Kartika melangkah masuk ke dalam rumah begitu Ibu Siti pergi. Ia melihat Dania baru saja keluar dari kamar mandi dan sedang membereskan cucian piring yang belum sempat ia cuci.
"Nak, ini tas sekolah dari Bu Siti. Nanti, kalau ketemu beliau jangan lupa bilang terima kasih, ya. Sebentar lagi, Ibu mau ke rumah Bu Anisa. Cucian dan gosokan di rumahnya sudah banyak. Kamu, makan dan belajar. Jangan keluar rumah,ya. Menonton televisi saja di rumah," kata Kartika.
Dania mengangguk patuh.
"Bu, maafkan sikap Dania tadi. Pasti Ibu sangat sedih dengan perkataan Dania. Dania janji ,Bu. Mulai besok Dania tidak akan menangis lagi dan tidak akan mendengarkan perkataan orang-orang lagi."
Kartika merasa batinnya tersayat , sedih sekali melihat putri semata wayangnya bersedih seperti ini. Kartika pun memeluk Dania dengan erat.
"Ibu sangat mencintaimu, Dania."
"Bu, tidak apa jika Papa tidak pernah menengok ki
"Kamu nggak pernah benar ya urus anak! Gimana bisa nilai anak kita sampai merah semua begini?! Kamu nggak ajarin dia belajar?!" hardik Rivan pada sang istri, Salsa.Namun, Salsa dengan berani melompat marah dan dengan kasar ia menuding Rivan."Mas, aku ini istri. Bukan pengasuh anak atau babu. Atau pembantumu! Aku sudah melahirkan dan membesarkan dia. Sehari-hari ya dia harus mandiri dong. Dia itu sudah besar. Masa iya aku harus terus menerus ajarin dia. Lagi pula kan ada baby sitter ada Mbak juga di rumah ini. Apa salahnya kalau kamu bayar sekalian guru les buat ajarin anak kamu itu belajar !" bentak Salsa.Rivan benar-benar emosi luar biasa. Selama ini ia selalu saja mengalah dan mengalah pada Salsa. Tapi, istrinya itu seolah lupa bahwa tugasnya sebagai ibu bukan hanya melahirkan dan membesarkan anak saja."Jadi, tugas istri dan ibu itu apa menurutmu?!" seru Rivan."Apa aku kurang melayani suami?!" balas Salsa.
Gazali tersenyum saat melihat keponakannya datang. Sudah lama sekali ia dan Rivan tidak bertemu."Bagaimana anak dan istrimu?" tanya Gazali."Sehat semua, Cang.""Syukur dah kalau sehat, tumben main ke Jakarta?""Iya, Cang. Kebetulan pengen jalan-jalan, sumpek di Bandung terus. Boleh saya menginap di sini?""Ya boleh, tunggu sebentar encang panggil pembantu dulu buat beres- beres kamarmu."Gazali segera memanggil Kartika yang sedang mencuci di belakang dan menyuruhnya membersihkan kamar tamu."Ya sudah, saya bersihkan sekarang ya, Pak.""Kerjaan yang lain udah selesai, Tika?" tanya Gazali."Sudah semua, Pak. Tinggal jemur ini sebentar langsung saya kerjakan kamarnya.""Iya, terima kasih Neng Tika.""Sama-sama, Pak."Kartika pun bergegas menyelesaikan pekerjaannya. Kemudian ia segera membereskan kamar tamu, menggantiny
"Kenapa kau pergi dariku?" tanya Rivan. Saat ini ia dan Kartika berada di sebuah restoran mewah di Jakarta Selatan. Rivan sengaja membawa Kartika dan Dania ke sana karena ia ingin memberikan perhatian kepada anak yang selama sepuluh tahun ini tidak pernah ia temui."Aku tidak mau kau memaksa untuk mengugurkan kandunganku. Aku mungkin nekad waktu itu, tapi aku yakin jika apa yang aku lakukan adalah yang terbaik. Aku mencintaimu, Mas. Jadi, bagaimana bisa aku menghilangkan buah cintaku yang ada di rahimku. Dan aku tidak pernah menyesal melahirkan Dania. Dia bisa tumbuh besar dan juga menjadi anak yang baik dan rajin."Rivan menghela napas panjang, ia tersenyum saat melihat putrinya itu makan dengan lahap tanpa suara. Cara makannya pun begitu rapi, Kartika telah mendidik putrinya dengan baik."Apa raportmu bagus , Nak?" tanya Rivan pada Dania.Dania buru-buru mengosongkan mulutnya yang penuh dengan makanan sebelum menj
"Saskia perlu sepatu dan tas sekolah yang baru. Dia juga perlu membeli buku dan peralatan sekolah yang baru.""Tasnya masih bagus, lagi pula nilai-nilainya kemarin tidak memuaskan. Tidak usah beli baru!" Salsa menatap Rivan dengan tajam. Ia merasa kesal melihat sikap suaminya beberapa bulan belakangan ini."Kamu kenapa sih, Mas? Beberapa bulan ini pelit sekali. Aku curiga kau memiliki wanita lain di luar sana," kata Salsa dengan mata memicing dan tatapan tajam. Rivan yang sedang duduk membaca koran langsung membanting koran yang sedang ia pegang ke atas meja dengan geram."Aku bukan pelit! Tapi, aku sedang mendidik keluargaku supaya kau dan anakmu yang manja itu tau bagaimana menghargai uang dan juga mau berjuang!""Maksudmu, Mas?""Ajari Saskia, jika dia mau sesuatu berjuang dulu. Mau tas dan sepatu baru , artinya dia harus bisa mendapatkan
Salsa menatap layar ponselnya tak percaya. Baru saja seorang sahabatnya yang berada di Jakarta mengirimkan foto Rivan sedang berada di Mall bersama seorang wanita dan anak kecil."Gue pikir dia bukan Rivan, Sa. Tapi, gue kan hapal mukanya, pas gue liat dari jarak yang nggak terlalu jauh, ternyata beneran Rivan. Tapi, dia nggak liat gue. Kayanya anak yang sama dia, anaknya Rivan. Masalahnya wajahnya mirip banget sama Rivan.""Lu nggak lagi main-main, kan Mis?""Gila lah, mana mungkin gue main-main. Laki lu nggak ada di rumah kan?""Sudah lima hari dia nggak di rumah.""Fix , kalau begitu gue yakin yang gue liat tadi itu Rivan.""Ya sudah , aku tutup dulu teleponnya!"Salsa merasa kesal, ia sama sekali tidak menyangka Rivan akan tega berkhianat dan berani menikah dengan wanita lain. Selama ini, tidak ada tanda-tanda bahwa ia memiliki wanita lain.Tapi, tunggu! Dahi Salsa berkeru
"Bercerai saja kalau memang sudah tidak nyaman, bukankah sejak dulu kita sudah sering bertengkar? Apa yang mau kita pertahankan lagi, kalau memang sudah seperti ini jadinya," tukas Rivan."Mas! Aku curiga kau memiliki wanita lain di luar sana, akui sajalah!" teriak Salsa geram.Rivan menatap Salsa tajam, "Iya! Aku memang memiliki istri dan anak yang lain. Dan kalau boleh jujur, dia jauh lebih baik darimu. Kartika bukan perempuan matealistis yang hanya mementingkan harta dan uang tanpa peduli bagaimana diriku! Apa pernah kau bertanya aku sudah makan atau belum, perlu air panas untuk mandi atau sekadar menyiapkan secangkir kopi panas?!""Buat apa ada pembantu rumah tangga jika pekerjaan seperti itu harus aku yang mengerjakan,Mas!""Itulah tugasnya istri, bukan hanya melayani di atas ranjang! Suami butuh diperhatikan, diajak bicara. Jangan salahkan aku jika mencari wanita lain yang bisa mengerti dan memperhatikan setiap kebutuhanku."
Salsa tidak terima Rivan menceraikannya begitu saja, meskipun secara hukum statusnya masih sah istri Rivan, tapi secara agama ia tidak bisa kembali begitu saja pada Rivan. Ibu mertuanya memang membelanya mati-matian. Tapi tidak dengan ayah mertuanya yang jelas memihak pada Rivan. Hal itu membuat Salsa merasa kesal dan sakit hati.Pagi itu , ia menitipkan Saskia pada ibunya, sementara ia menemui Rivan. Tapi, belum sempat ia masuk ke kompleks perumahan, ia melihat mobil Rivan keluar dari kompleks. Salsa memutuskan untuk mengikuti mobil Rivan. Tidak disangka , rupanya mobil Rivan menuju ke luar kota."Ah, rupanya kau mau menemui istri simpananmu! Baik, kita lihat apa yang akan bisa aku lakukan, Mas," gumam Salsa.Salsa memantapkan hati dan mengikuti Rivan, ia menjaga jarak pandang supaya Rivan tidak menyadari bahwa ia sedang diikuti. Betapa panas hati Salsa saat Rivan tiba di sebuah rumah kecil, ia melihat seorang wan
Rivan menarik tangan Salsa dan langsung mendudukkannya di kursi dengan keras."Kau mau bikin aku malu?!" hardiknya."Kau yang buat aku jadi seperti ini, Mas!""Yang menantang minta bercerai siapa? Kau sendiri, bukan aku yang minta!""Tapi , kau yang sudah berselingkuh dengan perempuan murahan ini!""Kartika sekarang adalah istriku yang sah. Aku hanya tinggal mengesahkan pernikahan kami secara hukum," ujar Rivan. Salsa mencibir kesal, "Jangan harap kau bisa melakukan hal itu,Mas!""Kita sudah bercerai, Salsa. Aku sudah menjatuhkan talak tiga kepadamu, itu artinya tidak akan mudah untuk kita rujuk kembali.""JAHAAT!" teriak Salsa. Ghazali menatap keponakannya penuh rasa ingin tahu."Kalian sudah bercerai?" tanya Ghazali pada Rivan."Iya , Cang. Saya sudah menjatuhkan talak tiga kepada Salsa kemarin."
Sulastri dimakamkan di hari berikutnya. Bu Aminah membantu segala proses pemakaman. Widya dan Aryani yang mendengar berita kematian ibu kandung Kartika juga datang melayat. Aryani dan Widya tampak bahagia melihat Reni yang kini sudah menerima Kartika dengan tangan terbuka. "Saya senang melihat Jeng Reni sekarang akur dengan Kartika. Dia itu anak yang baik, Jeng," kata Widya saat proses pemakaman Sulastri selesai. Reni mengangguk dan menepuk punggung tangan besannya itu sambil tersenyum."Iya, dia anak yang baik. Saya menyesal sekali waktu itu sudah bersikap kasar dan kurang baik kepadanya.""Yang penting sekarang kan kalian berdua sudah akur." Sampai Sulastri selesai dimakamkan, keluarga angkat Agung tidak ada datang, padahal Aminah sudah memberi kabar. Kartika hanya bisa mengelus dada ,padahal ia ingin sekali bertemu dengan ad
Kartika menundukkan kepalanya, ah, sudah berapa tahun ia tidak bertemu dengan wanita yang sudah melahirkannya? Rasanya lama sekali ia tidak bertemu. Rindu? Ya, ia merindukan ibunya bahkan sejak ia kecil. Kartika selalu merindukan sang ibu. Merindukan belai kasih sayangnya, rindu ungkapan cinta seperti yang selalu ia bisikkan di telinga Dania sebelum tidur. Kapan ia bisa merasakan hal itu juga? "Ib-ibu ... saya tidak tau apakah ibu masih hidup atau sudah ...."Melihat menantunya terisak, sebagai seorang ibu dari dua orang anak, Reni bisa merasakan apa yang Kartika rasakan."Dia bukan ibu yang baik untukmu, Tika," kata Reni dengan lirih. Perlahan, Kartika mengangkat wajahnya yang sudah berlinang air mata."Dia memang bukan ibu yang baik, bahkan sejak kecil ibu rasanya tidak pernah memanjakan saya, Bu. Beliau selalu berkata
Sejak keributan di rumah makan yang ia buat, Reni tak lagi mengganggu Kartika dan juga Dania. Bahkan ia mulai mau memakan makanan yang dikirimkan oleh Kartika melalui Rania yang sering datang menemui Kartika dan Dania. "Ini makanan dari Kartika?" tanya Reni sore itu saat Rania datang sambil membawa kolak dan soto kesukaannya."Iya, Bu. Mbak Kartika yang membuat makanan ini. Kalau ibu nggak mau biar aku yang abisin," kata Rania."Eh, jangan dong. Kamu kan udah makan di sana. Ini jatah ibu, udah tau ini makanan favorit ibu masih aja kamu ambil," gerutu Reni. Sementara itu, Rania hanya mencibir, "Makannya mau, tapi sama orangnya Ibu selalu memusuhi," sindir Rania membuat wajah Reni memerah karena malu."Aku sudah tidak pernah marah-marah kepadanya lagi," kata Reni sambil mencicipi kolak. Wajah Reni berbinar se
Reni menggebrak meja dengan kesal saat ia menerima pesan dari Rivan. Anaknya itu baru saja mengirimkan sejumlah uang yang dia minta. Padahal ia ingin sekali Rivan meminta padanya dan mengemis supaya ia bisa memisahkan Rivan dan Kartika. Entahlah, sejak pertama bertemu Kartika ia merasa seperti bertemu seseorang di masa lalunya. Orang yang pernah ia benci sekaligus ia cintai. Wajah Kartika sungguh mirip dengan orang itu."Bu , sudahlah jangan ganggu Mas Rivan terus. Toh dia tidak pernah merepotkan ibu," ujar Riana. Wanita cantik itu merasa heran dengan sikap ibunya yang ia rasa cukup kelewatan. Reni menoleh dan memicingkan mata kesal pada putrinya itu."Nggak! Ibu mau perempuan itu pergi dari Rivan!""Mereka ada anak, dan lagi perempuan itu tidak salah apa-apa. Aku sudah mendengar semuanya dari Mbak Aryani. Kalau ibu begini terus ,aku nggak mau lagi mengurus Sask
Kartika menjadi jauh lebih kuat dengan dukungan dari Widya dan Aryani. Ia dan Rivan benar-benar memulai kehidupan yang baru. Semua bisnis keluarga yang tadinya dijalankan oleh Rivan kini dijalankan oleh Agung, suami Riana adiknya. Semua itu karena Reni yang tidak ikhlas jika Kartika menikmati hasilnya. Hanya rumah makan yang masih Rivan jalankan. Karena modal rumah makan itu murni dari uang pribadi Rivan yang ia kumpulkan. Kartika tidak mengeluh dengan itu semua. Bahkan, terkadang ia datang ke rumah makan bersama Dania di jam makan siang sekadar untuk menemani suaminya makan siang. Jika dulu Rivan hanya datang sesekali untuk mengecek, maka sekarang Rivan lebih fokus menjalankan usaha itu sehingga rumah makan miliknya yang sudah hampir 15 tahun ia bangun menjadi lebih berkembang. Karyawan di sana beberapa sudah ganti. Hanya Ella
Kartika menunduk mendengar perkataan Widya."Kenapa,sayang?"Sontak, Kartika mengangkat wajahnya. Seumur hidup belum pernah ia dipanggil sayang oleh ibunya, Sulastri. Bahkan mertuanya pun mati-matian membencinya. Tetapi, wanita di hadapannya ini begitu lembut dan penuh kasih sayang. Air mata tak terbendung lagi jatuh membasahi pipinya yang putih mulus itu."Loh ,kenapa kok malah nangis? Ibu salah bicara?" tanya Widya kebingungan. Kartika menggelengkan kepalanya perlahan , "Bu, seumur hidup belum pernah saya dipanggil sayang oleh ibu kandung saya. Tapi, ibu barusan memanggil saya sayang? Saya nggak salah dengar, kan?""Ya Allah, Tika ...."Widya pun langsung membawa Kartika ke dalam pelukannya. Ia merasa iba dan terharu mendengar pengakuan Kartika. Bahkan mendengar kisah hidupnya pun ia merasa sangat terharu. &nb
Saat pemakaman berlangsung, Aryani dan Kartika tidak hadir , barulah ketika Widya mengirimkan pesan bahwa Reni dalam perjalanan untuk menjemput Saskia, Aryani bergegas membawa Kartika pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Rivan. Hal itu sengaja dilakukan supaya Reni dan Kartika tidak bertemu. Widya merasa tidak tega jika Reni terus menerus mengatakan bahwa Kartika pembawa sial. Ternyata Gazali yang mengurus kepindahan rumah sakit Rivan dan tentu Kartika pun tidak kesulitan untuk melihat kondisi suaminya itu. Dania yang melihat kondisi Rivan yang dipasang beberapa alat bantu langsung menangis sedih."Menurut dokter kondisinya kini belum stabil, Rivan sempat sadar sebentar, tapi kembali seperti ini," kata Gazali. Dania perlahan mendekati Rivan dan memegang tangan ayahnya itu. Kemudian gadis kecil itu mengecup dahi Rivan.&nbs
Bu Widya pulang ke rumah pukul tiga pagi, ia terkejut saat melihat Kartika baru saja keluar dari kamar mandi."Kamu tidak tidur, Nak?" tanyanya. Kartika tersenyum, "Saya mau tahajud, Bu," jawabnya."Ya Allah, Nak ... Kamu ternyata memang anak baik," ujar Widya sambil memeluk Kartika."Kita solat bersama, ya, tunggu ibu sebentar," ujarnya lagi lalu Widya pun bergegas mengambil air wudhu dan mereka pun melaksanakan solat sepertiga malam bersama. Setelah selesai solat, Widya mengajak Kartika duduk bersamanya di ruang keluarga."Aryani sudah bercerita kepada Ibu, Nak. Kartika, ibu mohon jangan pernah mengatakan bahwa dirimu ini pembawa sial. Tidak ada hal yang seperti itu, Nak.""Ibu belum tau siapa saya yang sebenarnya, jika ibu tau mungkin ibu akan mengusir saya dari rumah ini saat ini juga," kata Kartika. Widya menghela napas panjang, "
Aryani menoleh ke pintu, dua orang gadis kecil tampak berdiri namun ragu untuk melangkah ke kamar karena melihat kehadiran Kartika dan Dania."Saskia, Yunita, ayo sini!" panggil Aryani pada kedua gadis kecil itu. Mendengar nama Saskia, Kartika tau bahwa salah satu dari kedua gadis itu adalah anak RIvan dan Salsa."Yang berambut panjang dan sedikit lebih tinggi itu adalah Yunita anakku, TIka. Hmm ... boleh aku panggil Tika?""Boleh, Mbak ....""Ya, itu Yunita anakku, dan yang satunya Saskia anaknya Salsa. Saskia, Yunita ini Dania, dia adalah sepupu kalian. Jadi, kalian harus akur, ya?""Iya, Ma. Oya , ini tante siapa?" tanya Yunita."Ini Tante Kartika, mamanya Dania." Yunita langsung tersenyum ramah pada Kartika lalu mendekat dan mencium punggung tangan Kartika."Tante, saya Yunita," ujar Yunita dengan ramah. Tampak bahwa sikap