Home / Rumah Tangga / BUKAN MENANTU KAMPUNGAN / Bab 12. Kamar Yang Berbeda

Share

Bab 12. Kamar Yang Berbeda

Author: Jielmom
last update Last Updated: 2025-01-05 10:00:15

“Hahaha,” tawa mas Farhan. “Kamu lucu, Dek! Jelas-jelas kita video call. Kamu bisa lihat aku dengan siapa. Bahkan aku memvideokan semua sudut yang ada disini–.”

“Lalu, suara siapa itu?”

“Maaf, kemarin aku kepencet remot tv dan yang muncul suara sinetron.”

“Benar?” tanyaku kepada mas Farhan yang masih kucurigai.

“Justru mas telepon kamu, Sayang. Besok mas mau pulang, karena dari kantor, sudah dibooking sampai besok. Daripada mas sendirian disini. Mas mau jemput kamu, buat nginep di hotel ini. Mau kan? Kita honeymoon walau cuma sehari?”

“Jemput?”

“Ya, bukannya kamu juga udah selesai kerjanya?”

“Sudah sih.”

“Oke! Mas sekarang pulang yah, kamu siap-siap di rumah. Nanti mas jemput kamu.”

“I, iya mas!” Jawabku.

Kaget! Tiba-tiba saja pipiku merona merah karena diajak mas Farhan ke hotel di puncak. Belum pernah sekalipun mas Farhan mengajak aku pergi-pergi, karena waktu kerja yang berbeda. Mas Farhan
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 13. Diskusi Dengan Evan

    Rasa curigaku kembali muncul hanya gara-gara posisi kamar mandi di foto dan sekarang berbeda. “Apakah yang dapat aku lakukan untuk membuktikan rasa curigaku ini?” Aku memindai ruangan ini. Tangan mas Farhan aku taruh diatas kasur, sedangkan aku perlahan turun dari kasur, lalu aku mengambil baju kotor yang tadi dipakai mas Farhan apakah ada parfum seorang wanita, lalu kuhirup. “Aha! Parfum siapa nih mas?” gumamku.Tapi sebuah parfum belum dapat dikatakan bukti. Mataku kembali memindai ponsel mas Farhan yang tergeletak di nakas samping kasur. Lagi-lagi ponselnya di password, padahal kemarin, aku dan mas Farhan sempat bertengkar.“Apa aku yang terlalu cemburu? Hingga aku terlalu curiga?” Lagi-lagi aku mempertanyakan hatiku ini. “Baiklah, untuk sementara ini, aku akan menganggap kamu lolos mas! Sebaik-baiknya bangkai ditutupi, akan tercium baunya juga!” Aku naik kembali ke atas kasur dan menutup mata untuk segera tidur.***Minggu siang, aku dan

    Last Updated : 2025-01-05
  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 14. Arisannya Ibu Mertua

    Aku perhatikan kembali Ratih yang duduk dengan pria berumur itu, hingga tidak sadar aku dipanggil Evan berkali-kali.“Mbak! Mbak lihat apa sih?”“Eh! Aku lihat adiknya mas Farhan.”“Mana?” Evan mengikuti arah aku memandang Ratih. Ratih duduk dengan rok jeans pendek dan blouse putih, memakai high heels dan tas tangan yang cukup besar dengan merek bukan kaleng-kaleng. Dengan wajahnya yang di make up, membuat tampilan Ratih lebih dewasa daripada umurnya. Jika duduk dengan pria berumur di sampingnya, orang-orang akan menyangka kalau Ratih adalah istrinya. “Itu?” tanya Evan menunjuk dengan lirikan matanya. Aku hanya mengangguk. Aku foto dan aku buat videonya. Siapa tahu suatu saat nanti berguna.“Aku kan waktu nikahan kalian masih di Paris, jadi gak ngerti kalau mas Farhan punya adik. Yakin itu adiknya mbak? Kok mbak Alea yang kelihatan lebih muda dari adiknya itu,” sindir Evan.“Hush. Iya, itu adiknya m

    Last Updated : 2025-01-06
  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 15. Ganti Rugi

    “Kamu dengar sendiri bukan apa yang sudah ibuku ucapkan. Kalau kamu tidak hormat pada ibuku, berarti kamu juga menginjak-injak aku sebagai kepala rumah tangga, Alea!” geram mas Farhan kepadaku. Bahkan dia tidak menyebut aku dengan sebutan Dek, tapi dengan namaku langsung.“Maafkan aku mas,” ucapku lirih. Aku jadi merasa bersalah tapi ibunya sendiri tidak mau tahu pendapat aku sebagai menantu.“Apa sih susahnya menyenangkan orang tua? Hanya soal makanan loh, Alea! Bahkan kita mampu buat memberi lebih kepada ibu. Kalau kamu takut soal uang, kamu bisa atur apa yang harus kamu keluarkan, tapi mas gak rela ibu mas dihina seperti ini!” Mas Farhan bangkit berdiri, makanannya pun tidak dihabiskan, mencuci tangannya lalu masuk ke dalam kamar.“Ya Allah, apakah harus semarah itu mas Farhan membela ibunya?” Permasalahan nasi rendang membuat hubunganku dengan mas Farhan menjadi renggang. Bahkan semalaman mas Farhan memunggungiku, hanya melihat ponselnya

    Last Updated : 2025-01-06
  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 16. Ayam Bakar

    “Loh. Emang kenapa kalau ibu mau bantu-bantu? Aku sendiri harus kerja, gak bisa bantuin kamu, jadi aku minta tolong ibu buat jualin barang-barang ini. Lagi pula, semua barang-barang yang dibeli kan pake uangku, Dek.”Ada rasa kesal, marah, tapi aku harus akui, semua barang-barang yang dibeli ini, uangnya berasal dari mas Farhan. Aku hanya bantu memilih sesuai dengan fungsinya.“Sudahlah, Dek. Gak usah marah-marah yah, toh, barang-barang ini pun gak bisa kita bawa ke rumah ibu. Jadi biarkan saja ibu yang urus. Oke? Kita hanya ambil apa yang bisa kita bawa ke rumah ibu. Sisanya biarkan saja disini, biar ibu yang atur. Lagi pula sisa kontrakannya kan tinggal beberapa bulan, kalau ada yang mau over kontrak, barang-barang ini sekalian ditawarkan ke penghuni baru.”“Lagian, kenapa sih mas, kita gak tunggu kontrakan ini habis dulu?” sungutku, rasanya kepindahan ini terlalu dipaksakan harus cepat-cepat.“Supaya pengeluaran kita bisa lebih hemat, Dek.

    Last Updated : 2025-01-07
  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 17. Keributan Kecil

    Ratih yang terburu-buru, mendadak menghentikan langkahnya dan berbalik melihat mas Farhan.“Hehehe, pacar juga belum resmi Mas, baru pdkt. Nanti kalau sudah mulai serius, Ratih bakal kenalin ke Mas dan ke ibu,” ucapnya sambil melambaikan tangan berlari keluar.Mas Farhan tidak bisa menanyakan lanjut kepada Ratih, karena dia sudah berlari ke mobil yang menunggunya.Kucuci tangan dan membuang dus sisa makananku dan menghampiri mas Farhan. “Mas kemana saja? Dari siang baru bisa makan jam 4 sore begini?”“Mas kan sudah bilang sama kamu. Agak lama, karena mas datang pas jam makan siang. Ditambah mas makan duluan ditempat saking lapernya. Eh pulang-pulang terkena macet karena ada razia polisi. Lagian kenapa sih, gak makan dulu gitu yang ada di rumah?” tanya balik mas Farhan dengan sewot.“Loh, loh, mas kan yang ngomong mau beli makan siang. Jadi ya aku tunggu dong, kok jadi aku yang disuruh buat?” “Masih mending mas beliin makan ya, D

    Last Updated : 2025-01-07
  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 18. Kepulangan Ratih Di Pagi Hari

    “Ratih? Baru pulang?” Sengaja aku tegur sebelum Ratih masuk ke dalam rumah. Aku ingin tahu apakah dia pergi semalam dengan orang yang sama.“Eh, mbak Alea, kok ada di luar?” tanya balik Ratih kaget seperti yang kepergok telah melakukan yang salah.“Semalam gak pulang?” Aku menegaskan kembali apa yang aku tanyakan. Sebagai kakak iparnya, aku berkewajiban untuk menegurnya, karena biar bagaimanapun juga dia adik dari suamiku, berarti adikku juga.“Iya, mbak,” ucapnya, kemudian masuk ke dalam rumah, seperti sudah biasa melakukan hal seperti itu.“Apa kamu tahu, kalau perempuan pulang pagi itu gak baik?” tanyaku mengikuti Ratih masuk ke dalam rumah.“Mbak Alea, aku ini udah izin loh sama ibu, kenapa mbak Alea yang marah sama aku? Ibuku aja gak marah-marah. Emang mbak Alea siapanya aku? Cuma kakak ipar, kan? Lagian namanya kakak ipar ya cuma orang lain,” dengus Ratih.“Astaghfirullah, Ratih, aku ini memang hanya kakak ipar, tapi mbak i

    Last Updated : 2025-01-08
  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 19. Ratih si Pelakor

    “Bu, bukannya tiap awal bulan ibu ke bank?” tanyaku mengingatkan.“Ya, nanti sebentar lagi ibu mau ke bank, ambil pensiunan bapak,” ucapnya dengan tersenyum. Disaat awal bulan, adalah hari-hari dimana senyum ibu mertuaku merekah.“Oh ya Bu, Alea mau mengingatkan, ibu bilang, kalau ibu tambah uang arisan 500 ribu untuk tambah-tambah uang semester. Sekarang Ratih nagih uang semesterannya. Jadi bisa gak ya uang arisannya dipake buat bayar semesteran Ratih?”Mendengar permintaanku, langsung saja raut muka ibu mertuaku menjadi kecut.“Waktu kemaren ibu tolong kamu buatkan nasi rendang, ibu kedapatan arisan, dan karena ibu gak tahu kapan bayaran semester Alea, uangnya sudah ibu belanjakan. Jadi ibu gak ada uang lagi.”“Loh? Kan ibu sendiri yang minta tambahan uang buat arisan. Katanya kalau dapat buat kuliahnya Ratih.”“Iya, niatnya ibu begitu, tapi Allah udah kasih rezeki ke ibu sebelum waktunya Ratih semesteran, jadi gimana? Masa dit

    Last Updated : 2025-01-08
  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 20. Ngelesnya Ratih

    “Astaghfirullah, Ratih!” “Jangan sok suci, mbak! Mbak itu siapa? Cuma Iparku dari kampung! Entah apa yang ada dipikiran mas Farhan buat nikahin mbak! Hanya pencuci piring! Aku sendiri malu punya ipar seperti mbak Alea!” “Walaupun mbak cuma pencuci piring, mbak lebih bermartabat daripada menjadi pelakor, Ratih! Asal kamu tahu, pihak kampus memberitahu mbak kalau kamu sering bolos. Bisa-bisa kamu di DO!” “Hei mbak! Gak usah sok nasehati deh! Ini hidup, hidup aku! Lagian mbak tahu apa soal kuliah aku? Hanya lulusan SMK saja bisa-bisanya ngajari aku! Dah sana pulang! Jangan lupa beres-beres rumah!” ucap Ratih sambil berlalu dariku dengan sedikit berlari menjauhiku. Ada rasa tidak terima Ratih menghina diriku. Ingin aku melawan ucapannya, tapi aku berusaha untuk menahan emosi, “Belum, belum waktunya, sabar, sabar Alea.” Aku mengurutkan dada supaya aku tidak terbawa emosi. Aku bergegas ke restoran sejenak untuk mel

    Last Updated : 2025-01-09

Latest chapter

  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 106. Putri Lagi

    Tanganku gemetar saat mengetik balasan. Aku tahu, kalau aku diam saja, maka Putri akan memutarbalikkan segalanya.“Aku di kafe, barusan bertemu Chef Hengki. Dia pamit mau pindah ke Jepang.”Tidak sampai satu menit, mas Calvin langsung membalas.“Kenapa nggak kasih tahu aku dari awal? Kenapa kamu nggak bilang mau ketemu dia?”Aku menggigit bibir. Memang aku salah karena tidak bilang sebelumnya. Tapi aku benar-benar tidak menyangka akan bertemu Chef Hengki hari ini.“Aku juga nggak rencana ketemu, dia tiba-tiba hubungi aku dan ingin pamit…”Pesan mas Calvin tidak langsung dibalas. Hatiku semakin gelisah. Aku menatap layar, menunggu hingga akhirnya ponselku bergetar.“Oke, aku percaya kamu. Pulang sekarang, jangan berlama-lama di luar.”Aku menarik napas lega.Ya Tuhan... aku bersyukur Calvin masih mempercayaiku.Aku berusaha menenangkan diriku setelah membalas pesan Calvin. Baru saja aku hendak berdir

  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 105. Pertemuan Terakhir

    Setelah beberapa detik hening, Evan akhirnya berkata, "Kalau itu keputusanmu, semoga beruntung."Nada suaranya datar. Aku bisa merasakan ada sesuatu yang ditahannya, tapi Amanda terlalu tenggelam dalam obsesinya untuk menyadarinya."Terima kasih, Evan! Aku janji akan menghubungi kalian setelah sampai di sana!" katanya dengan senyum lebar, lalu melambaikan tangan dan keluar ruangan.Aku hanya bisa membalas senyumnya samar. Di dalam hatiku, aku tahu ini bukan keputusan yang baik. Tapi ini hidup Amanda, dan aku tidak bisa menghentikannya.Aku baru saja selesai berbincang dengan Evan ketika ponselku bergetar di dalam saku. Aku mengambilnya dan melihat nama yang muncul di layar—Chef Hengki.Alisku berkerut. Kenapa dia menghubungiku? Dengan ragu, aku membuka pesan darinya.“Alea, aku ingin bertemu. Bisa kita bicara berdua?”Aku menelan ludah. Setelah semua yang terjadi, aku tidak menyangka dia masih ingin bertemu denganku.

  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 104. Kedatangan Amanda

    Evan menarik napas dalam, lalu berkata, "Restoran baru Chef Hengki yang rencananya akan buka sebentar lagi… tiba-tiba akan dijual.”Aku mengerutkan kening mendengar ucapan Evan."Restoran Chef Hengki akan dijual?" tanyaku, berusaha memastikan aku tidak salah dengar.Evan mengangguk. "Iya, padahal restorannya belum sempat dibuka."Aku menarik napas dalam. Aku tidak ingin lagi ada urusan dengan Chef Hengki, terutama setelah masalah Amanda. Aku sudah bertekad untuk menjauh darinya."Kenapa kamu memberitahuku soal ini?" tanyaku akhirnya.Evan menatapku sejenak sebelum menjawab. "Karena ini kesempatan besar, mbak Alea. Restoran itu lokasinya strategis, dan konsepnya sudah matang. Aku tahu kamu dan mas Calvin punya visi besar untuk bisnis kuliner kalian."Aku menggeleng cepat. "Aku tidak tertarik. Aku tidak ingin terlibat dalam urusan Chef Hengki lagi."Evan tampak terkejut dengan reaksiku. "Tapi ini soal bisnis, buka

  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 103. Olahraga

    Shasha berdiri di ambang pintu dengan boneka favoritnya di tangan, matanya berbinar penuh semangat."Sayang, sudah larut malam. Kenapa tiba-tiba mau tidur di sini?" tanyaku, mencoba menenangkan diri."Shasha mau tidur sama adik! Kan adik masih di perut Mama, jadi Shasha harus jagain adik dari sekarang!" katanya polos.Aku dan Calvin saling berpandangan. Aku melihat Calvin berusaha menahan senyum geli."Tapi, sayang, adik masih kecil sekali di dalam perut Mama. Dia belum bisa merasakan kalau kamu tidur di sini," ucap mas Calvin lembut, membujuknya."Tapi Shasha mau nemenin! Kalau nggak, adik kesepian," protesnya, mengerucutkan bibirnya.Aku tertawa kecil dan mengusap rambutnya dengan lembut. "Baiklah, kalau begitu, malam ini kamu bisa tidur di sini."Shasha langsung tersenyum lebar, lalu berbaring di tengah-tengah kami sambil memeluk bonekanya erat-erat. Tapi sebelum dia memejamkan mata,

  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 102 Kehebohan di Malam Hari

    Aku bisa merasakan detak jantungku semakin cepat. Mas Calvin menggenggam tanganku dan tersenyum, lalu berkata dengan suara mantap, “Mama, Alea hamil.” Sejenak, tidak ada suara di seberang sana. Lalu, terdengar helaan napas kaget, disusul suara penuh kebahagiaan. “Benarkah? Ya Tuhan, Calvin! Mama senang sekali!” Aku bisa mendengar suara Mama Calvin yang jelas-jelas penuh dengan emosi bahagia. “Alea sayang, selamat ya, Nak! Kamu baik-baik saja? Kamu sehat?” tanyanya padaku. Aku tersenyum dan menjawab, “Iya, Ma. Aku baik-baik saja, hanya sedikit mual-mual.” “Itu wajar, Sayang. Mama senang sekali akhirnya keluarga kecil kalian bertambah. Mama harus segera ke sana! Aku ingin melihat kalian!” Aku melirik mas Calvin, meminta pendapatnya. Dia hanya mengangkat bahu dan tersenyum. “Tentu, Ma. Kami juga ingin Mama di sini.” “Kalau begitu, Mama akan segera mengatur jadwal. Kalian jaga diri baik-baik, terut

  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 101 Berita Penting

    Tak lama kemudian, mas Calvin kembali dengan sebuah kantong plastik kecil di tangannya. Ia tampak sedikit kehabisan napas, seolah berlari agar bisa cepat kembali ke sisiku. "Aku sudah beli," katanya, menyerahkan test pack kepadaku. Aku mengambilnya dengan tangan sedikit gemetar. Mas Calvin langsung duduk di sampingku, menggenggam jemariku erat. "Aku temani, ya?" tanyanya lembut. Aku mengangguk pelan. "Oke." Dengan langkah hati-hati, aku menuju kamar mandi. Mas Calvin menunggu di depan pintu, sesekali mengetuk pelan untuk memastikan aku baik-baik saja. Setelah beberapa menit yang terasa seperti selamanya, aku keluar dengan test pack di tanganku. Kami duduk di tepi ranjang bersama, menunggu hasilnya. Calvin menggenggam tanganku erat, jempolnya mengusap punggung tanganku dengan lembut. "Apa pun hasilnya, aku ada di sini," bisiknya. Hatiku berdebar kencang. Aku menatap test pack itu

  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 100. Sakit

    Saat mobil mas Calvin berhenti di depan restoran, aku menghembuskan napas lega. Aku terlalu lelah untuk berdiri, jadi aku hanya menunggu di bangku lobi sampai mas Calvin turun dan menghampiriku.Begitu melihatku, ekspresi mas Calvin langsung berubah. Matanya menatapku penuh kecemasan, lalu dia berjongkok di hadapanku. “Sayang, kamu kenapa? Mukamu pucat.”Aku mencoba tersenyum tipis. “Aku nggak enak badan, kepala pusing, terus mual.”Mas Calvin langsung menggenggam tanganku, hangat dan menenangkan. “Ayo kita pulang. Kamu harus istirahat.” Dia membantu aku berdiri, tangannya melingkari pinggangku untuk memastikan aku tidak jatuh.Aku bersandar padanya, membiarkan mas Calvin membimbingku menuju mobil. Aku bisa merasakan betapa khawatirnya dia, apalagi saat aku sempat terhuyung sedikit sebelum masuk ke dalam mobil.Begitu kami duduk di dalam, mas Calvin menatapku serius. “Kita ke dokter dulu, ya?”Aku menggeleng lemah. “Nggak usah, a

  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 99. Dilabrak Amanda

    "Tapi sebelum kau melakukannya, pikirkan baik-baik. Aku bisa membongkar semua kelakuan kotormu. Termasuk hubunganmu dengan Amanda."Sekilas, aku melihat ekspresi chef Hengki berubah. Sesaat dia tampak terkejut, tapi dengan cepat dia kembali tersenyum licik. "Amanda? Kenapa kau membawa-bawa dia? Itu urusan pribadiku."Mas Calvin tersenyum miring. "Urusan pribadimu? Seorang pria dewasa meniduri wanita yang masih muda, lalu membiarkannya berpikir bahwa itu cinta? Kau yakin ingin membawa ini ke ranah hukum?"“Hei! Kita melakukannya atas dasar suka sama suka! Tidak ada paksaan! Kita sudah sama-sama dewasa!” Aku melihat chef Calvin menggertakkan giginya. Dia jelas tidak menyangka chef Hengki akan membalas seperti itu.Mas Calvin tidak menanggapi lagi. Dia hanya menarik tanganku dan membukakan pintu mobil untukku. "Ayo pulang," bisiknya lembut.Aku menurut, masuk ke dalam mobil dengan perasaan campur aduk. Saat mas Calvin menyalakan mesin dan mu

  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 98 Bertemu dengan Chef Hengki

    “Baiklah,” katanya tegas. “Aku akan menemuimu di restoran setelah jam operasional selesai. Kita hadapi dia bersama.”Aku menutup mata, merasa lega karena mas Calvin mau menemani. “Terima kasih, Mas. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan tanpamu.”“Aku tidak akan membiarkanmu menghadapi ini sendirian, Alea,” katanya lembut. “Kita akan menyelesaikan ini bersama.”Aku tersenyum tipis meskipun perasaan gelisah masih menggelayut di hatiku.***Saat jam operasional restoran berakhir, aku masih berdiri di dapur, menatap kosong ke arah meja stainless steel di depanku. Tanganku menggenggam erat kain lap yang sedari tadi kugunakan untuk menyibukkan diri, tetapi pikiranku melayang entah ke mana.Perasaanku tidak tenang. Rasa gelisah semakin kuat seiring waktu berjalan. Bahkan saat restoran mulai sepi dan para staf mulai pulang satu per satu, aku tetap merasa ada sesuatu yang tidak beres.“Mbak Alea, aku pulang dulu, ya,” suara Eva

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status