Suara denting sendok beradu dengan piring mendominasi ruangan itu. Sarapan pagi yang terasa dingin meski makanan yang tersaji masih hangat bahkan panas. Tak ada yang berbicara, baik Kei maupun Arka sama-sama fokus dengan makanannya.“Ambilkan aku air!” Arka memulai pembicaraan dengan kalimat perintah.Rumi yang memang berada disana mendekat hendak menuangkan air ke dalam gelas, namun Arka mengangkat tangan memberi isyarat agar gadis itu berhenti. Rumi pun menunduk lalu kembali mundur.“Biarkan istriku tercinta yang melayaniku,” ucap Arka.Kei yang semula menunduk menyantap makanannya mengangkat kepala, ia menatap Arka seolah bertanya untuk memastikan pendengarannya tak salah.“Kenapa menatapku? Apa kamu tidak mendengar? Ambilkan aku air!” sentak Arka.Kei sampai terjingkat kaget mendengar sentakan itu. Tak ingin berdebat di pagi hari, Kei memilih menuruti permintaan pria itu. Ia berdiri dan mengahampiri Arka lalu menuang air ke dalam gelas yang ada di samping pria itu.“Harusnya kamu
Tak seperti biasanya, Arka pulang lebih awal dengan perasaan bahagia. Mendengar suara Starla benar-benar membuat moodnya sangat baik. Bagaimana tidak, sudah sangat lama ia tak bicara dengan sang adik, tak bercengkrama, bahkan Starla tak mengenalinya. Tapi hari ini, Arka bisa mendapat kabar baik dan harapan untuk kesembuhan perempuan itu.Senyum pria itu terus tampak, membuat Kei yang baru saja turun dari tangga mengerutkan dahinya. Apakah Arka tersenyum padanya? Karena pria itu terakhir memberikan senyumnya saat resepsi pernikahan mereka. Setelah itu, Kei tak perbah lagi melihat senyum tampan pria itu.“Mas, sudah pulang?” Tanya Kei setelah pria itu berada di hadapannya.Arka mengangguk, “Jangan menggangguku, aku sedang bahagia, jadi kali ini aku tidak akan mencari masalah denganmu.”Kei tersenyum, ia mengangguk lalu pergi ke dapur. Ia kira Arka tersenyum padanya, ternyata karena perasaan pria itu tengan bahagia, mungkin bahagia karena Clara, begitu pikir Kei.Membuka lemari es, Kei c
Arka pulang tepat saat jam makan malam, pria itu lekas pergi ke kamar untuk membersihkan dirinya. Pekerjaan hari ini cukup padat dan membuatnya lelah, perutnya pun sudah keroncongan meminta jatah, namun Arka tak terbiasa makan saat tubuhnya masih terasa lengket karena berkeringat. Hanya membutuhkan waktu Lima belas menit saja, Arka sudah kembali keluar kamar. Langkahnya lebar menuruni anak tangga menuju ke meja makan. Meja makan masih kosong, itu artinya Kei belum turun. Pria itu lalu bertanya pada salah satu pelayan yang tengah bersiap melayaninya mengambilkan makanan, “Dimana Kei?”“Mungkin masih di kamarnya, Tuan. Dari pagi tadi nyonya belum keluar kamar,” jawab sang pelayan. Karena saat sarapan pun perempuan itu tak turun.“Apa dia juga tidak makan siang?”Pelayan itu mengangguk, karena Kei memang tak makan siang meski beberapa kali pelayan memanggilnya untuk makan. Kei juga tak memakan makanannya saat pelayan mengantarkan makanannya ke kamar.“Panggilkan dia, katakan aku menung
Kei berlari kecil menuruni anak tangga saat Cio mengabari bahwa sebentar lagi pria itu sampai di rumah Arka. Namun langkahnya memelan ketika ia mendapati Clara dan Arka tengah bersenda gurau di sofa ruang tamu."Mau kemana kamu?" Tanya Arka.Kei menghentikan langkahnya, menatap Arka dan Clara bergantian. Tadinya ia tak ingin menjawab, tapi ia teringat sesuatu, bahwa Cio tak boleh melihat keberadaan Clara di rumah itu. Apalagi tahu tentang keadaan rumah tangganya."Jawab!" sentak Clara dengan tatapan tak sukanya."Bisakah kamu pergi dari sini?" tanya Kei, pertanyaan yang membuat Clara naik darah."Berani-beraninya kamu mengusirku?" Teriak Clara, ia lalu menoleh pada Arka, "Kenapa kamu diam saja? dia mengusirku, sayang."Belum sempat Arka menjawab, suara bel rumah terdengar nyaring. Kei sedikit panik, ia lalu berkata, "Itu kakak ku, jika kebusukan mu tidak ingin terbongkar, sembunyikan wanita ini," ucap Kei pada Arka.Arka terkejut, untuk apa Cio datang ke rumahnya malam-malam begini?
"Kamu sengaja meminta Cio datang?" Tuding Arka sesaat setelah Cio meninggalkan rumahnya.Kei menghela nafas panjang, ia mulai lelah dengan semua perdebatan karena prasangka Arka yang selalu negatif padanya. Hal kecil selalu di besar-besarkan hanya agar Arka bisa melampiaskan dendamnya.Semua yang Kei lakukan selalu salah di mata Arka, dalam hal apapun Kei selalu salah. Dan Kei mulai merasa lelah dengan semua itu. Meski rasa cintanya pada pria itu tak berkurang, tapi kesabarannya mulai terkikis. Kei memang bodoh, ia tak pernah bisa bersungguh-sungguh membenci Arka meski pria itu sudah menorehkan begitu banyak luka untuknya."Jawab!" Sentak Arka, kemarahannya naik karena Kei tak juga lekas menjawabnya."Kalau aku mengatakan tidak, apa kamu akan percaya?" Tanya Kei, ia lalu berbalik hendak pergi, tapi Arka menarik tangannya dan mendorongnya ke sofa."Jawab aku! Berani-beraninya kamu balik bertanya!""Aku tidak memintanya kesini, Arka! Aku bahkan tidak tahu simpananmu itu ada disini!" jaw
Hening, di kamar itu hanya denting jarum jam yang terdengar mendominasi. Sementara dua orang yang ada di dalamnya, hanya diam bahkan saling memalingkan wajah.Beberapa saat yang lalu, Arka meminta Kei untuk ikut dengannya, tapi sepuluh menit sudah terlewat, Arka tak juga mengatakan apa tujuannya mengajak Kei ke kamar.Duduk di sofa yang sama namun di ujung berbeda, keduanya tak juga saling bicara. Apalagi Kei, perempuan itu memang kerap menghindari Arka, mana mungkin ia mau memulai bicara. Lagi pula Arka yang memintanya ikut, mana mau Kei bicara lebih dulu."Aku dan Clara mau menikah!"Kalimat pertama yang Arka lontarkan dan mampu membuat jantung Kei seraya terlepas dari tempatnya. Kei pun menoleh, menatap Arka dengan nanar. Ia kira, dengan menghindari Arka, ia akan terhindar dari kata terluka. Nyatanya saat ia kembali dekat dengan pria itu, luka yang lebih dalam mulai Arka gali untuknya.Sekuat tenaga Kei menahan air matanya, juga menahan sesak yang terasa menghimpit dadanya. Bagaima
"Hentikan dendam mu pada Kei!""Apa? Siapa kamu sampai berani bicara seperti itu padaku?!" Arka menatap Rumi dengan tatapan tajam, ia tak terima dengan ucapan Rumi yang hanya seorang pelayan saja."Aku," Rumi menghentikan ucapannya, ia berdehem lalu menarik kulit lehernya sendiri. Arka tentu terkejut, pria itu membulatkan matanya lalu berkata, "Apa yang kamu lakukan?!"Rumi masih diam, ia terus menarik sesuatu dari wajahnya.Arka beranjak saat ia mulai mengenali sosok yang berdiri tak jauh darinya itu, pria itu mendekati Rumi lalu merengkuh bahunya. Air mata menetes dari kedua netranya, "Ya Tuhan, Starla? Ini kamu?"Gadis itu mengangguk, air mata juga menetes dari kedua mata sendunya. "Ini aku, kak."Arka tak lagi mampu bicara, ia menarik Starla ke dalam dekapannya. Banyak pertanyaan yang bergelayut di benaknya, tapi untuk saat ini, ia hanya ingin memeluk erat adik kesayangannya itu."Aku sangat merindukanmu, Star. Kenapa kamu baru menemui ku?""Setiap hari aku menemui mu, kak. Hanya
Kei tengah membereskan barang-barangnya ketika Arka memasuki kamar. Sejenak pergerakan tangan Kei terhenti, ia tak mau menoleh meski Arka duduk di sebelah kopernya. Tak ingin menghiraukan keberadaan pria itu, Kei kembali melanjutkan kegiatannya.Ia hanya ingin cepat pergi, beberapa saat yang lalu ia sudah menghubungi Hiko agar pria itu menjemputnya. Kei belum siap pulang ke rumah orang tuanya, ia ingin mencari tempat tinggal sementara sampai ia siap mengatakan semuanya pada keluarganya."Kei, tolong pikirkan lagi. Aku tahu aku salah, dan kesalahanku sungguh besar, tapi beri aku kesempatan untuk menebus semuanya," pinta Arka. Biarlah ia menjadi pria tak tahu diri yang membuang rasa malunya demi mendapat maaf dari Kei."Kita sudah membicarakan ini mas, aku sudah memaafkan mu, aku bahkan tidak bisa membencimu. Aku bodoh bukan? Setelah semua yang sudah kamu lakukan padaku, aku tetap tidak bisa membencimu. Tapi mas, kamu sudah berjanji akan melepaskan ku saat aku dan kak Cio terbukti tidak