Bab 7
"Emm, kita akan menang, Yuri. Kertas itu akan menjadi akhir Dafa dan Adit. Mereka akan menyesal telah mempermainkan kita," tuturku pada Yuri. Ia pun menghela napas panjang sambil tersenyum tipis di hadapanku."Ide bagus, lelaki seperti mereka memang harus dimusnahkan, memang dasar lelaki tak ada puasnya," umpat Yuri terdengar sangat kesal.
Setelah mendapatkan kabar dan bukti dari Raka. Kami agak sedikit lega, perlahan semua akan terkuak dan mereka akan malu dengan sendirinya.
"Aku pamit dulu, ya. Senin kita ke tempat kerja mereka, dan memberikan kejutan spesial untuknya," cetus Yuri sambil merapikan tas yang ia bawa.
"Iya, mereka akan berakhir esok hari, setelah semalaman bersenang-senang," candaku pada Yuri. Kami pun tertawa lepas seketika, beban dan sakit hati kami lupakan sejenak.
Kemudian, tak lupa aku bertukar nomor kontak agar lebih mudah komunikasi nantinya.
Setelah kami saling bertukar kontak, Yuri pun melangkah ke depan. Namun, baru beberapa langkah ia hendak keluar dari rumahku. Ada telepon dari Raka kembali.
"Raka telepon, aku load speaker, ya," ucap Yuri sembari mengusap layar ponselnya. Aku hanya mengangguk dan memperhatikannya dalam menjawab telepon.
"Mbak, mereka sedang ke ATM, aku ikuti mereka, ya. Pura-pura antri di belakangnya," celetuk Raka membuat Yuri mengurungkan niat untuk pulang.Telepon dimatikan oleh Yuri dengan reaksi mulut menganga, sepertinya ia terkejut mendengar keterangan yang Raka berikan.
Aku pun menyuruh Yuri duduk kembali, lalu mengambilkan ia minum agar lebih tenang."ATM nya aku tak pernah minta uang, salah besar, ini salahku, ia jadi menganggap gampang semuanya, seharusnya ATM itu aku yang pegang meskipun punya gaji sendiri," sesal Yuri sembari mengepal jarinya."Aku pun menyesal setiap bulan hanya dijatah olehnya, kenapa aku tak diberi tahu pin ATM bahkan mobile bankingnya. Ah semuanya sangat tertutup, seharusnya ini tidak boleh terjadi dalam rumah tangga," sesalku juga.Keterbukaan dalam berumah tangga itu sangat penting, terutama masalah keuangan. Jika sudah tertutup seperti suamiku ini, seharusnya sudah dicurigai sejak dulu.
Kenapa aku baru sadar setelah memergoki status istri temannya yang berbeda nominal bonus akhir tahun? Setelah itu baru mulai menyelidiki ini semua, dan ternyata benar dugaanku, bahwa di balik tertutupnya suami masalah keuangan, ada selir di sana yang meminta jatah juga darinya.Sekitar lima menit setelah menerima panggilan masuk dari Raka, akhirnya ia mengirimkan sebuah foto.
"Raka kirim foto," celetuk Yuri sambil menepuk pahaku. Kemudian, ia mengusap lembut layar ponselnya, lalu membuka apa yang ia kirim.Sebuah foto resi transfer ke bank lain atas nama Septiani senilai sepuluh juta rupiah. Itu bukti transfer dari suaminya Yuri, bukan suamiku. Ada perasaan lega, itu artinya suamiku tidak memberikan wanita itu uang.[Ini foto resi pengambilan uang tunai sebanyak empat kali, sekali tarik 10 juta rupiah.] Itu pasti resi milik suamiku, siapa lagi kalau bukan dia? Rasanya ingin menyobek wajah mereka langsung jika sudah tiba di rumah.
Penarikan tunai ATM yang Mas Dafa miliki berlimit sehari maksimal sepuluh juta, ia pasti tidak akan mengambil lebih lagi. Sebab, aku yakin jatah yang ia berikan adalah jatah hasil penggelapan bonus akhir tahun yang berbeda ia sebutkan, yaitu dua kali gaji pokok.
Yuri menggelengkan kepalanya seraya tak percaya suaminya telah berani memberikan ke wanita lain sebanyak itu.
"Ini tidak bisa dibiarkan, aku jadi ingin cepat besok," ungkap Yuri sambil menggigit jarinya seraya geram dengan apa yang dilakukan suaminya. Begitu juga denganku, sangat muak dengan tingkah Mas Dafa yang telah berkhianat, padahal ada Kiana yang membutuhkan uang banyak untuk pendidikannya kelak."Kamu ada ide lain? Apa kita langsung ke rumah atasannya?" Kami terdiam sejenak, memikirkan ide apa yang pantas untuk membuat mereka kapok. Jika ke rumah atasannya membuat mereka kapok, aku siap maju.
Tidak lama kemudian, Yuri pun nyeletuk. "Nggak bisa begitu, kita tak mungkin ke rumah atasannya, kalau istri atasannya malah jadi mencurigai kita bagaimana?" tanya Yuri balik sambil menutup matanya dengan tangan sebelah kiri. Hampir setengah jam kami duduk kembali, Yuri yang sudah pamit pun lupa untuk bergegas pulang karena mendengar kenyataan pahit yang ia dengar dari Raka.
"Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanyaku lagi. Namun, tiba-tiba ponsel Yuri berdering kembali, ada telepon masuk dari Raka.
"Raka lagi," bisiknya sambil mengusap layar ponsel yang ia genggam, lalu mengaktifkan speakernya.Aku pun mendekat, rasanya tak ingin ketinggalan berita sekecil apapun tentang suamiku, Dafa.
"Halo, Mbak. Saya punya informasi penting, tadi ada satu temannya lagi yang baru menikah siri dengan wanita pilihan comblangnya. Jadi di sini tuh ada comblang, tapi lelaki, ia seusia suami Mbak. Orang sini juga sepertinya," ungkap Raka membuatku terkejut. Ada yang menikah lagi? Astaga, itu club mobil atau club biro jodoh?
"Kamu rekam pernikahan mereka atau tidak?" tanya Yuri menyelidik.
Siapa lagi yang menikah secara diam-diam? Kenapa jadi seperti ini gerombolan yang tadinya hanya izin merefresh otak! Jika sudah seperti ini, aku takkan pernah percaya lagi pada Mas Dafa. Ia benar-benar sudah lupa anak dan istri."Rekam, tapi dari belakang, Mbak. Khawatir ada yang lihat, ini juga masih ramai, rekan-rekannya sedang bersalaman," jawab Raka lagi.
"Kamu hati-hati, jangan terlalu dekat, Raka," pesan Yuri padanya. Kemudian, Yuri hendak ingin mematikan teleponnya. Namun, tiba-tiba ada suara dari kejauhan di seberang sana."Kamu siapa sih? Kenapa ngikutin saya terus?" Kedengarannya itu suara Mas Dafa. Telepon pun terputus, Raka memutuskan sambungannya. Sepertinya ia sudah mulai dicurigai oleh Mas Dafa dan rekan-rekannya."Nah loh, Mbak, sepertinya Raka ketahuan," celetuk Yuri membuatku tegang.
"Aku yakin orang bayaran kamu cerdas, Yuri," bisikku meyakinkan. Padahal hati ini pun terasa bergetar ketika mendengar suara Mas Dafa menegur Raka.
Yuri bangkit kembali, dan berencana melanjutkan pulang yang tadi sempat tertunda. Namun, bel rumah tiba-tiba berbunyi.
Ting ... tong ....Aku menoleh ke arah Yuri sambil melepaskan senyuman ragu."Siapa, ya, yang datang?" tanya Yuri membuatku semakin cemas. Jangan-jangan itu mertuaku yang datang. Kemarin ia kan ke sini disuruh Mas Dafa. Tidak menutup kemungkinan, hari ini pun ia ke sini."Kamu tunggu di sini, atau sembunyi dulu, Yuri? Eh, tapi mobil kamu kan ada di depan," cetusku jadi salah tingkah.Aku menelan sedikit salivaku seraya gugup. Kemudian, berusaha tenang dengan menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya. Perlahan kaki ini melangkah untuk membuka pintunya.BersambungBab 8Aku segera membuka pintunya sambil menyiapkan alasan jika itu benar mertuaku yang datang.Kubuka pintu dengan lebar, dan setelah melihat sosok yang datang aku pun menghela napas lega."Mbak Kinan, ada apa Mbak?" tanyaku pada tetangga yang datang. Ternyata tetangga sebelah rumah yang ke sini. Kulihat ia membawa mangkuk yang ditutupi piring."Aku masak tumis jamur, cobain deh, Mbak," ucapnya sembari menyodorkan mangkuk tersebut. Aromanya sungguh menggugah selera, pasti enak rasanya. Ya, Kinan memang pandai memasak, tiap kali ia masak aku selalu kebagian mencicipi."Wah, dari aromanya saja sudah bikin lapar, makasih banyak ya," ucapku sambil mengendus-endus makanannya."Itu temannya Mbak Aura?" tanya Kinan. Sebaiknya aku harus
Bab 9"Apa sih teriak-teriak?" tanya Mas Dafa, ia pun bertanya dengan nada sedikit meninggi. Tiba-tiba aku teringat ucapan Yuri, besok adalah hari kehancuran para suami yang berkhianat. Sepertinya tak perlu lah tanyakan celana dalam yang kutemukan dengan memakai otot. Buang-buang tenaga saja."Mas Dafa yang katanya tampan, aku mau tanya ini milik siapa? Kenapa ada di tas kamu?" tanyaku dengan mengangkat kedua alis. Tanganku memegang celana dalam hanya dengan ujung jari. Tak lupa aku tutup lobang hidung ini dengan tangan sebelah kanan."A-anu, Sayang. A-aku pun nggak tahu itu milik siapa, hemm jangan-jangan anak-anak yang lain nih iseng biar kita ribut," elak Mas Dafa dengan terbata-bata.Sudah kuduga, ia takkan mengakui meskipun bukti ada di depan mata. Padahal ada bukti yang lebih akurat lagi sudah dipegang oleh Yuri
Bab 10POV DafaSudah hampir setahun setengah aku menjalani pernikahan siri dengan Ayumi Titta Devi. Seorang gadis desa yang dikenalkan oleh Pak Gilang, atasan di pabrik.Awalnya kami mendirikan club mobil untuk touring sekadar refreshing. Namun, Pak Gilang menyodorkan seorang wanita cantik, muda, dan baby face tentunya.Tidak hanya aku yang disodorkan, semua yang ikut club disodorkan olehnya. Namun, ada beberapa yang menolak dengan alasan belum bisa berlaku adil dengan istri pertamanya.Malam sebelum berangkat touring, ponselku berisik hingga malam. Aku sempat tertidur karena kelelahan, tapi tiba-tiba saja mata ini terbuka kembali. Lalu kulihat layar ponsel penuh dengan notifikasi grup. Kutengok ke arah Aura yang sudah terbaring, terlintas kekhawatiran bila Aura membaca sedikit pesan yang ada di jendela ponselku. Meskipun aku kunci
Bab 11POV Dafa"Kamu itu mempertanyakan sesuatu yang benar-benar di luar wewenang kamu, ini uangku, terserah dong mau untuk apa, kan yang bayar juga aku nantinya, kalau kamu tidak percaya dengan ucapanku, ya sudah, jangan perpanjang masalah kecil jadi besar," tegasku pada Aura. Ya, aku harus menegaskan ini padanya. Ia tak punya hak untuk mengatur uang yang aku peroleh dari keringat sendiri, yang terpenting nafkah untuknya tetap aku berikan."Ya, aku tidak berhak, mentang-mentang hanya ibu rumah tangga, kalau begitu caranya, aku akan cari kerja juga, biar kamu tak seenaknya melakukan ini terhadapku," pungkasnya terkesan merajuk. Ia balik badan, lalu tarik selimut untuk segera tidur."Loh, aku belum makan, kenapa sudah tidur?" tanyaku sambil menarik selimutnya kembali."Bodo amat, kamu cari makan sendiri saja," timpalnya berl
Bab 12POV AuraLelaki memang sering kali berkelit dalam kebohongan yang ia buat. Sudah bohong lalu menutupi kebohongan lainnya dengan kebohongan lagi dan lagi. Itu semua sudah menjadi hal yang lumrah sering ditemui di sekitar.Baiklah, masalah emas yang ia gesek melalui kredit card sudah aku tutup, anggap selesai dan tak pernah ada masalah soal ini, itu yang Mas Dafa harapkan.Aku segera tarik selimut, begitu pun Mas Dafa, ia ikut tidur dalam keadaan perut kosong, sebab aku tak mau diajaknya cari makan.***Pagi ini aku sarapan dengan sudah berpakaian rapi. Kemudian, Mas Dafa pamit dengan terburu-buru, seperti biasa ia pergi dengan menggunakan motor kesayangannya.
Bab 13POV Aura"Mungkin salah orang, Mas, saya nggak pernah keluar rumah jika tidak bareng suami," sanggahku terhadapnya.Lelaki itu diam sejenak, sepertinya mengingat kembali wajahku. Namun, tiba-tiba Mas Dafa mengeluh kesakitan kaki dan tangannya. "Aw! Sakit, Dek. Seluruh badan aku sakit, apalagi kaki dan tangan," keluh Mas Dafa."Mas, memang kerjaan Mas Dafa selama ini berat ya? Kok sampai begini?" tanyaku pada lelaki tadi, ini kesempatanku untuk mengalihkan pembicaraan juga."Dafa pindah bagian, Mbak. Sekarang di bagian limbah, mungkin karena baru pegang kerjaan ini jadi belum terbiasa," jelas lelaki itu.Aku pura-pura tidak mengetahui, dan pura-pura simpatik pada Mas Dafa."Mas, kamu dipindah kerjanya? Kenapa bisa dipindah? Yang sabar ya, Mas," ungkapku sambil memijat kakinya."Kalau begitu, kami pamit dulu ya, Mbak," ucap rekan yang satunya.Setelah mereka pe
Bab 14POV AuraAku terus menyecar Mas Dafa di hadapan mama dan papa mertua. Sebab, mereka pun tidak mengetahui kelakuan anak lelakinya. Aku ingin tahu kira-kira apa reaksi mereka setelah mengetahui semuanya."Tunggu, Dafa, maksudnya gimana sih? 2 juta kamu transfer Mama atau justru sebaliknya?" tanya mama kini semakin membuat mataku membulat. Dari pertanyaan yang barusan mama lontarkan, aku bisa mencerna bahwa mama yang memberikan transferan untuk Mas Dafa."Mah, jadi Mas Dafa itu bilang bahwa ia memberikan Mama tiap bulan 2 juta, itu rutin, kalau tidak salah sudah setahun setengah, makanya Mas Dafa tak punya tabungan," jelasku dengan senyum mengembang.Mama yang tadinya berdiri kini duduk di sebelah anaknya. Sepertinya ia ingin dengar dari mulut anaknya sendiri."Kamu minta 2 juta pada Mama tiap bulan, bukan terbalik gini, jelaskan pada Aura seperti itu biar tidak ada lagi salah paham," suruh mama.
Bab 15POV AuraAku giring orang tuaku ke arah kamar, agar sekalian berkumpul dengan besannya. Mereka pun saling berjabat tangan ketika bertemu satu sama lainnya.Mas Dafa yang berbaring pun mengulurkan tangannya pada kedua orang tuaku."Kamu sakit apa, Dafa?" tanya Papa Malik setelah Mas Dafa mengecup punggung tangannya."Seluruh tubuhku sakit, Pah. Rasanya seperti dipukuli warga sekampung," jelas Mas Dafa pada papaku.Kiana rindu juga pada papanya, ia menyergap tubuhnya seperti biasa. Aku yang tadi sedang menggenggam tangan Kiana pun ikut menghampirinya.Pelukan hangat seorang anak untuk papanya takkan ia rasakan lagi setelah ini. Aku berjanji ini untuk yang terakhir kalinya tubuh anakku berada di pelukan lelaki tak punya hati itu. Setidaknya Mas Dafa memikirkan
Bab 27 EndingPOV AuraTiba-tiba aku tersadar sudah berada di sebuah gudang. Tanganku diikat, mulutku dilakban. Mataku melihat samar-samar, masih berbayang karena pengaruh bius.Tidak lama setelah aku membuka mata. Tiba-tiba muncul Pak Gilang dan Ayumi. Aku terkejut dibuatnya, ternyata mereka yang telah menyekapku."Kalian?" Aku bertanya-tanya masih dalam keadaan dilakban.Mereka menghampiriku seraya tak ada rasa takut. Kemudian, Pak Gilang duduk sejajar di hadapanku."Ya, ini saya. Rasanya sudah terlanjur kalian mengetahui semuanya. Tidak ada yang harus ditutupi lagi," ucap Pak Gilang sembari membelai daguku.Kemudian, ia melepaskan lakban yang menempel di mulutku dengan kasar. Lelaki yang sungguh-sungguh mencintai wanita, tidak mungkin memperlakukan wanitanya dengan k
Bab 26POV AuraSetelah mama sudah tenang, ia pun melanjutkan menyampaikan pesan dari Mama Erlin."Dafa ngedrop lagi, Aura. Kondisinya sudah sangat tidak memungkinkan," tutur mama membuatku terbelalak. Apa? Kok bisa separah itu. Memang Mas Dafa mengidap sakit apa?Aku segera meraih tas, lalu hendak pergi ke rumah sakit. Papa pun bersedia mendampingiku, tentunya dengan didampingi bodyguard yang dikirim Pak Andreas juga. Namun, kali ini aku menolaknya, rasanya terlalu berlebihan jika tiap saat di buntuti oleh dua orang bodyguard. Aku seperti artis yang bersuamikan orang penting."Tapi, Mbak. Ini perintah dari Pak Andreas, saya tidak berani melanggar. Jika Mbak Aura keberatan, silakan hubungi langsung Pak Andreas," ungkapnya.Aku pun segera menghubungi Pak Andreas, meminta untuk
Bab 25Sebelumnya, aku tidak pernah merasakan hal seperti ini. Sejak menikah dengan Mas Dafa hidupku tentram dan damai. Namun, setelah Mas Dafa kenal dengan Pak Gilang, dan sering ikut club mobil yang dipimpin olehnya, sejak itulah rumah tanggaku mulai tidak sehat.Meskipun dulu aku tak pernah mengetahui perbuatannya di belakangku, meskipun dulu bangkai ia tutup sebegitu rapatnya. Namun, kini semua terkuak satu demi satu, termasuk siapa Pak Gilang sebenarnya.Aku dan papa sedikit tak percaya ia tega melakukan hal ini terhadapku. Namun, kenyataannya, itu sudah ia lakukan hingga kini sudah sangat berantakan.Papa turun dengan perasaan sedikit was-was. Ia mematikan mesin lalu dengan sengaja mengunci pintu mobil dengan jendela sedikit terbuka. Ini semua ia lakukan demi melindungiku dari lelaki yang pernah kutolak mentah-mentah.
Bab 24POV AuraFlashback"Aura, kamu bisa tolongin Papa nggak?" tanya papa ketika aku pulang sekolah. Hari kelulusanku tiba, jadi pulang agak lebih awal. Bersyukur ternyata aku lulus dengan nilai yang memuaskan."Ada apa, Pah?" tanyaku."Papa ingin menjodohkan kamu dengan anak dari teman Papa, ia punya nama di sebuah pabrik besar. Kalau Papa jadi besannya, nanti ia akan bawa Papa jadi team management." Aku menghela napas panjang ketika papa bicara tentang perjodohan."Nggak!" jawabku lantang."Kenapa tidak mau, Nak? Kamu tidak ingin membahagiakan Papa?" tanya Papa penasaran.Ini bukan zaman Siti Nurbaya. Tidak bisa diterapkan lagi di zaman yang sudah modern seperti ini."Pah, aku sudah punya pilihan hidup sendiri,
Bab 23POV Aura"Bagaimana dengan kerjaan anak buah saya, Pak? Lalu apa yang harus saya lakukan lagi setelah ini? Dafa sudah habis hartanya, dan sudah dibenci istrinya pula," ucap Ayumi kudengar dengan lantang.Maksudnya apa? Kenapa bawa namaku dalam misi mereka?"Saya belum puas, apa Aura sudah merasa trauma? Belum, kan? Saya ingin dia trauma berat," ungkap Pak Gilang. Kenapa ia seperti itu? Apa motifnya ia mengganggu hidupku?Kemudian, mereka pergi dari tempat yang sengaja aku buntuti. Mereka berpisah, kulihat Ayumi pergi dengan menggunakan jasa taksi online. Sementara Pak Gilang pergi dengan mengendarai mobilnya.Aku kembali ke mobil yang kutumpangi. Lalu melanjutkan perjalanan yang hampir tiba.Setibanya di kantor, aku lebih murung dari biasanya. Di pikiran ini terbayang ucapan Pak Gilang yang ingin membuatku trauma, apa jangan-jangan orang yang kemarin yang pura-pura jadi pembeli rumah adalah orang s
Bab 22POV Aura"Cukup, Mas. Jangan sampai kamu malu dengan tingkahmu sendiri," celetukku ketika mendengar tuduhan Mas Dafa. Kenapa ia tak pernah berubah? Selalu memutar balikkan fakta, dari dulu selalu seperti itu."Lalu kamu ke sini mau apa? Mau pamer punya kekasih baru yang lebih mapan?" sindir mama mertuaku sambil menyorot Pak Andreas dari ujung kaki ke ujung kepala."Mah, bisa nggak jangan ikut campur urusan anak!" Tiba-tiba papa mertuaku datang dari belakang, hingga mengejutkan kami semua.Aku segera mengecup punggung tangannya seraya masih menghargainya. Sebab, semenjak ada persoalan dengan Mas Dafa, tersisa papa mertuaku yang masih care dan tidak terlalu ikut campur dengan masalah kami.Papa melangkah ke sebelah mama, lalu menarik lengan mama mertuaku dan menyeretnya keluar.
Bab 21POV Aura"Pak Andreas!" teriakku sudah lemas. Tubuh ini nyaris melunglai karena sudah kehabisan tenaga untuk melawan lelaki tak punya hati nurani itu. Tiba-tiba Yuri pun muncul di belakang Pak Andreas, lalu Yuri menghampiriku untuk menyelamatkan diri ini lebih dahulu.Buk!Pak Andreas memukuli lelaki yang sudah setengah telanjang itu. Kemudian, terjadilah baku hantam di rumah ini.Aku yang sudah diselamatkan oleh Yuri pun diberikan minum, ia mengambil segelas air putih untuk membuatku tenang."Ini Mbak minumnya, Mbak tidak apa-apa?" tanya Yuri sembari menungguku meneguk air putih."Nggak, hanya takut saja, untung kamu ke sini. Ada angin apa ke sini bersama Pak Andreas?" tanyaku penasaran."Pak Andre mau lihat rumah ini, ia sedang mencari rumah untuk adiknya," tutur Yuri.Aku mengangguk, masih ada perasaan takut melihat ke arah kedua lelaki yang saling memukul. Namun, kulih
Bab 20POV Aura"Aku pikir-pikir dulu, Mah. Sebenarnya rumah itu untuk Kiana. Aku tidak ingin Kiana sengsara hidupnya," ucapku memelas. Kemudian, Yuri menggenggam tanganku dengan erat. Lalu mengangguk, entah apa yang ia katakan, yang aku tahu ini hanya kode."Tolonglah, Aura, setelah itu, Mama janji takkan mengganggu hidupmu lagi," timpal Mama Erlin."Nanti aku hubungi kembali, Mah. Oh ya, berati Mas Dafa takkan bisa hadir dalam mediasi, itu lebih bagus, Mah. Akan lebih cepat proses perceraian," jelasku.Kemudian, aku yang masih duduk di rumah makan sederhana. Menoleh ke arah Yuri sambil memberikan kode untuk menunggu sebentar."Kamu sudah kirim berkas perceraian ke pengadilan, Aura?" tanya mama. Ternyata ia belum mematikan teleponnya."Sudah, Mah. Aku sud
Bab 19POV AuraMas Dafa akhirnya angkat kaki dari rumah ini. Rumah yang kami beli dari nol. Namun, wanita yang telah merusak impian kami selanjutnya.Benar kata orang, jika sudah berumah tangga, ujian akan datang silih berganti. Ada yang diuji dengan tahta, ada yang diuji dengan wanita, dan satu lagi kesehatan. Aku mengalami fase dimana wanita yang datang menguji rumah tangga kami. Namun, rumah tangga yang kami bina kini sirna dan telah hancur hanya dalam kurun waktu setahun setengah.***Pagi ini aku berencana melamar pekerjaan, sementara Kiana, dititip kepada kedua orang tuaku."Halo, Yuri. Sibuk nggak?" tanyaku padanya."Nggak dong, Mbak bagaimana kabarnya dan suami?" tanya Yuri."Aku baik, suamiku sudah angkat