortel kamu itu salah! Kamu mau ngasih makan ayam dengan potongan semrawut seperti itu?"Suara Ibu Ani membuat Shelin tersadar dari lamunannya!Ia langsung memperhatikan potongan wortel hasil dari karyanya. Parasnya terlihat terkejut, benar-benar seperti bukan potongan wortel yang seharusnya dianjurkan. Shelin buru-buru berdiri dan minta maaf dengan penuh perasaan bersalah pada Ibu Ani. "Maafkan saya, Bu. Maaf," ucap Shelin berulang kali. Perempuan itu membungkukkan tubuhnya di hadapan pemilik catering itu agar kesalahannya bisa diampuni. Sementara Ibu Ani? Geleng-geleng kepala mendengar permintaan maaf Shelin. "Apa yang sedang kau pikirkan? Kalau kerja itu yang serius! Jangan bermain-main, jangan tidak fokus, kita masak untuk dimakan manusia, Shelin! Bukan kambing!"Wira melirik ke arah Shelin yang sedang diceramahi oleh pemilik catering tersebut. Ingin mendekat untuk membela, ia khawatir Sheila tidak bisa ia ambil hatinya karena ia belum selesai mengambil hati bocah perempuan tersebut. Sumi yang melihat raut wajahnya Wira terkekeh. "Gara-gara kamu, tuh! Mbak Shelin kena marah!" katanya pada Wira sembari masih sibuk m
Wira kelabakan ketika Shelin bertanya demikian padanya.Sialan, gimana ini? Gue keceplosan! Pake ngatain anaknya bangke pula!Hati Wira bicara, dan ia sesaat bingung merespon apa yang dikatakan Shelin tadi padanya.Sementara itu, Shelin yang sebal dengan kata 'bangke' yang dikatakan Wira pada sang anak, akhirnya memilih untuk pergi sambil menggandeng tangan Sheila.Ia tidak mempedulikan teriakan Wira yang mengatakan bahwa ia tidak bermaksud mengatakan kata itu untuk anak Sheila.Shelin terlanjur sebal, meskipun ia sebenarnya harus lebih sabar karena masih karyawan baru, namun karena Wira mengatai anaknya demikian, Shelin jadi kurang suka dengan pria tersebut sekarang."Sheila, Sheila duduk di sini dulu ya. Jangan ke mana-mana, Mama kerja dulu, ya?" bujuk Shelin sambil menunjuk kursi yang ada di depannya meminta anaknya duduk di sana saja."Tapan puyang, Ma?" Sheila justru bertanya kapan mereka pulang, dan Shelin berjongkok di hadapan sang anak mendengar pertanyaan itu diucapkan oleh
Shelin mengerutkan keningnya ketika mendengar ultimatum wanita seksi yang tidak lain adalah Julie tersebut. Atas informasi yang diberikan oleh Ratna, Julie berhasil menemukan Shelin di sekitar tempat ia bekerja.Namun, karena Shelin terlanjur pulang, Julie menemukan Shelin bukan di tempat perempuan itu bekerja, tetapi di jalan menuju pulang ke rumah kontrakan Shelin. Hanya saja Julie sempat melihat Shelin berbicara dengan Wira di sekitar area rumah Ibu Ani saat Wira minta maaf pada Sheila, itu sebabnya, Julie menilai, Shelin adalah perempuan yang gampangan."Kamu, siapa?" tanya Shelin pada Julie. Julie tersenyum miring mendengar pertanyaan Shelin.Ia mengulurkan tangannya ke arah Shelin namun ketika Shelin ingin menyambut telapak tangan itu, Julie justru menarik kembali telapak tangannya, hingga telapak tangan Shelin menggenggam angin."Namaku, Julie, kamu Shelin, kan? Mantan istri Pram? Aku calon istri baru Pram!"Mendengar pengakuan Julie, hati Shelin sebenarnya tidak terlalu terk
Julie memperlihatkan sesuatu di ponselnya, dan Pram terdiam melihat foto yang ada di ponsel milik Julie. Ada foto Shelin di sana dengan seorang pria yang tidak lain Wira, lalu Wira bicara dengan anaknya yang saat itu digandeng oleh Shelin. Pram mendorong tangan Julie yang memegang ponsel seolah tidak suka dengan pemandangan itu diperlihatkan padanya.Wajahnya terlihat tidak suka, dan Julie senang melihat perubahan di wajah Pram. Pria itu seperti marah juga juga melihat foto sang mantan istri dengan seorang pria seperti itu."Aku kenal dengan pria ini," katanya dengan nada datar.Telapak tangannya mengepal, dan semua itu tidak luput dari perhatian Julie.Ada perasaan senang sekaligus kesal melihat kenyataan di hadapannya. Senang, karena Julie melihat Pram marah dengan Shelin, kesal karena Julie bisa merasakan, Pram seperti masih peduli dengan sang mantan istri."Kenal? Apakah kamu enggak curiga, mereka itu udah akrab, jauh sebelum kamu dan mantan istri kamu cerai?""Entahlah. Tapi, a
Paras Tante Putri terlihat seperti sangat terkejut mendengar apa yang diucapkan oleh Julie tadi. Hingga, perempuan itu menatap gadis berambut pirang tersebut dengan tatapan mata serius."Kamu bercanda?" katanya pada Julie, dan Julie tersenyum mendengar pertanyaan sang calon mertua."Tentu saja tidak! Apakah selama ini aku sering bercanda pada Tante?""Wah, terimakasih. Karena kalian memang akan menikah nanti, jadi untuk permintaan kamu itu Tante rasa tidak akan jadi sebuah hal yang memberatkan bagi Pram, baiklah, Tante akan bantu, Tante akan bicara pada Pram, kau tunggu di sini.""Tunggu!"Langkah kaki Tante Putri terhenti saat Julie menahan perempuan itu seketika."Ya?" katanya sambil menatap ke arah Julie dengan penuh perasaan ingin tahu.Julie beranjak mendekati ibunya Pram, dan berbisik ke salah satu telinga wanita itu dan wajah Tante Putri sedikit tegang saat menyimak hal itu dari Julie. Namun, hanya sebentar, karena beberapa saat kemudian, senyum terukir di bibir Tante Putri s
Wajah Pram berubah mendengar ancaman yang diucapkan oleh Julie. Untuk sesaat, Pram berpikir keras apa yang harus ia lakukan untuk membuat dirinya tidak bertindak gegabah.Jika perempuan ini berteriak segala bahwa ia memperkosanya, bukankah itu sesuatu yang sangat buruk baginya?"Julie, tolong jangan seperti ini, aku tidak mau hubungan kita tidak sehat. Aku dan kamu masih dalam masa penjajakan, kenapa tidak perlahan saja? Agar kita bisa semakin memahami satu sama lain?"Pram akhirnya mencoba untuk membujuk Julie agar supaya wanita itu tidak sembarangan dalam bertindak."Aku enggak sabar menunggu, kamu bisa aja tertarik lagi dengan mantan istri kamu itu, terus aku gimana?""Lalu apakah dengan cara seperti ini, kau pikir bisa membuat hubungan kita semakin erat?""Setidaknya, kalau aku hamil, kamu enggak akan dijerat oleh wanita manapun, kan?"Pram mendorong tubuh Julie ketika Julie nekat merunduk untuk mencium bibirnya setelah perempuan itu usai bicara demikian pada dirinya.Julie tersun
"Kenapa lu ngatain mantan bini lu pembawa sial? Masalah rezeki lu seret, apakah wajar lu nyalahin Shelin? Emang, lu keturunan keraton sampai lu ngatain bini lu macam itu?" Akhirnya, Wira bicara setelah sekian detik terdiam ketika Pram memberikan dirinya ultimatum seperti tadi.Wira tidak lagi bersikap formal, karena menurutnya, mantan suami Shelin tidak perlu diberikan sikap formal segala karena Wira berpikir, pria itu seenaknya juga mengatai Shelin."Lu kagak tau yang sebenarnya, jadi jangan bicara seolah-olah lu ini paling paham, gue mantan suaminya, gue yang paham dia bagaimana!"Mendengar Wira tidak lagi bersikap formal padanya Pram ikut melakukan hal yang sama, pria itu tidak lagi bersikap formal pula, dan bicara demikian dengan nada yang sedikit meninggi pertanda ia tidak suka dengan tanggapan Wira untuk peringatan yang diberikannya tadi."Lu masih suka sama Shelin?" tanya Wira dengan sorot mata menyelidik."Apa?"Wira tertawa melihat betapa pria di hadapannya terkejut dengan p
"Apa?" Galih tertawa melihat ekspresi Pram yang seperti menelan batu bata ketika ia mengucapkan kata-kata tersebut.Pram mencibir."Kenapa lu selalu bilang kalo gue masih suka sama Shelin?" katanya pada Galih, setelah melihat Galih cukup puas menertawakannya."Karena lu aneh, lu kagak mau pria lain kena sial karena Shelin pembawa sial, ngapain lu mikirin orang lain macam itu? Aneh, tau! Apalagi, lu bilang cowok yang demen sama Shelin itu kagak bener, biarin aja dia kena sial pula macam lu dulu, ngapain dipikirkan?" Pram mengacak rambutnya perlahan ketika mendengar apa yang dikatakan Galih cukup membuat hatinya tertohok.Benar kata sahabatnya, untuk apa dirinya jadi repot memikirkan masalah itu jika memang Shelin pembawa sial? Bukankah pria itu juga akan kena batunya? Tapi, itulah yang membuat Pram tidak nyaman. Ia tetap merasa sulit untuk merelakan jika pria itu bukan pria yang baik, padahal untuk apa juga dirinya peduli?"Pram, akui aja lu masih suka sama mantan bini lu, balik lagi
Perasaan Shelin jadi tidak karuan ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Pram. Beberapa kali mantan suaminya itu bicara demikian tentang dirinya yang bukan pembawa sial, Pram selalu mengatakan, bahwa yang membawa sial itu dirinya sendiri."Masalah siapa yang sial, aku tidak mau tahu, karena bagiku, semua yang terjadi itu ada hikmahnya, kejadian buruk sekalipun, rasa trauma karena sudah membuat kehidupan orang lain jadi terpuruk membuat aku berpikir banyak tentang itu, dan yang mempermasalahkan ibu kamu....""Kita bahas ini di depan ibuku? Kamu mau?""Untuk apa?""Aku hanya ingin ibuku tahu aku yang ingin rujuk dengan kamu, bukan kamu, biar beliau tidak menyalahkan kamu."Shelin menghela napas. Ditatapnya Pram saat pria itu bicara demikian, hingga akhirnya perempuan itu setuju dengan apa yang diusulkan Pram, dan mereka melanjutkan perjalanan pulang khawatir Sheila mencari mereka karena sudah pergi terlalu lama.***"Julie?" Sumi terkejut ketika saat ia membuka pintu rumahnya, Julie
Sang ustadz menghela napas panjang mendengar isi pertanyaan Pram. Ia menatap Pram, Shelin dan Galih bergantian."Orang yang memberikan perintah pada seorang dukun untuk melakukan kejahatan, akan menerima balasannya sendiri, Nak. Jadi, lambat laun, Allah akan memberikan balasannya, kau tidak perlu repot untuk membalas.""Tidak perlu diperkarakan?" "Kamu memperkarakan dengan kondisi dia yang seperti itu, hukumannya juga tertunda, kepolisian akan membuat dia sembuh dulu baru proses dijalankan, biasanya hal-hal seperti itu tidak akan bisa sembuh kecuali ada mukjizat dari Allah dan orang itu sendiri bertobat, jika tidak entahlah....""Begitu, ya. Baiklah, terima kasih, Ustadz, kalau begitu kami pamit dulu, terima kasih sekali lagi." Pram, Shelin dan juga Galih akhirnya pamit dari hadapan ustadz tersebut. Mereka berpikir mungkin akan lebih baik ke rumah sakit untuk mengetahui bagaimana keadaan Ratna sebelum kembali ke kost Shelin. Shelin menghubungi Sumi untuk memastikan apakah sang ana
Galih, Pram dan juga Shelin manggut-manggut mendengar penjelasan pria tersebut. Lalu, mereka mempersilahkan orang itu untuk memanggil seorang ustadz terdekat agar bisa memeriksa keadaan pemilik rumah yang dibayar Ratna untuk praktik ilmu tak lazimnya. Beberapa saat kemudian, orang itu sudah kembali bersama ustadz yang dimaksud dan mereka langsung masuk ke rumah dukun yang dibayar Ratna untuk memeriksa apa yang terjadi, akan tetapi, ketika mereka baru saja sampai di ambang pintu, dukun itu berteriak agar mereka tidak masuk.Ustadz itu meminta yang lain untuk tetap di luar, karena pria pemilik rumah itu menatap tajam ke arahnya dengan mata yang merah entah karena apa."Pergilah kamu dari raga orang itu, jangan mengganggu manusia, kau punya dunia sendiri, jangan mengacaukan kehidupan manusia!"Ustadz itu bicara dan Pram, Galih, Shelin serta laki-laki yang memanggil ustadz itu memperhatikan dengan raut wajah yang demikian tegang. "Aku tidak akan pergi! Dia harus bertanggung jawab atas k
Pendapat Galih akhirnya diterima oleh Pram. Shelin meminta maaf pada Sumi karena sudah merepotkan wanita itu untuk membuatnya menjaga Sheila, namun Sumi meyakinkan pada Shelin bahwa ia tidak keberatan sama sekali untuk menjaga anak temannya tersebut. Alhasil, mereka segera berangkat ke tempat di mana Pram mendapatkan informasi tentang dukun yang dimaksud. Mereka berharap, informasi itu benar, karena mereka ingin masalah bisa selesai secepatnya.Setelah menempuh perjalanan yang lumayan melelahkan lantaran terjebak macet, akhirnya mereka sampai di sebuah rumah yang dikatakan rumah di mana Ratna sering terlihat datang di waktu waktu yang tidak biasa. Saat mereka mengetuk pintu rumah tersebut, cukup lama mereka menunggu pintu itu dibuka, sampai akhirnya, seseorang membukakan pintu dan terlihat heran melihat beberapa orang berdiri di depannya seperti itu. "Ada perlu apa kalian ke sini?" tanyanya dengan wajah kurang bersahabat."Ada perlu untuk mengetahui apa yang dilakukan seseorang yan
Sang ibu terenyuh mendengar apa yang diucapkan oleh sang anak angkat, ia tidak bisa berkata-kata, meskipun ada kekhawatiran yang ia simpan di dasar hati jika nanti Prima justru kembali pada keluarga aslinya, namun wanita itu tidak bisa melarang apa yang diinginkan oleh sang anak. Karena baginya, kebahagiaan Prima yang terpenting."Jaga anakku dengan baik, Julie, apapun kesalahan yang pernah kau lakukan, aku harap kau tidak melakukannya kembali terlebih pada putraku, kalau kau menyakitinya, aku orang pertama yang sangat ingin memberikan kamu pelajaran, ingat itu."Begitu pesan ibunya Prima pada Julie sebelum akhirnya perempuan itu keluar dari ruangan untuk mengurus administrasi perawatan Prima.***"Selamat ya, aku ikut senang ternyata kalian itu berjodoh, jangan ditunda untuk menikah, kalian cocok!" Shelin bicara demikian ketika mengetahui Galih dan Sumi akhirnya resmi berpacaran dan sebentar lagi akan menikah setelah meyakini kasus Pram dan juga Shelin yang terbelit masalah berkaita
Karena terkejut dengan apa yang menimpa Prima, Julie berteriak minta tolong. Ibunya Prima yang kebetulan ada di rumah segera ke ruang tamu. Tanpa berpikir panjang, ia berteriak memanggil tukang kebun agar bisa membantunya untuk membawa Prima ke rumah sakit. Julie menawarkan bantuan untuk memakai mobilnya saja. Ibunya Prima mengiyakan, dibantu tukang kebun, mereka segera membawa Prima ke mobil milik Julie dan setelah memasukkan tubuh Prima ke mobil, Julie dan wanita itu segera masuk pula ke dalam mobil. Sesampainya di rumah sakit terdekat, mereka meminta bantuan para petugas medis untuk membawa Prima ke IGD.Wajah ibunya Prima tidak tenang meskipun anak angkatnya itu sudah ditangani oleh dokter yang bertugas. "Apa yang kau lakukan pada anakku?" tanya wanita itu pada Julie. Mereka sedang menunggu dokter yang memeriksa Prima, hingga perempuan itu memutuskan untuk mengintrogasi Julie. "Aku minta maaf, Tante. Aku tidak bermaksud membuat Prima seperti itu, aku hanya ingin meluruskan se
"Benarkah? Masalah apa itu?" Raut wajah Prima semakin terlihat penasaran mendengar apa yang diucapkan oleh perempuan berambut pirang tersebut. "Kamu benar-benar tidak ingat lagi saat masa kuliah kamu dulu?" tanya Julie hati-hati, sekedar untuk memastikan, Prima masih ingat saat ia masih kuliah atau tidak."Tidak ingat."Dia benar-benar amnesia, ingatannya dihapus menggunakan ilmu kah, sampai ia tidak bisa ingat semuanya? Hati Julie bicara demikian. "Dulu, ada seorang wanita yang memperhatikan kamu secara diam-diam...."Julie mulai bercerita. Dan Prima menyimaknya dengan baik."Wanita itu tidak bisa mendekati, karena kamu sangat selektif dengan siapapun yang dekat denganmu, entah karena apa.""Lalu?""Seiring waktu, kamu yang seperti itu makin tenggelam dalam kesendirian, kamu sibuk dengan duniamu sendiri, tidak peduli dengan orang lain, hingga saat semua sibuk berpacaran, kamu justru tidak pernah suka dengan wanita sama sekali.""Kurasa aku memang orang yang seperti itu, karena ak
"Keterlaluan! Jadi, Mama melakukan ini hanya mengejar harta dan kedudukan?" Pram benar-benar tidak bisa menahan perasaannya sekarang hingga emosinya kembali tersulut meskipun Shelin memintanya untuk sabar karena mereka harus mendengarkan secara tuntas apa yang ingin diceritakan oleh Tante Putri pada mereka."Maaf, Pram, Mama yang salah, Mama memang takut hidup kita miskin, apalagi saat kamu menikah dengan Shelin, kamu itu bangkrut, Mama semakin sulit untuk menerima semuanya, Mama-""Aku yang membuat Pram bangkrut karena aku pembawa sial?" potong Shelin. "Sebenarnya, aku juga tidak tahu pasti, itu hanya pendapatku saja, karena setelah kamu dengan Pram, hidup Pram itu berantakan, aku membencimu, Shelin, lalu aku mendengar tentang nama kalian yang tidak cocok jika bersama, disitulah aku punya cara untuk membuat Pram percaya bahwa kamu pembawa sial!""Jangan salahkan Tante Putri, khusus untuk memisahkan kalian, aku juga ikut andil, aku terobsesi dengan Pram, jadi aku menerima tawaran Ra
Apa yang dikatakan oleh Sumi disetujui oleh Galih. Meskipun sekarang tidak bisa dipungkiri ia bahagia lantaran tidak menyangka ternyata ia dan Sumi berjodoh, tapi memikirkan sahabatnya, Pram yang sekarang sedang masa terpuruk, mau tidak mau membuat kebahagiaan Galih belum lengkap.Sementara itu, Shelin, Julie, Pram dan juga Sheila sudah saling berhadapan dengan Tante Putri yang masih belum dipastikan akan masuk penjara kapan karena kasus yang melibatkan dirinya masih diselidiki secara menyeluruh.Melihat kedatangan semuanya, Tante Putri tertunduk dalam. Perempuan itu merasa terpuruk sekarang dengan apa yang sudah terjadi padanya. "Tante, untuk masalah Wira dan apa yang sudah aku terima, aku tidak akan menuntut Tante asalkan Tante mau bicara apa yang sebenarnya terjadi selama ini, aku berjanji tidak akan menuntut Tante dengan alasan karena aku korban, tapi, aku harap, Tante bisa mengatakan semuanya pada kami semuanya. Tanpa bersisa."Shelin yang lebih dulu bicara, dan Tante Putri terd