Mata Alana sedikit bengkak, tetapi tetap memaksa diri untuk menjemur pakaian yang ibunya cuci pagi tadi. Matahari semakin meninggi, susah bagi Alana untuk menunda pekerjaan."Alana, kamu lagi apa?"Gadis itu mengintip dari balik jemuran. "Pak Danis? Ngapain ke sini?""Mama kamu ada?""Di dalam, silakan masuk!" Alana menyilakan seraya mengambil baju dalam ember untuk melanjutkan aktivitas menjemurnya.Menurut Alana, Danis itu sedikit aneh atau mungkin dia juga. Sejak awal dia bertanya, Alana balik bertanya, lelaki itu pun kembali bertanya. Akan tetapi, justru yang paling aneh adalah dia karena sudah tahu lagi menjemur pakaian, masih saja bertanya.Huh, Alana tidak mau pusing. Sekarang saja kepalanya sudah sedikit pening memikirkan Rasya yang belum juga kembali sejak perginya kemarin. Lelaki itu juga enggan mengangkat telepon atau membalas pesan WhatsApp yang Alana kirim."Mereka bahas apa, ya?" tanya Alana pada diri sendiri.Dia lalu melangkahkan kaki dengan sangat pelan, kemudian dudu
Alana terpaksa berbohong demi memanfaatkan keadaan. Sekalipun tanpa persetujuan, Alana yakin kalau lelaki itu pasti mendukungnya. Bukankah dia terlihat mencintai Alana? Lagi pula Danis adalah mantan rekan kerja Ranti. Dengan sedikit rasa takut, Alana melirik pada Danis yang hanya diam menatapnya. Entah apa yang dipikirkan lelaki itu, semoga bukan tentang tahi lalat di pangkah paha kanan. "Pak Danis? Siapa Pak Danis? Bukannya waktu itu mama kamu lagi ngajar di sekolah, nggak mungkin lah ada orang yang nyariin dia. Pokoknya hari itu kamu buka baju sendiri, malah mau mengelak. Dasar, lon**!" Hinaan Albian begitu menusuk hati Alana semakin dalam apalagi mendengar ledekan. "Huuuuu!" "Memang benar kok kalau Pak Danis waktu itu nolongin aku. Untung masih pakai dalaman, kalau nggak bisa malu aku. Makanya kamu tuh harus siap-siap ya, bakal aku laporin ke polisi!" "Laporin aja biar kita sama-sama viral. Mungkin karena kamu bodoh, jadi mikir aku bakal tinggal diam waktu dipermalukan kemarin.
Alana menghela napas panjang untuk ke sekian kalinya. Sejak kepulangan Danis, sang ibu selalu membahas kebaikan lelaki itu membuat Alana menduga kalau ada rencana di balik semuanya.Meskipun sudah ditinggal, Alana masih berharap Rasya kembali. Apakah karena dia bodoh atau mulai jatuh cinta? Alana pikir tidak begitu. Dia hanya ingin menyelesaikan misi dengan sukses, lalu berpisah secara baik-baik."Na, tukang itu bener nggak dikasi makan? Kok ya aneh, Rasya masa nggak ngebolehin kita berkunjung ke sana?"Alana melirik pada ibunya. Akhir-akhir ini dia sedikit kesal pada Ranti karena mendatangkan Danis untuknya. Ya, ibu tetaplah ibu dan sebuah dosa jika terus melawan. Alana tahu itu hasil didikannya semasa kecil. Akan tetapi, jika terus dibiarkan, bukannya bisa menjadi penyebab dia berpisah dengan Rasya?"Kata Rasya kan biar surprize gitu, Ma. Ya walaupun kalau kita keluar rumah masih bisa ngeliat kan nggak dari dekat. Ini syukur Rasya pergi, tapi masih mempekerjakan tukang sama menanggu
Bab 68Butuh waktu setengah jam untuk polisi tiba. Namun, sayang sekali karena di luar sudah sepi. Alana tidak berani keluar rumah atau membuka pintu, jangan sampai orang itu masih berada di sekitar rumah.Samar-samar terdengar suara tetangga berbicara dengan polisi di luar rumah. Mungkin sejak tadi mereka ikut terganggu dan sekarang berani keluar karena mendengar suara sirine polisi."Gimana ini, Na? Mama mau ngecek ke depan, kamu ikut atau di kamar aja?"Belum sempat Alana menjawab, pintu kamar sudah digedor-gedor. Siapa dia? Bukankah polisi masih berada di luar bersama yang lain? Tidak mungkin itu mereka karena pintu tertutup rapat.Alana melipat bibir, menatap ibunya yang berusaha menenangkan diri. Terlampau takut, keduanya tidak menyadari kalau ponsel itu bisa menelepon orang di luar.Mereka berdua mundur ke belakang karena pintu seperti mencoba di dobrak. Alana berteriak, "tolong! Orangnya masuk rumah, tolong. Kami dalam bahaya. Tolong, Pak, tolong!""Diam!" gertak orang itu dar
Bab 69. Perpisahan?Setelah menunggu lama di depan rumah mertuanya, akhirnya Rasya keluar dengan raut wajah tidak bersahabat. Nyali gadis itu seketika menciut, tetapi tetap berusaha untuk bertahan. Ibarat kata, lari pun percuma ketika sudah berada dalam kandang singa.Alana menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan untuk menenangkan diri. Rasya menghentikan langkahnya ketika jarak di antara mereka tersisa dua meter. Jahat sekali, seharusnya dia mendekat sedikit lagi, begitu Alana menggerutu dalam hati.Tunggu!Alana merasa datang sebagai pengemis. Penampilan mereka terlihat jauh berbeda. Kalau saja ada yang melihat, mungkin mengira Alana akan melamar pekerjaan di rumah itu. Ah, lupakan saja, yang penting sekarang Rasya mau kembali."Maaf," ucap mereka berdua bersamaan seolah ada aba-aba."Duluan aja." Kali ke dua. Alana menahan senyumnya agar tidak terlihat aneh."Oke, aku dulu." Kali ke tiga. Kini mereka sama-sama mengulum senyum meskipun saling melempar pandangan.Cinta. Itu l
"Bella ternyata emang sejahat itu. Entah gimana cara dia sembunyi tadi malam sampai nggak ketahuan polisi. Dia meresahkan semua orang, mama sampai nggak bisa tenang. Apalagi tentang Pak Danis, ternyata dia menipu kami," keluh Ranti begitu Rasya selesai menjelaskan semuanya sekaligus menunjukkan bukti kalau dia hanya difitnah.Dia menyimpan bukti-bukti chat-nya bersama Danis yang mengatakan kalau lelaki itu akan memfitnahnya di hadapan Ranti dan Alana. Pesan itu sudah lama ada bahkan sebelum mereka menikah, itu lah sebabnya Danis tidak menghadiri acara resepsi kemarin.Tentang Bella, Alana masih menyimpan gelang itu. Makanya Ranti semakin yakin kalau pelakunya memang Bella. Wanita itu juga meminta maaf pada sang menantu karena sudah berprasangka buruk duluan.Rasya mengerti. Dia tahu semua gara-gara Danis yang jika saja tidak membuat kekacauan, maka pasti tidak akan menambah masalah. Namun, bagi Rasya, bukan itu yang penting sekarang melainkan urusannya bersama Bella."Jadi kapan renca
Hari yang dinanti-nanti setelah kemarin lusa menyekap Bella dalam gudang sudah tiba. Alana tidak sabar melihat gadis itu kehilangan penglihatannya. Hari ini dia memakai pakaian serba baru untuk merayakan kebahagiaan itu. Rasya sendiri harus berangkat ke kantor karena ditelepon oleh ayahnya. Di depan gudang, Alana berkacak pinggang meminta orang di sana untuk membukanya. Perlahan pintu tua itu terbuka lebar, cahaya pun masuk ke dalam. "Bel?" Alana menepuk pipi Bella yang sedang tertidur. Gadis itu tersentak, membuka mata perlahan dan meraba-raba ke depan. Benarkah dia sudah buta? Alana mencoba melambai-lambai, tetapi Bella sama sekali tidak berkedip. Dia menatap kosong ke depan seolah dalam pandangannya gelap semua. "Apa itu kamu, Na?" "Kamu nggak ngeliat aku?" Bella mengangguk, air matanya tiba-tiba jatuh membasahi pipi. Tanpa sengaja, Alana langsung merekahkan senyuman. Mungkinkah Bella memang buta karena dia tidak marah melihat senyum mengejek dari Alana? "Hari ini aku mau nga
Di pasar, Alana menemukan baju harga lima ribu yang semuanya terlihat usang. Sudah hal biasa untuk harga seperti itu dan Alana membeli sepuluh untuk Bella. Dia harus mengeluarkan uang lembaran biru, tidak lupa membeli pakaian dalam super tipis untuknya masing-masing dua, jadi sistemnya adalah cuci satu, pakai satu. Sandal? Alana terlalu baik hati untuk orang yang memiliki dendam. Dia membeli sandal orang yang lewat, sengaja memilih yang paling buluk di antara semuanya. Gadis itu tersenyum menatap belanjaannya membayangkan bagaimana Bella mau memakainya. Tidak lupa, Alana membelikan Bella tongkat. Tentu semua itu tidak gratis karena Alana akan menjadikannya babu selama satu bulan penuh atau sampai dia berhasil menemukan Albian si Pecundang. Matahari semakin meninggi, dia melangkah ke arah tukang ojek untuk mengantarnya pulang. "Mama, aku pulang!" teriak Alana begitu melewati pintu utama. Dia tertawa riang melihat Bella sedang melap meja. Meskipun buta, ya paling tidak, melakukan pek
Selesai mandi sore, Alana memilih mengurung diri dalam kamar bersama putra kesayangannya karena Ali sedang terlelap. Merasa jenuh, akhirnya dia membuka aplikasi sosial media. Mulai dari Instag-ram, Face-book hingga aplikasi hijau yang dikenal dengan sebutan Whats-App.Alana membuka story teman-temannya. Mereka memang masih saling menyimpan kontak, tetapi tidak pernah bertukar pesan selain menonton story masing-masing. Terutama Alana yang memang tidak mau mempublish masalahnya ke media sosial.Menyebar masalah ke sosial media bagi Alana itu buruk. Selain mengundang gibah, beberapa dari mereka juga bertanya bukan karena peduli atau ingin memberi solusi melainkan kepo saja. Lagi pula, masalah rumah tangga itu hal privasi.Alana menekan layar ponselnya ketika tiba di story Whats-App milik Rasya. Ada foto mereka berdua di sana dengan caption 'Bidadari Surgaku' yang disertai emotikon love dan bunga mawar merah."Lah, ini bener?" tanya Alana menatap tidak percaya.Entah kenapa, tiba-tiba hat
"Sepertinya, aku harus pergi lagi sebelum perasaan ini tumbuh sangat dalam dan untuk itu aku butuh kamu," jawab Shaka dengan perasaan sedih.Hasna terdiam beberapa saat, kemudian melirik ke kanan dan kiri. Sayang sekali karena tidak ada pembeli agar dia bisa menghindari Shaka.Jujur saja, dia belum bisa membuka hati untuk orang baru. Memang benar kalau saat ini Hasna butuh seseorang untuk menemaninya menjalani hidup. Dia bosan menumpang pada Siti karena selalu dijadikan kambing hitam, dituduh dalang dari setiap masalah yang ada.Hidupnya kacau balau, terkadang Hasna ingin menyerah jika saja iman tidak ada dalam dada. Hasna mendesah kesal, entah mengapa. Saat kembali menatap Shaka, ada rasa iba dalam dirinya. Lelaki itu setengah mati berjuang melupakan Zanna, haruskah dia mengorbankan perasaan sendiri demi membantunya kembali ke hakikat diri?Berat. Hasna rasa tidak mudah mengubah pendirian seseorang. Apalagi sosok seperti Shaka yang setahu Hasna sudah lama alpa dari perintah Tuhan yak
I lay my love on youIt's all I wanna doEvery time I breathe I feel brand newYou opened up my heartShow me all your love and walk right throughAs I lay my love on you....Shaka sengaja mendengarkan lagu romansa dari Westlife sebagai gambaran perasaannya saat ini. Memang benar bahwa Alana lah yang membuka hatinya untuk tidak larut mencintai Zanna yang telah tiada. Sayang sekali, dia tidak bisa memiliki wanita itu.Mencintai seseorang yang sudah menikah dan suaminya adalah adik sendiri itu menyakitkan. Shaka diam-diam menghela napas berat tanpa memudarkan senyum di bibirnya. Dia ingin menikmati kesempatan itu dengan bahagia."Andai saja aku pulang lebih cepat dan ketemu sama kamu, aku yakin kita akan menjadi pasangan romantis. Aku nggak bakal ngebiarin Rasya buat nikahin kamu karena kesempatan itu nggak datang dua kali.""Andai saja kita bisa kembali ke masa lalu," gumam Alana membuang pandangan ke arah samping."Bahkan kamu lebih menginginkan aku daripada Rasya. Jelas sekali karen
Sesampainya di rumah, Ranti langsung menemui menantunya yang sedang duduk di samping ayunan Ali sambil menonton YouTube. Melihat kesedihan di wajahnya membuat wanita tua itu mengurungkan niat, kemudian menyerahkan ponselnya pada sang anak."Tadi mama sempat rekam pembicaraan kita di rumah Siti. Kamu kasih sama Rasya sebagai bukti, mama mau balik ke rumah dulu," bisik Ranti, lantas melangkah cepat meninggalkan Alana.Wanita itu melipat bibir. Jujur saja, dia sedikit kesal pada tingkah suaminya yang sangat mudah termakan omongan tetangga. Padahal, dia sudah tahu bagaimana perangai Siti selama ini. Lulusan sarjana, tetapi begitu mudah dikelabui.Alana tidak habis pikir, hatinya pun masih menyimpan perih setelah mendapat tamparan tadi. Kalau saja bukan mau bersikap dewasa, dia pasti sudah balas menampar Rasya. Ah, pikirannya kalut. Kini, pandangan mereka bertemu ... masih terlihat binar cinta di kedua matanya."Dengerin sendiri!" Alana meletakkan ponsel ibunya, kemudian ikut duduk di deka
Rasya tentu tidak mau kalah, dengan cepat dia menyusul Alana ke kamar, kemudian membawanya ke tempat semula dengan sedikit paksaan. Dia bisa saja melanjutkan perdebatan itu dalam kamar, tetapi Ali tidak boleh ditinggal sendirian.Kembali, Rasya membuang napas berat. Ada perasaan sedih dalam hatinya karena dia percaya pada apa yang Siti katakan. Mengingat Shaka pernah menganggap Alana adalah Zanna, maka tidak menutup kemungkinan apa yang diadukan Siti benar adanya dan Alana sedang mencoba untuk lari dari masalah.Apa gunanya bertanya pada Ranti jika dia akan membela anaknya sendiri karena takut kalau Alana menjadi janda di usia muda apalagi pernikahan mereka belum terlalu lama ditambah Ali masih kecil. Memikirkan itu semua semakin menambah pikiran Rasya saja."Kalau kamu nggak percaya, ya sudah.""Hari itu saja aku lihat kamu dipeluk sama Shaka padahal ada banyak pelayan di rumah. Sementara tadi, hanya ada kalian. Setan selalu hadir sebagai orang ketiga saat ada yang berduaan. Okelah a
"Bu Siti tahu dari mana kalau Alana romantis-romantisan?"Siti mengibaskan kipasnya, padahal cuaca biasa saja. "Ya aku lihat sendiri lah. Tahu sendiri kan kalau Hasna kerja di warung mertua kamu, sebagai tante yang baik untuk Hasna dan tetangga baik buat kalian, jadinya beli nasi uduk ke sana. Eh, sebelum kesampean malah liat laki-laki lagi gendong Ali, terus Alana malah senyum-senyum tidak jelas. Agak lama sih posisi mereka kayak gitu, sesekali Alana bercandain Ali. Pokoknya aku nggak bisa gambarin secara gamblang, intinya mereka romantisan. Mungkin karena Hasna sama mertua kamu lagi keluar jadi mereka mikirnya dunia cuma milik berdua. Iya, toh?"Mendengar itu semakin menambah amarah di hati Rasya. Kedua matanya berubah merah, rahang pun mengetat sempurna. Bagaimana mungkin Alana bersikap romantis pada lelaki lain?Satu hal yang membuat Rasya bingung. Dia belum bisa menebak siapa lelaki yang berhasil merebut posisinya. Sejak dulu Rasya sudah berpesan agar Alana tidak pernah tersenyum
Hari kedua Shaka bekerja, dia ternyata sosok yang rajin. Datang lima menit lebih cepat dan pulang lebih lambat karena membantu Ranti membereskan warung terlebih dahulu.Sebenarnya Ranti masih sungkan mempekerjakan saudara menantunya, tetapi dia terus mendesak. Sudah berulang kali Ranti memintanya pulang ke rumah atau bekerja di kantor, Shaka tidak pernah mengindahkannya.Sekarang, jam sudah mendekati pukul tiga sore dan Shaka belum juga kembali sejak empat jam yang lalu. Ada rasa khawatir yang menyelimuti jiwa Ranti dan juga Hasna karena makanan-makanan itu diantar tidak terlalu jauh dari rumah dan jumlahnya pun tidak banyak.Dalam waktu normal, Ranti memperkirakan Shaka sudah tiba di rumah sejak setengah jam yang lalu. Entahlah, dia mendesah ingin putus asa terutama ketika Hasna mengatakan kalau nomor telepon Shaka tidak aktif. Ke mana dia? Apa dia baik-baik saja?"Kalau Shaka kenapa-napa?""Hust!" Ranti menempelkan jari telunjuknya di bibir Hasna beberapa detik, kemudian melanjutkan
Hari sabtu, hari yang biasanya Alana nantikan karena Rasya tidak harus berangkat ke kantor. Bagaimana dengan sekarang? Mungkin sedikit sulit karena sudah beberapa hari ini tidak ada canda dan tawa di antara keduanya.Rasya hanya akan berbicara pada Alana ketika ada sesuatu yang penting, begitu juga sebaliknya. Alana bukan tidak mau meraih rida suami, tetapi Rasya yang terlihat menghindari.Tepatnya karena merasa bersalah. Entah kenapa lelaki itu sangat sulit mengurai kata maaf di hadapan Alana. Rasa bersalah yang terlalu dalam, mungkin. Sekarang pun dia sengaja berlama-lama di kamar mandi karena khawatir berpapasan dengan Alana.Sementara Alana sendiri melipat pakaian yang dia cuci kemarin karena Ali terlelap di dalam ayunan. Untung saja pangeran mereka tidak lagi rewel, mungkin saja berusaha mengerti keadaan orangtuanya.Jam sudah menunjuk angka delapan, Ranti yang berada di penjualan terlihat penat. Dia pun memilih duduk sebentar karena tadi malam harus begadang setelah menerima pes
"Tidak mungkin, Na. Aku nggak yakin ada yang suka sama aku. Kamu tahu sendiri aku nggak ada kelebihan selain jago jualan." Hasna tertawa renyah, kemudian melanjutkan, "sulit. Aku harap tidak ada."Alana tersenyum hangat. Kalau dia jadi Hasna, mungkin akan merasakan hal yang sama pula. Hidup di perantauan bersama seorang tante yang sangat cerewet dan senang memfitnah orang itu tidak menyenangkan, hari-hari berlalu pasti dipenuhi dengan tekanan yang membebani pikiran apalagi jika dijadikan babu karena hidup menumpang.Sebenarnya bukan menumpang semata, Hasna juga menyisihkan gajinya untuk membeli beras atau lauk, tetapi tetap saja Siti menganggapnya beban dan kalau suatu hari nanti ada yang berniat baik, tentu merupakan berita baik.Ada satu masalah, Hasna tidak akan semudah itu mendapat restu. Dia yang kini hidup jauh dari kota kelahirannya memaksa diri untuk tetap tenang, sabar dan selalu semangat dalam keadaan apa pun. Hasna sebenarnya sangat butuh dukungan dari keluarga, hanya takdi